• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Waktu Kontak AKTivator H3PO4 PADA Proses Pembuatan Arang Aktif

N/A
N/A
Hary Purnomo Agy

Academic year: 2024

Membagikan "Pengaruh Waktu Kontak AKTivator H3PO4 PADA Proses Pembuatan Arang Aktif"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH WAKTU KONTAK AKTIVATOR H

3

PO

4

PADA PROSES PEMBUATAN ARANG AKTIF MENGGUNAKAN

PELEPAH KELAPA ( COCOS NUCIFERA )

LAPORAN PENELITIAN

Oleh : Ahsan Ziadah NIM 16644025

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA

JURUSAN TEKNIK KIMIA

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI SAMARINDA

2020

(2)

PENGARUH WAKTU KONTAK AKTIVATOR H

3

PO

4

PADA PROSES PEMBUATAN ARANG AKTIF MENGGUNAKAN

PELEPAH KELAPA ( COCOS NUCIFERA )

Diajukan sebagai persyaratan untuk memenuhi derajat S1-Terapan pada Program Studi Teknologi Kimia Industri

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda

Oleh:

Ahsan Ziadah NIM 16644025

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA

JURUSAN TEKNIK KIMIA

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI SAMARINDA

2020

(3)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Ahsan Ziadah

NIM : 16 644 032

Jurusan : Teknik Kimia

Program Studi : Teknologi Kimia Industri Jenjang : S-1 Terapan

Judul Tugas Akhir : Pengaruh Waktu Kontak Aktivator H3PO4 Pada Proses Pembuatan Arang Aktif Menggunakan Pelepah Kelapa (Cocos nucifera)

Dengan ini menyatakan bahwa Laporan Penelitian ini adalah hasil karya saya sendiri dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Jika dikemudian hari terbukti ditemukan unsur plagiarisme dalam Laporan Penelitian ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan perundangan – undangan yang berlaku.

Samarinda, Januari 2020

Ahsan Ziadah NIM. 16 644 25

(4)

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING

PENGARUH WAKTU KONTAK AKTIVATOR H

3

PO

4

PADA PROSES PEMBUATAN ARANG AKTIF MENGGUNAKAN

PELEPAH KELAPA ( COCOS NUCIFERA )

NAMA : AHSAN ZIADAH

NIM : 16644025

JURUSAN : TEKNIK KIMIA

PROGRAM STUDI : TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI JENJANG STUDI : S1-TERAPAN

Laporan Penelitian ini telah disetujui Pada tanggal, Januari 2020

Menyetujui:

Pembimbing I

Mustafa, S.T., M.T NIP. 19740306 200112 2 003

Pembimbing II

Ramli Thahir, S.T., M.T NIP. 19710721 200112 1 003 Mengesahkan:

Direktur Politeknik Negeri Samarinda,

Ramli Yusuf, S.T., M.Eng NIP. 19720403 200012 1 001

(5)

HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI

PENGARUH WAKTU KONTAK AKTIVATOR H

3

PO

4

PADA PROSES PEMBUATAN ARANG AKTIF MENGGUNAKAN

PELEPAH KELAPA ( COCOS NUCIFERA )

NAMA : AHSAN ZIADAH

NIM : 16 644 025

JURUSAN : TEKNIK KIMIA

PROGRAM STUDI : TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI JENJANG STUDI : S1-TERAPAN

Laporan Penelitian ini telah diuji dan disetujui Pada tanggal, 23 Januari 2020

Dewan Penguji:

Ketua Sidang,

Nama : Mustafa, S.T., M.T

NIP : 19740306 200112 2 003 ________________________

Penguji I,

Nama : Irmawati Syahrir, S.T.,M.T

NIP : 19690326 200003 2 001 ________________________

Penguji II,

Nama : Ibnu Eka Rahayu, S.S.T., M.T

NIP : 19811103 200604 1 004 ________________________

Mengetahui:

Ketua Jurusan Teknik Kimia,

Dedy Irawan, S.T., M.T NIP. 19750208 200212 1 001

Ketua Program Studi Teknologi Kimia Industri,

Irmawati Syahrir, S.T.,M.T NIP. 19690326 200003 2 001

(6)

v

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa memberikan kemudahan bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan laporan penelitian ini dengan baik, sehingga Laporan Penelitian yang berjudul “Pengaruh Waktu Kontak Aktivator H3PO4 Pada Proses Pembuatan Arang Aktif Menggunakan Pelepah Kelapa (Cocos nucifera) dapat terselesaikan.

Laporan disusun untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan jenjang pendidikan program S1 Terapan pada Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Samarinda.

Dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini, penulis mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak penulis dapat menyelesaikannya. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Ramli Yusuf, S.T., M.Eng, selaku Direktur Politeknik Negeri Samarinda

2. Bapak Dedy Irawan, S.T.,M.T, selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda

3. Ibu Irmawati Syahrir, S.T., M.T, selaku Ketua Program Studi Teknologi Kimia Industri, Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Samarinda.

4. Bapak Mustafa, S.T., M.T, selaku Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, saran dan petunjuk dalam penyelesaian laporan ini.

(7)

vi

5. Bapak Ramli Thahir, S.T., M.T, selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, saran dan petunjuk dalam penyelesaian laporan ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen, Staf Teknisi/Analis serta Administrasi Jurusan Teknik Kimia.

7. Keluarga dan teman – teman Teknik Kimia Angkatan 2016 yang senantiasa saling membantu dan memberikan semangat selama proses penyusunan laporan tugas akhir ini.

8. Pihak – pihak lain yang turut membantu dalam penyusunan laporan tugas akhir ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Laporan Penelitian ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga dalam penulisan Laporan Penelitian ini dapat menjadi lebih baik. Besar harapan penulis laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang menggunakannya.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Samarinda, Januari 2020

Penulis

(8)

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI ... iv

KATA PENGANTAR ...v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ...x

DAFTAR TABEL ... xi

ABSTRAK ... xii

ABSTRACT ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ...1

1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Perumusan Masalah ...2

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ...4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...5

2.1 Tanaman Kelapa...5

2.2 Holoselulosa ...6

2.2.1 Selulosa ...7

(9)

viii

2.2.2 Hemiselulosa ...7

2.3 Lignin ...8

2.4 Arang Aktif ...8

2.5 Karbonisasi ...10

2.6 Aktivasi ...11

2.7 Asam Fosfat (H3PO4) ...13

2.8 Standar Kualitas Arang Aktif ...14

2.9 Analisa Mutu Arang Aktif ...14

2.9.1 Uji Volatile matter (VM) ...14

2.9.2 Uji Kadar Air ...15

2.9.3 Uji Kadar Abu ...16

2.9.4 Uji Daya Serap Terhadap Iodin ...17

BAB III METODE PENELITIAN ...20

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ...20

3.2 Rancangan Penelitian ...20

3.2.1 Variabel Berubah ...20

3.2.2 Variabel Tetap ...20

3.2.3 Variabel Respon ...21

3.3 Alat dan Bahan ...21

3.3.1 Alat ...21

(10)

ix

3.3.2 Bahan ...22

3.4 Prosedur Penelitian...23

3.4.1 Diagram Alir ...23

3.4.2 Prosedur Penelitian ...24

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...29

4.1 Data Hasil Penelitian ...29

4.2 Pembahasan ...29

4.2.1 Pengaruh waktu kontak aktivator H3PO4 terhadap kadar air ...30

4.2.2 Pengaruh waktu kontak aktivator H3PO4 terhadap volatile matter ..31

4.2.3 Pengaruh waktu kontak aktivator H3PO4 terhadap kadar abu ...32

4.2.4 Pengaruh waktu kontak aktivator H3PO4 terhadap daya serap iod ..34

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ...37

5.1 Simpulan ...37

5.2 Saran ...37

DAFTAR PUSTAKA ...38

LAMPIRAN ...42

(11)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tanaman Kelapa ...5

Gambar 2.2 Limbah pelepah kelapa...6

Gambar 2.3 Abu yang menutupi permukaan arang aktif, diamati dan diukur dengan mikroskop elektron...17

Gambar 3.1. Diagram alir penelitian ...23

Gambar 4.1 Grafik hubungan antara waktu kontak terhadap kadar air ...30

Gambar 4.2 Grafik hubungan antara waktu kontak terhadap volatile matter ...32

Gambar 4.3 Grafik hubungan antara waktu kontak terhadap kadar abu ...33

Gambar 4.4 Grafik hubungan antara waktu kontak terhadap daya serap iod ...34

(12)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Standar kualitas arang aktif menurut SNI 06-3730-1995 ...14 Tabel 4.1 Hasil perhitungan analisa arang aktif ...29

(13)

xii

ABSTRAK

Indonesia termasuk negara yang memiliki lahan perkebunan kelapa terbesar kedua di dunia. Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik luas perkebunan kelapa di Indonesia pada tahun 2018 sebesar 3,48 juta Ha. Sehingga limbah perkebunan kelapa tersedia dalam jumlah yang banyak dan belum dimanfaatkan secara optimal salah satunya yaitu pelepah kelapa. Pelepah kelapa mengandung holoselulosa (67,8%), lignin (20%), abu (6,8%) dan senyawa lainnya (5,4%) sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku membuat arang aktif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu kontak aktivator H3PO4 terhadap pembuatan arang aktif menggunakan pelepah kelapa (cocos nucifera) sehingga memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI 06-3730-1995). Pembuatan arang aktif dilakukan dengan karbonisasi menggunakan drum pembakaran dengan temperatur 350 oC dan diaktivasi kimia menggunakan H3PO4 selama 12, 15, 18, 21 dan 24 jam. Kualitas arang aktif diuji berdasarkan (SNI 06-3730-1995) meliputi kadar air, kadar abu, volatile matter dan daya serap terhadap iod. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi terbaik arang aktif dari pelepah kelapa dihasilkan pada perlakuan waktu kontak 18 jam yang menghasilkan kadar air 1,51%, kadar abu 8,81%, kadar zat terbang 8,98% dan daya serap terhadap iod 825,759 mg/g.

Kata kunci: aktivasi, arang aktif, karbonisasi, pelepah kelapa, waktu kontak.

(14)

xiii

ABSTRACT

Indonesia is among the countries that have the second largest coconut plantation land in the world. Based on the report of the Badan Pusat Statistik for coconut area in Indonesia in 2018 amounted to 3,48 million Ha. There after coconut plantation waste is available in large quantities and has not been utilized optimally, one of which is coconut fronds. Coconut fronds contain holocellulose (67.8%), lignin (20%), ash (6,8%) and others (5,4%) so coconut fronds can be used as raw material for making activated charcoal. This study discusses about the effect of the contact time of activator H3PO4 on the manufacture of activated charcoal using coconut fronds (cocos nucifera) so that it meets the Indonesian National Standard (SNI 06-3730-1995). Activated charcoal was carbonized by using rotary drums at 350 oC and chemically activated using H3PO4 for 12, 15, 18, 21 and 24 hours. The quality of activated charcoal issued based on (SNI 06-3730-1995) includes water content, ash content, volatile matter and iodine number. The results showed the best fact that activated charcoal from coconut fronds was produced in 18 hours contact time which produced 1.51% air content, 8.81% ash content, 8.98% fly substance content and absorption of iodine 825,759 mg / g.

Keyword: Activated charcoal,activation, carbonization,coconut fronds, contact time.

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1 A

1.1 Latar Belakang

Tanaman kelapa yang nama latinnya cocos nucifera L. atau dalam bahasa inggris disebut dengan coconut palm, coco palm atau coconut tree merupakan salah satu komoditi perkebunan di Indonesia (Mardiatmoko dan Ariyanti, 2018), hal ini dibuktikan Indonesia merupakan negara yang memiliki lahan tanaman kelapa terbesar kedua di dunia setelah Filipina dengan luas areal 3,44 juta hektar (ICC, 2016), memproduksi kelapa 3,2 juta ton per tahun. Selama 49 tahun, luas tanaman kelapa meningkat dari 1,66 juta hektar pada tahun 1969 menjadi 3,48 juta hektar pada tahun 2018 dengan produksi buah sebanyak 2,8 juta ton (Badan Pusat Statistik, 2019). Tanaman kelapa memproduksi daun kelapa sekitar 12-18 lembar per tahun atau sekitar 8.256 juta lembar per tahun (Das dkk., 2013). Salah satu limbah yang dihasilkan pada saat proses panen tanaman kelapa adalah pelepah kelapa yang selama ini belum dimanfaatkan secara optimal. Limbah ini tentunya akan sangat berpotensi bagi masyarakat apabila dimanfaatkan menjadi produk yang mempunyai nilai jual, diantaranya adalah sebagai produk arang aktif.

Pohon kelapa dijuluki sebagai “The tree of life” yang berarti pohon kehidupan karena merupakan tanaman yang sangat bermanfaat bagi manusia dimana hampir semua bagian tubuhnya (akar, batang, daun, bunga dan buah) memiliki kegunaan tertentu (Mardiatmoko dan Ariyanti, 2018). Dari sejumlah penelitian yang telah dilakukan, penelitian arang aktif dari tanaman kelapa terbatas

(16)

pada bahan baku tempurung dan sabut kelapa. Padahal, masih banyak bagian dari tanaman kelapa yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan arang aktif, salah satunya adalah pelepah kelapa (Ramdja dkk., 2008).

Unsur kimiawi yang terdapat pada pelepah kelapa berupa holoselulosa (67,8%), lignin (20%), abu (6,8%) dan senyawa lainnya (5,4%) (Das dkk., 2013), menyebabkan pelepah kelapa dapat digunakan sebagai bahan alternative untuk membuat arang aktif.

Arang aktif dapat dipergunakan untuk berbagai industri, antara lain yaitu industri obat-obatan, makanan, minuman, pengolahan air (penjernihan air) dan lain-lain. Hampir 70% produk arang aktif digunakan untuk pemurnian dalam sektor minyak kelapa, farmasi dan kimia (Pari dan Sailah, 2001).

1.2 Perumusan Masalah

Penelitian yang berkaitan dengan pembuatan arang aktif telah dilakukan oleh Esterlita dan Herlina (2015) menggunakan bahan baku pelepah aren (Arenga Pinnata) dengan memvariasikan jenis bahan aktivator (H3PO4, ZnCl2, dan KOH) dan temperatur karbonisasi (400, 500 dan 600 oC). Dari penelitian tersebut, rendemen tertinggi diperoleh pada arang aktif yang direndam agen aktivator ZnCl2

pada temperatur 400 oC yaitu sebesar 82,04%. Kadar air pada arang aktif yang terbaik yaitu diperoleh pada arang aktif yang diaktivasi dengan H3PO4 yaitu sebesar 6%. Arang aktif yang memiliki daya serap iod terbesar juga didapat pada arang aktif yang diaktivasi oleh H3PO4 dan dikarbonisasi pada temperatur 500 oC menghasilkan nilai sebesar 767,745 mg iodin/gram arang aktif. Noer dkk. (2014)

(17)

3

melakukan penelitian pembuatan arang aktif menggunakan bahan baku pelepah kelapa sawit dengan memvariasikan waktu karbonisasi dan aktivasi (20, 40 dan 60 menit). Hasil penelitian yang mempunyai karakteristik terbaik diperoleh pada pelepah kelapa sawit yang dikarbonisasi dan diaktivasi selama 60 menit dengan kadar penyusutan massa yang dihasilkan sebesar 67,8%, kadar air 5,5% dan kadar abu 8%. Hasil analisa bilangan iodin dihasilkan sebesar 373 mg/gr, dan rendemen sebesar 37%.

Pada kedua penelitian diatas, Penelitian pertama untuk hasil uji kadar air dan bilangan iodin sudah memenuhi standar kualitas arang aktif menurut SNI 06- 3730-1995 dengan menggunakan aktivator H3PO4. Sedangkan penelitian kedua, untuk hasil uji kadar air dan kadar abu juga sudah memenuhi standar kualitas arang aktif menurut SNI 06-3730-1995, tetapi untuk hasil uji bilangan iodin belum memenuhi standar kualitas arang aktif menurut SNI.

Pengembangan yang akan dilakukan adalah dengan mengganti bahan baku menjadi pelepah kelapa. Sedangkan variabel proses yang akan divariasikan adalah waktu kontak dengan aktivator H3PO4. Sehingga diharapkan dapat diketahui waktu optimum untuk menghasilkan arang aktif yang sesuai dengan SNI 06-3730-1995.

(18)

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu kontak terhadap kualitas arang aktif dari pelepah kelapa, sehingga menghasilkan arang aktif yang sesuai dengan SNI 06-3730-1995.

Manfaat penelitian ini adalah untuk mengurangi limbah pelepah kelapa dan meningkatkan nilai guna dari pelepah kelapa menjadi sesuatu yang bernilai ekonomis.

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2 A

2.1 Tanaman Kelapa

Kelapa adalah salah satu komoditas perkebunan Indonesia yang cukup potensial. Manfaat tanaman kelapa tidak saja terletak pada daging buahnya yang dapat diolah menjadi santan, kopra, dan minyak kelapa, tetapi seluruh bagian tanaman kelapa mempunyai manfaat yang besar (Setiawan dkk., 2014).

Gambar 2.1 Tanaman Kelapa

Pelepah kelapa merupakan bagian dari tanaman kelapa yang berupa tangkai daun. Kelapa (Cocos nucifera) merupakan tanaman perkebunan/industri berupa pohon batang lurus dari famili Palmae. Tanaman kelapa merupakan tanaman serbaguna atau tanaman yang mempunyai nilai ekonomi tinggi (Ramdja dkk., 2008). Rotasi panen buah kelapa dilakukan sekitar 1-2 bulan sekali. Di daerah dengan jumlah tenaga kerja banyak dan ongkos yang murah dapat melakukan

(20)

pemanenan 1 bulan sekali. Sedangkan daerah dengan tenaga kerja sedikit dan upah yang tinggi dapat melakukan panen 2 bulan sekali (Widyanto, 2014). Salah satu limbah yang dihasilkan pada saat proses panen tanaman kelapa adalah pelepah kelapa yang selama ini belum dimanfaatkan secara optimal. Limbah ini tentunya akan sangat berpotensi bagi masyarakat apabila dimanfaatkan menjadi produk yang mempunyai nilai jual, diantaranya adalah sebagai produk arang aktif.

Unsur kimiawi yang terdapat pada pelepah kelapa berupa holoselulosa (67,8%), lignin (20%), abu (6,8%) dan senyawa lainnya (5,4%) (Das dkk., 2013), menyebabkan pelepah kelapa dapat digunakan sebagai bahan alternative untuk membuat arang aktif.

Gambar 2.2 Limbah pelepah kelapa

2.2 Holoselulosa

Holoselulosa adalah bagian dari serat yang bebas sari dan lignin.

Holoselulosa ini merupakan fraksi karbohidrat total dalam kayu sebagai komponen struktural penyusun dinding sel yang terdiri atas selulosa dan hemiselulosa, biasanya warna holoselulosa tergantung pada jenis kayunya dari berwarna putih

(21)

7

hingga kekuning-kuningan. Kadar holoselulosa dalam kayu merupakan jumlah dari senyawa polisakarida dalam kayu (selulosa dan hemiselulosa) (Lestari, 2012).

2.2.1 Selulosa

Selulosa adalah salah satu polisakarida bahan organik alami yang tersedia melimpah di dunia dan dapat digunakan untuk preparasi berbagai macam material baru. Turunan selulosa seperti karboksimetil selulosa (CMC) dengan gugus karboksimetil (-CH2-COOH) yang terikat ke beberapa gugus hidroksil dari monomer glukopiranosa yang bersenyawa dengan batang tubuh selulosa memiliki aplikasi potensial sebagai polimer fungsional yang ramah lingkungan karena bersifat dapat dibiodegradasi dan sumber terbarukan (Astrini dkk., 2016).

Selulosa murni mengandung 44,4% C; 6,2% H; dan 49,3% O dengan rumus empiris selulosa (C6H10O5)n dengan banyaknya satuan glukosa antara 1.200 – 10.000 derajat polimerisasi (DP), panjang molekul sekurang-kurangnya 5.000 nm, dan berat rata-rata molekul sekitar 400.000 (Aminoto, 2017).

2.2.2 Hemiselulosa

Hemiselulosa adalah polisakarida pada dinding sel tanaman yang larut dalam alkali dan menyatu dengan selulosa. Hemiselulosa merupakan kelompok polisakarida heterogen dengan berat molekul rendah. Jumlah hemiselulosa biasanya antara 15 dan 30 persen dari berat kering bahan lignoselulosa (Hadrawi, 2014).

(22)

2.3 Lignin

Lignin merupakan polimer aromatik kompleks yang terbentuk melalui polimerisasi tiga dimensi dari sinamil alkohol dengan berat molekul mencapai 11.000 atau dengan kata lain merupakan makromolekul dari polifenil. Lignin yang melindungi selulosa bersifat tahan terhadap hidrolisis karena adanya ikatan arilakil dan eter. Lignin secara fisik membungkus mikrofibril selulosa dalam suatu matriks hidrofobik dan terikat secara kovalen baik pada selulosa maupun hemiselulosa.

Efek kimia, yaitu hubungan lignin-karbohidrat lebih berperan untuk mencegah hidrolisis polimer selulosa (Aminoto, 2017).

2.4 Arang Aktif

Karbon aktif, atau sering juga disebut sebagai arang aktif, adalah suatu jenis karbon yang memiliki luas permukaan yang sangat besar. Hal ini bisa dicapai dengan mengaktifkan karbon atau arang tersebut. Hanya dengan satu gram dari karbon aktif, akan didapatkan suatu material yang memiliki luas permukaan kira- kira sebesar 500 m2 (didapat dari pengukuran adsorpsi gas nitrogen). Biasanya pengaktifan hanya bertujuan untuk memperbesar luas permukaannya saja, tetapi beberapa usaha juga berkaitan dengan meningkatkan kemampuan adsorpsi karbon aktif itu sendiri (Anonim, 2019).

Arang aktif adalah arang yang mampu menyerap anion, kation dan molekul dalam bentuk senyawa organik maupun an-organik baik sebagai larutan maupun gas. Kemampuan ini diantaranya disebabkan karena selain arang tersebut berpori juga permukaannya telah bebas dari deposit senyawa hidrokarbon. Faktor-faktor

(23)

9

yang mempengaruhi proses pembentukan pori dan penghilangan senyawa hidrokarbon adalah temperatur reaktor, lama aktivasi, bahan kimia dan perlakuan bahan baku (Pari, 1996).

Arang aktif adalah bahan karbon berpori yang telah mengalami reaksi dengan gas atau dengan penambahan bahan sebelum, selama atau setelah karbonisasi untuk meningkatkan sifat serapnya (Noer dkk., 2014). Arang aktif tersebut dapat dihasilkan dari biomasa seperti kulit kayu (Pari dkk., 2006), sabut kelapa sawit (Muthia, 1998), serbuk gergaji (Pari, 1996), dan pelepah kelapa sawit (Noer dkk., 2014).

Luas permukaan arang aktif berkisar antara 300-3500 mg/g dan ini berhubungan dengan struktur pori internal yang menyebabkan arang aktif mempunyai sifat sebagai adsorben. Pada arang aktif berupa bubuk, semakin besar luas area permukaan pori adsorben maka daya adsorpsinya juga semakin besar (Idrus dkk., 2013)

Secara umum untuk mengetahui daya serap arang aktif terhadap larutan dinilai berdasarkan daya serap terhadap larutan iodin / bilangan iodin dan daya serap terhadap larutan metilen biru. Arang aktif yang memiliki daya serap iodin dan metilen biru yang tinggi berarti mempunyai luas permukaan yang lebih tinggi dan juga mempunyai struktur mikro dan mesopori yang lebih besar (Noer dkk., 2014).

Arang aktif dapat mengadsorbsi gas dan senyawa-senyawa kimia tertentu atau sifat adsorbsinya selektif, tergantung pada besar atau volume pori-pori dan luas permukaan yang dimiliki oleh arang aktif. Adsorpsivitas dari arang aktif

(24)

ditentukan oleh luas permukaan partikel yang juga dapat ditingkatkan jika terhadap arang tersebut dilakukan aktivasi dengan aktivator bahan kimia (aktivasi kimia) ataupun dengan pemanasan pada temperatur tinggi (aktivasi fisika) (Herlina dan Esterlita, 2015).

2.5 Karbonisasi

Karbonisasi adalah proses pembakaran tidak sempurna, sehingga bahan hanya terkarboninasi dan tidak teroksidasi. Sebagian besar pori - pori pada arang masih tertutup dengan hidrokarbon, ter dan senyawa organik lainnya (Siahaan dkk., 2013). Menurut Ramdja dkk., (2008), Proses karbonisasi adalah proses pembakaran bahan baku dengan menggunakan udara terbatas dengan temperatur udara antara 300 oC sampai 900 oC sesuai dengan kekerasan bahan baku yang digunakan. Proses ini menyebabkan terjadinya penguraian senyawa organik yang menyusun struktur bahan membentuk metanol, uap asam asetat, tar, dan hidrokarbon. Material padat yang tertinggal setelah proses karbonisasi adalah karbon dalam bentuk arang dengan permukaan spesifik yang sempit.

Karbonisasi atau pengarangan adalah proses mengubah bahan baku (pelepah kelapa) menjadi arang berwarna hitam melalui pembakaran dalam ruang tertutup dengan udara yang terbatas atau seminimal mungkin. Biasanya dilakukan dengan cara memasukkan bahan organik ke dalam lubang atau ruangan dengan dinding tertutup, seperti di dalam tanah atau tangki yang terbuat dari plat baja.

Bahan kemudian disulut dengan api hingga terbakar dengan nyala api tetap dikontrol. Tujuan pengendalian tersebut agar bahan yang dibakar tidak menjadi

(25)

11

abu tetapi menjadi arang yang masih menyimpan energi di dalamnya sehingga dapat dimanfaatkan (Aminoto, 2017).

Secara bertahap, karbonisasi kayu akan mengalami peruraian : 1. Hemiselulosa terdegradasi pada 200-260°C

2. Selulosa pada 240-350°C 3. Lignin pada 280-500°C (Danarto dkk., 2010)

Sedangkan menurut Siahaan dkk., (2013) proses pengarangan atau karbonisasi terbagi menjadi empat tahap yaitu:

1. Tahap penguapan air terjadi pada suhu 100 - 105 oC

2. Tahap penguraian hemiselulosa dan selulosa pada suhu 200 - 240 oC menjadi larutan piroglinat

3. Tahap proses depolimerasi dan pemutusan ikatan C - O dan C - C pada suhu 240 - 400 oC. Selain itu lignin mulai terurai menghasilkan ter.

4. Tahap pembentukan lapisan aromatik terjadi pada suhu lebih dari 400 oC dan lignin masih terus terurai sampai suhu 500 oC, sedangkan pada suhu lebih dari 600 oC terjadi proses pembesaran luas permukaan arang.

2.6 Aktivasi

Aktivasi adalah suatu perlakuan terhadap arang yang bertujuan untuk memperbesar pori yaitu dengan cara memecahkan ikatan hidrokarbon atau mengoksidasi molekul-molekul permukaan sehingga arang mengalami perubahan

(26)

sifat, baik fisika maupun kimia, yaitu luas permukaannya bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi (Suprianofa, 2016).

Aktivator dapat meningkatkan keaktifan adsorben melalui mekanisme sebagai berikut :

1. Aktivator menembus celah atau pori-pori diantara pelat-pelat kristalit karbon (pada arang aktif) yang berbentuk heksagonal dan menyebar di dalam celah atau pori-pori tersebut, sehingga terjadi pengikisan pada permukaan kristalit karbon.

2. Aktivator mencegah senyawa organik bereaksi dengan oksigen yang akan bereaksi dengan kristalit oksigen.

3. Menurut teori interkalasi, struktur dari suatu komposisi senyawa akan mengalami modifikasi jika disisipkan ion atau atom lain kedalam struktur tersebut. Pada aktivasi maka ion atau atom yang disisipkan adalah aktivator.

Aktivasi kimia merupakan proses pemutusan rantai karbon dari senyawa organik dengan pemakaian bahan-bahan kimia. Aktivasi secara kimia biasanya menggunakan bahan-bahan pengaktif seperti garam kalsium klorida (CaCl2), magnesium klorida (MgCl2), seng klorida (ZnCl2), natrium hidroksida (NaOH), natrium karbonat (Na2CO3) dan natrium klorida (NaCl). Selain garam mineral biasanya digunakan ialah berbagai asam dan basa organik seperti asam sulfat (H2SO4), asam klorida (HCl), asam fosfat (H3PO4), kalium hidroksida (KOH), dan natrium hidroksida (NaOH).

(27)

13

Aktivasi secara kimiawi dalam pembuatan arang aktif dengan menggunakan KOH, ZnCl2, dan H3PO4 sudah sangat sering digunakan untuk menghasilkan arang aktif yang memiliki permukaan yang luas untuk menyerap dan pori – pori yang besar. Aktivator KOH didapatkan bekerja maksimal dalam kondisi operasi temperatur 700-800 0C dengan lama waktu tinggal 1 jam dan perbandingan KOH : C sekitar 3 sampai 4. Namun, aktivator ZnCl2 dapat menghasilkan arang aktif yang memiliki mikropori maksimum pada kondisi operasi temperatur < 500 0C dan dengan perbandingan berat ZnCl2 : C adalah 2:1. Sedangkan, aktivator H3PO4 dapat menghasilkan arang aktif yang memiliki mikropori maksimum pada kondisi operasi temperatur < 450 0C dengan perbandingan persen berat antara aktivator dengan sampel sekitar 29 – 52% (Herlina dan Esterlita, 2015).

Setelah aktivasi, arang aktif harus dicuci air air untuk menghilangkan zat pengaktif kimia. Namun, proses pencucian air tidak dapat menghilangkan semua residu kimia secara efektif, dan mungkin akan mengurangi luas permukaan karbon (Liou dan Wu, 2009).

2.7 Asam Fosfat (H3PO4)

Asam fosfat (juga dikenal sebagai asam ortofosfat atau asam fosfat [bahasa Inggris: phosphoric acid, orthophosphoric acid, phosphoric acid]) merupakan asam mineral (anorganik) yang memiliki rumus kimia H3PO4.

Selain menjadi reagen kimia, H3PO4 memiliki berbagai macam kegunaan, salah satunya yaitu sebagai agen aktivator arang aktif. Sebagai agen aktivator, H3PO4 dapat menyerap kandungan mineral pada bahan yang akan dijadikan arang

(28)

aktif sehingga mencegah terbentuknya abu pada arang aktif (Herlina dan Esterlita, 2015).

2.8 Standar Kualitas Arang Aktif

Standar kualitas arang aktif yang dipakai merujuk pada standar yang disajikan pada tabel berikut:

Tabel 2.1. Standar kualitas arang aktif menurut SNI 06-3730-1995

Uraian Prasyarat kualitas

(Serbuk) Bagian yang hilang pada pemanasan 950oC, % Maks. 25

Kadar air, % Maks. 15

Kadar abu, % Maks. 10

Daya serap terhadap I2, mg/g Min 750

Sumber: Sudradjat, 2011

2.9 Analisa Mutu Arang Aktif

Analisis produk dilakukan terhadap beberapa faktor yang dapat dijadikan sebagai penentu mutu arang aktif yang dihasilkan. Metode analisis didasarkan pada metode standar SNI maupun ASTM (Sudradjat dan Pari, 2011). Berikut beberapa analisis yang dilakukan pada karakteristik arang aktif.

2.9.1 Uji Volatile matter (VM)

Pengujian kadar zat menguap bertujuan untuk mengetahui persentase zat atau senyawa yang belum menguap pada proses karbonisasi dan aktivasi fisika.

Kadar zat menguap yang tinggi dapat mempengaruhi daya serap arang aktif.

(29)

15

Semakin tinggi kadar zat menguap pada arang aktif, semakin rendah daya serapnya (Yuliyanti, 2016). Menurut Pari dkk., (2006) Tinggi rendahnya nilai volatile matter yang dihasilkan menunjukkan bahwa permukaan arang aktif masih ditutupi oleh senyawa non karbon sehingga mempengaruhi kemampuan daya serapnya.

Volatile matter dinyatakan sebagai massa arang yang hilang dikurangi kadar air yang ditentukan pada 105°C. Karena itu, volatile matter tidak mewakili senyawa khusus apa pun. Sebagian besar terdiri dari hidrokarbon yang mudah menguap (rantai pendek) dan gas, seperti CO dan CO2, yang terbentuk selama dekomposisi bahan baku pada suhu tinggi (Volborth, 1979).

2.9.2 Uji Kadar Air

Analisa ini digunakan untuk mengetahui kadar air yang terkandung pada produk yang dihasilkan. Kadar air arang aktif yang dikehendaki harus bernilai kecil karena akan mempengaruhi daya serapnya terhadap gas maupun cairan. Kadar air arang aktif dipengaruhi oleh jumlah uap air di udara, lama proses pendinginan, penggilingan dan pengayakan (Lempang dkk., 2012). Semakin sedikit kadar air yang terkandung, maka arang aktif tersebut semakin baik dikarenakan pori-pori karbonnya semakin sedikit yang terisi oleh air sehingga luas permukaan arang aktifnya menjadi semakin besar. Kadar air arang aktif yang rendah menunjukkan keberhasilan agen aktivator kimia dalam mengikat molekul air yang terkandung dalam bahan serta lepasnya kandungan air bebas dan air terikat yang terdapat dalam bahan baku selama proses karbonasi (Herlina dan Esterlita, 2015).

(30)

Melalui uji kadar air ini dapat diketahui seberapa banyak air yang dapat teruapkan agar air yang terikat pada karbon aktif tidak menutup pori dari karbon aktif itu sendiri. Hilangnya molekul air yang ada pada karbon aktif menyebabkan pori-pori pada karbon aktif semakin besar. Semakin besar pori- pori maka luas permukaan karbon aktif semakin bertambah. Bertambahnya luas permukaan ini mengakibatkan semakin meningkatnya kemampuan adsorpsi dari karbon aktif.

Meningkatnya kemampuan adsorpsi dari karbon aktif maka semakin baik kualitas dari karbon aktif tersebut (Idrus dkk., 2013).

2.9.3 Uji Kadar Abu

Kadar abu adalah fraksi dalam biomasa yang tersusun dari bahan mineral yang tidak mudah terbakar. Abu yang terdapat dalam biomasa berbentuk senyawa anorganik tertentu seperti natrium, kalium, kalsium, silikon, fosfor, dan klorin yang terbentuk saat karbonisasi (Awasthi dan Bhaskar, 2019).

Analisa ini digunakan untuk mengetahui seberapa banyak abu yang dihasilkan pada saat proses karbonisasi. Kadar abu adalah abu berupa oksida- oksida logam yang terdiri dari mineral yang tidak dapat menguap pada proses pengabuan. Penetapan kadar abu bertujuan untuk menentukan kandungan oksida logam yang terdapat dalam arang aktif (Idrus dkk., 2013). Peningkatan kadar abu berpengaruh langsung ke tingkat aktivasi arang dan bahan baku yang akan dikarbonisasi. Semakin sedikit abu yang dihasilkan, maka semakin banyak energi yang tersimpan di dalam arang sehingga semakin baik kualitas arang aktif tersebut.

Sebaliknya, semakin banyak abu yang dihasilkan maka semakin sedikit energi

(31)

17

yang tersimpan atau bahkan hilang sama sekali. Menurut Pari dan Sailah (2001), kadar abu yang besar dapat mengurangi daya serap arang aktif baik terhadap larutan maupun gas, karena kandungan mineral yang terdapat dalam abu seperti kalium, kalsium, natrium dan magnesium akan menyebar dalam kisi-kisi arang aktif, sehingga mengakibatkan daya adsorpsi arang aktif berkurang.

Sumber: Pari dkk., (2008)

Gambar 2.3 Abu yang menutupi permukaan arang aktif, diamati dan diukur dengan mikroskop elektron

2.9.4 Uji Daya Serap Terhadap Iodin

Analisa ini digunakan untuk memberikan indikasi permukaan internal pada daerah arang yang dinyatakan dalam miligram (mg) iodium per gram arang.

Semakin banyak iodium yang terserap pada arang aktif, maka arang aktif tersebut memiliki luas permukaan yang besar. Dengan kata lain, arang aktif tersebut memiliki tingkat penyerapan yang baik terhadap zat warna (Aminoto, 2017).

(32)

Daya adsorpsi karbon aktif terhadap iod memiliki korelasi dengan luas permukaan dari karbon aktif. Semakin besar angka iod maka semakin besar kemampuannya dalam mengadsorpsi adsorbat atau zat terlarut. Salah satu metode yang digunakan dalam analisis daya adsorpsi karbon aktif terhadap larutan iod adalah dengan metode titrasi iodometri. Kereaktifan dari karbon aktif dapat dilihat dari kemampuannya mengadsorpsi substrat. Daya adsorpsi tersebut dapat ditunjukkan dengan besarnya angka iod yaitu angka yang menunjukkan seberapa besar adsorben dapat mengadsorpsi iod. Semakin besar nilai angka iod maka semakin besar pula daya adsorpsi dari adsorben. Penambahan larutan iod berfungsi sebagai adsorbat yang akan diserap oleh karbon aktif sebagai adsorbennya.

Terserapnya larutan iod ditunjukkan dengan adanya pengurangan konsentrasi larutan iod. Pengukuran konsentrasi iod sisa dapat dilakukan dengan menitrasi larutan iod dengan natrium triosulfat 0,1 N dan indikator yang digunakan yaitu amilum (Idrus dkk., 2013).

Meningkatnya daya serap arang aktif terhadap iod menunjukkan bahwa proses oksidasi dan reduksi antara senyawa hidro-karbon dengan asam fosfat melalui efek interkalasi yaitu terserapnya anion dari asam fosfat di antara pelat- pelat heksagonal dalam struktur karbon sehingga menyebabkan terdorongnya residu-residu hidrokarbon yang berada di antara pelat-pelat heksagonal dari kristalit yang dengan sendirinya akan meningkatkan pembentukan permukaan pori arang aktif (Hendra dan Darmawan, 2007).

Karbon aktif dengan kemampuan menyerap iodnya tinggi berarti memiliki luas permukaan yang lebih besar dan juga memiliki struktur mikro dan mesoporous

(33)

19

yang lebih besar. Rendahnya daya serap karbon aktif dapat disebabkan oleh kerusakan atau erosi dinding pori karbon dan juga menggambarkan sedikitnya struktur mikropori yang terbentuk dan kurang dalam (Lazulva dan Sari, 2013).

Menurut Siruru (2009), daya serap arang aktif dapat berfluktuasi. Hal ini terjadi karena reaksi oksidasi dan reduksi yang terlalu lama akan mengoksidasi dinding pori arang aktif lebih banyak sehingga menghasilkan diameter pori yang lebih besar, kemudian setelah itu dinding pori karbon mulai rusak atau erosi sehingga luas permukaan pori menurun kembali dan diikuti dengan menurunnya daya absorpsi.

(34)

BAB III

METODE PENELITIAN

3 S

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2019 sampai Desember 2019. Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Samarinda. Sampel bahan baku, yaitu pelepah kelapa diambil di Kecamatan Samarinda Seberang. Proses analisa untuk mengetahui pengaruh waktu kontak pada pembuatan arang aktif dilakukan di Laboratorium Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Samarinda.

3.2 Rancangan Penelitian 3.2.1 Variabel Berubah

Waktu kontak (Jam) : 12, 15, 18, 21, dan 24 3.2.2 Variabel Tetap

1. Temperatur karbonisasi : 350 oC 2. Waktu karbonisasi : 1,5 Jam

3. Aktivator : H3PO4

4. Konsentrasi aktivator : 30%

5. Perbandingan aktivator : 1:5 (b/v) 6. Temperatur pengeringan : 150 oC 7. Waktu pengeringan : 2 Jam

8. Ukuran arang aktif : -80 +120 mesh

(35)

21

3.2.3 Variabel Respon

1. Volatile matter (Gravimetri, ASTM D-3175) 2. Kadar Air (Gravimetri, ASTM D-3173) 3. Kadar Abu (Gravimetri, ASTM D-3174)

4. Daya serap terhadap I2 (Titrasi Iodometri, SNI 06 – 3730 – 1995).

3.3 Alat dan Bahan 3.3.1 Alat

1. Furnace

2. Alat pembakaran (Rotary drum) 3. Desikator

4. Gelas Kimia 100 mL dan 250 mL 5. Oven

6. Neraca Analitik

7. Labu Ukur 100 mL dan 250 mL 8. Cawan Porselin

9. Petridish 10.Gegep 11.Spatula

12.Erlenmeyer 250 mL 13.Statif dan Klem 14.Bulp

(36)

15.Corong 16.Buret 50 mL 17.Pipet Tetes 18.Screening

19.Kertas Saring Whatman No.42 20.Pipet ukur 5 mL, 10 mL, dan 50 mL 21.Pipet volume 5 mL, 25 mL, dan 50 mL 22.Hot plate dan magnetic stirrer

23.Botol aquadest 24.Kurs Porselin

3.3.2 Bahan

1. Pelepah kelapa

2. Asam Fospat H3PO4 30%

3. Aquadest

4. Larutan Iod 0.1N

5. Larutan Natrium Thiosulfat 0.1N 6. Indikator Kanji

(37)

23

3.4 Prosedur Penelitian 3.4.1 Diagram Alir

Gambar 3.1. Diagram alir penelitian

Perendaman dalam larutan aktivator H3PO4 30% selama 12, 15, 18, 21, dan 24 Jam Pengecilan ukuran, Pencucian dan pengeringan

Pelepah Kelapa

Karbonisasi pada temperature 350 oC selama 1,5 jam

Pengecilan ukuran menjadi -80 +120 mesh

Pencucian dengan aquadest sampai pH netral

Penyaringan menggunakan kertas saring

Pengeringan didalam oven dengan temperatur 110 oC selama 3 jam

Arang aktif

Analisa produk yaitu Kadar abu, Kadar air, Daya serap iod dan Volatile Matter

(38)

3.4.2 Prosedur Penelitian A. Preparasi Pelepah Kelapa

1. Bahan baku dipotong-potong sepanjang 5 cm.

2. Kemudian mengecilkan ukuran bahan baku menggunakan crusher.

3. Kemudian dipanaskan di dalam oven pada temperatur 100 oC selama 1 jam hingga bahan baku kering atau hilang kadar airnya.

B. Pembuatan Arang Aktif dari Pelepah Kelapa 1. Proses Karbonisasi

a. Menimbang bahan baku sebanyak 1 kg.

b. Membakar Bahan baku di dalam rotary drum selama 1,5 jam.

c. Arang yang dihasilkan tersebut digiling di kurs porselin.

d. Kemudian dilakukan pengayakan dengan ukuran -80 +120 mesh.

2. Proses Aktivasi Arang

a. Menimbang 10 gram arang dari arang yang sudah dibuat.

b. Merendam arang yang terbentuk pada larutan H3PO4 30% dengan perbandingan 1:5 selama 12 jam.

c. Menyaring arang hasil rendaman.

d. Mencuci arang hasil rendaman dengan aquadest sampai pH netral (7).

e. Mengeringkan arang hasil rendaman ke dalam oven pada temperatur 110

°C selama 3 jam.

(39)

25

f. Mengulangi langkah a sampai e dengan waktu perendaman 15, 18, 21, 24 jam.

3. Analisa Kadar Air (ASTM D – 3173)

a. Menaikkan temperatur oven hingga 105-110°C.

b. Menimbang petridish kosong + tutupnya, mencatat data.

c. Menimbang sampel 1 gram kedalam cawan petridish, meletakkan di atas tray.

d. Memasukkan tray beserta sampel tersebut kedalam oven, dan meletakkan tutup petridish di luar.

e. Memanaskan selama 1 jam.

f. Mengeluarkan tray beserta sampel dari oven, dan menutup kembali dengan penutup cawan petridish yang sesuai.

g. Mendinginkan cawan beserta sampel di dalam desikator selama 5 menit.

h. Menimbang kembali cawan petridish beserta sampel yang telah didinginkan.

i. Mencatat data analisa pada lembar kerja proximate analysis.

j. Melakukan perhitungan dengan menggunakan persamaan (3.1):

% Moisture = m2-m3

m2-m1 x 100% ……….(3.1) Dimana : m1 = massa petridish kosong (gram)

m2 = massa petridish dan sampel sebelum pemanasan (gram)

m3 = massa petridish dan sampel setelah pemanasan (gram)

(40)

4. Analisa Kadar Abu (ASTM D – 3174)

a. Mencatat nomor sampel, nomor pekerjaan, dan nomor cawan pada lembar kerja proximate analysis.

b. Menimbang cawan kosong, mencatat data.

c. Menimbang sampel 1 gram ke dalam cawan, meratakannya lalu meletakkan di atas tray.

d. Memijarkan cawan yang telah berisi sampel di dalam furnace pada temperatur 450-500°C selama 1 jam, kemudian dilanjutkan pada temperatur 750°C selama 3 jam. Mengeluarkan cawan dari furnace dan mendinginkan di dalam desikator selama 5-10 menit.

e. Menimbang cawan yang berisi residu.

f. Membersihkan residu di dalam cawan dengan menggunakan kuas kering.

g. Menimbang cawan kosong setelah pemanasan.

h. Mencatat data analisa pada lembar kerja proximate analysis.

i. Melakukan perhitungan dengan menggunakan persamaan (3.2):

% Ash Content = m3-m4

m2-m1 x 100% ………. (3.2) Dimana : m1 = massa cawan sebelum pemanasan (gram)

m2 = massa cawan dan sampel sebelum pemanasan (gram) m3 = massa cawan dan sampel setelah pemanasan (gram) m4 = massa cawan setelah pemanasan (gram)

(41)

27

5. Prosedur Analisa Volatile matter (ASTM D - 3175) a. Menaikkan temperatur furnace VM hingga 950°C.

b. Mencatat nomor sampel, nomor pekerjaan dan nomor cawan pada lembar kerja proximate analysis.

c. Menimbang cawan kosong beserta tutup kemudian mencatatnya pada lembar kerja proximate analysis.

d. Menimbang secara merata sampel 1 gram kedalam cawan, lalu menutupnya kembali dan mencatat hasil timbangan.

e. Memasukkan cawan yang telah berisi sampel ke dalam furnace beserta tutupnya dan memijarkannya selama 7 menit.

f. Mengeluarkan cawan dari furnace dan mendinginkannya pada desikator selama 7 menit.

g. Menimbang cawan yang berisi residu yang telah didinginkan tersebut beserta tutupnya dan mencatatnya pada lembar kerja proximate analysis.

h. Melakukan perhitungan dengan menggunakan persamaan:

%Volatile matter = (mm2-m3

2-m1×100%) − % kadar air …………. (3.3) Dimana : m1 = massa cawan kosong (gram)

m2 = massa cawan dan sampel sebelum pemanasan (gram) m3 = massa cawan dan sampel setelah pemanasan (gram)

(42)

6. Prosedur Analisa Daya Serap Arang Aktif terhadap Iodin (SNI No.06- 3730-1995).

a. Menimbang arang aktif sebanyak 0,5 gram dan mencampurkan arang aktif yang telah ditimbang dengan 50 mL larutan iodin 0,1 N.

b. Mengaduk larutan yang telah diberi arang aktif dengan magnetic stirrer selama 15 menit.

c. Menyaring larutan menggunakan kertas saring Whatman No. 42.

d. Memipet 10 mL larutan sampel dan menitrasi dengan larutan Natrium Thiosulfat 0,1 N hingga larutan mulai terlihat keruh.

e. Menambahkan larutan kanji 1 % kedalam larutan sampel sebagai indikator hingga larutan sampel berwarna biru tua.

f. Menitrasi kembali larutan sampel hingga berubah warna menjadi bening.

g. Menghitung daya serap arang aktif terhadap iodin menggunakan persamaan berikut:

Daya serap iodin =

(10−𝑉 × 𝑁𝑇𝑖𝑜

𝑁𝐼𝑜𝑑 )× 126,9 𝑥 𝑁𝐼𝑜𝑑 × 𝑓𝑝

𝑊 …..(3.4)

Dimana : v = Volume titrasi Natrium Thiosulfat (ml) NTio = Konsentrasi larutan Natrium Thiosulfat (N) NIod = Konsentrasi larutan iodin (N)

W = massa arang aktif (gram)

(43)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4 R

4.1 Data Hasil Penelitian

Tabel 4.1 Hasil perhitungan analisa arang aktif

Perlakuan Waktu

Kontak (Jam)

Daya Serap Iod (mg/g)

Kadar Abu (%)

Kadar Air (%)

VM (%)

Tanpa aktivator 0 361.0152 12.6723 4.5269 29.8587

Aktivator H3PO4

12 546.4413 6.1612 2.7410 16.1294 15 653.4043 5.6054 2.3639 15.1267 18 759.3332 5.0124 0.7899 14.8793 21 719.4450 5.0931 0.8576 15.0092 24 701.3493 5.4518 0.9682 15.0745 SNI 06-3370-1995 Min. 750 Maks. 10 Maks. 15 Maks. 25

4.2 Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu kontak aktivator H3PO4 pada proses pembuatan arang aktif dari pelepah kelapa dengan standar kualitas mengacu pada SNI 06-3730-1995.

Proses pembuatan arang aktif dilakukan dengan menggunakan drum pembakaran pada temperatur 350 oC. Kemudian diaktivasi menggunakan H3PO4

konsentrasi 30% selama 12, 15, 18, 21 dan 24 jam dengan perbandingan massa arang aktif 1:5 terhadap massa aktivator. Setelah diaktivasi, arang aktif kemudian dianalisa untuk mengetahui apakah arang aktif yang dihasilkan sudah memenuhi SNI 06-3730-1995.

(44)

4.2.1 Pengaruh waktu kontak aktivator H3PO4 terhadap kadar air

Salah satu sifat dari arang aktif yang mempengaruhi kualitas arang aktif adalah kadar air. Melalui uji kadar air ini dapat diketahui seberapa banyak air yang dapat teruapkan agar air yang terikat pada arang aktif tidak menutup pori dari arang aktif itu sendiri. Hilangnya molekul air yang ada pada arang aktif menyebabkan pori-pori pada arang aktif semakin besar. Semakin besar pori- pori maka luas permukaan arang aktif semakin bertambah. Bertambahnya luas permukaan ini mengakibatkan semakin meningkatnya kemampuan adsorpsi dari arang aktif.

Meningkatnya kemampuan adsorpsi dari arang aktif maka semakin baik kualitas dari arang aktif tersebut (Idrus dkk., 2013). Berikut ditampilkan hasil analisa kadar air arang aktif yang dihasilkan pada gambar 4.1:

Gambar 4.1 Grafik hubungan antara waktu kontak (jam) terhadap kadar air (%)

Kadar air arang aktif yang dikehendaki harus bernilai kecil karena akan mempengaruhi daya serap arang aktif (Lempang dkk., 2012). Dari gambar 4.1 dapat dilihat bahwa perlakuan waktu kontak aktivator H3PO4 berpengaruh nyata

0 3 6 9 12 15

9 12 15 18 21 24

Kadar Air (%)

Waktu Kontak (Jam)

H3PO4 SNI

(45)

31

pada nilai kadar air arang aktif pelepah kelapa yang dihasilkan. Nilai kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan waktu kontak 12 jam dengan nilai sebesar 2,74%. Sedangkan kadar ari terendah diperoleh pada perlakuan waktu kontak 18 jam dengan nilai sebesar 0,79%. Sehingga semua nilai kadar air sudah memenuhi SNI 06-3730-1995 karena memiliki nilai kurang dari 15%. Pada gambar 4.1 dapat dilihat bahwa nilai kadar air yang dihasilkan cenderung menurun. Hal ini dikarenakan oleh sifat dehydrating agent yang dimiliki oleh aktivator. Kadar air arang aktif yang rendah menunjukkan keberhasilan agen aktivator kimia dalam mengikat molekul air yang terkandung dalam arang serta lepasnya kandungan air bebas yang terdapat dalam bahan baku selama proses karbonasi (Herlina dan Esterlita, 2015).

4.2.2 Pengaruh waktu kontak aktivator H3PO4 terhadap volatile matter

Volatile matter dinyatakan sebagai massa arang yang hilang dikurangi kadar air yang ditentukan pada 105°C. Karena itu, volatile matter tidak mewakili senyawa khusus apa pun. Sebagian besar terdiri dari hidrokarbon yang mudah menguap (rantai pendek) dan gas, seperti CO dan CO2, yang terbentuk selama dekomposisi bahan baku pada suhu tinggi (karbonisasi) (Volborth, 1979). Pada penelitian ini, nilai volatile matter yang dihasilkan sudah memenuhi SNI 06-3730- 1995 karena memiliki nilai kurang dari 25% (Tabel 4.1). Berikut hasil analisa volatile matter pada gambar 4.2:

(46)

Gambar 4.2 Grafik hubungan antara waktu kontak (jam) terhadap volatile matter (%)

Dari gambar 4.2 dapat dilihat bahwa perlakuan waktu kontak aktivator H3PO4 tidak berpengaruh nyata terhadap volatile matter dalam arang aktif pelepah kelapa. Nilai volatile matter tertinggi diperoleh pada perlakuan waktu kontak 12 jam yaitu sebesar 16,13% dan nilai terendah diperoleh pada waktu kontak 18 jam yaitu sebesar 14,89%. Tinggi rendahnya nilai volatile matter yang dihasilkan menunjukkan bahwa permukaan arang aktif masih ditutupi oleh senyawa yang mudah menguap sehingga mempengaruhi kemampuan daya serapnya (Pari dkk., 2006).

4.2.3 Pengaruh waktu kontak aktivator H3PO4 terhadap kadar abu

Kadar abu adalah fraksi dalam biomasa yang tersusun dari bahan mineral yang tidak mudah terbakar. Abu yang terdapat dalam biomasa berbentuk senyawa anorganik tertentu seperti natrium, kalium, kalsium, silikon, fosfor, dan klorin yang terbentuk saat karbonisasi (Awasthi dan Bhaskar, 2019). Berikut ditampilkan hasil analisa kadar abu pada gambar 4.3:

1 4 7 10 13 16 19 22 25

9 12 15 18 21 24

Volatile matter(%)

Waktu Kontak (Jam)

H3PO4 SNI

(47)

33

Gambar 4.3 Grafik hubungan antara waktu kontak (jam) terhadap kadar abu (%)

Kadar abu arang aktif sebelum aktivasi dihasilkan sebesar 12,67% dan setelah aktivasi dihasilkan nilai kadar abu berkisar dihasilkan sebesar 6,16; 5,60;

5,01; 5,09; dan 5,45% (Tabel 4.1) sehingga arang aktif yang dihasilkan setelah aktivasi sudah memenuhi SNI 06-3730-1995 karena memiliki nilai kurang dari 10% (Tabel 4.1). Nilai kadar abu terendah dihasilkan pada perlakuan waktu kontak 18 jam dengan nilai sebesar 5.01%. sedangkan kadar abu tertinggi dihasilkan pada perlakuan waktu kontak 12 jam dengan nilai sebesar 6.16%. Semakin rendah nilai kadar abu maka semakin besar pori-pori arang aktif yang terbuka sehingga daya serapnya akan semakin besar, begitu juga sebaliknya semakin tinggi nilai kadar abu maka semakin kecil pori-pori arang aktif yang terbuka. Pernyataan ini juga dikuatkan oleh (Pari dan Sailah, 2001) yang menyatakan bahwa kadar abu yang besar dapat mengurangi daya serap arang aktif baik terhadap larutan maupun gas, karena kandungan mineral yang terdapat dalam abu seperti kalium, kalsium,

0 2 4 6 8 10

9 12 15 18 21 24

Kadar Abu (%)

Waktu Kontak (Jam)

H3PO4 SNI

(48)

natrium dan magnesium akan menyebar dalam kisi-kisi arang aktif, sehingga mengakibatkan daya adsorpsi arang aktif berkurang.

4.2.4 Pengaruh waktu kontak aktivator H3PO4 terhadap daya serap iod Daya serap iod berhubungan dengan luas permukaan arang aktif. Semakin besar nilai daya serap iod maka semakin besar daya adsorpsi dari arang aktif. Salah satu metode yang digunakan dalam analisis daya adsorpsi arang aktif terhadap larutan iod adalah dengan metode titrasi iodometri. Kereaktifan dari arang aktif dapat dilihat dari besarnya nilai daya serap iod arang aktif itu sendiri. Semakin besar nilai daya serap iod maka semakin besar pula daya serap arang aktif yang dihasilkan (Idrus dkk., 2013). Berikut ditampilkan hasil analisa daya serap iod pada gambar 4.4:

Gambar 4.4 Grafik hubungan antara waktu kontak (jam) terhadap daya serap iod (mg/g)

Pada gambar 4.4 dapat dilihat nilai daya serap iod tertinggi dihasilkan pada perlakuan waktu kontak 18 jam dengan nilai rata-rata 759.3332 mg/g sehingga

0 150 300 450 600 750 900

9 12 15 18 21 24

Daya Serap Iod (mg/g)

Waktu Kontak (Jam)

H3PO4 SNI

(49)

35

sudah memenuhi SNI 06-3730-1995 (Tabel 4.1). Dan daya serap iod terendah dihasilkan pada perlakuan waktu kontak 12 jam dengan nilai rata-rata 546.4413 mg/g sehingga belum memenuhi SNI 06-3730-1995 (Tabel 4.1). Untuk nilai daya serap iod arang aktif yang belum diaktivasi dihasilkan sebesar 361.0152 mg/g (Tabel 4.1). Nilai daya serap iod arang aktif pelepah kelapa cenderung meningkat seiring semakin lama waktu kontak arang aktif terhadap aktivator H3PO4 30%. Hal ini disebabkan semakin lama waktu kontak maka semakin banyak pori- pori arang yang terbuka sehingga semakin banyak iodin yang dapat terjerap pada pori-pori arang aktif. sehingga dapat disimpulkan bahwa lama perendaman arang aktif pelepah kelapa menggunakan aktivator H3PO4 30% berpengaruh nyata terhadap daya serap iodin arang aktif tempurung kelapa yang dihasilkan. Meningkatnya daya serap arang aktif terhadap iod menunjukkan bahwa proses oksidasi dan reduksi antara senyawa hidro-karbon dengan asam fosfat melalui efek interkalasi yaitu terserapnya anion dari asam fosfat di antara pelat-pelat heksagonal dalam struktur karbon sehingga menyebabkan terdorongnya residu-residu hidrokarbon yang berada di antara pelat-pelat heksagonal dari kristalit yang dengan sendirinya akan meningkatkan pembentukan permukaan pori arang aktif (Hendra dan Darmawan, 2007). Nilai daya serap iod mulai menurun pada perlakuan waktu kontak 21 dan 24. Hal ini terjadi karena reaksi oksidasi dan reduksi yang terlalu lama akan mengoksidasi dinding pori arang aktif lebih banyak sehingga menghasilkan diameter pori yang lebih besar, kemudian setelah itu dinding pori arang mulai rusak atau erosi sehingga luas permukaan pori menurun kembali dan diikuti dengan menurunnya daya absorpsi (Siruru, 2009). Selain itu, penurun daya

(50)

serap iod juga disebabkan oleh meningkatnya nilai kadar abu pada perlakuan waktu kontak 21 dan 24 jam. Abu yang terdapat dalam arang aktif dapat menutup pori- pori arang aktif yang telah terbentuk, sehingga daya serap arang aktif akan menurun.

(51)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5 DD

5.1 Simpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa perlakuan waktu kontak aktivator H3PO4 cukup memberikan pengaruh yang nyata pada pembuatan arang aktif menggunakan pelepah kelapa. Kualitas arang aktif terbaik dihasilkan pada perlakuan waktu kontak 18 jam dengan daya serap iod sebesar 759.33 mg/g, kadar air 0.79%, kadar abu 5.01% dan volatile matter 23.34%.

5.2 Saran

Dari penelitian tersebut terdapat saran yang dapat dilakukan untuk penelitian di waktu yang akan datang, yaitu melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh waktu karbonisasi menggunakan drum pembakaran terhadap kualitas arang aktif, melakukan modifikasi kompor dan penutup (isolasi panas) pada alat drum pembakaran yang digunakan agar temperatur karbonisasi dapat lebih tinggi.

(52)

DAFTAR PUSTAKA

Aminoto, P. R. P. (2017). Pengaruh Konsentrasi Aktivator (NH4)2CO3 Pada Proses Pembuatan Arang Aktif Menggunakan Sabut Kelapa Sawit. Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda. Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda.

Anonim. (2019). Karbon aktif. Diakses 23 Januari 2020, dari https://id.wikipedia.org/wiki/Karbon_aktif

Astrini, N., Anah, L., dan Haryono, A. (2016). Pengaruh Metilen Bisakrilamid (MBA) pada Pembuatan Superabsorben Hidrogel Berbasis Selulosa terhadap Sifat Penyerapan Air. Jurnal Kimia dan Kemasan, 38(1), 15.

https://doi.org/10.24817/jkk.v38i1.1974

Awasthi, A., dan Bhaskar, T. (2019). Combustion of Lignocellulosic Biomass.

Diakses 23 Januari 2020, dari

https://www.sciencedirect.com/topics/engineering/ash-content

Badan Pusat Statistik. (2019). Statistical Yearbook of Indonesia (Subdirektorat Publikasi dan Kompilasi Statistik (ed.)). BPS-Statistics Indonesia.

https://doi.org/10.3389/fpsyg.2015.00002

Danarto, Y. C., Utomo, P. B., dan Sasmita, F. (2010). Pirolisis Limbah Serbuk Kayu dengan Katalisator Zeolit. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia

“Kejuangan,” 1–6.

Das, A. K., Biswas, S. K., dan Nazhad, M. (2013). Pulp quality of mid rib of coconut leaves. Lambert Academic Publishing. Lambert Academic Publishing.

(53)

39

Hadrawi, J. (2014). Kandungan Lignin, Selulosa, dan Hemiselulosa Limbah Baglog Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) sebagai Bahan Pakan Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.

https://doi.org/10.4324/9781315853178

Hendra, D., dan Darmawan, S. (2007). Sifat Arang Aktif Dari Tempurung Kemiri.

Forest Products Research Journal, 25(4), 291–302.

https://doi.org/10.20886/jphh.2007.25.4.291-302

Herlina, N., dan Esterlita, M. O. (2015). Pengaruh Penambahan Aktivator ZnCl2, KOH, dan H3PO4 dalam Pembuatan Karbon Aktif dari Pelepah Aren (Arenga Pinnata). Jurnal Teknik Kimia USU, 4(1), 47–52.

https://doi.org/10.32734/jtk.v4i1.1460

ICC. (2016). Coconut Statistical Year Book 2016. Diakses 17 September 2019, dari https://coconutcommunity.org/regular/coconut_statistical_yearbook

Idrus, R., Lapanporo, B. P., dan Putra, Y. S. (2013). Pengaruh Suhu Aktivasi Terhadap Kualitas Karbon Aktif Berbahan Dasar Tempurung Kelapa. Prisma Fisika, I(1), 50–55. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0023032

Lazulva, dan Sari, W. W. (2013). Uji Kualitas Karbon Aktif dari Kulit Ubi Kayu (Manihot Escuenta Crantz). Jurnal Photon, 3(2), 33–37.

Lempang, M., Syafii, W., dan Pari, G. (2012). Sifat Dan Mutu Arang Aktif Tempurung Kemiri. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 30(2), 100–113.

https://doi.org/10.20886/jphh.2012.30.2.100-113

Lestari, S. W. (2012). Holoselulosa. Diakses 20 Januari 2020, dari https://sardewforester.blogspot.com/2012/01/holoselulosa.html

(54)

Liou, T. H., dan Wu, S. J. (2009). Characteristics of microporous/mesoporous carbons prepared from rice husk under base- and acid-treated conditions.

Journal of Hazardous Materials, 171(1–3), 693–703.

https://doi.org/10.1016/j.jhazmat.2009.06.056

Mardiatmoko, G., dan Ariyanti, M. (2018). Produksi Tanaman Kelapa (Cocos Nucifera L.) (Nomor March). Badan Penerbit Fakultas Pertanian, Universitas Pattimura. Badan Penerbit Fakultas Pertanian, Universitas Pattimura.

Muthia, F. (1998). Pembuatan Arang Aktif dari Sabut Kelapa Sawit sebagai Bahan Penjernih Air. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Noer, A. A., Awitdrus, dan Malik, U. (2014). Pembuatan Karbon Aktif Dari Pelepah Kelapa Sawit Menggunakan Aktivator H2O Sebagai Adsorben. Jom Fmipa, 1(2), 42–47.

Pari, G. (1996). Pembuatan Arang Aktif dari Serbuk Gergajian Sengon (Paraserianthes Falcataria) dengan Cara Kimia. Buletin Penelitan Hasil Hutan, 14(8), 308–320.

Pari, G., Hendra, D., dan Pasaribu, R. (2006). Pengaruh Lama Waktu Aktivasi Dan Konsentrasi Asam Fosfat Terhadap Mutu Arang Aktif Kulit Kayu Acacia Mangium. Forest Products Research Journal, 24(1), 33–45.

https://doi.org/10.20886/jphh.2006.24.1.33-45

Pari, G., Pasaribu, R. A., dan Hendra, D. (2008). Increasing the Qualities of Activated Charcoal from Mangium Bark. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 26(9), 214–227.

Pari, G., dan Sailah, H. (2001). Pembuatan Arang Aktif dari Sabut Kelapa Sawit dengan Bahan Pengaktif NH4HCO3 Dan (NH4)2CO3 Dosis Rendah. 19(4), 231–244.

(55)

41

Ramdja, A. F., Halim, M., dan Handi, J. (2008). Pembuatan karbon aktif dari pelepah kelapa (Cocus nucifera). Teknik Kimia, Universitas Sriwijaya, 15(0258), 1–8.

Setiawan, K., Hartono, S., dan Suryantini, A. (2014). Analisis Daya Saing Komoditas Kelapa Di Kabupaten Kupang. Agritech, 34(1), 88–93.

Siahaan, S., Hutapea, M., dan Hasibuan, R. (2013). Penentuan Kondisi Optimum Suhu Dan Waktu Karbonisasi. Jurnal Teknik Kimia USU, 2(1), 26–30.

Siruru, H. (2009). Pengaruh Lama Dan Suhu Aktivasi Terhadap Daya Serap Biru Metilen Arang Aktif. Makila, VI, 131–138.

Sudradjat, R., dan Pari, G. (2011). Arang aktif : teknologi pengolahan dan masa depannya (pertama, hal. 29–57). Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Diakses dari http://library.forda-mof.org/libforda/koleksi-143- arang-aktif-teknologi-pengolahan-dan-masa-depannya.html

Suprianofa, C. (2016). Pembuatan Karbon Aktif dari Kulit Durian Sebagai Adsorben Zat Warna dari Limbah Cair Tenun Songket dengan Aktivator KOH. Diakses 10 Januari 2020, dari http://eprints.polsri.ac.id/4107/

Volborth, A. (1979). Problems of Oxygen Stoichiometry in Analyses of Coal and Related Materials. Diakses 23 Januari 2020, dari https://www.sciencedirect.com/topics/engineering/volatile-matter

Widyanto, I. (2014). Kriteria Panen dan Pasca Panen Tanaman Kelapa. Diakses 20 Januari 2020, dari https://indrawidiy.blogspot.com/2014/02/kriteria- panen-dan-pasca-panen-tanaman.html

Yuliyanti. (2016). Pembuatan arang aktif dari sekam padi dengan menggunakan aktivator asam phospat. 25.

(56)

LAMPIRAN

(57)

Lampiran I

A. PERHITUNGAN

1. Kadar Air

Kadar air (%) = 𝑚2−𝑚3

𝑚2−𝑚1 x 100%

Diketahui : Bahan baku : m1 = 43.2190 gr m2 = 44.2241 gr m3 = 44.1786 gr Kadar air (%) = (44.2241−44.1786)gr

(44.2241−43.2190)gr x 100% = 4.53%

Tabel 1 Analisa kadar air pada arang aktif No. Waktu

Kontak (Jam)

m1 (g) m2 (g) m3 (g) Kadar Air (%) 1 0 43.2190 44.2241 44.1786 4.53 2 12 43.0745 44.0778 44.0503 2.74 3 15 57.0724 58.0750 58.0513 2.36 4 18 34.7337 35.7338 35.7259 0.79 5 21 54.1033 55.1061 55.0975 0.86 6 24 46.4374 47.4393 47.4296 0.97

2. Volatile matter

Volatile matter (%) = ( ({𝑚{𝑚2−𝑚3}

2−𝑚1}) x 100% ) – Kadar air Diketahui : Bahan baku : m1 = 14.6808 gr

m2 = 15.6850 gr m3 = 15.3397 gr Kadar air= 3,28%

Volatile matter (%) =( (15.6850 − 15.3397 )gr

(15.6850 − 14.6808 )gr x 100%) – 4.53% = 29.86%

Gambar

Gambar 2.1 Tanaman Kelapa
Gambar 2.2 Limbah pelepah kelapa
Tabel 2.1. Standar kualitas arang aktif menurut SNI 06-3730-1995
Gambar 2.3 Abu yang menutupi permukaan arang aktif, diamati dan  diukur dengan mikroskop elektron
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui pemodelan kinetika adsorpsi yang sesuai untuk arang aktif dari cangkang kelapa sawit dengan aktivator H 3 PO 4 terhadap daya serap logam berat5. Cd

Dari gambar 2 dapat diketahui pengaruh waktu kontak terhadap daya adsorpsi arang aktif tempurung aren.Secara garis besar dapat dilihat bahwa pengaruh waktu kontak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi aktivator optimum asam sulfat pada arang aktif kulit kelapa muda untuk mendapatkan kapasitas maksimum dalam penurunan angka

Hasil analisis menunjukkan adanya korelasi positif terhadap kadar abu arang aktif dengan aktivator NaOH, yakni dengan meningkatnya konsentrasi aktivator kimia maka semakin

Grafik 2 dan Grafik 3 tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap Grafik 1 yaitu pada waktu kontak 30 menit dan 45 menit dari konsentrasi arang aktif 5%

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah mengoptimasi waktu kontak arang aktif kulit kakao terhadap adsorpsi larutan timbal (Pb), megoptimasi massa arang aktif

Padahal arang tempurung kelapa ini masih dapat diolah lagi menjadi produk yang mempunyai nilai ekonomis tinggi yaitu sebagai karbon aktif atau arang aktif [3].. Pembuatan karbon

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan proses optimasi pembuatan karbon aktif dari ampas bubuk kopi yang diaktivasi secara kimia menggunakan aktivator ZnCl 2 dengan