PENGARUH TINGKAT PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN TUKIK PENYU LEKANG (Lepidochelys olivacea) DI
TURTLE CONSERVATION AND EDUCATION CENTER, SERANGAN, DENPASAR SELATAN, BALI
SKRIPSI
Oleh :
Hariara Pangumpolan Tumanggor NIM. 125080600111080
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2018
PENGARUH TINGKAT PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN TUKIK PENYU LEKANG (Lepidochelys olivacea) DI
TURTLE CONSERVATION AND EDUCATION CENTER, SERANGAN, DENPASAR SELATAN, BALI
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Kelautan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya
Oleh :
Hariara Pangumpolan Tumanggor NIM. 125080600111080
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2018
i IDENTITAS TIM PENGUJI
JUDUL : PENGARUH TINGKAT PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN TUKIK PENYU LEKANG (Lepidochelys olivacea) DI TURTLE CONSERVATION AND EDUCATION CENTER, SERANGAN, DENPASAR SELATAN, BALI
Nama Mahasiswa : Hariara Pangumpolan Tumanggor
NIM : 125080600111080
Program Studi : Ilmu Kelautan
PENGUJI PEMBIMBING:
Pembimbing1 : Dr. Ir. Guntur, MS
Pembimbing2 : Dwi Candra Pratiwi, S.Pi, M.Sc, MP
PENGUJI BUKAN PEMBIMBING:
Penguji1 : Rarasrum Dyah Kasitowati, S. Kel., M. Sc Penguji2 : Dhira K Saputra, S. Kel., M. Sc
Tanggal Ujian : 29 Oktober 2018
ii PERNYATAAN ORISINALITAS
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Hariara Pangumpolan Tumanggor
NIM : 125080600111080
Program Studi : Ilmu Kelautan
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Laporan Skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang tertulis dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Laporan Skripsi ini hasil plagiasi, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut, sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.
Malang, 20 September 2018 Mahasiswa
Hariara Pangumpolan T.
NIM.125080600111080
iii UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus, karena atas berkat dan limpahan kasih-Nya Laporan Skripsi ini dapat selesai.
2. Ibunda terkasih Alwina E.F Silalahi, adik saya Danette Parican Natalie, kakak saya Devi Riandari, seluruh keluarga besar saya dan kekasih hati saya Rebeka Nainggolan yang senantiasa memberikan dukungan moril, materil dan doa tanpa henti.
3. Bapak Dr. Ir. Guntur, MS dan ibu Dwi Candra Pratiwi, S.pi, M.Sc, MP, selaku dosen pembimbing skripsi.
4. Bapak I Made Sukanta selaku kepala di Konservasi TCEC, Bli Dodi Budiastra, Bli Nyoman Yoga, Bli Wayan Lecis, Bli Indra Lesmana, Bli King, Bli Yoga Wayan dan seluruh staff Konservasi TCEC yang selalu mendampingi, menasehati dan membatu berjalannya penelitian.
5. Teman-teman Poseidon dan sahabat-sahabat saya yang tidak dapat saya sebutkan satu-satu, yang senantiasa memberikan dukungan moral, mental dan semangat sehingga dapat terselesaikannya laporan ini.
6. Dan tidak lupa kepada kakak-kakak Ilmu Kelautan 2010 dan 2011 dan adik-adik 2013 dan 2014 yang memberikan saya banyak inspirasi dan bantuan baik dalam pengambilan data maupun pengerjaan laporan skripsi ini.
Malang, 20 September 2018 Penulis
iv RINGKASAN
HARIARA PANGUMPOLAN T., Pengaruh Tingkat Pemberian Pakan Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Tukik Penyu Lekang (Lepidochelys Olivacea) Di TCEC (Turtle Conservation And Education Center), Serangan, Denpasar Selatan, Bali (Dibawah bimbingan Dr. Ir. Guntur, MS dan Dwi Candra Pratiwi, S. pi, M. Sc, MP)
TCEC (Turtle Conservation and Education Center) yang terletak di Desa Serangan, Banjar Pojok, Kota Denpasar, Bali, merupakan tempat penangkaran penyu yang dikelola oleh masyarakat adat. Pemerintah daerah Bali memberikan mandat untuk melakukan konservasi dan pengembangbiakan penyu. Telur penyu yang didapatkan dari pantai – pantai sekitar Bali, ditetaskan dan dipelihara sampai dapat dilepaskan kembali ke habitat asalnya. Jenis penyu yang mendominasi yaitu penyu lekang (Lepidochelys olivacea). Kegiatan yang dilakukan salah satunya adalah pemeliharaan tukik yang nantinya akan dilepas kembali ke alam.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan terbaik tukik penyu lekang dengan tingkat pemberian pakan ikan lemuru dengan jumlah yang berbeda. Tingkat pemberian pakan yang tidak teratur dan tidak sesuai dengan jumlah yang seharusnya dapat berakibat laju pertumbuhan tukik yang tidak optimal. Kendala-kendala tersebut dapat terjadi selama proses penangkaran, sehingga dapat meningkatkan presentase kematian tukik penyu lekang yang mengakibatkan menurunnya keberhasilan pemeliharaan tukik.
Penelitian yang dilaksanakan pada bulan Oktober – November 2017 ini menggunakan tukik penyu lekang sebanyak 21 ekor berumur 30 hari, dengan rata-rata bobot 46 gram, panjang 61 mm dan lebar 53 mm. Tukik tersebut dibagi kedalam 7 bak dengan masing-masing bak berisi 3 ekor tukik. Dibagi kedalam 2 perlakuan pemberian pakan yang berbeda (5% dan 10% dari biomassa) dengan pengulangan sebanyak 3 kali. Satu perlakuan sebagai variabel kontrol dimana perlakuan yang diberikan sama seperti perlakuan yang diberikan oleh pihak pengelola. Pengukuran yang dilakukakan pada penelitian ini meliputi pengukuran laju pertumbuhan tukik dan pengukuran kualitas air. Pengukuran laju pertumbuhan meliputi pengkuran bobot, panjang dan lebar karapas. Pengukuran kualitas air meliputi suhu, salinitas dan pH.
Pertumbuhan rata-rata untuk bobot tukik pada tiap perlakuan (5% dan 10%) sampai pada minggu ke-4 adalah 50,41 gram dan 52,18 gram.
Pertumbuhan rata-rata untuk panjang karapas pada tiap perlakuan sampai minggu ke-4 adalah 65,02 mm dan 65,77 mm. Pertumbuhan terbaik tukik terdapat pada pemberian pakan sebesar 5% dari biomassa. Hal tersebut ditunjukkan dari nilai koefisien pertumbuhan perlakuan 5% lebih besar dari perlakuan 10% yaitu bobot sebesar 0,052, panjang sebesar 0,048 dan lebar sebesar 0,060.
Nilai rata-rata efektivitas pemberian pakan juga menunjukkan perlakuan 5% memiliki nilai efektivitas yang lebih besar dari 10% dari biomassa yaitu sebesar 35,145 % dan 17,657%. Berdasarkan hasil analisis Korelasi dan Regresi efektivitas pemberian pakan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
v pertumbuhan lebar karapas tukik penyu lekang. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai signifikansi sebesar 0,038 yang lebih kecil dari alpha 5%.
Parameter kualitas air yang diamati meliputi pengukuran suhu, salinitas dan pH. Nilai parameter kualitas air sendiri masing-masing menunjukkan nilai yang stabil dan sama pada setiap perlakuannya. Hal tersebut dikarenakan sumber air yang digunakan untuk pemeliharan berasal bak penampungan yang sama. Hasil pengukuran kualitas air untuk suhu bernilai 28ºC, salinitas bernilai 35‰ dan untuk pH juga bernilai stabil yaitu 7.
vi KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan berkat dan kasih-Nya, penulis dapat menyajikan laporan penelitian yang berjudul “Pengaruh Tingkat Pemberian Pakan Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Tukik Penyu Lekang (Lepidochelys Olivacea) Di Tcec (Turtle Conservation And Education Center), Serangan, Denpasar Selatan, Bali”
sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya. Di bawah bimbingan:
1. Dr. Ir. Guntur, MS
2. Dwi Candra Pratiwi, S. pi, M. Sc, MP
Laporan Skripsi ini menyajikan beberapa pokok bahasan yang membahas tentang teknik pemeliharaan tukik dan pemberian pakan terhadap tukik. Sangat disadari bahwa dengan segala kekurangan dan keterbatasan yang dimiliki penulis. Oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan Laporan Skripsi ini dan agar bisa bermanfaat bagi semua kalangan.
Malang, 20 September 2018 Penulis
vii DAFTAR ISI
Halaman LEMBAR PENGESAHAN ... Error! Bookmark not defined.
IDENTITAS TIM PENGUJI ... i
PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iii
RINGKASAN ... iv
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
1. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan Penelitian ... 3
2. TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 Siklus Hidup dan Penyebaran ... 4
2.2 Klasifikasi Penyu ... 5
2.2.1 Kunci Identifikasi Penyu ... 6
2.3 Bentuk dan Morfologi ... 7
2.4 Bio-Ekologi Penyu ... 8
2.4.1 Reproduksi Penyu ... 8
2.5 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tukik ... 13
2.6 Gangguan Populasi Penyu ... 14
2.7 Pemberian Pakan Lemuru ... 15
2.8 Teknis Penangkaran Konservasi Penyu ... 16
2.8.1 Pemindahan Telur ... 17
2.8.2 Penetasan Telur Penyu Semi Alami ... 18
2.8.3 Pemeliharaan Tukik ... 18
2.8.4 Pelepasan Tukik ... 19
3. METODOLOGI ... 20
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 20
3.2 Alat dan Bahan Penelitian ... 20
viii
3.3 Kerangka Penelitian... 21
3.4 Tahapan Penelitian ... 22
3.4.1 Pengkondisian Objek Penelitian ... 23
3.4.2 Pemeliharaan Tukik ... 23
3.4.3 Pemberian Pakan ... 24
3.5 Pengukuran Kualitas Air ... 24
3.6 Pengamatan Pertumbuhan Tukik... 25
3.7 Analisis Data Penelitian ... 26
3.7.1 Model Pertumbuhan Tukik ... 26
3.7.2 Efektivitas Pakan ... 27
3.7.3 Analisis Data dengan Program SPSS ... 28
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29
4.1 Profil Lokasi Penelitian ... 29
4.1.1 Kondisi Umum Tempat Penelitian ... 29
4.1.2 Teknis Penangkaran di TCEC ... 30
4.2 Identifikasi Objek Penelitian ... 31
4.3 Data Hasil Pengamatan Pertumbuhan ... 32
4.3.1 Hasil Pengukuran Bobot ... 32
4.3.2 Hasil Pengukuran Panjang Karapas... 34
4.3.3 Hasil Pengukuran Lebar Karapas ... 35
4.4 Efektivitas Pemberian Pakan ... 37
4.5 Analisis Pengaruh Efektifitas Pakan Terhadap Laju Pertumbuhan... 39
4.6 Hasil Pengukuran Kualitas Air ... 40
5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 42
5.1 Kesimpulan ... 42
5.2 Saran ... 42
DAFTAR PUSTAKA ... 43
LAMPIRAN ... 45
ix DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea) (Sumber: Direktorat Konservasi dan
Taman Nasional Laut 2009) ... 6
2. Kunci identifikasi jenis penyu berdasarkan ciri-ciri morfologi (Sumber: Queensland Department of Environment and Heritage) ... 7
3. Bagian-bagian Tubuh Penyu (Sumber: Yayasan Alam Lestari,2000) ... 8
4. Fase Perkawinan Penyu (Sumber: Yayasan Alam Lestari, 2000) ... 9
5. Proses Penetasan Tukik (Sumber: Yayasan Alam Lestari, 2000) ... 12
6. Peta Lokasi Penelitian ... 20
7. Tahapan Penelitian ... 22
8. Rancangan Objek Penelitian ... 23
9. Pengukuran Panjang dan Lebar Tukik ... 26
10. Tukik Penyu Lekang ... 31
x DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Waktu Peneluran Menurut Jenis Penyu ... 10
2. Kandungan Gizi Ikan Lemuru ... 15
3. Alat yang digunakan pada penelitian ... 20
4. Bahan yang digunakan pada penelitian ... 21
5. Alat Pengukur Kualitas Air ... 25
6. Rata-rata Bobot (gr), Standar Deviasi dan Koefisien Pertumbuhan Bobot Tukik Penyu Lekang ... 32
7. Hasil ANNOVA Bobot Tukik Penyu Lekang ... 33
8. Rata-rata Panjang Karapas (mm), Standar Deviasi dan Koefisien Pertumbuhan Panjang Karapas Tukik Penyu Lekang ... 34
9. Hasil ANNOVA Panjang Karapas Tukik Penyu Lekang ... 35
10. Rata-rata Lebar Karapas (mm), Standar Deviasi dan Koefisien Pertumbuhan Panjang Karapas Tukik Penyu Lekang ... 36
11. Hasil ANNOVA Lebar Karapas Tukik Penyu Lekang... 37
12. Efektifitas Pemberian Pakan (%) Tukik Penyu Lekang ... 38
13. Pengaruh Efektivitas Pemberian Pakan ... 39
14. Hasil Pengukuran Kualitas Air ... 41
xi DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Uji Normalitas ... 45
2. Uji Homogenitas Ragam ... 45
3. Statistik Deskriptif ... 45
4. One Way Annova ... 46
5. Uji Lanjutan Tukey ... 46
6. Regresi Linier Efektivitas Pemberian Pakan terhadap Laju Pertumbuhan (Bobot) ... 47
7. Regresi Linier Efektivitas Pemberian Pakan terhadap Laju Pertumbuhan (Panjang Karapas) ... 48
8. Regresi Linier Efektivitas Pemberian Pakan terhadap Laju Pertumbuhan (Lebar Karapas) ... 49
9. Laju Pertumbuhan Bobot Tukik Penyu lekang ... 50
10. Laju Pertumbuhan Panjang Karapas Tukik Penyu lekang ... 51
11. Laju Pertumbuhan Lebar Karapas Tukik Penyu Lekang ... 52
12. Data Pertumbuhan Bobot, Panjang dan Lebar Karapas Tukik Penyu Lekang ... 53
13. Foto Kegiatan Penelitian ... 55
1 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki 6 dari 7 jenis penyu yang ada di dunia. Jenis penyu tersebut, 4 jenis diantaranya: yaitu Penyu Hijau (Chelonia mydas), Penyu Sisik (Eretmochelys imbricate), Penyu Lekang (Lepidochelys olivaceae) dan Penyu Belimbing (Dermocelys coriaceae) telah diketahui berkembangbiak di Indonesia, sementara jenis yang lain seperti Penyu Tempayan (Caretta caretta) diduga juga berkembang biak di Indonesia. Jenis keenam yaitu Penyu Pipih (Natatorepresus) diketahui hanya berkembang biak di Australia, tetapi diamati pernah mencari makan di perairan Indonesia (Prihanta, 2007).
Penyu sebagai hewan berpunggung keras tergolong hewan yang dilindungi dengan katagori Appendix I CITES (Convention on International Trade in Endangered Species), sehingga segala bentuk pemanfaatan dan peredarannya harus mendapat perhatian secara serius. Karakteristik siklus hidup penyu sangat panjang dan unik, sehingga untuk mencapai kondisi “stabil”
(kondisi dimana kelimpahan populasi relatif konstan selama 5 tahun terakhir) dapat memakan waktu cukup lama (Dermawan et al., 2009).
Kebijakan terkait pengelolaan konservasi penyu sudah cukup banyak dilakukan, baik oleh Departemen Kehutanan, Kementrian Lingkungan Hidup, maupun Departemen Kelautan dan Perikanan. Bahkan pemerintah secara terus- menerus mengembangkan kebijakan-kebijakan yang sesuai dalam upaya pengelolaan konservasi penyu dengan melakukan kerjasama regional seperti IOSEA-CMP, SSME dan BSSE. Munculnya UU No. 31 tahun 2004 tentang perikana dan PP 60 tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan membawa nuansa baru dalam pengelolaan konservasi penyu (DKP, 2009)
2 Turtle Conservation and Education Center yang terletak di Serangan, Denpasar, Bali, merupakan tempat penangkaran penyu yang dikelola oleh masyarakat adat dan merupakan salah satu tempat penangkaran penyu yang terbesar di Bali. Pemerintah daerah Bali memberikan mandat untuk melakukan konservasi dan pengembangbiakan penyu. Telur penyu yang didapatkan dari pantai – pantai sekitar Bali, ditetaskan dan dipelihara sampai dapat dilepaskan kembali ke habitat asalnya. Musim bertelur di Bali dimulai dari bulan Januari sampai September. Jenis penyu yang mendominasi yaitu penyu lekang (Lepidochelys olivacea). Kegiatan yang dilakukan salah satunya adalah pemeliharaan tukik yang nantinya akan dilepas kembali ke alam. Tingkat pemberian pakan yang teratur selama masa penangkaran dapat mempengaruhi keberhasilan pemeliharaan tukik penyu lekang hingga dapat menghasilkan tukik penyu lekang yang baik.
Makanan Penyu dari tukik hingga dewasa mengalami perubahan. Tukik hingga berumur satu tahun bersifat karnivora. Tukik yang dipelihara dalam kolam penampungan cenderung bersifat omnivora dan kanibal, dimana tukik bisa memakan tukik yang lain jika tidak mendapat asupan pakan yang cukup untuk dirinya (Naulita, 1990).
Pakan yang diberikan pada penelitian ini yaitu ikan lemuru (Sardinella lemuru). Ikan lemuru merupakan pakan yang biasa diberikan oleh pihak penangkara untuk tukik yang dalam masa pemeliharaan. Pihak pengelola memiliki kendala dalam pemberian pakan dan lambatnya pertumbuhan tukik.
Tingkat pemberian pakan yang tidak teratur dapat memunculkan sifat kanibalisme tukik, sehingga meningkatkan persentase kematian dan penurunan keberhasilan pemeliharaan tukik dalam penangkaran. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui laju pertumbuhan akibat pemberian pakan ikan lemuru
3 (Sardinella lemuru) yang teratur, sehingga menunjang keberhasilan dalam pemeliharaan tukik.
1.2 Rumusan Masalah
Tingkat pemberian pakan yang tidak teratur dan tidak sesuai dengan jumlah yang seharusnya dapat berakibat laju pertumbuhan tukik yang tidak optimal. Kendala-kendala tersebut dapat terjadi selama proses penangkaran, sehingga dapat meningkatkan presentase kematian tukik penyu lekang yang mengakibatkan menurunnya keberhasilan pemeliharaan tukik. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat pemberian pakan yang lebih baik dalam menunjang keberhasilan pemeliharaan tukik.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Mengetahui pertumbuhan terbaik tukik penyu lekang dengan tingkat pemberian pakan berupa ikan lemuru dengan jumlah yang berbeda.
2. Mengetahui efektivitas pemberian pakan terhadap laju pertumbuhan tukik penyu lekang.
4 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Siklus Hidup dan Penyebaran
Penyu berkembang biak dengan bertelur dan perlu waktu 15 - 30 tahun untuk menjadi dewasa, melakukan reproduksi serta bertelur. Penyu dewasa betina dan jantan akan menuju ke perairan dangkal ketika telah sampai waktunya untu melakukan reproduksi. Penyu betina naik ke pantai berpasir dan menggali lubang sedalam 45 cm untuk tempat telur. Satu lubang diisi rata-rata 100 butir telur berukuran sebesar bola pingpong dan berkulit lunak. Telur akan menetas setelah kurang lebih 55 hari (Sujardi, 1999)
Hirth (1971) menyatakan bahwa siklus kehidupan penyu dari tukik hingga menjadi penyu muda, dimulai saat setelah menetas menjadi tukik kemudin meninggalkan pantai dan hidup di laut yang tidak diketahui informainya. Kondisi ini dikenal dengan nama “tahun yang hilang”.
Penyu pada umumnya gemar hidup pada bagian laut yang dalam dan masing-masing jenis penyu mempunyai kebiasaan sendiri dalam hal memilih tempat hidupnya (Sutanto dan Kuncoro, 1969). Penyu mendekati pantai hanya untuk bertelur dan kemudian menghabiskan 99,9% sisa hidupnya di laut,oleh karena itu sebenarnya masih sedikit sekali pengetahuan yang diperoleh mengenai apa sebenarnya yang mereka lakukan pada saat berada di laut (Chark, 1997).
Studi tentang migrasi penyu setelah berkembang biak dilakukan oleh Liew et al. (1995a, 1996b) dalam Chark (1997), dengan menggunakan sistem berlandaskan satelit untuk melacak satwa selama berada di laut. Penyu diketahui melakukan peneluran terakhir dalam satu musim dan langsung menuju lautan bebas. Hirth (1971) menyatakan bahwa daerah penyu dewasa mencangkup
5 wilayah luas, dimulai dari lokasi pantai peneluran hingga tempa mereka menari makan.
2.2 Klasifikasi Penyu
Menurut Carr (1972), penyu termasuk ke dalam phylum Chordata yang memiliki 2 (dua) family, yaitu sebagai berikut:
Phylum : Chordata Klas : Reptilia Ordo : Testudines SubOrdo : Cryptodira
A. Family : Cheloniidae, meliputi:
Spesies : 1) Chelonia mydas (penyu hijau) 2) Natator depressus (penyu pipih)
3) Lepidochelys olivacea (penyu abu atau penyu lekang) 4) Lepidochelys kempi (penyu kempi)
5) Eretmochelys imbricate (penyu sisik)
6) Caretta caretta (penyu karet atau penyu tempayan) B. Family : Dermochelyidae, meliputi:
Spesies : 7) Dermochelys coriacea (penyu belimbing)
Dari tujuh spesies penyu di atas, penyu jenis Lepidochelys kempi (Penyu Kempi) tidak berada di Indonesia, tetapi berada di Amerika Latin.
Penyu lekang merupakan anggota Famili Cheloniidae, Marga Lepidochelys, dengan nama spesies yaitu Lepidochelys olivacea. Penyu ini disebut penyu lekang di Indonesia, namun penyu ini memiliki nama lokal yaitu Penyu Abu-abu.
Penyu lekang memiliki karapas berbentuk kubah tinggi, terdiri dari lima pasang coastal scutes dimana setiap sisinya terdiri dari 6 - 9 bagian, bagian pinggir karapasnya lembut. Penyu lekang ini serupa dengan penyu hijau namun
6 kepalanya lebih besar dan bentuk karapasnya lebih langsing dan bersudut.
Penyu lekang merupakan penyu karnivora, makanan dari penyu ini berupa kepiting, kerang, udang dan ikan kecil (Prihanta, 2007).
Gambar 1. Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea) (Sumber: Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut 2009)
Karapas penyu lekang dewasa berwarna keabu-abuan dan plastron berwarna krem atau keputih-putihan. Anak penyu yang baru keluar dari telur (tukik), dalam keadaan basah berwarna hitam, dan dalam keadaan kering berwarna abu-abu gelap. Penyu lekang adalah hewan yang bersifat karnivora fakultatif, artinya hewan yang dapat mengkonsumsi hanya satu jenis makanan dalam suatu periode yang panjang. Tetapi tidak terutup kemungkinan adanya sifat herbivora pada penyu lekang. Hal ini terbukti dari ditemukannya berbagai jenis tumbuhan laut setelah diadakan analisa pada lambung penyu (Prihanta, 2007).
2.2.1 Kunci Identifikasi Penyu
Identifikasi penyu diperlukan untuk mengetahui jenis penyu itu sendiri.
Berikut ini merupakan kunci identifikasi penyu berdasarkan ciri morfologi nya.
7 Gambar 2. Kunci identifikasi jenis penyu berdasarkan ciri-ciri morfologi (Sumber:
Queensland Department of Environment and Heritage)
2.3 Bentuk dan Morfologi
Penyu terdiri dari beberapa bagian tubuh. Tubuh penyu terdiri dari bagian–bagian berikut:
A. Karapas, yaitu bagian tubuh yang dilapisi zat tanduk, terdapat di bagian punggung dan berfungsi sebagai pelindung.
B. Plastron, yaitu penutup pada bagian dada dan perut
8 C. Infra Marginal, yaitu keeping penghubung antara bagian pinggir karapas
dengan plastron.
D. Tungkai depan, yaitu kaki berenang di dalam air, berfungsi sebagai alat dayung.
E. Tungkai belakang, yaitu kaki bagian belakang (pore fliffer), berfungsi sebagai alat penggali
Gambar 3. Bagian-bagian Tubuh Penyu (Sumber: Yayasan Alam Lestari,2000)
2.4 Bio-Ekologi Penyu 2.4.1 Reproduksi Penyu
Reproduksi penyu adalah proses regenerasi yang dilakukan penyu dewasa jantan dan betina melalui tahapan perkawinan, peneluran sampai menghasikan generasi baru (tukik). Tahapan reproduksi penyu dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Perkawinan
Penyu melakukan perkawinan dengan cara penyu jantan bertengger di atas punggung penyu betina. Tidak banyak regenerasi yang dihasilkan seekor penyu, dari ratusan butir telur yang dikeluarkan oleh
9 seekor penyu betina, paling banyak 1 - 3% yang berhasil mencapai dewasa.
Penyu melakukan perkawinan di dalam air laut, terkecuali pada kasus penyu tempayan yang akan melakukan perkawinan meski dalam penangkaran apabila telah tiba masa kawin. Pada waktu akan kawin, alat kelamin penyu jantan yang berbentuk ekor akan memanjang ke belakang sambil berenang mengikuti kemana penyu betina berenang. Penyu jantan kemudian naik ke punggung betina untuk melakukan perkawinan. Selama perkawinan berlangsung, penyu jantan menggunakan kuku kaki depan untuk menjepit tubuh penyu betina agar tidak mudah lepas. Kedua penyu yang sedang kawin tersebut timbul tenggelam di permukaan air dalam waktu cukup lama, bisa mencapai 6 jam lebih.
Gambar 4. Fase Perkawinan Penyu (Sumber: Yayasan Alam Lestari, 2000) 2. Perilaku Peneluran
Ketika akan bertelur penyu akan naik ke pantai. Hanya penyu betina yang datang ke daerah peneluran, sedangkan penyu jantan berada di daerah sub-tidal. Penyu bertelur dengan tingkah laku yang berbeda sesuai dengan spesies masing-masing. Setiap spesies penyu memiliki waktu (timing) peneluran yang berbeda satu sama lain.
10 Tabel 1. Waktu Peneluran Menurut Jenis Penyu
No. Jenis Penyu Waktu Peneluran
1 Penyu Hijau (Chelonia mydas)
Mulai matahari tenggelam, dan paling banyak ditemukan ketika suasana gelap gulita (21.00 – 02.00)
2 Penyu Pipih (Natator
depressus) Malam
3 Penyu Abu-abu
(Lepidochelys olivacea) Saat menjelang malam (20.00 – 24.00) 4 Penyu Sisik
(Eretmochelys imbricata)
Waktu peneluran tidak dapat diduga, kadang malam hari tetapi bisa siang hari 5 Penyu Belimbing
(Dermochelys coriacea)
Ketika mulai menjelang pukul 20.00 – 03.00
6 Penyu Tempayan
(Caretta caretta) Malam
Lama antara peneluran yang satu dengan peneluran berikutnya (interval peneluran) dipengaruhi oleh suhu air laut. Semakin tinggi suhu air laut, maka interval peneluran cenderung makin pendek. Sebaliknya semakin rendah suhu air laut, maka interval peneluran cenderung makin panjang.
Tahapan bertelur pada berbagai jenis penyu umumnya berpola sama. Tahapan yang dilakukan dalam proses betelur adalah sebagai berikut:
Penyu menuju pantai, muncul dari hempasan ombak
Naik ke pantai, diam sebentar dan melihat sekelilingnya, bergerak melacak pasir yang cocok untuk membuat sarang. Jika tidak cocok, penyu akan mencari tempat lain.
Menggali kubangan untuk tumpuan tubuhnya (bodypit), dilanjutkan menggali sarang telur di dalam body pit.
Penyu mengeluarkan telurnya satu per satu, kadangkala serentak dua sampai tiga telur. Ekor penyu melengkung ketika bertelur.
11
Umumnya penyu membutuhkan waktu masing-masing 45 menit untuk menggali sarang dan 10 – 20 menit untuk meletakkan telurnya.
Sarang telur ditimbun dengan pasir menggunakan sirip belakang, lalu menimbun kubangan (bodypit) dengan ke empat kakinya.
Membuat penyamaran jejak untuk menghilangkan lokasi bertelurnya.
Kembali ke laut, menuju deburan ombak dan menghilang diantara gelombang. Pergerakan penyu ketika kembali ke laut ada yang bergerak lurus atau melalui jalan berkelok-kelok.
Penyu betina akan kembali ke ruaya pakannya setelah musim peneluran berakhir, dan tidak akan bertelur lagi untuk 2 – 8 tahun mendatang.
3. Pertumbuhan Embrio
Pertumbuhan embrio sangat dipengaruhi oleh suhu. Embrio akan tumbuh optimal pada kisaran suhu antara 24 - 33ºC, dan akan mati apabila di luar kisaran suhu tersebut. Kondisi lingkungan yang sangat mempengaruhi pertumbuhan embrio sampai penetasan, antara lain:
Suhu pasir
Semakin tinggi suhu pasir, maka telur akan lebih cepat menetas.
Penelitian terhadap telur penyu hijau yang ditempatkan pada suhu pasir berbeda menunjukkan bahwa telur yang terdapat pada suhu pasir 32ºC menetas dalam waktu 50 hari, sedangkan telur pada suhu pasir 24ºC menetas dalam waktu lebih dari 80 hari.
Kandungan air dalam pasir
Diameter telur sangat dipengaruhi oleh kandungan air dalam pasir.
Makin banyak penyerapan air oleh telur dari pasir menyebabkan pertumbuhan embrio makin besar yang berakibat diameter telur
12 menjadi bertambah besar. Sebaliknya, pasir yang kering akan menyerap air dari telur karena kandungan garam dalam pasir lebih tinggi. Akibatnya embrio dalam telur tidak akan berkembang dan mati.
Kandungan oksigen
Oksigen sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan embrio. Air hujan yang menyerap ke dalam sarang ternyata dapat menghalangi penyerapan oksigen oleh telur, akibatnya embrio akan mati.
4. Proses Penetasan
Embrio dalam telur akan tumbuh menjadi tukik mirip dengan induknya, masa inkubasi yang dilewati kurang lebih 2 bulan. Tahapan proses penetasan hingga tukik keluar dari sarang disajikan pada gambar dibawah ini.
Gambar 5. Proses Penetasan Tukik (Sumber: Yayasan Alam Lestari, 2000) Keterangan:
1. Telur dalam sarang
2. Tukik memecahkan cangkang telur dengan menggunakan paruh (caruncle) yang terdapat diujung rahang atas.
3. Tukik mulai aktif dan berusaha keluar dari sarang setelah selaput embrio terlepas
4. Tukik bersama-sama dengan saudaranya berusaha menembus pasir untuk mencapai ke permukaan
13 2.5 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tukik
Tingkat pertumbuhan penyu dialam menurut Hirth (1971), bersifat relatif lambat dan belum diketahui secara pasti. Pertumbuhan panjang karapas penyu di alam relatif lambat berkisar antar 0,5 - 2,0 cm/tahun dan kondisi di penangkaran tingkat kedewaasaan penyu dicapai saat usia 6 tahun.
Pertumbuhan penyu- penyu yang dipelihara dalam budidaya jauh lebih cepat, hal ini disebabkan pengaruh jenis pakan yang diberikan menjadi sumber perhatian yang utama. Pertumbuhan penyu yang dipelihara dalam bak pemeliharaan banyak dipengaruhi oleh jumlah dan kualitas makanan yang tersedia serta kondisi suhu air. (Nuitja dan Uchida, 1983).
Pernyu termasuk hewan air poikilotermal dimana suhu tubuhnya biasanya sama dengan suhu air lingkungannya sampai pada batas tertentu. Suhu optimum untuk pertumbuhan penyu adalah 28oC. Suhu air untuk penyu ini sebaiknya diusahakan diatas 21oC, karena penyu mempunyai batas minimal suhu untuk melakukan aktivitas normal sebesar 21oC. Tetapi alangkah baiknya jika suhu air berada dalam kisaran 22-25oC (Campell dan Busack, 1979).
Salinitas merupakan parameter lingkungan yang mempengaruhi proses biologi. Salinitas mempengaruhi kualitas air total konsentrasi osmotik, keberadaan dan konsentrasi ion, kelarutan oksigen dan berat jenis. Selanjutnya salinitas secara langsung akan mempengaruhi kehidupan organisme, diantaranya akan mempengaruhi laju pertumbuhan, jumlah makanan yang dikonsumsi, nilai konversi makanan dan daya kelangsungan hidup biota air (Casdika, 1998).
Air laut mempunyai kisaran pH yang relative stabil, karena kemampuannya sebagai buffer (penyangga) yang tinggi. Pada pH yang tinggi reaksi akan bergeser ke arah pembentukan amoniak, yaitu bentuk nitrogen anorganik yang berbahaya bagi kelangsungan hidup biota laut (Naulita, 1990).
14 Media air tanpa oksigen tidaklah merupakan faktor pembatas bagi penyu karena penyu mempunyai kemampuan untuk mengambil oksigen bebas dari udara dengan paru-paru dan di dalam rongga mulut terdapat banyak pembulu kapiler yang berfungsi sebagai pengambil oksigen dari dalam air.
2.6 Gangguan Populasi Penyu
Penyu merupakan salah satu hewan reptil laut yang mungkin keberadaannya sekarang sedang diambang kepunahan, berbagai macam ancaman diantaranya pemanasan global (Global warming). Pemanasan global merupakan efek dari rumah kaca yang membuat suhu di permukaan bumi menjadi naik. Hal tersebut disebabkan karena pantulan dari radiasi matahari yang terperangkap oleh lapisan karbon di atmosfer. Pemanasan global juga membuat dampak berupa perubahan iklim di bumi (Adi, 2013), beberapa faktor yang mempengaruhi penyu akibat dari perubahan iklim tersebut adalah:
1. Temperatur
Temperatur merupakan faktor penting yang mempengaruhi siklus hidup penyu, diantaranya untuk menentukan jenis kelamin bagi tukik yang masih di dalam telur, sarang telur penyu haruslah berada dalam suhu yang tepat yakni rata-rata 29oC maka rasio antara jenis kelamin jantan dan betina akan menjadi 50 berbanding 50. Jika suhu sekitar melebihi rata-rata maka telur akan menghasilkan tukik betina.
2. Radiasi Sinar Matahari
Radiasi sinar matahari yang berlebih meski tidak terlalu terpengaruh terhadap kehidupan penyu di laut namun sangat berpengaruh terhadap makanannya seperti lamun dan alga. Radiasi sinar matahari berlebih dapat merusak pertumbuhan lamun dan alga tersebut, sehingga penyu akan kehilangan makanan utamanya dan memaksa
15 mereka untuk memakan apa saja yang ada, bahkan seperti memakan limbah sampah yang dihasilkan oleh kegiatan manusia.
3. Penyempitan Lahan Pesisir
Secara tidak langsung juga pemanasan global dapat menyebabkan mencairnya gunung es yang terdapat di kutub. Hal tersebut menyebabkan naiknya permukaan air laut sehingga memperkecil daerah pesisir pantai yang digunakan oleh penyu sebagai tempat bertelur. Kasus penyu yang bertelur di tempat tidak layak banyak ditemukan pada masa sekarang, hal tersebut dikarenakan penyu-penyu tersebut kehilangan lahan-lahan penelurannya.
2.7 Pemberian Pakan Lemuru
Pakan yang biasa diberikan kepada penyu maupun tukik yaitu ikan lemuru atau ikan laut lainnya. Pakan ini akan tetapi hanya diperuntukkan bagi tukik yang digunakan untuk riset atau yang dipelihara lebih lanjut hingga besar.
Dasar dari pemilihan pakan berupa ikan lemuru karena pakan tersebut merupakan pakan yang biasa diberikan oleh pihak penangkaran. Komposisi kandungan nutrisi atau gizi ikan lemuru dijelaskan pada tabel 1.
Tabel 2. Kandungan Gizi Ikan Lemuru
Kandungan Jumlah
Energi 112 kkal
Protein 20 gr
Lemak 3 gr
Karbohidrat 0 gr
Kalsium 20 mg
Fosfor 100mg
Zat besi 1 mg
Vitamin A 100 IU
Vitamin B1 0,05 mg
Vitamin C mg
16 2.8 Teknis Penangkaran Konservasi Penyu
Penangkaran penyu pada hakikatnya mempunyai tujuan yang mulia yaitu sebagai pengembangbiakan jenis biota laut langka seperti penyu dan merupakan salah satu upaya untuk menyelamatkan populasi penyu dari ancaman kepunahan, terutama oleh aktivitas manusia, dengan meningkatkan peluang hidup penyu. Pada kenyataannya, kegiatan penangkaran penyu sulit diwujudkan, karena untuk menghasilkan penyu yang dapat dikomersilkan, yaitu penyu keturunan kedua (F2) membutuhkan waktu puluhan tahun. Untuk menghasilkan keturunan pertama saja membutuhkan waktu sekitar 30 tahun, apalagi untuk menghasilkan keturunan kedua, belum besarnya biaya yang akan dikeluarkan sehingga penangkaran penyu tersebut sulit terwujud dan tidak ekonomis.
Namun demikian, penangkaran penyu bukan tidak boleh dilakukan.
Hanya saja, dalam pelaksanaannya tujuan penangkaran dimodifikasi untuk membantu dan mendukung upaya konservasi penyu, yaitu dengan meningkatkan peluang hidup penyu sebelum dilepas ke alam. Oleh karena itu, begitu telur penyu menetas, maka tukik harus langsung ditebar dan dilepas ke laut. Selain untuk kepentingan mendukung upaya konservasi penyu, kegiatan penangkaran penyu juga dapat diadakan untuk beberapa kepentingan khusus, seperti pendidikan, penelitian dan wisata, sehingga sejumlah tukik hasil penetasan semi alami dapat disisihkan untuk dibesarkan. Jumlah tukik yang dibesarkan tersebut hanya sebagian kecil saja dan tergantung tujuan dan dukungan fasilitas penangkaran yang menjamin tukik tersebut dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal. Secara teknis, kegiatan penangkaran meliputi kegiatan penetasan telur (pada habitat semi alami atau inkubasi), pemeliharaan tukik, dan pelepasan tukik ke laut. Tahapan kegiatan teknis penangkaran penyu secara rinci meliputi:
a) Pemindahan telur
17 b) Penetasan semi alami
c) Pemeliharaan tukik d) Pelepasan tukik 2.8.1 Pemindahan Telur
Relokasi atau pemindahan telur dilakukan dari penetasan alami ke penetasan semi alami. Pemindahan telur dilakukan setelah induk penyu kembali ke laut. Pemindahan telur penyu dari sarang alami ke sarang semi alami harus dilakukan dengan hati-hati karena sedikit kesalahan dalam prosedur akan menyebabkan gagalnya penetasan. Cara-cara pemindahan telur penyu ke penetasan semi alami adalah sebagai berikut:
1. Pembersihan pantai/lokasi penetasan baru.
2. Membran atau selaput embrio telur penyu sangat mudah robek jika telur penyu dirotasi atau mengalami guncangan. Oleh karena itu sebelum pemindahan telur penyu, pastikan bagian atas telur ditandai kecuali pemindahan telur penyu tersebut dilakukan sebelum 2 jam setelah induk penyu bertelur.
3. Telur penyu yang akan dipindah dimasukkan ke wadah secara hati-hati.
Pemindahan dengan ember lebih baik dibanding dengan karung/tas.
4. Telur penyu tidak boleh dicuci dan harus ditempatkan atau ditanam segera dengan kedalaman yang sama dengan kondisi sarang aslinya, biasanya sekitar 60 - 100 cm.
5. Ukuran dan bentuk lubang juga harus dibuat menyerupai ukuran dan bentuk sarang aslinya. Ukuran diameter mulut sarang penyu biasanya sekitar 20 cm.
6. Jarak penanaman sarang telur satu dengan lainnya sebaiknya diatur.
7. Ketika ditanam, telur penyu ditutupi dengan pasir lembab.
18 8. Peletakkan telur penyu ke sarang penetasan semi alami harus dilakukan dengan hati-hati, dengan posisi telur penyu, yaitu posisi bagian atas dan bawah. Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi kegagalan penetasan.
2.8.2 Penetasan Telur Penyu Semi Alami
Proses penetasan telur penyu secara semi alami dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Telur penyu yang diambil dari sarang alami dipindahkan ke lokasi penetasan semi alami.
2. Masukkan telur penyu kedalam media penetasan, dimana kapasitas media dalam menampung telur disesuaikan dengan besar kecilnya media.
3. Lama penetasan telur penyu sampai telur penyu menetas menjadi tukik ± 45 - 60 hari.
4. Lepaskan segera tukik yang baru menetas ke laut.
5. Untuk kepentingan pendidikan, penelitian dan wisata, sisihkan sebagian tukik yang baru menetas ke dalam bak pemeliharaan untuk dibesarkan.
Lokasi penetasan telur penyu secara semi alami biasanya berada pada di atas daerah supratidal, yaitu daerah dimana sudah tidak ada pengaruh pasang tertinggi. Pada lokasi tersebut, dapat dibuat beberapa lubang-lubang telur penyu buatan sebagai tempat penetasan telur semi alami. Kawasan lubang-lubang telur penyu buatan tersebut dapat diberi pagar pada sekelilingnya, baik pagar permanen maupun semi permanen, dan dapat juga dikelilingi dengan pohon.
2.8.3 Pemeliharaan Tukik
Pembesaran tukik dilakukan dengan sistem rearing di pantai, pembesaran tukik menjadi penyu muda atau sampai dewasa, termasuk tukik yang cacat fisik sejak lahir. Lokasi pembesaran tukik harus berada pada daerah supratidal (di atas daerah pasang surut) untuk menghindari siklus gelombang laut
19 pada bulan mati dan bulan purnama. Langkah-langkah pembesaran tukik adalah sebagai berikut:
1. Setelah telur penyu menetas, pindahkan tukik-tukik ke bak-bak pemeliharaan. Bak-bak pemeliharaan dapat berbentuk lingkaran atau empat persegi panjang dengan bahan dapat dari fiber atau keramik.
Ketingian air dalam bak pemeliharaan dibuat berkisar antara 5 – 10 cm, mengingat tukik yang baru menetas tidak mampu menyelam. Jumlah dan ukuran bak pemeliharaan tukik disesuaikan dengan luas lahan yang tersedia dan estimasi jumlah tukik yang akan ditangkarkan.
2. Suhu air yang cocok untuk tukik adalah sekitar 25ºC
3. Selama pemeliharaan tukik diberi makan secara rutin dan jika ada yang sakit dipisahkan agar tidak menular kepada tukik yang lain. Pemberian pakan tukik dilakukan dalam wadah bak/ember dalam ukuran besar.
4. Kondisi air dalam bak pemeliharaan harus diperhatikan, baik kuantitas maupun kualitasnya. Air dalam bak pemeliharaan dapat kotor akibat dari sisa-sisa makanan atau kotoran tukik. Air yang kotor dapat menimbulkan berbagai penyakit yang biasa menyerang bagian mata dan kulit tukik.
2.8.4 Pelepasan Tukik
Pelepasan yang dimaksud adalah pelepasan tukik ke laut hasil pemeliharaan yang dilakukan dalam bak-bak penampungan. Tukik-tukik ini dapat berasal dari penetasan secara alami maupun hasil penetasan buatan. Tujuan pelepasan adalah untuk memperbanyak populasi penyu di laut. Pelepasan tukik baik apabila dilakukan pada waktu malam hari sekitar jam 19.00 - 05.30 WIB. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar tukik tidak mudah dimangsa oleh predator.
20 3. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di TCEC (Turtle Conservation and Education Center), Desa Serangan, Banjar Pojok, Kecamatan Denpasar selatan, Kota Denpasar, Provinsi Bali. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober – November 2017. Secara geografis TCEC ada pada posisi 08o43’12” LS dan 115o13,22” BT.
Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian 3.2 Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: (Tabel 2) Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian
No. Alat Fungsi
1. Thermometer Pengukur suhu air kolam 2. Refraktometer Pengukur salinitas air kolam
21 3. Kertas pH Pengukur derajat keasaman air kolam
4. Bak penampung Tempat sampel tukik diberikan perlakuan 5. Timbangan digital Pengukur bobot tukik
6. Sikat dan spon Pembersih bak penampung
7. Spidol Penanda bak penampungan dan tukik 8. Jangka sorong Pengukur panjang dan lebar tukik
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: (Tabel 3) Tabel 4. Bahan yang digunakan pada penelitian
No. Bahan Fungsi
1. Tukik penyu lekang Objek pengamatan 2. Air laut Media penangkaran
3. Ikan Lemuru Pakan yang diberikan kepada objek pengamatan
3.3 Kerangka Penelitian
Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah panjang karapas, lebar karapas dan bobot tukik penyu lekang yang diberi perlakuan berbeda pada persentase pemberian pakan. Parameter pendukung yang pengukurannya disertakan yaitu kualitas air yang meliputi suhu, salinitas dan pH. Pengukuran dilakukan satu minggu sekali.
Tingkat pemberian pakan yang diberikan berpengaruh pada masa pemeliharaan tukik penyu lekang (Lepidochelys olivacea). Pakan yang diberikan pada penelitian ini yaitu ikan lemuru (Sardinella Lemuru B.). Pemberian pakan akan dibagi menjadi beberapa perlakukan yaitu, 5% dari biomassa dan 10 % dari biomassa tukik penyu lekang. Tingkat pemberian pakan yang berbeda tersebut bertujuan untuk mengetahui tingkat pemberian pakan yang cocok untuk pemeliharaan tukik di TCEC (Turtle Conservation and Education Center).
22 Hipotesis
H0 : Tidak adanya perbedaan dari semua perlakuan tingkat pemberian pakan terhadap laju pertumbuhan tukik penyu lekang.
H1 : Adanya perbedaan dari salah satu perlakuan tingkat pemberian pakan terhadap laju pertumbuhan tukik penyu lekang.
3.4 Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian diperlukan untuk mengetahui langkah yang akan dilakukan selama penelitian. Adapun tahapan penelitiann dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 7. Tahapan Penelitian Penentuan Perlakuan
Sampel Pemberian Pakan
Pembagian menjadi 3 bak perlakuan
Bak 1 (Variabel Kontrol)
Bak 2 (5% dari biomassa)
Bak 3
(10% dari biomassa)
Pengukuran parameter kualitas air (Suhu, Salnitas, pH) Pengukuran bobot, panjang dan
lebar karapas Hasil Pengukuran
Analisis Data
Hasil
23 3.4.1 Pengkondisian Objek Penelitian
Tukik penyu lekang disiapkan sebanyak 21 ekor dan diletakkan kedalam 7 bak pengamatan. Masing-masing bak pengamatan terdiri dari 3 ekor tukik penyu sisik. Bak tersebut diisi dengan air laut dengan ketinggian air 10 cm. Bak penampungan sendiri berdiameter 40 cm. Tukik dalam masing-masing bak ditimbang menngunakan timbangan digital untuk mengetahui bobot awal dari tukik. Pengukuran panjang dan lebar karapas juga dilakukan untuk mengetahui laju pertumbuhannya.
Gambar 8. Rancangan Objek Penelitian
3.4.2 Pemeliharaan Tukik
Pemeliharaan tukik dilakukan didalam bak pengamatan yang meliputi pembersihan bak dengan menggunakan sikat dan penggantian air laut dalam bak. Kegiatan tersebut dilakukan dua kali dalam sehari dan saat dilakukan pembersihan, tukik dipindahkan dalam bak sementara. Perawatan pada tukik dengan menggosok bagian karapas agar tidak ada kotoran yang menempel dan pemberian paan berupa ikan lemuru. Kegiatan pembersian karapas tukik dilakukan setiap hari bersamaan dengan waktu pergantian air.
24 Metode percobaan eksperimen tata letak sampel dalam penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Satu faktor dengan 2 taraf perlakuan dan dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali pada setiap perlakuan.
3.4.3 Pemberian Pakan
Pemilihan pakan berupa ikan lemuru karena merupakan pakan alternatif yang digunakan pihak TCEC untuk pemeliharaan tukik. Pemberian pakan bagi tukik dalam pemeliharaan dilakukan dengan menaburkan pakan secara langsung kedalam bak penampungan. Pakan yang diberikan sebelumnya ditimbang terlebih dahulu dengan ketentuan 5%, 10% dari jumlah biomassa tukik, hal ini mengacu pada penelitian Solehatun Nupus (2001).
Pada penelitian ini disiapkan variabel kontrol di satu bak penampungan yang sama dengan bak penampungan lainnya. Variabel kontrol tersebut diberikan perlakuan sesuai atau sama dengan perlakuan yang diberikan oleh pihak penangkaran. Perlakuan yang sama itu dimaksudkan bahwa jumlah pakan yang diberikan kepada kontrol sama dengan jumlah pakan yang diberikan sehari- hari oleh pihak pengelola penangkaran.
Frekuensi pemberian pakan dilakukan dua kali sehari, yaitu pada pagi hari pukul 09.00 dan pada sore hari pukul 15.00. Frekuensi pemberian pakan tersebut sesuai dengan yang dilakukan pihak pengelola dalam pemeliharaan tukik di bak penampungan. Pakan yang diberikan sebelumnya telah dicacah terlebih dahulu dengan maksud memudahkan tukik untuk memakannya dan memisahkan duri yang masih terdapat pada tubuh ikan lemuru.
3.5 Pengukuran Kualitas Air
Pengukuran kualitas air meliputi pengukuran suhu, pH dan salinitas.
Pengukuran dilakukan setiap satu minggu sekali. Pengukuran tersebut dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pada saat sebelum dan sesudah pergantian air dan
25 pada pagi hari sebelum dilakukan pemberian pakan dilakukan. Alat pengukuran kualitas air yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 5. Alat Pengukur Kualitas Air
Parameter Unit Alat
Suhu ºC Thermometer
Salinitas ‰ Refraktometer
pH (Derajat Keasaman) pH pH paper
3.6 Pengamatan Pertumbuhan Tukik
Laju pertumbuhan adalah perubahan bentuk baik pada pertambahan berat, panjang, lebar dan volume lainnya dalam periode waktu tertentu.
Pengamatan laju pertumbuhan dilakukan dengan cara mengukur bobot, panjang dan lebar karapas tukik. Pengambilan data laju pertumbuhan dilakukan dalam jarak satu minggu sekali. Parameter pertambahan bobot tubuh tukik penyu lekang diukur dengan menimbang sampel dari setiap perlakuan menggunakan timbangan digital. Pengukuran panjang karapas berdasarkan metode Straight Carapace Length (SCL), yaitu pengukuran dari ujung anterior sisik precentral hingga tepi posterior sisik postcentral. Sedangkan untuk pengukuran lebar karapas berdasarkan metode Straight Carapace Width (SCW), yaitu jarak ujung- ujung bagian terlebar dari tempurung tegak lurus dengan sumbu longitudinal tubuh. (Hirth, 1977) Pengukuran panjang dan lebar karapas ini dilakukan terhadap seluruh populasi tukik di setiap perlakuannya menggunakan jangka sorong dengan ketelitian 0,05 mm.
26 Gambar 9. Pengukuran Panjang dan Lebar Tukik
3.7 Analisis Data Penelitian
Metode Penelitian yang dilakukan secara garis besar diperoleh dari data primer (pengambilan data melalui pengukuran langsung dilokasi penelitian) dan data sekunder (pengambilan data melalui sumber-sumber pendukung lainnya).
3.7.1 Model Pertumbuhan Tukik
Data yang diperoleh akan proses mengunakan Analisis One Way ANOVA dan Analisi Regresi Linier Sederhana dengan menggunakan software SPSS 20 dan Microsoft Excel. Analisis One Way ANOVA diguanakan untuk mengetahui perbedaan dari perlakuan pemberian pakan.
Analisis One way ANOVA digunakan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan pemberian pakan. Analysis of Variance (ANOVA) merupakan metode untuk menguji hubungan antara salah satu variabel dependen (skala numerik) dengan satu atau lebih variabel independen (skala kategorikal dengan kategori lebih dari dua). Hubungan antara satu variabel dependen dengan satu variabel independen disebut dengan One-way ANOVA. Metode ANOVA digunakan untuk mengetahui pengaruh utama (main effect) dari variabel independen kategorikal (sering disebut faktor) terhadap variabel dependen.
27 Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau dikenal juga sebagai variabel yang menjadi akibat karena adanya variabel independen.
Variabel independen adalah variabel yang menjadi penyebab adanya atau timbulnya perubahan pada variabel dependen, atau dapat disebut juga variabel yang mempengaruhi (Zulfikar, 2016)
Dasar pengambilan keputusan pada uji ANOVA ini adalah menggunakan nilai F hitung dan nilai signifikansi (p-value) dari F test tersebut. Nilai F hitung yang lebih besar dari nilai F table (pembanding) atau nilai signifikansi (p-value) yang lebih kecil dari 0,05 (alpha 5%) menunjukkan bahwwa terdapat perbedaan yang signifikan (nyata) antara perlakuan yang diambil dalam membedakan variabel dependen tersebut.
Untuk dapat menggunakan uji statistik ANNOVA harus diperoleh beberapa asumsi di bawah ini:
a. Homogenity of variance: variabel dependen harus memiliki varian (ragam) yang sama dalam setiap kategori variabel independen.
Pengujian asumsi ini dilakukan dengan menggunakan metode Levene. Dasar pengambilan keputusan dari pengujian ini adalah dengan menggunakan nilai signifikansi (p-value). Nilai signifikansi (p- value) yang lebih besar dari 0,05 (alpha 5%) menunjukkan bahwa hipotesis nol ditolak bahwa antar perlakuan yang diamati memiliki ragam yang sama, dimana dalam hal ini asumsi terpenuhi.
b. Normality: variabel dependen yang diamati harus berdistribusi normal dalam setiap kategori variabel independen.
3.7.2 Efektivitas Pakan
Efektivitas pakan dapat dihitung berdasarkan persamaan (1) dari Watanabe (1998) dalam Nupus (2001) adalah sebagai berikut:
28
Keterangan :
E = Efektivitas pakan (%)
W1 = Bobot total tukik pada akhir penelitian (gram) W0 = Bobot total tukik pada awal penelitian (gram)
D = Bobot total tukik yang mati selama penelitian (gram) F = Bobot makanan yang dikonsumsi
3.7.3 Analisis Data dengan Program SPSS
Nilai koefisien laju pertumbuhan didapatkan dengan mengunakan aplikasi SPSS. Metode yang digunakan pada program spss adalah Curve Estimation.
Langkah-langkah mencari koefisien laju pertumbuhan dengan SPSS adalah sebagai berikut:
1. Buka program SPSS
2. Klik variabel view dan tulis nama variabel, (Bobot, Panjang Lebar) dan Waktu
3. Klik data view lalu input data
4. Klik Analyze, pilih Regression dan pilih Curve Estimation
5. Pilih variabel Bobot/Panjang/Lebar untuk dimasukkan kedalam kotak Dependent lalu pilih Waktu dan masukkan kedalam kotak Independent 6. Pilih Models “Growth”
7. Klik “Ok” lalu akan muncul output yang merupakan hasil analisis.
29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Profil Lokasi Penelitian
4.1.1 Kondisi Umum Tempat Penelitian
Turtle Conservation and Education Center (TCEC) terletak di desa Serangan dan berdiri sejak tahun 2004. Serangan adalah desa kecil yang terletak disebelah selatan Pulau Bali. Desa Serangan dahulu adalah sebuah Pulau, namun setelah adanya proses reklamasi pulau ini menyatu dengan Pulau Bali. Secara geografis ada pada posisi 08°43’12”LS dan 115°13’22”BT. Secara administratif, TCEC termasuk wilayah Desa Serangan, Banjar Pojok, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Propinsi Bali. Desa Serangan ini terdiri dari enam banjar adat Hindu dan satu adat kampung bugis (Islam), yakni: Banjar Dukuh, Banjar Peken, Banjar Kawan, Banjar Tengah, Banjar Kaja, Banjar Pojok dan Banjar Bugis yang dihuni 3.261 orang. Penduduk desa tersebut sebagian besar berprofesi sebagai nelayan.
Turtle Conseration and Education Center sendiri dikelola oleh masyarakat adat desa Serangan. Pulau Serangan sebelumnya merupakan kepulauan sendiri, namun setelah adanya reklamasi pantai maka Pulau Serangan terhubung dengan Pulau Bali. Pulau Serangan memiliki hutan bakau yang cukup luas. Di Pulau Serangan terdapat lokasi yang dijadikan tempat pembuangan sampah se- kabupaten Badung yaitu TPA Suwung. TPA yang terletak di Pulau Serangan merupakan TPA terbesar di Bali. TPA Suwung berdiri sejak tahun 2006.
TPA Suwung berdiri sejak tahun 2006. TPA ini berada tidak jauh dari jalan masuk ke desa Serangan, TPA terbesar di Bali ini menghasilkan sampah kurang lebih 210 ton perhari. Hal tersebut sedikit banyak membawa dampak bagi lingkungan sekitar di TPA, seperti bau yang tidak sedap dan pencemaran lingkungan. Luas TCEC selas 82 are. Tanah yang dipergunakan merupakan milik
30 desa adat Serangan. Luas tanah tersebut dipergunakan untuk membangun sarana - prasarana guna untuk memenuhi kegiatan konsevasi penyu.
Pantai Serangan berjarak kurang lebih 5 kilometer dengan kantor TCEC.
Didepan kantor TCEC terdapat sungai yang bermuara ke hutan bakau. Kantor TCEC memiliki akses yang cukup mudah dijangkau sehingga memudahkan para pengunjung wisatawan maupun masyarakat lokal yang hendak berkunjung.
4.1.2 Teknis Penangkaran di TCEC
Kegiatan penangkaran penyu pada hakikatnya mempunyai tujuan yang mulia yaitu sebagai upaya pelestarian jenis dan populasi biota laut seperti penyu dari ancamn kepunahan. Ancaman kepunahan bagi penyu baik dilaut maupun di darat sangatlah banyak. Hewan predator dan aktifitas yang dilakukan manusia merupakan salah satu ancaman bagi penyu di darat.
Dalam pelaksanaannya tujuan penangkaran dimodifikasi untuk membantu dan mendukung upaya konservasi penyu, yaitu dengan meningkatan peluang hidup penyu sbelum dilepas ke alam. Selain untuk kepentingan mendukung upaya konservasi penyu, kegiatan penangkaran penyu juga dapat diadakan untuk beberapa kepentingan, seperti pendidikan, penelitian dan wisata, sehingga sejumlah tukik hasil penetasan semi alami dapat disisihkan untuk dibesarkan.
Jumlah tukik yang dibesarkan tersebut hanya sebagian kecil dan tergantung tujuan dan dukungan fasilitas penangkaran yang menjamin tukik tersebut dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal.
Telur penyu dijamin keamanannya dari kegagalan menetas, seperti aman dari ancaman predator, tidak digenangi air laut ketika pasang, tidak mempunyai masalah terhadap kondisi pasir dan aman dari abrasi pantai. Beberapa langkah yang dilakukan pada penetasan telur penyu semi alami adalah sebagai berikut:
1. Sarang penetasan semi alami dipagari dan diberi tanda yang menjelaskan jenis telur penyu, tanggal bertelur dan jumlah telur.
31 2. Sarang telur penyu tersebut diawasi oleh petugas secara rutin hingga
telur penyu menetas.
3. Tukik yang menetas akan dilepas kembali ke habitanya di laut setelah berumur 2 bulan.
4. Penghitungan jumlah telur tukik dan telur yang berhasil menetas sebagai data untuk mengetahui tingkat kesuksesan penetasan.
4.2 Identifikasi Objek Penelitian
Dalam penelitian ini tukik penyu yang digunakan adalah tukik penyu lekang. Tukik yang digunakan berjumlah 21 ekor berumur 30 hari, dengan rata- rata bobot 46 gram, panjang 61 mm dan lebar 53 mm. Tukik tersebut dibagi kedalam 7 bak dengan masing-masing bak berisi 3 ekor tukik. Dibagi kedalam 2 perlakuan pemberian pakan yang berbeda (5% dan 10% dari biomassa tukik penyu lekang).
Penyu lekang memiliki karapas berbentuk kubah tinggi, terdiri dari 5 pasang coastal scutes dimana stiap sisinya terdiri dari 6 - 9 bagian, bagian pinggir karapasnya lembut. Penyu lekang ini serupa dengan penyu hijau namun kepalanya lebih besar dan bentuk karapasnya lebih langsing dan bersudut (Safrizal, 2009). Tukik penyu lekang memiliki perbedaan yang jelas dengan tukik penyu lainnya yaitu pada warna karapasnya yang berwarna keabu-abuan.
Gambar 10. Tukik Penyu Lekang
Pemberian pakan dilakukan dengan interval 2 kali sehari selama 4 minggu. Pengukuran panjang karapas, lebar karapas dan bobot tukik dilakukan
32 setiap minggu untuk mengamati laju pertumbuhannya. Selama proses penelitian dari minggu pertama sampai minggu keempat tidak ditemukan tukik yang mati.
4.3 Data Hasil Pengamatan Pertumbuhan 4.3.1 Hasil Pengukuran Bobot
Rata-rata bobot dan koefisien pertumbuhan bobot tukik penyu lekang yaitu merupakan suatu nilai yang menunjukkan besarnya pengaruh dari waktu terhadap parameter variabel terikat yang diamati selama penelitian. Nilai rata- rata bobot tukik dan koefisien pertumbuhan tukik penyu lekang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 6. Rata-rata Bobot (gr), Standar Deviasi dan Koefisien Pertumbuhan Bobot Tukik Penyu Lekang
Perlakuan Waktu Pengamatan (Minggu) Koefisien Pertumbuhan (gr)
1 2 3 4
A (5%) 45.81
±0.32
50.11
±1.02
51.82
±0.74
53.89
±1.26 0.052
B (10%) 45.92
±0.22
53.78
±4.17
55.11
±2.14
53.89
±0.94 0.050
Variabel
Kontrol 46.08 51.67 52.60 53.67 0.047 Ket : ± Standar Devisiasi
Berdasarkan nilai koefisien pertumbuhan pada tabel 5 dapat diketahui bahwa perlakuan A memiliki nilai koefisien pertumbuhan yang lebih besar dibanding perlakuan lainnya yaitu sebesar 0,052. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan dengan memberikan pakan sebesar 5% dari biomassa tukik setiap harinya akan meningkatkan laju pertumbuhan yang lebih optimal terhadap tukik dibandingkan perlakuan lainnya.
Dilihat dari rata-rata dan nilai koefisien bobot tukik selama dilakukannya penelitian ini terlihat perbedaan hasil. Perbedaan ini terjadi karena pada perlakuan pemeberian pakan 10% dari biomassa tukik dan perlakuan variabel
33 kontrol memperlihatkan rata-rata pertumbuhan bobot karapas yang tidak terlalu baik. Hal ini disebabkan jumlah pakan yang terlalu banyak diberikan tidak akan dikonsumsi secara maksimal dikarenakan sistem pencernaan tukik yang masih kecil. Analsis sidik ragam dilalukan untuk mengetahui perbandingan perlakuan yang dilakukan oleh peneliti. Data hasil analisa sidik ragam dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 7. Hasil ANNOVA Bobot Tukik Penyu Lekang
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Bobot Between Groups .016 2 .008 .004 .996
Within Groups 34.476 18 1.915
Total 34.492 20
Uji normalitas (Lampiran 1) dan uji homogenitas ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa hasil analisa sidik ragam dapat digunakan. Hal tersebut ditunjukkan dari nilai signifikansi (p-value) uji normalitas tiap perlakuan lebih besar dari alpha 5% (p > 0,05) dan nilai signifikansi (p-value) uji homogenitas ragam sebesar 0,654 (p > 0,05).
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam untuk membandingkan perlakuan biomassa 5%, perlakuan biomassa 10%, dan perlakuan kontrol terhadap bobot badan tukik diperoleh hasil dengan nilai F hitung sebesar 0,004 dan nilai signifikansi (p-value) sebesar 0,996. Hal tersebut menujukkan antara perlakuan biomassa 5%, perlakuan biomassa 10%, dan perlakuan kontrol terhadap bobot badan tukik tidak adanya perbedaan signifikan atau tidak berbeda nyata (p >
0,05). Maka dari hasil yang didapatkan dapat dikatakan H0 gagal ditolak yang artinya tidak ada perbedaan laju pertumbuhan bobot tukik dengan pemberian jumlah pakan yang berbeda.
34 4.3.2 Hasil Pengukuran Panjang Karapas
Rata-rata panjang karapas dan koefisien pertumbuhan panjang karapas tukik penyu lekang yaitu merupakan suatu nilai yang menunjukkan besarnya pengaruh dari waktu terhadap parameter variabel terikat yang diamati selama penelitian. Nilai rata-rata panjang karapas tukik dan koefisien pertumbuhan tukik penyu lekang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 8. Rata-rata Panjang Karapas (mm), Standar Deviasi dan Koefisien Pertumbuhan Panjang Karapas Tukik Penyu Lekang
Perlakuan Waktu Pengamatan (Minggu) Koefisien Pertumbuhan (mm)
1 2 3 4
A (5%) 61.22
±0.73
62.68
±0.36
65.54
±1.04
70.64
±0.18 0.048
B (10%) 61.29
±0.64
64.29
±0.93
66.82
±0.77
70.67
±0.35 0.047
Variabel
Kontrol 61.40 64.00 64.23 70.47 0.042 Ket : ± Standar Devisiasi
Berdasarkan nilai koefisien pertumbuhan panjang karapas pada tabel 6 dapat diketahui bahwa perlakuan A memiliki nilai koefisien pertumbuhan yang lebih besar dibanding perlakuan lainnya yaitu sebesar 0,048. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan dengan memberikan pakan sebesar 5% dari biomassa tukik setiap harinya akan meningkatkan laju pertumbuhan yang lebih optimal terhadap tukik dibandingkan perlakuan lainnya.
Dilihat dari rata-rata dan nilai koefisien pertumbuhan panjang karapas tukik selama dilakukannya penelitian ini terlihat perbedaan hasil. Perbedaan ini terjadi karena pada perlakuan pemeberian pakan 10% dari biomassa tukik penyu lekang dengan memperlihatkan rata-rata pertumbuhan panjang karapas yang tidak terlalu baik. Hal ini disebabkan jumlah pakan yang terlalu banyak diberikan tidak akan dikonsumsi secara maksimal dikarenakan sistem pencernaan tukik
35 yang masih kecil. Analsis sidik ragam dilalukan untuk mengetahui perbandingan perlakuan yang dilakukan oleh peneliti. Data hasil analisa sidik ragam dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 9. Hasil ANNOVA Panjang Karapas Tukik Penyu Lekang
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Panjang Between Groups .013 2 .006 .003 .997
Within Groups 45.231 18 2.513
Total 45.244 20
Uji normalitas (Lampiran 1) dan uji homogenitas ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa hasil analisa sidik ragam dapat digunakan. Hal tersebut ditunjukkan dari nilai signifikansi (p-value) uji normalitas tiap perlakuan lebih besar dari alpha 5% (p > 0,05) dan nilai signifikansi (p-value) uji homogenitas ragam sebesar 0,654 (p > 0,05).
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam untuk membandingkan antara perlakuan biomassa 5%, perlakuan biomassa 10%, dan perlakuan kontrol terhadap panjang karapas tukik diperoleh hasil dengan nilai F hitung sebesar 0,003 dan nilai signifikansi (p-value) sebesar 0,997. Hal tersebut menujukkan antara perlakuan biomassa 5%, perlakuan biomassa 10%, dan perlakuan kontrol terhadap panjang karapas tukik tidak adanya perbedaan signifikan atau tidak berbeda nyata (p > 0,05). Maka dari hasil yang didapatkan dapat dikatakan H0 gagal ditolak yang artinya tidak ada perbedaan laju pertumbuhan panjang karapas tukik dengan pemberian jumlah pakan yang berbeda.
4.3.3 Hasil Pengukuran Lebar Karapas
Rata-rata lebar karapas dan koefisien pertumbuhan lebar karapas tukik penyu lekang yaitu merupakan suatu nilai yang menunjukkan besarnya pengaruh dari waktu terhadap parameter variabel terikat yang diamati selama penelitian.
36 Nilai rata-rata lebar karapas tukik dan koefisien pertumbuhan tukik penyu lekang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 10. Rata-rata Lebar Karapas (mm), Standar Deviasi dan Koefisien Pertumbuhan Panjang Karapas Tukik Penyu Lekang
Perlakuan Waktu Pengamatan (Minggu) Koefisien Pertumbuhan (mm)
1 2 3 4
A (5%) 53.28
±0.30
56.67
±0.32
58.80
±0.45
64.38
±0.59 0.060
B (10%) 53.36
±0.21
59.48
±0.88
62.49
±1.60
63.93
±0.79 0.059
Variabel
Kontrol 53.63 59.53 60.50 63.57 0.053 Ket : ± Standar Devisiasi
Berdasarkan nilai koefisien pertumbuhan lebar karapas pada tabel 7 dapat diketahui bahwa perlakuan A memiliki nilai koefisien pertumbuhan yang lebih besar dibanding perlakuan lainnya yaitu sebesar 0,060. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan dengan memberikan pakan sebesar 5% dari biomassa tukik setiap harinya akan meningkatkan laju pertumbuhan yang lebih optimal terhadap tukik dibandingkan perlakuan lainnya.
Dilihat dari rata-rata dan nilai koefisien pertumbuhan lebar karapas tukik selama dilakukannya penelitian ini terlihat perbedaan hasil. Perbedaan ini terjadi karena pada perlakuan pemeberian pakan 5% dari biomassa tukik penyu lekang dengan memperlihatkan rata-rata pertumbuhan lebar karapas yang tidak terlalu baik. Hal ini disebabkan jumlah pakan yang diberikan kurang banyak untuk dikonsumsi secara maksimal oleh tukik penyu lekang. Analsis sidik ragam dilalukan untuk mengetahui perbandingan perlakuan yang dilakukan oleh peneliti. Data hasil analisa sidik ragam dapat dilihat pada Tabel 10.