• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN AKTUALISASI DIRI PESERTA DIDIK MENGGUNAKAN LAYANAN PENGUASAAN KONTEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "PENGEMBANGAN AKTUALISASI DIRI PESERTA DIDIK MENGGUNAKAN LAYANAN PENGUASAAN KONTEN"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN AKTUALISASI DIRI PESERTA DIDIK MENGGUNAKAN LAYANAN PENGUASAAN KONTEN

DEVELOPING STUDENT SELF-ACTUALIZATION USING THE CONTENT MASTERING SERVICE

Oleh:

Chindy Tri Mawan SMAN 10 Konawe Selatan Email: chindytrimawan@yahoo.com Kata Kunci:

Aktualisasi diri, Layanan

penguasaan konten

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh layanan penguasaan konten terhadap pengembangan aktualisasi diri peserta didik di SMA Negeri 10 Konawe Selatan. Penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan pendekatan pre-eksperimen desain one group pre-test dan post-test.

Subjek penelitian sebanyak 10 siswa yang memiliki tingkat aktualisasi diri rendah. Data dikumpulkan dengan menggunakan skala aktualisasi diri siswa.

Metode analisis data menggunakan analisis deskriptif persentase dan analisis statistic inferensial. Hasil analisis deskriptif persentase menunjukkan bahwa skor aktualisasi diri siswa sebelum diberikan layanan penguasaan konten berada pada kategori rendah (56.87%). Skor aktualisasi diri siswa setelah diberikan perlakuan berada pada kategori tinggi (80.23%) atau mencapai peningkatan sebesar 23.36%. Berdasarkan hasil analisis statistik inferensial dengan menggunakan uji Wilcoxon pada taraf signifikan α = 0,05 diperoleh skor sebesar 0,005 < α (0,05) maka dapat disimpulkan bahwa layanan penguasaan konten dapat mengembangkan aktualisasi diri peserta didik.

Keywords:

Self-actualization, Content mastery services

ABSTRACT

This study aims to determine the effect of content mastery services on the development of self-actualization of students at SMA Negeri 10 Konawe Selatan. This research is experimental with a pre-experimental with one group pre-test and post-test design. Data were collected using a student self- actualization scale. The data analysis method used descriptive percentage analysis and inferential statistical analysis. The results of the percentage descriptive analysis showed that the students' self-actualization scores before being given content mastery services were in a low category (56.87%). The students' self-actualization scores after being given treatment were in the high category (80.23%) or an increase of 23.36%. Based on the results of inferential statistical analysis using the Wilcoxon test at a significant level of α = 0.05, a score of 0.005 < α (0.05) can be concluded that content mastery services can develop students' self-actualization

(2)

Pendahuluan

Setiap manusia memiliki potensi di dalam dirinya. Potensi tersebut merupakan suatu hal yang fundamental di setiap individu. Artinya tidak ada keharusan setiap orang untuk memiliki potensi atau kemampuan yang sama persis. Sehubungan dengan itu, semua manusia dilahirkan dengan kebutuhan instingtif yang mendorong untuk bertumbuh dan berkembang untuk mengaktualisasikan diri dan mengembangkan potensi yang ada sejauh mungkin. Kemampuan dasar yang dimiliki seseorang harus diasah sehingga akan bernilai guna bagi setiap orang. Biasanya potensi seseorang sudah mulai terlihat sejak kecil hingga memasuki usia sekolah. Di sekolah, potensi setiap anak dalam hal ini adalah peserta didik akan lebih mudah dikembangkan dengan bantuan dan dorongan dari guru dan stakeholder di sekolah itu.

Potensi-potensi yang dimiliki setiap peserta didik tidak akan berarti tanpa kemampuan atau usaha untuk mengaktualisasikan dirinya. Perubahan pada diri peserta didik dapat dimaksimalkan dengan baik jika mereka sudah memahami potensi yang ada dalam diri, kemudian dapat mengarahkan kepada tindakan yang tepat dan teruji. Jika peserta didik tidak mampu mengaktualisasikan diri melalui potensinya, dia akan mengalami kesulitan dalam menemukan identitas (jati dirinya) sendiri yang akan menyebabkan peserta didik itu tidak mampu berkembang secara optimal.

Aktualisasi diri berarti mewujudkan segenap potensi dan kemampuan diri secara nyata. Alwisol (2019: 219) mengemukakan bahwa aktualisasi adalah keinginan seseorang untuk memperoleh kepuasan dengan dirinya sendiri (self fullfilment), untuk menyadari potensi dirinya, untuk menjadi apa saja yang dia dapat lakukan, dan untuk menjadi kreatif serta bebas mencapai puncak prestasi potensinya. Dengan kata lain aktualisasi diri adalah keinginan untuk mengembangkan potensi yang ada pada diri sendiri secara menyeluruh, meningkatkan kemampuan diri, dan menjadi orang yang lebih baik.

Maslow (1970) membagi kebutuhan dasar manusia menjadi lima yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan kasih sayang, kebutuhan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri sebagai puncak dari hierarki kebutuhan manusia. Melihat kondisi sekolah yang telah menyediakan fasilitas berupa cctv, pagar, dan juga satpam serta fasilitas lainnya dengan tujuan untuk menunjang rasa aman dan nyaman siswa di sekolah, kemudian juga rasa kasih sayang dari guru-guru di sekolah serta interaksi sosial terjalin dengan baik antara siswa. Hal tersebut menandakan bahwa kebutuhan dasar lainnya telah terpenuhi dengan baik, namun ternyata tidak mendorong siswa untuk mengaktualisasikan dirinya dengan baik di sekolah.

Maslow (Kurniawan dan Imam, 2018) mengemukakan aspek aspek aktualisasi diri meliputi: 1) kreativitas, merupakan kemampuan untuk mengeksplorasi hal-hal baru dan mendorong suatu ide tanpa ada rasa takut; 2) moralitas, yaitu mampu melihat kelebihan diri sendiri dan orang lain; 3) penerimaan diri, merupakan kemampuan memahami diri sendiri dan orang lain; 4) spontanitas, yaitu kemampuan memberikan respon secara jujur dan lebih terbuka; 5) pemecahan masalah, merupakan kemampuan menganalisis masalah dan mengambil keputusan sebagai bentuk pemecahan masalah.

Berdasarkan aspek-aspek tersebut siswa yang tidak memiliki ciri-ciri yang telah disebutkan, dapat dikatakan bahwa siswa tersebut memiliki tingkat aktualisasi diri yang rendah.

Seorang peserta didik dapat dikatakan memiliki aktualisasi diri yang tinggi apabila mereka memiliki kemampuan untuk mengeksplorasi hal-hal baru dan mendorong suatu ide tanpa ada rasa takut, mampu melihat melihat kelebihan diri sendiri dan orang lain, mampu memberikan respon secara jujur dan lebih terbuka, mampu menganalisis masalah dan mengambil keputusan sebagai bentuk pemecahan masalah. Tetapi faktanya di sekolah tidak demikian, masih banyak peserta didik yang belum mampu mengaktualisasikan dirinya. Adapula peserta didik yang masih dalam tahap belajar, belum begitu menunjukkan potensinya, mereka masih menyesuaikan diri dengan sekolah.

Misalnya, pada saat pelajaran berlangsung mereka hanya pasif mengikuti pelajaran, tidak berpendapat, dan kemampuan bertanya sangat kurang. Selain itu dalam mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di sekolah sebagai wadah untuk menyalurkan bakat dan minat juga kurang, hanya sedikit dari mereka yang mengikutinya. Dalam bersosialisasi juga ada peserta didik yang masih kurang menjalin pertemanan dengan teman sebaya, karena belum bisa menempatkan dirinya di

(3)

karena siswa memiliki aktualisasi diri yang rendah.

Berdasarkan wawancara dengan guru BK di SMA Negeri 10 Konawe Selatan, diketahui bahwa terdapat peserta didik yang memiliki aktualisasi diri rendah. Contohnya seperti takut menyuarakan pendapat, pasif dalam proses belajar mengajar, kurang mampu menyesuaikan diri, takut menyalurkan dan mengembangkan bakat yang ia miliki. Terdapat juga beberapa peserta didik lain ada yang belum menemukan jati dirinya, misalnya peserta didik bersikap acuh tak acuh terhadap kegiatan yang berhubungan dengan pengaktualisasian dirinya. Dalam kegiatan ekstrakurikuler misalnya, beberapa peserta didik mengikuti kegiatan ekstrakurikuler hanya karena ajakan teman, bahkan ada yang tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler apapun yang disediakan di sekolah. Padahal kegiatan-kegiatan tersebut sangat membantu peserta didik untuk mengeksplorasi potensi yang ada di dalam dirinya sehingga dapat diwujudkan secara aktual.

Maslow (Juntika, 2015) menyatakan bahwa proses menuju aktualisasi diri tersebut peserta didik memerlukan bantuan dari orang lain, antara lain guru, orang tua, dan teman sebayanya. Untuk membantu peserta didik dalam mengaktualisasikan dirinya, maka layanan penguasaan konten dianggap tepat untuk memberikan topik berkaitan dengan aktualisasi diri. Prayitno (Tohirin, 2015), mengemukakan bahwa layanan penguasaan konten merupakan suatu layanan bantuan yang diberikan kepada individu (peserta didik) baik sendiri maupun dalam kelompok untuk menguasai suatu kompetensi melalui kegiatan belajar. Artinya dengan pemberian layanan ini, peserta didik akan diberikan konten-konten tertentu untuk dikuasai agar mereka dapat lebih percaya diri untuk mengaktualisasikan dirinya. Dengan demikian, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari layanan peguasaan konten terhadap pengembangan aktualisasi diri peserta didik SMA Negeri 10 Konawe Selatan.

Pengertian aktualisasi diri

Goldstein (Alwisol, 2019) mengemukakan bahwa aktualisasi merupakan satu-satunya motif yang mendorong tingkah laku pada individu (organisme). Selanjutnya, Rogers (Alwisol, 2019) menyatakan bahwa aktualisasi diri adalah proses menjadi diri sendiri dan mengembangkan sifat-sifat serta potensi- potensi psikologisnya yang unik. Untuk mencapai proses aktualisasi diri perlu memiliki kemauan untuk merubah diri dari waktu ke waktu secara bertanggung jawab dan memiliki motivasi yang jelas.

Selanjutnya, Maslow (1970) menjelaskan bahwa aktualisasi diri adalah kebutuhan individu untuk mewujudkan dirinya sebagai apa yang ada dalam kemampuannya atau kebutuhan individu untuk menjadi apa saja menurut potensi yang dimilikinya. Dari definisi aktualisasi diri di atas, peneliti menjabarkan bahwa aktualisasi diri merupakan nilai-nilai peningkatan kualitas hidup berkaitan dengan kemampuan seorang individu untuk memahami kemampuan diri sendiri, yang menunjukkan bahwa diri sendiri mampu memberikan penilaian diri, penilaian positif kepada kemampuan diri sendiri, atau ketepatan seseorang di dalam menempatkan dirinya sesuai dengan kemampuan yang ada di dalam dirinya sendiri.

Karakteristik aktualisasi diri

Maslow (1970) menyebutkan karakteristik atau ciri-ciri orang-orang yang telah mengaktualisasikan dirinya dengan baik, antara lain:

1. Mampu melihat realitas secara efisien. Salah satu kapasitas yang dimiliki oleh orang yang telah mengaktualisasikan diri adalah kemampuannya melihat realitas secara apa adanya, cermat dan tepat, dengan tanpa tendensi apapun.

2. Penerimaan diri sendiri, orang lain, dan kodrat. Ciri lain dari orang yang mengaktualisasikan diri, sifatnya yang menerima apa yang ada pada dirinya dan juga orang lain apa adanya.

3. Spontanitas, kesederhanaan, dan kewajaran. Orang yang mengaktualisasikan diri, ditandai dengan segala tindakan, perilaku, gagasannya yang dilakukan secara spontan, wajar, serta tidak dibuat-buat.

4. Terpusat pada persoalan. Pada umumnya orang yang mengaktualisasikan diri disibukkan oleh persoalan di luar dirinya. Segala perilaku, pemikiran dan gagasan terfokus pada persoalan- persoalan yang ia anggap penting dan seharusnya ia lakukan.

(4)

5. Memisahkan diri: kebutuhan akan kesendirian. Pada umumnya yang mengaktualisasikan diri cenderung memisahkan diri, menyukai kesendirian dan kesunyian di luar rata-rata orang lain.

6. Otonom; kemandirian terhadap budaya dan lingkungan. Orang yang mengaktualisasikan diri, tidak menggantungkan dirinya pada lingkungannya, namun menyandarkan seluruh motivasi atau pemenuhan kepuasannya pada diri sedniri. Ia dapat melakukan apa saja di mana saja tanpa dipengaruhi oleh keadaan lingkungannya.

7. Kesegaran dan apresiasi yang berkelanjutan. Ciri lain dari orang yang mengaktualisasikan diri adalah sifatnya yang apresiasif terhadap segala apa yang dihadapi atau ditemukan, meskipun sesuatu tersebut sudah merupakan hal biasa.

9. Pengalaman puncak. Umumnya orang yang self-actualizied (sudah mengalami aktualisasi diri), memiliki atau mengalami pengalaman puncak (peak-experience) atau pengalaman mistik.

Pengalaman pucak merupakan puncak kesadaran seseorang dalam mana ia merasa menyatu dengan alam.

10. Kesadaran sosial. Kesadaran sosial ini oleh Alfred Adler diistilahkan dengan gemeinschaftgefuhl (rasa bermasyarakat). Istilah yang paling dapat mewakili perasaan orang yang mengaktualisasikan diri.

11. Hubungan interpersonal. Kecenderungan untuk melakukan hubungan yang erat dengan orang lain, adalah ciri lain orang yang mengaktualisasikan diri.

12. Struktur watak demokratis. Sifat yang demokratis ditunjukannya dengan penerimaannya terhadap semua golongan, partai, ras, agama, dan juga status sosial.

13. Membedakan antara cara dan tujuan. Seorang individu yang mengaktualisasikan diri dapat membedakan secara tegas antara kebaikan dan keburukan, antara kebenaran dan kesalahan dengan tanpa keraguan atau kebimbangan.

14. Rasa humor yang filosofis dan tidak menimbulkan permusuhan. Rasa humor yang mengaktualisasikan diri tidak seperti kebanyakan orang, bahkan ia sering tidak menganggapnya lucu.

15. Kreativitas. Kreativitas merupakan ciri umum dari orang yang mengaktualisasikan diri. Setiap orang yang mengaktualisasikan diri menunjukkan sikap kreatif yang polos, sebagaimana yang terjadi pada anak kecil.

16. Daya tahan terhadap pengaruh kebudayaan. Karakter dasar yang dimiliki oleh orang yang mengaktualisasikan diri adalah independensinya yang luar biasa. Ia mampu bertahan pada pendirian dan keputusan-keputusannya dengan tanpa peduli terhadap lingkungannya.

Aspek-aspek aktualisasi diri

Maslow (Kurniawan & Imam, 2018) menyebutkan aspek-aspek proses perkembangan seseorang untuk mewujudkan aktualisasi dirinya, antara lain:

1. Kreativitas (creativity). Kreativitas merupakan sikap yang diharapkan ada pada orang yang beraktualisasi diri.

2. Moralitas (morality). Merupakan kemampuan manusia melihat hidup lebih jernih, melihat hidup apa adanya bukan menurutkan keinginan. Kemampuan melihat secara lebih efisien.

3. Penerimaan diri (self acceptance). Rogers (Kurniawan & Imam, 2018) memandang bahwa penerimaan diri sebagai suatu elemen dari proses terapeutik dan sebagai unsur kesejahteraan.

Rogers melihat penerimaan yang seutuhnya sebagai salah satu unsur utama dari kepuasan dan kebebasan dari emosi negatif.

4. Spontanitas (spontanity). Moreno (Kurniawan & Imam, 2018) menjelaskan spontanitas adalah tingkat variabel dari respons yang memadai terhadap suatu situasi dari tingkat variabel perilaku yang baru.

5. Pemecahan masalah (problem solving). Orang yang mengaktualisasikan diri berorientasi pada masalah- masalah yang melampaui kebutuhan-kebutuhan. Mereka akan fokus terhadap penyelesaian masalah daripada terus mempertanyakan motif penyebab masalah tersebut.

Penyelesaian masalah ini dijadikan sebagai “misi” dalam kehidupan.

(5)

Dampak ketidakmampuan mengaktualisasikan diri

Maslow (Juntika, 2012: 161-162) mengemukakan bahwa seseorang akan memiliki kepribadian yang sehat, apabila dia telah mampu untuk mengaktualisasikan dirinya secara penuh (self-actualizing person). Maslow mengemukakan teori motivasi bagi self-actualizing person dengan nama metamotivations, metaneeds, B-motivaton, atau being values (kebutuhan untuk berkembang).

Sementara motivasi bagi orang yang tidak mampu mengaktualisasikan dirinya, dia namai D- motivation atau Deficiency.

Terkait dengan Metaneeds, Maslow selanjutnya mengatakan bahwa kegagalan dalam memuaskan akan berdampak kurang baik bagi individu, sebab dapat menggagalkan pemuasan kebutuhan lainnya, dan juga melahirkan metapatologi yang dapat merintangi perekembangannya.

Metapatologi merintangi self-actualizers untuk mengekspresikan, menggunakan, memenuhi potensinya, merasa tidak berdaya, dan depresi. Individu tidak mampu mengidentifikasi sumber penyebab khusus dari masalah yang dihadapinya dan usaha untuk mengatasinya.

Pengertian layanan penguasaan konten

Prayitno (Tohirin, 2015) mengutarakan bahwa layanan penguasaan konten merupakan suatu layanan bantuan kepada individu (peserta didik) baik sendiri maupun dalam kelompok untuk menguasai kemampuan atau kompetensi tertentu melalui kegiatan belajar. Sejalan dengan pendapat tersebut Fenti (Riski, 2020) mengemukakan bahwa layanan penguasaan konten adalah layanan yang membantu siswa dalam menguasai suatu konten untuk mengembangkan kompetensi dan kebiasaan-kebiasaan yang berguna dalam kehidupan di sekolah, keluarga, dan masyarakat.

Selanjutnya, Sukardi (Andini, 2015) menjelaskan layanan penguasaan konten yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik (klien/konseli) mengembangkan diri berkenaan dengan sikap dan kebiasaan belajar yang baik, materi yang cocok dengan kecepatan dan kesulitan belajarnya, serta berbagai aspek. Sukardi (Andini, 2015) menyatakan bahwa layanan pembelajaran dimaksudkan untuk memungkinkan peserta didik memahami dan mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik, keterampilan dan materi belajar yang cocok dengan kecepatan dan kesulitan belajarnya, serta tuntutan kemampuan yang berguna dalam kehidupan dan perkembangan dirinya.

Teknik Layanan Penguasaan Konten

Layanan penguasaan konten umumnya diselenggarakan secara langsung (bersifat direktif) dan tatap muka, dengan format klasikal, kelompok, atau individual. Penyelenggara layanan (konselor) secara aktif menyajikan bahan, memberikan contoh, merangsang (motivasi), mendorong, dan menggerakkan (para) peserta untuk berpartisipasi aktif mengikuti dan menjalani materi dan kegiatan layanan. Dalam hal ini konselor menegakkan dua nilai proses pembelajaran, Prayitno (Riski, 2020) yaitu :

1. High-touch, yaitu sentuhan-sentuhan tingkat tinggi yang mengenai aspek- aspek kepribadian dan kemanusiaan peserta layanan (terutama aspek-aspek afektif, semangat, sikap, nilai, dan moral) melalui implementasi oleh konselor:

a. Kewibawaan

b. Kasih sayang dan kelembutan c. Keteladanan

d. Pemberi penguatan

e. Tindakan tegas yang mendidik

2. High-tech, yaitu teknologi tingkat tinggi untuk menjamin kualitas penguasaan konten, melalui implementasi oleh konselor:

a. Materi pembelajaran b. Metode pembelajaran c. Alat bantu pembelajaran d. Lingkungan pembelajaran e. Penilaian hasil pembelajaran

(6)

Tohirin (2015) menyatakan bahwa pembimbing (konselor) pun harus menguasai konten dengan berbagai aspeknya yang menjadi isi layanan. Penguasaan konten oleh pembimbing (konselor) akan memengaruhi kewibawaannya di hadapan peserta layanan (peserta didik). Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti memahami bahwa dalam pelaksanaan layanan penguasaan konten hendaknya pembimbing menguasai teknik-teknik yang dapat mendukung keberhasilan pemberian suatu layanan.

Dalam pelaksanaan layanan ini pembimbing dapat menggunakan teknik high touch, high tech, menyajikan bahan materi dengan baik, merangsang motivasi, serta dapat menumbuhkan mood (keinginan dari hati) peserta didik untuk mengikuti kegiatan layanan.

Pelaksanaan layanan penguasaan konten

Tohirin (2015: 156-157) mengemukakan bahwa pelaksanaan layanan penguasan konten didasarkan pada tahap-tahap sebagai berikut:

1. Perencanaan, yang mencakup: a) menetapkan subjek, b) menetapkan dan menyiapkan konten, c) menetapkan proses layanan, d) menyiapkan fasilitas layanan dan e) menyiapkan kelengkapan administrasi.

2. Pelaksanaan, yang mencakup: a) melakukan kegiatan layanan, b) mengimplementasikan high touch dan high tech dalam proses pembelajaran.

3. Evaluasi, yang mencakup: a) menetapkan materi evaluasimenetapkan prosedur evaluasi, b) menyusun instrumen, c) mengaplikasikan instrumen, d) mengolah hasil aplikasi instrumen

4. Analisis hasil evaluasi, yang mencakup: a) menetapkan standar evaluasi, b) melakukan analisis, c) menafsirkan hasil evaluasi.

5. Tindak lanjut, yang mencakup: a) menetapkan jenis dan arah tindak lanjut, b) mengkomunikasikan arah tindak lanjut kepada peserta didik atau pihak yang terkait dan c) melaksanakan rencana tindak lanjut.

6. Laporan, yang mencakup: a) menyusun laporan pelaksanaan, b) menyampaikan laporan kepada pihak-pihak terkait dan c) mendokumentasikan laporan layanan.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 10 Konawe Selatan pada bulan November 2020 sampai dengan April 2021. Jenis penelitian ini adalah pre eksperimental design karena dalam penelitian ini diutamakan adalah perlakuannya saja tanpa ada kelompok kontrol dengan menggunakan desain one group pre-test and post-test (Latipun, 2015: 88). Desain penelitian one group pre-test and post-test meliputi tiga langkah yaitu: a) pelaksanaan pre-test (O1) untuk mengukur kondisi awal sebelum perlakukan, b) pelaksanaan perlakuan atau ekperimen, c) pelaksanaan post-test (O2) untuk mengukur hasil atau dampak dari adanya perlakuan (Campbell dan Stanley, 1963: 17).

Subjek penelitian ini berjumlah 10 orang yaitu siswa kelas XI IPA 1 di SMA Negeri 10 Konawe Selatan. Penelitian ini menggunakan alat pengumpul data berupa skala aktualisasi diri.

Teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif persentase untuk mengetahui gambaran aktualisasi diri siswa, dan analisis statistik inferensial untuk menguji hipotesis penelitian.

(7)

Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil Penelitian

Analisis deskriptif persentase

Gambaran aktualisasi diri 10 siswa kelas XI IPA 1 sebelum diberikan perlakuan disajikan pada tabel berikut:

Tabel 1 Skor Pre-test No. Resp.

Pre-test

Total Persentase Kategori

1 A 111 53.36% Rendah

2 CP 130 62.5% Rendah

3 SSN 107 51.44% Rendah

4 DN 109 52.40% Rendah

5 I 129 62.02% Rendah

6 MH 127 61.05% Rendah

7 M 110 52.88% Rendah

8 I 126 60.57% Rendah

9 NA 123 59.13% Rendah

10 HN 111 53.36% Rendah Rerata 118.30 56.87% Rendah

Berdasarkan data pada tabel 1 di atas, aktualisasi diri siswa kelas XI IPA 1 di SMA Negeri 10 Konawe Selatan sebelum diberikan perlakuan (pre-test) termasuk dalam kategori rendah. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata persentase aktualisasi diri siswa mencapai 66.87% dari 10 orang subjek penelitian.

Gambaran aktualisasi diri siswa kelas XI IPA 1 di SMA Negeri 10 Konawe Selatan setelah diberikan perlakuan berupa layanan penguasaan konten dapat dikertahui berdasarkan hasil analisis angket aktualisasi diri siswa, sebagaimana yang tertera pada tabel berikut.

Tabel 2 Skor Post-test

Berdasarkan data pada tabel 2 aktualisasi diri siswa setelah diberikan perlakuan (post-test) mengalami perubahan dari ketegori rendah menjadi kategori tinggi. Hal ini dapat diihat dari rata-rata persentase yang diperoleh yakni sekitar 80.23% dari 10 orang subjek penelitian.

No. Resp.

Post-test

Total Persentase Kategori

1 A 180 86.54% Tinggi

2 CP 173 83.17% Tinggi

3 SSN 130 62.5% Rendah

4 DN 188 90.38% Tinggi

5 I 187 89.90% Tinggi

6 MH 185 88.94% Tinggi

7 M 130 62.5% Rendah

8 I 186 89.42% Tinggi

9 NA 181 87.01% Tinggi

10 HN 129 62.02% Rendah

Rerata 166.90 80.23% Tinggi

(8)

Berdasarkan analisis data, maka dapat diperoleh gambaran aktualisasi diri siswa di SMA Negeri 10 Konawe Selatan sebelum dan sesudah diberikan perlakuan. Adapun hasil analisis data tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3

Perbandingan Skor Pre-test dan Post-test Siswa

Dari tabel di atas, diketahui bahwa sebelum diberi perlakuan (pre-test) tingkat aktualisasi diri siswa masuk dalam kategori rendah dengan persentase rata-rata mencapai 56.87% sedangkan setelah diberikan perlakuan (post-test) tingkat aktualisasi diri siswa berada pada kategori tinggi dengan persentase 80.23% hal tersebut menunjukkan bahwa aktualisasi diri siswa di SMA Negeri 10 Konawe Selatan mengalami peningkatan 23.36% setelah diberikan perlakuan berupa layanan peguasaan konten. Berikut ini adalah analisis data aktualisasi diri siswa setiap indikator yaitu indikator dari aspek kreativitas, moralitas, penerimaan diri, spontanitas, dan pemecahan masalah.

Tabel 4

Perbandingan Skor Pre-test (Tes Awal) dan Post-test (Tes Akhir) Per-indikator

(9)

Data pada tabel 4 di atas menunjukkan aspek kreativitas meliputi kemampuan mengembangkan potensi yang dimliki mengalami peningkatan sebesar 20.49% dan keterbukaan sebesar 17.87%, kemudian aspek moralitas meliputi kemampuan memahami dan menghargai orang lain sebesar 17.75% dan bertanggungjawab sebesar 14.97%, aspek penerimaan salah meliputi kemampuan menerima kelemahan dan kelebihan diri sendiri sebesar 26.67%, dan indikator memiliki kesabaran tinggi sebesar 15.45%, aspek spontanitas meliputi keberanian sebesar 17.19%, dan kejujuran sebesar 15.93%, dan aspek pemecahan masalah meliputi indikator kemampuan mengambil keputusan sebesar 18.86%, mandiri sebesar 18.56%, dan indikator kemampuan bekerjasama sebesar 13.33%.

Analisis statistik inferensial

Analisis data untuk mengetahui apakah layanan penguasaan konten dapat berpengaruh terhadap pengembangan aktualisasi diri siswa kelas XI IPA 1 di SMA Negeri 10 Konawe Selatan dilakukan analisis statistik non parametrik dengan uji Wilcoxon. Hasil perhitungan uji Wilcoxon dengan menggunakan SPSS 25.

Tabel 5

Hasil Uji Wilcoxon Signed Rank Test

N Mean

Rank

Sum of Ranks Negative

Ranks 0a .00 .00

Positive

Ranks 10b 5.50 55.00 Ties 0c

Total 10 Ranks

Post Test - Pre Test

Post Test - Pre Test

Z -2.810b

Asymp. Sig.

(2- tailed) .005

Test Statisticsa

a. Wilcoxon Signed Ranks Test b. Based on negative ranks.

Berdasarkan hasil analisis statistik inferensial dengan menggunakan uji wilcoxon pada taraf signifikan α = 0,05 diperoleh Pvalue = 0,005. Karena Pvalue < α (0,005 < 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis Ha diterima dan H0 ditolak, artinya layanan penguasaan konten berpengaruh terhadap pengembangan aktualisasi diri siswa.

Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah layanan penguasaan konten memiliki pengaruh terhadap pengembangan aktualisasi diri siswa di SMA Negeri 10 Konawe Selatan. Berdasarkan hasil analisis data pada subjek penelitian sebanyak 10 siswa, dapat diketahui bahwa aktualisasi siswa sebelum diberikan layanan penguasaan konten (pre-test) termasuk dalam kategori rendah yaitu 56.87%. Setelah mendapat perlakuan berupa layanan penguasaan konten (post-test) terjadi peningkatan skor persentase yaitu 80.23% dan termasuk dalam kategori tinggi. Hal ini diperkuat dengan hasil analisis data statistik bahwa berdasarkan hasil perhitungan uji wilcoxon signed rank

(10)

diperoleh nilai Asymp.Sig (2-talled) = 0,005 < 0,05, artinya Ha diterima. Dengan kata lain, aktualisasi diri siswa dapat dikembangkan melalui layanan penguasaan konten.

Hasil penelitian ini juga memperkuat hasil penelitian dari Widayanti, dkk (2014) dengan penelitian: Peningkatan Aktualisasi Diri sebagai Dampak Layanan Penguasaan Konten Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Lebaksiu Tegal. Widayanti (2014) mengemukakan bahwa aktualisasi diri merupakan kecenderungan seseorang untuk menyalurkan kemampuan, cita-cita, dan harapan untuk tujuan yang ingin dicapai sesuai dengan potensinya. Aktualisasi diri siswa merupakan jalan seseorang untuk mencapai sesuatu kebutuhan sesuai dengan potensi yang ada dalam dirinya.

Maslow membagi aspek aktualisasi menjadi lima bagian yaitu kreativitas, moralitas, penerimaan diri, spontanitas, dan pemecahan masalah. Aktualisasi diri dapat terwujud melalui proses belajar dan pengamatan. Proses belajar dan pengamatan yang terjadi secara terus menerus sehingga proses belajar dan pengamatan memiliki arti penting bagi peserta didik. Salah satu cara yang dapat membantu untuk mengembangkan aktualisasi pada diri peserta didik, dalam hal ini dengan sadar peserta didik dapat mengupayakan pengembangan aktualisasi dirinya melalui layanan penguasaan konten.

Layanan penguasaan konten mampu memberikan pemahaman kepada siswa bagaimana mengubah kebiasaan mereka yang kurang bermanfaat dan cenderung merugikan diri sendiri.

Mengubah kebiasaan tersebut dengan tugas-tugas yang diberikan (berisi konten yang berkaitan) dan komitmen yang ada pada diri siswa untuk berubah. Pada penelitian ini setelah siswa mendapatkan layanan penguasaan konten mereka mampu menunjukkan perubahan yaitu menjadi siswa yang dapat menerima keadaan diri, bisa bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan, memunyai ide-ide yang baru, menjadi seseorang yang percaya diri, dan percaya akan kemampuan diri sendiri. Oleh karena itu pemberian perlakuan berupa layanan penguasaan konten dapat membantu siswa mengembangkan kemampuan aktualisasi diri.

Pelaksanaan layanan penguasaan konten dalam mengembangkan kemampuan aktualisasi diri peserta didik kelas XI IPA 1 di SMA Negeri 10 Konawe Selatan, dilaksanakan secara klasikal.

Andreyanto (2017) mengatakan bahwa layanan penguasaan konten merupakan salah satu jenis layanan dalam bimbingan dan konseling yang bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan secara klasikal. Penggunaan layanan penguasaan konten secara klasikal dianggap berpengaruh dalam mengembangkan aktualisasi diri siswa, karena dalam layanan penguasaan konten setiap anggota ikut berperan aktif dalam proses layanan, guna untuk membantu dalam pengentasan masalah yang dialami siswa.

Setelah diberikan perlakuan, tingkat aktualisasi siswa meningkat. Aspek kreativitas meliputi kemampuan mengembangkan potensi yang dimliki mengalami peningkatan sebesar 20.49% dan keterbukaan meningkat sebesar 17.87%, kemudian aspek moralitas meliputi kemampuan memahami dan menghargai orang lain meningkat sebesar 17.75% dan bertanggungjawab meningkat sebesar 14.97%, aspek penerimaan salah meliputi kemampuan menerima kelemahan dan kelebihan diri sendiri meningkat sebesar 24.67%, dan indikator memiliki kesabaran tinggi meningkat sebesar 15.45%, aspek spontanitas meliputi keberanian meningkat sebesar 17.19%, dan kejujuran meningkat sebesar 15.93%, dan aspek pemecahan masalah meliputi indikator kemampuan mengambil keputusan meningkat sebesar 18.86%, mandiri meningkat sebesar 18.56%, dan indikator kemampuan bekerjasama meningkat sebesar 13.33%.

Uraian di atas menunjukkan bahwa terjadinya perkembangan yaitu peningkatan aktualisasi diri pada semua aspek. Aspek yang mengalami peningkatan terbesar melalui layanan penguaasaan konten adalah aspek penerimaan diri pada indikator kemampuan menerima kelemahan dan kelebihan diri sendiri yaitu sebesar 24.67%, sedangkan aspek yang mengalami peningkatan terendah adalah aspek pemecahan masalah pada indikator kemampuan bekerjasama sebesar 13.33%. Meskipun begitu, hendaknya perlu dikembangkan lagi. Tindak lanjut yang perlu dilaksanakan yaitu guru pembimbing hendaknya terus mendampingi siswa menekankan pentingnya tanggung jawab, percaya diri, kejujuran, kemandirian, penerimaan diri dan persahabatan di antara sesama siswa karena hal-hal tersebut dapat membantu siswa untuk belajar mengaktualisasi diri. Hal tersebut dapat dilakukan

(11)

memerhatikan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi aktualisasi diri siswa. Misalnya lingkungan keluarga seperti gaya pengasuhan orangtua dan lingkungan sekolah seperti pergaulan teman sebaya.

Kesimpulan dan Saran Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, diketahui bahwa aktualisasi peserta didik kelas XI IPA 1 SMA Negeri 10 Konawe Selatan masuk pada taraf kategori rendah, hal tersebut terlihat pada skor angket screening dan angket skala aktualisasi diri siswa (pre-test) dengan skor rata-rata sebesar 118.30 (56,87%). Setelah diberikan perlakuan berupa layanan penguasaan konten (post-test), tingkat aktualisasi diri siswa meningkat dengan skor rata-rata sebesar 166.90 (80.23%). Dengan demikian, peningkatan tingkat aktualisasi diri siswa mencapai 23.36%. Untuk menguji hipotesis dilakukakan analisis statistic non parametric dengan uji wilcoxon signed rank test pada taraf signifikan α = 0,05 diperoleh Pvalue = 0,005. Karena Pvalue < α (0,005 < 0,05) dengan demikian hipotesis Ha diterima dan H0 ditolak. Maka dapat disimpulkan bahwa layanan penguasaan konten berpengaruh terhadap pengembangan aktualisasi diri peserta didik SMA Negeri 10 Konawe Selatan.

Saran

1. Bagi guru BK

Berdasarkan hasil penelitian ini, guru bimbingan dan konseling (BK) dapat mengaplikasikan layanan penguasaan konten kepada seluruh siswa yang mengalami aktualisasi diri rendah, khususnya pada masalah kepercayaan diri agar siswa mampu mencapai aktualisasinya.

2. Bagi siswa

Untuk mengatasi aktualisasi diri rendah yang dialami, terapkanlah materi pembelajaran yang didapatkan melalui layanan penguasaan konten agar mampu untuk mengaktualisasikan diri.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini dilaksanakan hanya sebatas untuk mengetahui apakah penerapan layanan penguasaan konten dapat mengembangkan kemampuan aktualisasi diri siswa yang diberikan hanya dalam kurun waktu yang singkat sehingga ada beberapa aspek penting yang terlewatkan untuk diatasi, salah satunya adalah aspek pemecahan masalah (problem solving) pada indikator kemampuan bekerjasama. Oleh karena itu, diperlukan rancangan tindakan yang tepat dan efektif agar dapat mengembangkan kemampuan aktualisasi diri siswa tanpa ada aspek yang terlewatkan untuk diatasi.

Daftar Pustaka

Andini, I. & Mugiarso, H. (2016). Pengaruh Layanan Penguasaan Konten Teknik Modeling Simbolik Terhadap Penerimaan Diri Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Secang. Jurnal Guidance and Counseling, 5 (2).

Alwisol. (2019). Psikologi Kepribadian (Edisi Revisi). Malang: UMM Press.

Campbell, D. T. & Stanley J. C. (1963). Experimental and Quasi-experimental Design for Research.

Chicago: Rand McNally & Company.

Juntika, N., & Yusuf S. (2012). Teori Kepribadian. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Juntika, N. (2017). Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling (Edisi Revisi). Bandung: PT.

Refika Aditama.

Kurniawan & Imam. (2018). Gambaran Aktualisasi Diri Penyandang Disabilitas di Yogyakarta.

Skripsi. Universitas Mercubuana.

Latipun. (2015). Psikologi Eksperimen. Malang: UMM Press.

(12)

Maslow, A. H. (1970). Motivasi dan Kepribadian: Teori Motivasi dengan Ancangan Hirarki Kebutuhan Manusia. Jakarta: Gramedia.

Riski N. (2020). Efektifitas Layanan Penguasaan Konten Terhadap Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional pada Siswa Kelas IX di SMP Negeri 18 Konawe Selatan. Skripsi. Universitas Halu Oleo.

Sumantri, B. A. (2019). Pengembangan Aktualisasi Diri dalam Pembentukan Karakter di Pondok Pesantren (Studi Penelitian di SMP Ali Maksum Krapyak Yogyakarta). Tesis. UIN Sunan Kalijaga.

Tohirin. (2015). Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi) (Revisi, Cet 7 ed.). Jakarta: Rajawali Pers.

Widayanti, dkk. (2014). Peningkatan Aktualisasi Diri Sebagai Dampak Layanan Penguasaan Konten pada siswa kela VII SMP Negeri 2 Lebaksiu. Jurnal Guidance and Counseling, Vol. 3, No. 2.

Referensi

Dokumen terkait

Simpulan dari penelitian ini adalah layanan penguasaan konten dengan teknik modeling simbolik efektif dapat meningkatkan konsep diri pada Penerima Manfaat Wisma Gajah Mada

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil kesiapan menikah mahasiswa, mengetahui hasil model hipotetik dan uji kelayakan paket layanan penguasaan konten

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil kesiapan menikah mahasiswa, mengetahui hasil model hipotetik dan uji kelayakan paket layanan penguasaan konten

(3) Tahap evaluasi layanan penguasaan konten tentang kesiapan belajar di SMP Bumi Khatulistiwa Kubu Raya adalah dengan melakukan kegiatan yang meliputi menetapkan

Sebelum dilaksanakan layanan penguasaan konten diketahui bahwa peserta didik memiliki kejujuran yang rendah, hal ini ditandai dengan kecenderungan peserta didik yang belum

Sebelum dilaksanakan layanan penguasaan konten diketahui bahwa peserta didik memiliki kejujuran yang rendah, hal ini ditandai dengan kecenderungan peserta didik yang belum

KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang pelaksanaan layanan penguasaan konten dalam meningkatkan prestasi belajar peserta didik di kelas XI secara umum dari 68

Simpulan Berdasarkan hasil analisis data pada penelitian mengenai pengaruh layanan penguasaan konten terhadap peningkatan pemahaman beretika siswa kepada guru dengan menggunakan