• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Obat Rasional - Spada UNS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Penggunaan Obat Rasional - Spada UNS"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN HUKUMAN MATI PADA PELAKU TINDAK PIDANA

PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

Yaying Prabaswara E00019436 Wahyu Rida Setyani E00019423

(2)

PENDAHULUAN

Masalah penyalahgunaan narkotika di indonesia sampai saat ini sudah sangat

memprihatinkan. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain karena letak Indonesia yang berada pada posisi di antara dua benua serta kemajuan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi, pengaruh globalisasi, dan arus transportasi yang sangat maju.

Upaya pemerintah untuk memerangi penyalahgunaan narkotika tampak semakin serius. Hal ini disebabkan karena Indonesia dikatakan telah mengalami darurat narkotika. Dalam

undang-undang nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika telah dicantumkan berbagai macam

sanksi pidana, baik pidana penjara, pidana denda, hingga pidana mati.

(3)

PENDAHULUAN

Hukuman mati adalah penjatuhan hukuman yang saat ini masih diperdebatkan oleh para ahli hukum dan kriminologi. Mereka yang

mendukung hukuman mati, melihat hukuman mati sebagai alat penyelesaian untuk

melindungi masyarakat. Ada yang pro dan ada pula yang kontra. Mereka yang kontra atau

melihat hukuman mati merupakan hukuman

yang melanggar Hak Asasi Manusia, yaitu hak untuk hidup. Saat ini ada sebagian negara

yang menghapuskan hukuman mati di dalam

undang-undang pidananya.

(4)

Beberapa cara atau metode dalam pelaksanaan hukuman mati:

a) Hukuman pancung: hukuman pancung adalah hukuman dengan cara potong kepala.

b)Hukuman gantung: hukuman daengan cara digantung di tiang gantungan.

c) Suntik mati: hukuman yang dilakukan dengan cara menyuntikan obat yang dapat membunuh.

d)Hukuman tembak: hukuman dengan cara menembak jantung seseorang, biasanya dalam hukuman ini terpidana harus menutupakan mata untuk tidak melihat.

e) Rajam: salah satu bentuk hukuman yang diberikan seseorang dengan cara dilempari dengan batu sampai mati, hukuman ini biasanya diterapkan di negara saudi arabia atau negara islam.

(5)

Pendapat Para Ahli (pro)

• Bichon Van Yssel Mode, yang menyetujui dengan adanya hukuman mati, mengatakan antara lain:

“ancaman serta pelaksanaan hukuman mati itu harus ada dalam tiap-tiap negara dan masyrakat yang teratur, baik ditinjau dari sudut kepatutan maupun dari sudut tidak dapat ditiadakannya”.

• Lamborso dan Garlofalo, berpendapat bahwa:

Hukuman mati adalah alat yang mutlak yang harus

melenyapkan individu-individu yang tidak mungkin

diperbaiki lagi dengan perkataan lain hukuman mati

adalah suatu upaya yang radikal untuk meniadakan

orang yang tidak dapat diperbaiki lagi, dengan

adanya hukuman mati ini maka hilanglah pula

kewajiban-kewajiban untuk memelihara mereka

dalam penjara yang demikian besar biayanya. Begitu

juga hilanglah ketakutan-ketakutan kalau orang

melarikan diri dari penjara dan membuat kejahatan

lagi di lingkungan masyarakat”.

(6)

Pendapat Para Ahli (kontra)

Amnesi internasional menolak hukuman mati dalam keadaan apapun, dengan mengatakan hukuman mati adalah hukuman yang paling kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia karena sudah bertentangan dan melanggar ketentuan hak mendasar dan tidak boleh dilanggar dalam keadaan apapun, yaitu hak untuk hidup.

• Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H mengemukakan pendapatnya bahwa keberatan yang terang yang dirasakan oleh umum terhadap hukuman mati tidak dapat diperbaiki lagi apabila kemudian terbukti bahwa putusan hakim yang menjatuhkan hukuman mati berdasarkan atas kekeliruan dan keterangan-keterangannya ternyata tidak benar.

(7)

KEWENANGAN PENGADILAN NEGRI DAN PENGADILAN TINGGI

Berdasarkan UU Nomor 2 tahun 1986 pasal 50 dan 51 maka

kewenangan Pengadilan Negeri dalam memutuskan kasus Tindak

Pidana Narkotika adalah memeriksa, memutus serta menyelesaikan

perkara Tindak Pidana Narkotika pada tingkat pertama sedangkan

kewenangan Pengadilan Tinggi adalah mengadili Tindak Pidana

Narkotika di tingkat banding.

(8)

PENERAPAN HUKUMAN MATI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENGEDAR

NARKOTIKA

Pidana mati pada dasarnya dan seharusnya dijadikan sebagai sarana penal yang terakhir dan hanya dapat dipergunakan terhadap orang-orang yang melakukan

kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crime) tidak dapat

dilakukan pembinaan lagi dan dirasa sangat membahayakan

kehidupan masyarakat luas bahkan negara.

(9)

Beberapa ketentuan terpenting dalam pelaksanaan pidana mati adalah:

• Tiga kali 24 jam sebelum pelaksanaan pidana mati, jaksa tinggi atau jaksa yang bersangkutan memberitahukan

kepada terpidana dan apabila ada kehendak terpidana untuk mengemukakan sesuatu maka pesan tersebut diterima oleh jaksa;

• Apabila terpidana sedang hamil harus ditunda pelaksanaannya hingga melahirkan;

• Tempat pelaksanaan pidana mati ditentukan oleh Menteri Kehakiman di daerah hukum pengadilan hukum

pengadilan tingkat I yang bersangkutan;

(10)

Beberapa ketentuan terpenting dalam pelaksanaan pidana mati adalah:

4. Kepala Polisi Daerah yang bersangkutan bertanggungjawab mengenai peksanaannya;

5. Pelaksanaan pidana mati dilaksanakan oleh suatu regu penembak polisis di bawah pimpinan seorang perwira polisi;

6. Kepala Polisi Daerah yang bersangkutan harus menghadiri pelaksanaan tersebut;

7. Pelaksanaan tidak boleh dimuka umum;

8. Penguburan jenazah diserahkan kepada keluarga;

9. Setelah selesai pelaksanaan pidana mati tersebut Jaksa yang

bersangkutan harus membuat berita acara pelaksanaan pidana mati tersebut, yang kemudian salinan surat putusan tersebut harus

dicantumkan ke dalam surat putusan pengadilan.

(11)

Ancaman pidana mati terhadap pengedar narkotika

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada Pasal 114 yang menentukan:

Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum

menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima,

menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan

narkotika golongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur

hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan

paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling

sedikit Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) dan paling

banyak Rp. 10. 000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah)

(12)

(Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar,

menyerahkan, atau menerima narkotika golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman beratnya

melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram,

pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur

hidup, atau pidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan

paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

(13)

TERIMA KASIH

Seri Kuliah Pasien | Penggunaan Obat Rasional

Referensi

Dokumen terkait

Menurut pasal 1 ayat 1 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun