• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENGGUNAAN LOW VOLUME FLY ASH DAN ABU SEKAM PADI TERHADAP KUAT TEKAN FIBER REINFORCED ENGINEERED CEMENTITIOUS COMPOSITES

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "PENGARUH PENGGUNAAN LOW VOLUME FLY ASH DAN ABU SEKAM PADI TERHADAP KUAT TEKAN FIBER REINFORCED ENGINEERED CEMENTITIOUS COMPOSITES"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGGUNAAN LOW VOLUME FLY ASH DAN ABU SEKAM PADI TERHADAP KUAT TEKAN FIBER REINFORCED ENGINEERED CEMENTITIOUS COMPOSITES

Muhammad Aswin1, Nicholas Putra Jaya Ginting2

1 Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan No.1 Kampus USU Medan

E-mail : muhammad.aswin@usu.ac.id

2 Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan No.1 Kampus USU Medan

E-mail : npjgedu@gmail.com

ABSTRAK

Engineered Cementitious Composites (ECC) merupakan komposit yang terdiri dari semen, pasir, air, zat adiktif, material cementitious, dan tidak menggunakan agregat kasar. ECC memiliki banyak keunggulan bila dibandingkan dengan beton konvensional, salah satunya adalah memiliki daktilitas yang tinggi. Untuk meningkatkan perkuatan, ECC ditambah dengan fiber dengan persentase tertentu dan disebut Fiber Reinforced Engineered Cementitious Composites (FR-ECC). FR-ECC menggunakan fiber tidak lebih besar dari 2% untuk menghindari pengaruh yang tidak baik daktilitas komposit tersebut.

FR-ECC merupakan salah satu solusi untuk mengurangi penggunaan semen dalam konstruksi. Penggunaan fly ash dan abu sekam padi sebagai material cementitious karena memiliki kandungan SiO2 yang diharapkan dapat membantu proses hidrasi semen sehingga menghasilkan CSH yang baru.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan fly ash dan abu sekam padi terhadap kuat tekan FR-ECC serta mengurangi dampak negatif pada lingkungan. Penelitian ini dilakukan dengan persentase fly ash dengan kadar Low Volume yang digunakan sebesar 0%, 5%, dan 15% dari berat semen awal. Sedangkan persentase abu sekam padi yang digunakan sebesar 15% dari berat awal semen. Kedua material cementitious tersebut divariasikan dengan persentase fiber sebesar 0%, 0.1%, 0.2%, dan 0.3%. Pengujian dilakukan pada saat umur 28 hari.

Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah kuat tekan rata-rata optimum terdapat pada variasi FR-ECC FA 15% - ASP 15% dengan persentase fiber 0%, 0.1%, 0.2%, dan 0.3% secara berurut sebesar sebesar 55.80 MPa, 60.30 MPa, 65.82 MPa, dan 51.38 MPa. Nilai kuat tekan rata-rata terendah terdapat pada variasi FR-ECC FA 0% - ASP 0% (control) dengan persentase fiber 0%, 0.1%, 0.2%, dan 0.3% secara berurut sebesar 28.32 MPa, 45.44 MPa, 50.96 MPa, dan 37.37 MPa. Persentase kenaikan nilai kuat tekan rata-rata variasi FR-ECC FA 15% - ASP 15% dengan persentase fiber 0%, 0.1%, 0.2%, dan 0.3% sebesar 97.03%, 32.70%, 29.16%, dan 37.50%. Persentase fiber dengan nilai kuat tekan tertinggi terdapat pada persentase fiber 0.2%. Dapat disimpulkan bahwa fly ash dan abu sekam padi sebagai material cementitious dapat digunakan untuk meningkatkan nilai kuat tekan ECC.

Kata kunci: FR-ECC, fly ash, abu sekam padi, fiber, kuat tekan 1. Pendahuluan

Penggunaan beton pada bidang konstruksi sedang meningkat seiring dengan kebutuhan beton yang semakin besar. Beton sebagai bahan utama penyusun konstruksi memiliki beberapa keunggulan, yaitu kuat tekan yang tinggi, bahan yang mudah didapat, mudah dicetak/dibentuk, dan sebagainya. Namun, dibalik keunggulannya, ada beberapa kelemahan pada beton, yaitu lemah dalam menahan kuat tarik dan kuat lentur yang

(2)

menyebabkan beton mudah retak dan beton juga memiliki daktilitas yang rendah. Maka dari itu, dilakukan penelitian untuk mengatasi kelemahan beton, salah satunya adalah pengembangan beton dengan mutu tinggi (high strength concrete).

Pada umumnya, peningkatan nilai kuat tekan beton seiring dengan peningkatan penggunaan semen. Penggunaan semen yang tinggi akan meningkatkan produksi semen dan mengakibatkan peningkatan gas CO2. Hal ini berdampak buruk pada lingkungan (green building). Untuk mengatasi hal ini, dilakukan penelitian untuk pengembangan dalam dunia struktur, yaitu pemanfaatan dan penggunaan Fiber Reinforced Engineered Cementitious Composites.

Li dan Kanda (1998) menjelaskan bahwa bahan penyusun ECC menggunakan bahan yang sama dengan Fiber Reinforced Concrete (FRC). Bahan penyusunnya adalah air, bahan pengikat (semen), bahan pengisi (pasir), serat (fiber), serta beberapa bahan kimia aditif. Volume serat yang digunakan dalam campuran ECC tidak lebih besar dari 2% karena dapat berpengaruh jelek terhadap daktilitas komposit tersebut. Oleh sebab itu, agregat kasar (kerikil) tidak digunakan sebagai bahan penyusun ECC. Karena jumlah serat yang digunakan relatif sedikit, proses pencampuran bahan ECC mirip dengan pencampuran beton biasa. Perbedaan antara ECC dengan FR-ECC adalah pada penggunaan seratnya dimana FR-ECC memiliki tambahan kekuatan melalui serat tersebut. Penambahan fiber pada ECC akan berpengaruh pada pertambahan kekuatan tarik.

Indonesia merupakan salah satu negara produsen padi terbesar di dunia. Menurut Kementerian Pertanian Republik Indonesia, produksi padi pada tahun 2017 sebesar 81.148.594 ton dan pada tahun 2018 sebesar 83.037.150 ton. Hal ini menunjukkan kenaikan produksi padi sebesar 2,33% (www.pertanian.go.id), sehingga menghasilkan limbah yang banyak pula, yaitu sekam padi. Pemanfaatan limbah ini masih sangat rendah dan terbatas, dan sebagian besar dibuang begitu saja.

Indonesia adalah salah satu negara yang kaya akan hasil tambang, salah satunya adalah batu bara. Hasil olahan batu bara dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya sebagai bahan bakar, sumber energi listrik, industri kertas, industri baja, industri semen, industri bahan kimia dan masih banyak lagi. PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) merupakan salah satu industri yang menggunakan batu bara sebagai sumber produksi untuk menghasilkan energi listrik yang akan disalurkan ke berbagai wilayah.

Hasil dari pengolahan batu bara ialah berupa limbah, yaitu fly ash dan bottom ash.

Limbah ini termasuk limbah yang berbahaya dan dikategorikan ke dalam limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Maka dari itu, diperlukan inovasi baru untuk meminimalisir dampak negatifnya seperti pemanfaatan fly ash sebagai material tambah pada bangunan.

Berdasarkan uraian di atas, maka dalam tugas akhir ini, faktor utama untuk dipertimbangkan untuk melakukan penelitian tentang FR-ECC adalah meningkatkan karakteristik komposit cementitious dengan menggunakan jumlah semen kurang dari 500 kg/m3 danuntuk mengkaji pengaruh penggunaan limbah organik yang dihasilkan dalam produksi padi, yaitu berupa sekam padi, serta limbah anorganik, yaitu fly ash, terhadap FR-ECC dengan tujuan dapat memanfaatkan penggunaan limbah dan dapat meningkatkan kekuatan tekan FR-ECC.

2. Tinjauan Pustaka

2.1 ECC (Engineered Cementitious Composite)

Engineered Cementitious Composites (ECC) merupakan komposit yang terdiri dari semen, pasir, air, zat adiktif, material cementitious, tidak menggunakan agregat kasar, dan biasanya diperkuat dengan fiber yang digunakan dalam konstruksi (FR-ECC).

Wang dan Li (2007) menjelaskan bahwa ECC merupakan jenis kelas High- Performance Fiber-Reinforced Cementitious Composites (HPFRCC) dengan daktilitas tinggi dan dengan jumlah fraksi serat sedang. Li (2002) menyebutkan bahwa pada

(3)

regangan 4 – 5 %, lebar retakan pada ECC tetap dibawah 100 . Retakan kecil ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan yang signifikan pada durabilitas struktur. ECC telah dioptimalkan dengan penggunaan mikromekanik untuk mencapai daktilitas yang tinggi dan lebar microcrack yang rapat dengan moderate fiber (2% atau kurang) (Kan dkk, 2010).

2.2 Material Penyusun ECC 2.2.1 Fly Ash

Senyawa yang terkandung dalam fly ash adalah SiO2 + AI2O3 + Fe2O3 yang dapat digunakan sebagai bahan campuran semen, karena komponen ini merupakan senyawa utama yang diperlukan dalam semen selain CaO. Komposisi kandungan SiO2, AI2O3, dan Fe2O3 mirip dengan bahan Pozzolan sehingga dapat digunakan sebagai bahan campuran dalam pembuatan semen (Upe, 2006).

2.2.2 Semen

Semen merupakan bahan yang dapat bercampur dengan air dan akan menjadi bahan perekat. Beberapa penggunaan semen adalah adukan mortar, beton, plesteran, bahan penambal, adukan encer (grout), dan sebagainya. Berdasarkan SNI 2049:2004, semen Portland adalah semen hidraulis yang dihasilkan dengan cara menggiling terak semen Portland terutama yang terdiri atas kalsium silikat yang bersifat hidraulis dan digiling bersama-sama dengan bahan tambahan berupa satu atau lebih bentuk kristal senyawa kalsium sulfat dan boleh ditambah dengan bahan tambahan lain

2.2.3 Abu Sekam Padi

Jhatial dkk (2019) meneliti bahwa abu sekam padi memiliki kadar silika diatas 70%, yaitu 87,2%. Hal ini ditentukan berdasarkan jenis padi dan letak geografis padi tersebut tumbuh.

2.2.4 Pasir Silika

Pasir silika berfungsi sebagai pelengkap kandungan silika dalam semen yang dihasilkan. Kandungan silika untuk pabrik semen berkisar 21,3% SiO2. Pemakaian pasir silika di industri ini bervariasi tergantung kandungan silika bahan baku lainnya, biasanya berkisar antara 6 - 7% (Haryanti dan Wardhana, 2019).

2.3 Flowability Test

Pengujian flowability FR-ECC menggunakan metode EFNARC (2005) dilakukan untuk mengetahui workability dari FR-ECC.

2.4 Perawatan (Curing)

Curing dilakukan untuk menjaga benda uji dari kehilangan air akibat penguapan, sehingga proses hidrasi berjalan dengan baik dan untuk menjaga kelembapan benda uji.

Curing atau perawatan benda uji dilakukan dengan cara meletakkan benda uji dalam genangan air/ kolam perendaman.

2.5 Capping

Permukaan benda uji perlu diratakan agar tidak terjadi konsentrasi tegangan yang mengakibatkan pencapaian kekuatan yang lebih kecil.

(4)

2.6 Pengujian Kuat Tekan

Pengujian kuat tekan FR-ECC menggunakan SNI 1974:2011. Pengujian kuat tekan pada benda uji silinder dilakukan dengan pembebanan sampai benda uji hancur dan catat beban maksimum yang diterima benda uji selama pembebanan. Kuat tekan benda uji dihitung dengan membagi beban maksimum yang diterima oleh benda uji dengan luas penampang melintang rata.

f’c = Dimana:

f’c = Kuat Tekan (MPa atau N/mm2)

P = Beban Maksimum (kN/m2)

A = Luas Penampang (mm2)

3. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bahan dan Rekayasa Beton Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Dalam penelitian ini dilakukan kajian eksperimental.

3.1 Mix Design

Mix Design dibutuhkan agar perbandingan material penyusun FR-ECC mencapai kualitas yang diharapkan dengan cara merancang dan memilih bahan yang sesuai serta menentukan proporsi relatif dari material-material yang akan digunakan dalam campuran FR-ECC. Dalam penelitian ini, vasiasi persentase penggunaan fly ash dan abu sekam padi masing-masing adalah 0%, 5%, dan 15% dari berat semen awal.

3.2 Penyediaan Material yang akan Digunakan 3.2.1 Fly Ash

Fly ash yang digunakan dalam campuran FR-ECC didapat dari PLTU Pangkalan Susu, Sumatera Utara.

3.2.2 Abu Sekam Padi

Abu sekam padi yang digunakan merupakan hasil pembakaran dari sekam padi yang diperoleh dari lahan pertanian di sekitar Deli Serdang, Sumatera Utara. Proses untuk mendapatkan abu sekam padi dapat dilihat pada tahap-tahap dibawah ini.

a. Pengumpulan Sekam Padi

Sekam padi merupakan sisa pengolahan padi dan sekam padi yang digunakan berwarna kuning kecoklatan.

b. Pembakaran Sekam Padi

Pembakaran sekam padi dilakukan dengan tungku yang dibuat dari kubus beton sisa 150 mm x 150 mm x 150 mm dan disusun dengan panjang sekitar 2 m, lebar 1 m, dan tinggi 1 m. Proses pembakaran dilakukan dengan api menyala. Api akan dimatikan ketika sekam padi telah menjadi abu sekam padi secara merata dan dilakukan pendinginan sekitar 12 jam.

c. Pengumpulan dan Penyimpanan Hasil Abu Sekam Padi

Sekam padi yang telah dibakar menjadi abu sekam padi akan dikumpulkan ketika sudah berada pada suhu yang normal dan disimpan di dalam plastik agar tidak lembap dan tidak basah.

(5)

3.2.3 Superplasticizier

Superplasticizer yang dipakai adalah ViscoCrete-3115 MN yang diperoleh dari PT.

SIKA.

3.2.4 Semen

Semen yang digunakan adalah semen Portland Tipe 1 yang merupakan produk dari PT. Semen Padang.

3.2.5 Fiber

Jenis serat yang dipakai adalah serat Polypropylene Fiber (PP) yang diperoleh dari PT. SIKA.

3.2.6 Pasir Silika

Pasir Silika yang digunakan berdiameter sekitar 100 µm (0,1 mm).

3.3 Pemeriksaan ketersediaan peralatan yang akan digunakan Alat-alat yang akan digunakan antara lain:

1. Mixer Bor Pengaduk Campuran FR-ECC, 2. Kerucut Abrams,

3. Alat uji Flowability,

4. Cetakan silinder, kuas, oli, dsb,

5. Compression Test Machine atau mesin uji tekan dengan ELE INTERNASIONAL yang berkapasitas 2000 kN.

6. Ember, 7. Gelas Ukur 8. Mistar, 9. Timbangan

10. Alat untuk capping dan kompor 3.4 Trial Mix

Trial mix dilakukan untuk mengetahui proporsi mix design sudah mencapai komposisi yang sudah diinginkan. Benda uji yang digunakan untuk trial mix yaitu FR- ECC berbentuk silinder berukuran 100 mm x 200 mm sebanyak 3 sampe benda uji.

Sebelum dilakukan pengujian kuat tekan FR-ECC, dilakukan flowability test. Pengujian kuat tekan dilakukan 1 hari.

3.5 Pembuatan Benda Uji

Benda uji yang digunakan adalah silinder dengan ukuran diameter 10 cm dan tinggi 20 cm. Variasi fiber yang digunakan adalah 0%, 0.1%, 0.2%, dan 0.3% dari berat awal semen. Abu sekam padi digunakan sebanyak 15% dari berat awal semen. Total jumlah benda uji dari setiap variasi fiber sebanyak 3 buah untuk umur 28 hari sebanyak 72 buah.

3.6 Pengujian-Pengujian yang Dilakukan 3.6.1 Flowablity Test

Pengujian flowability FR-ECC menggunakan metode EFNARC (2005) dilakukan untuk mengetahui workability dari FR-ECC.

(6)

3.6.2 Pengujian Berat Volume FR-ECC

Pengujian berat volume FR-ECC dilakukan sebelum melakukan pengujian kuat tekan FR-ECC. Pada penelitian ini, pengujian berat volume beton dilakukan pada saat benda uji berumur 28 hari dan sudah kering udara setelah diangkat dari kolam perendaman. Pengujian berat volume menggunakan persamaan:

Dimana:

Berat Volume = Berat Volume (kg/m3)

M = Berat Silinder (kg)

V = Volume FR-ECC (m3)

3.6.3 Pengujian Kuat Tekan

Pengujian kuat tekan FR-ECC mengacu pada SNI 1974:2011. Pengujian dilakukan pada umur 28 hari dengan benda uji sebanyak 3 buah dari masing-masing variasi. Benda uji dikeluarkan dari bak perendaman pada umur 22 hari dan dikeringkan dalam ruangan tertutup. Sebelum pengujian kuat tekan, dilakukan c pada bagian atas benda uji dengan menggunakan belerang.

3.7 Analisis Data

Analisis data dapat dilakukan setelah proses pengujian kuat tekan dengan tujuan untuk mengkaji pengaruh penggunaan low volume fly ash dan abu sekam padi terhadap kuat tekan Fiber Reinforced Engineered Cementitious Composites (FR-ECC).Data-data hasil pengujian disajikan dan dibuat dalam bentuk:

a. Tabel

b. Grafik dan bar chart

Pengaruh penggunaan fly ash dan abu sekam padi dapat dikaji saat nilai kuat tekan FR-ECC dibandingkan dengan ECC tanpa penggunaan fly ash, abu sekam padi, dan fiber.

Selain itu, dikaji juga nilai optimum dari proporsi fly ash dan abu sekam padi, yaitu perbandingan antara kuat tekan FR-ECC yang paling besar dengan kuat tekan ECC pada umur 28 hari.

4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Pengujian Flowability

Pengujian slump-flow dilakukan untuk mengetahui workability (kelecekan) setiap variasi FR-ECC. Hasil pengujian flowability dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Gambar 4.1.

(7)

Tabel 4.1: Hasil Pengujian Flowability Variasi FR-ECC

Flowability (cm)

0% Fiber 0.1% Fiber 0.2% Fiber 0.3% Fiber

FA 0% - ASP 0% 87.5 80.3 73.2 61

FA 0% - ASP 15% 83 76.5 66 55

FA 5% - ASP 0% 89 85 77.5 64

FA 5% - ASP 15% 84.5 81 74 59

FA 15% - ASP 0% 95.5 92.5 80.5 67

FA 15% - ASP 15% 88.5 85 79.5 65

Gambar 4.1: Nilai Flowability FR-ECC

Berdasarkan data dari Tabel 4.1 dan Gambar 4.1, dapat dilihat bahwa nilai flowability dengan persentase fly ash 5% dan 15% tanpa menggunakan abu sekam lebih tinggi daripada persentase fly ash 0% dan juga lebih tinggi bila dibandingkan nilai flowability yang memiliki fly ash dan abu sekam padi pada variasi FR-ECC. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi penggunaan fly ash, nilai flowability juga semakin tinggi. Nilai flowability persentase abu sekam padi 15% lebih rendah daripada 0%. Hal ini menunjukkan bahwa abu sekam padi menyerap air lebih banyak dibandingkan dengan 0%

sehingga nilai flowability menurun.

Nilai flowability persentase fiber 0.3%, 0.2%, dan 0.1% semakin menurun dibandingkan dengan 0%. Hal ini dikarenakan fiber yang digunakan (polypropylene fibers) berbentuk seperti kapas berserabut menyerap air lebih banyak dibandingkan dengan dengan 0% sehingga nilai flowability menurun dan menyebabkan campuran

87.5 83 89

84.5

95.5

88.5

80.3 76.5 85 81

92.5

85 73.2

66

77.5 74 80.5 79.5

61 55

64 59 67 65

0 20 40 60 80 100 120

FA 0 % - RHA 0 % FA 0 % - RHA 15 % FA 5 % - RHA 0 % FA 5 % - RHA 15 % FA 15 % - RHA 0 % FA 15 % - RHA 15 %

Flowability (cm)

Variasi Benda Uji

Flowability

0% Fiber 0.1% Fiber 0.2% Fiber 0.3% Fiber

(8)

menjadi kental dan sulit untuk mengalir. Semakin tinggi persentase fiber, maka nilai flowability semakin menurun.

4.2 Pengujian Berat Volume

Pengujian berat volume dilakukan untuk melihat perbandingan tiap variasi FR- ECC. Pengujian berat volume bertujuan untuk mengetahui pengaruh fiber sebagai bahan substitusi terhadap pasir silika. Hasil pengujian berat volume dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan Gambar 4.2.

Tabel 4.2: Berat Volume FR-ECC

Variasi FR-ECC Berat Volume (kg/m2)

0% Fiber 0.1% Fiber 0.2% Fiber 0.3% Fiber

FA 0% - ASP 0% 2069.60 2039.64 2018.21 2001.17

FA 0% - ASP 15% 2038.33 2020.69 2012.65 1999.42

FA 5% - ASP 0% 2078.71 2075.43 2063.67 2051.67

FA 5% - ASP 15% 2051.98 2048.19 2043.32 2039.06

FA 15% - ASP 0% 2091.50 2086.44 2080.39 2060.52

FA 15% - ASP 15% 2072.01 2068.50 2065.44 2050.57

Gambar 4.2: Berat Volume FR-ECC

Berdasarkan data dari Tabel 4.2 dan Gambar 4.2, dapat dilihat bahwa berat volume FR-ECC semakin meningkat bila persentase fly ash dan abu sekam padi juga meningkat.

Hal ini dikarenakan fly ash dan abu sekam padi yang telah hancur pada saat proses mixing tersebar dengan merata dan menyebabkan ruang-ruang kosong pada benda uji menjadi terisi oleh fly ash dan abu sekam padi sehingga sampel menjadi lebih padat.

Bila persentase fiber semakin meningkat, maka berat volume FR-ECC semakin menurun. Hal ini dikarenakan semakin tinggi persentase fiber, air pada saat proses mixing diserap oleh fiber sehingga air menjadi berkurang dan mempengaruhi campuran berat volume FR-ECC tersebut.

2069.60 2038.72 2078.37 2051.28 2091.91 2072.08

2039.64 2020.69 2075.43 2048.19 2086.44 2068.50

2018.21 2012.65 2063.67 2043.32 2080.39 2065.44

2001.17 1999.42 2051.67 2039.06 2060.52 2050.57

0 500 1000 1500 2000 2500 3000

FA 0% - RHA 0%

FA 0% - RHA 15%

FA 5% - RHA 0%

FA 5% - RHA 15%

FA 15% - RHA 0%

FA 15% - RHA 15%

Berat Volume (kg/m2)

Berat Volume Rata-rata LVFA FR-ECC

0% Fiber 0.1% Fiber 0.2% Fiber 0.3% Fiber

(9)

4.3 Pengujian Kuat Tekan

Pengujian kuat tekan dilakukan pada saat FR-ECC sudah dilakukan perawatan (curing) dan sudah mencapai umur 28 hari. Hal ini dilakukan untuk mengetahui nilai kuat tekan optimum pada setiap variasi FR-ECC.

4.3.1 Perbandingan Kuat Tekan Rata-rata FR-ECC Seluruh Variasi

Hasil pengujian kuat tekan FR-ECC seluruh variasi dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan Gambar 4.3 – Gambar 4.4.

Tabel 4.3: Perbandingan Kuat Tekan Rata-rata FR-ECC Seluruh Variasi

Variasi FR-ECC Kuat Tekan Rata-rata (MPa)

0% Fiber 0.1% Fiber 0.2% Fiber 0.3% Fiber

FA 0% - ASP 0% 28.32 45.44 50.96 37.37

FA 0% - ASP 15% 39.19 50.11 52.65 44.16

FA 5% - ASP 0% 35.36 56.90 58.17 38.64

FA 5% - ASP 15% 46.86 58.60 62.42 46.28

FA 15% - ASP 0% 40.18 57.32 60.30 41.19

FA 15% - ASP 15% 55.80 60.30 65.82 51.38

Gambar 4.3: Perbandingan Kuat Tekan Rata-rata FR-ECC Seluruh Variasi

28.32 39.19 35.36 46.86 40.18 55.80

45.44 50.11 56.90 58.60 57.32 60.30

50.96 52.65 58.17 62.42 60.30 65.82

37.37 44.16 38.64 46.28 41.19 51.38

25 30 35 40 45 50 55 60 65 70

FA 0% - ASP 0% FA 0% - ASP 15% FA 5% - ASP 0% FA 5% - ASP 15% FA 15% - ASP 0% FA 15% - ASP 15%

Kuat Tekan Rata-rata (MPa)

Variasi FR-ECC

Kuat Tekan Rata-rata FR-ECC (MPa)

0% FIBER 0.1% FIBER 0.2% FIBER 0.3% FIBER

(10)

Gambar 4.4: Perbandingan Kuat Tekan Rata-rata FR-ECC Seluruh Variasi Berdasarkan Tabel 4.3 dan Gambar 4.3 – Gambar 4.4, dapat dilihat bahwa material cementitious, yaitu fly ash dan abu sekam padi dapat memberikan pengaruh terhadap kuat tekan rata-rata. Hal ini dikarenakan material cementitious memiliki senyawa SiO2 yang dapat membantu proses pembentukan CSH baru pada saat proses hidrasi semen sehingga CSH yang berasal dari proses hidrasi semen bergabung dengan CSH baru yang berasal dari material cementitious dan dapat mengikat material lebih kuat dan mempengaruhi nilai kuat tekan rata-rata. Pengaruh yang diberikan adalah kenaikan kuat tekan rata-rata bila dibandingkan tanpa menggunakan material cementitious.

Penambahan fiber sebagai reinforcement juga dapat mempengaruhi kuat tekan rata-rata FR-ECC. Hal ini dikarenakan penambahan fiber dilakukan dengan tujuan meningkatkan nilai kuat tekan rata-rata FR-ECC. Berdasarkan Tabel 4.3 dan Gambar 4.3 – Gambar 4.4, penambahan dengan persentase fiber 0.2% memberikan kuat tekan rata- rata optimum di setiap variasi. Persentase fiber 0.1% juga memberikan kenaikan kuat tekan rata-rata dibandingkan dengan persentase fiber 0%. Pada persentase fiber 0.3%, terjadi penurunan nilai kuat tekan rata-rata bila dibandingkan dengan persentasi fiber 0.1% dan 0.2%, tetapi tetap lebih tinggi bila dibandingkan dengan persentase fiber 0%.

Hal ini disebabkan karena fiber yang menyerap air lebih banyak sehingga mengganggu proses hidrasi semen dan menyebabkan penurunan nilai kuat tekan rata-rata.

Terdapat dua variasi FR-ECC pada persentase fiber 0.3% yang nilai kuat tekan rata-ratanya lebih rendah daripada persentase fiber 0%, yaitu variasi FR-ECC FA 5% - ASP 15% dan FA 15% - ASP 15%. Berdasarkan Tabel 4,3, variasi FA 5% - ASP 15%, kuat tekan rata-rata pada persentase fiber 0.3% adalah 46.28 MPa, sedangkan pada persentase fiber 0% adalah 46.86 MPa. Begitu pula dengan variasi FA 15% - ASP 15%, kuat tekan rata-rata pada persentase fiber 0.3% adalah 51.38 MPa, sedangkan pada

28.32

45.44

50.96

37.37 39.19

50.11

52.65

44.16

35.36

56.90

58.17

38.64 46.86

58.60

62.42

46.28 40.18

57.32

60.30

41.19 55.80

60.30

65.82

51.38

25 30 35 40 45 50 55 60 65 70

0% FIBER 0.1% FIBER 0.2% FIBER 0.3% FIBER

Kuat Tekan Rata-rata (MPa)

Variasi FR-ECC

Kuat Tekan Rata-rata FR-ECC (MPa)

FA 0% - ASP 0% FA 0% - ASP 15% FA 5% - ASP 0%

FA 5% - ASP 15% FA 15% - ASP 0% FA 15% - ASP 15%

(11)

persentase fiber 0% adalah 55.80 MPa. Hal ini disebabkan karena persentase abu sekam padi yang cukup banyak, yaitu sebesar 15%, sehingga abu sekam padi lebih banyak menyerap air dan fiber yang juga menyerap banyak air. Bila air dalam proses hidrasi semen berkurang, maka pembentukan CSH menjadi kurang maksimal dan menyebabkan pengikatan material menjadi kurang baik. Hal ini mempengaruhi FR-ECC dan menyebabkan nilai kuat tekan rata-rata menjadi berkurang.

4.3.2 Pola Keruntuhan

Pada pengujian kuat tekan rata-rata, didapat pola retak pada FR-ECC dengan mengacu kepada bentuk pola retak aktual masing-masing variasi FR-ECC.

a. Pola Keruntuhan FR-ECC Variasi FA 0% - ASP 0%

Pola keruntuhan FR-ECC variasi FA 0% - ASP 0% saat uji kuat tekan umur 28 hari dapat dilihat pada Gambar 4.5.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 4.53: Pola Keruntuhan Variasi FA 0% - ASP 0% (a) 0% Fiber (b) 0.1% Fiber (c) 0.2% Fiber, dan (d) 0.3% Fiber

Berdasarkan Gambar 4.5, terlihat bahwa penambahan fiber dengan persentase 0.1%

- 0.3% mempengaruhi pola keruntuhan FR-ECC bila dibandingkan persentase fiber 0%

dimana pola keruntuhan persentase fiber 0.1% - 0.3% cenderung mirip bila dibandingkan dengan persentase fiber 0% yang langsung runtuh.

b. Pola Keruntuhan FR-ECC Variasi FA 0% - ASP 15%

Pola keruntuhan FR-ECC variasi FA 0% - ASP 15% saat uji kuat tekan umur 28 hari dapat dilihat pada Gambar 4.6.

(12)

aa

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 4.64: Pola Keruntuhan Variasi FA 0% - ASP 15% (a) 0% Fiber (b) 0.1% Fiber (c) 0.2% Fiber, dan (d) 0.3% Fiber

Berdasarkan Gambar 4.6 (a), menunjukkan bahwa penambahan abu sekam padi dengan persentase 15% tidak terlalu berpengaruh pada pola keruntuhan benda uji.

Sementara berdasarkan Gambar 4.6 (b) – (c), pola retak cenderung mirip, yaitu sejajar dengan arah pembebanan namun benda uji tidak langsung runtuh.

c. Pola Keruntuhan FR-ECC Variasi FA 5% - ASP 0%

Pola keruntuhan FR-ECC variasi FA 5% - ASP 0% saat uji kuat tekan umur 28 hari dapat dilihat pada Gambar 4.7.

(a) (b)

(c) (d)

(13)

Gambar 4.75: Pola Keruntuhan Variasi FA 5% - ASP 0% (a) 0% Fiber (b) 0.1%

Fiber (c) 0.2% Fiber, dan (d) 0.3% Fiber

Berdasarkan Gambar 4.7, terlihat bahwa FR-ECC dengan 0% fiber mengalami keruntuhan. Sedangkan pada FR-ECC dengan 0.1% - 0.3% fiber, pola retak hampir sama.

Penambahan fly ash dapat meningkatkan nilai kuat tekan sehingga pola retak yang dihasilkan lebih banyak.

d. Pola Keruntuhan FR-ECC Variasi FA 5% - ASP 15%

Pola retak FR-ECC variasi FA 5% - ASP 15% saat uji kuat tekan umur 28 hari dapat dilihat pada Gambar 4.8.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 4.86: Pola Keruntuhan Variasi FA 5% - ASP 15% (a) 0% Fiber (b) 0.1% Fiber (c) 0.2% Fiber, dan (d) 0.3% Fiber

Berdasarkan Gambar 4.8, pola keruntuhan tidak terlalu jauh berbeda dengan Gambar 4.7. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan abu sekam padi sebanyak 15%

tidak terlalu mempengaruhi pola keruntuhan benda uji.

e. Pola Keruntuhan FR-ECC Variasi FA 15% - ASP 0%

Pola retak FR-ECC variasi FA 15% - ASP 0% saat uji kuat tekan umur 28 hari dapat dilihat pada Gambar 4.9.

(a) (b)

(14)

(c) (d)

Gambar 4.97: Pola Keruntuhan Variasi FA 15% - ASP 0% (a) 0% Fiber (b) 0.1% Fiber (c) 0.2% Fiber, dan (d) 0.3% Fiber

Berdasarkan Gambar 4.9, pola keruntuhan FR-ECC dengan 0% fiber memiliki bentuk kerucut. Dengan penambahan persentase fly ash sebanyak 15%, FR-ECC menjadi lebih kuat dalam menahan beban maksimum. Pada FR-ECC 0.1% - 0.3% fiber, pola retak cenderung mirip dan tidak tampak jelas. Hal ini dikarenakan fiber yang tersebar merata yang dapat memperkuat pengikatan antar matriks ECC dan penggunaan fly ash dengan persentase sebanyak 15%.

f. Pola Keruntuhan FR-ECC Variasi FA 15% - ASP 15%

Pola retak FR-ECC variasi FA 15% - ASP 15% saat uji kuat tekan umur 28 hari dapat dilihat pada Gambar 4.10.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 4.108: Pola Keruntuhan Variasi FA 15% - ASP 15% (a) 0% Fiber (b) 0.1% Fiber (c) 0.2% Fiber, dan (d) 0.3% Fiber

Berdasarkan Gambar 4.10, pola keruntuhan tidak terlalu jauh berbeda dengan Gambar 4.9. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan abu sekam padi sebanyak 15%

tidak terlalu berpengaruh terhadap pola keruntuhan.

(15)

5. Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis terhadap seluruh variasi FR-ECC, maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut.

1. Penggunaan fly ash dan abu sekam padi mempengaruhi flowability FR-ECC. Bila penggunaan fly ash semakin banyak, maka flowability semakin besar. Tetapi berbanding terbalik dengan abu sekam padi terhadap flowability.

2. Penggunaan fiber juga mempengaruhi flowability. Semakin banyak penggunaan fiber, maka semakin kecil flowability.

3. Penggunaan fly ash dan abu sekam padi mempengaruhi berat volume FR-ECC.

Semakin banyak penggunaan fly ash dan abu sekam padi, maka semakin besar pula berat volume FR-ECC.

4. Penggunaan fiber juga mempengaruhi berat volume FR-ECC. Semakin banyak penggunaan fiber, maka semakin kecil pula berat volume FR-ECC.

5. Fly ash, abu sekam padi, dan fiber dapat mempengaruhi nilai kuat tekan.

6. Variasi dengan kuat tekan tertinggi terdapat pada variasi FR-ECC FA 15% - ASP 15% - F 0% - 0.3% dengan nilai kuat tekan berturut-turut sebesar 55.80 MPa, 60.30 MPa, 65.82 MPa, dan 51.38 MPa.

7. Variasi dengan kuat tekan terendah terdapat pada variasi FR-ECC FA 0% - ASP 0% - F 0% - 0.3% dengan nilai kuat tekan berturut-turut sebesar 28.32 MPa, 45.44 MPa, 50.96 MPa, dan 37.37 MPa.

8. Kuat tekan tertinggi terdapat pada variasi FR-ECC FA 15% - ASP 15% dengan persentase fiber 0.2%, yaitu sebesar 65.82 MPa.

9. Kuat tekan terendah terdapat pada variasi ECC FA 0% - ASP 0% dengan persentase fiber 0%, yaitu sebesar 28.32 MPa.

5.2 Saran

Dari hasil penelitian pengaruh penggunaan fly ash dan abu sekam padi terhadap kuat tekan FR-ECC, berikut beberapa saran yang dapat diberikan:

1. Melakukan variasi umur benda uji FR-ECC kurang dari atau lebih dari 28 hari.

2. Melakukan treatment terhadap abu sekam padi sebelum digunakan.

3. Menggunakan tungku pembakaran yang lebih baik untuk menjaga kestabilan suhu saat pembakaran.

4. Menggunakan alat mixer yang lebih baik agar material-material tercampur dengan baik dan merata.

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Li, V. C., & Kanda, T. (1998). Engineered Cementitious Composites for Structural Applications. ASCE J. Materials in Civil Engineering, 10(2), 66–69.

Wang, S., & Li, V. C. (2007). Engineered Cementitious Composites with High-Volume Fly Ash. ACI Materials Journal, 104, 233–268. https://doi.org/10.1201/b15883-8 Li, V. C. (2002). Reflections on the Research and Development of Engineered. the JCI

International Workshop on Ductile Fiber Reinforced Cementitious Composites (DFRCC)–Application and Evaluation, March 2017, 1–21.

Kan, L. L., Shi, H. S., Sakulich, A. R., & Li, V. C. (2010). Self-healing characterization of engineered cementitious composite materials. ACI Materials Journal, 107(6), 617–624. https://doi.org/10.14359/51664049

Upe, A. (2006). PEMANFAATAN FLY ASH SEBAGAI BAHAN CAMPURAN PEMBUATAN PORTLAND POZZOLAN CEMENT (PPC) (hal. 126–132).

Jhatial, A. A., Goh, W. I., Mo, K. H., Sohu, S., & Bhatti, I. A. (2019). Green and Sustainable Concrete – The Potential Utilization of Rice Husk Ash and Egg Shells.

Civil Engineering Journal, 5(1), 74. https://doi.org/10.28991/cej-2019-03091226 Haryanti, N. H., & Wardhana, H. (2019). Pengaruh Komposisi Campuran Pasir Silika dan

Kapur Tohor Pada Bata Ringan Berbahan Limbah Abu Terbang Batubara. Jurnal Fisika Indonesia, 21(3), 11. https://doi.org/10.22146/jfi.42443

SNI 1974-2011. (2011). Cara Uji Kuat Tekan Beton dengan Benda Uji Silinder. Badan Standardisasi Nasional Indonesia, 20.

SNI 2049-2004. (2004). Semen portland. Badan Standardisasi Nasional Indonesia, 15.

EFNARC. (2005). The European Guidelines for Self-Compacting Concrete. The European Guidelines for Self Compacting Concrete, (May), 63. Retrieved from http://www.efnarc.org/pdf/SCCGuidelinesMay2005.pdf

Referensi

Dokumen terkait

ID 3073647 Domeniul de măsură 0…300 °C Domeniul temperaturilor de funcţionare -4…158 °F Setare din fabrică -20…280 °C -4…536 °F Timp de răspuns 25 ms Tensiune de alimentare 10…30