• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGHAPUSAN, PENGURANGAN, DAN PENAMBAHAN PIDANA

N/A
N/A
Patar Mahady Thang Shi Ho

Academic year: 2024

Membagikan "PENGHAPUSAN, PENGURANGAN, DAN PENAMBAHAN PIDANA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PENGHAPUSAN, PENGURANG AN, DAN PENAMBAHAN PID

ANA

Dosen Pengampuh:

PATAR MANGIMBUR PERMAHADI,SH.,MH.

(2)

 Alasan penghapus pidana (umum) dalam KUHP diatur

dalam beberapa pasal, yaitu pasal 44, 48, 49, 50 dan

51 KUHP. Masing-masing alasan penghapus pidana

tersebut dapat diuraiakan sebagai berikut:

(3)

TIDAK MAMPU BERTANGGUNG JAWAB

• Pasal 44 KUHP menentukan bahwa seseorang tidak dapat dipidana atas perbuatan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan kepadanya. Misalnya adanya pertumbuhan jiwa yang tidak sempurna atau terganggu karena sakit.

• Terhadap perbuatan-perbuatan yang dilakukan karena dorongan jiwanya yang sakit, maka yang bersangkutan tidak dapat dipertanggungjawabkan, sedangkan perbuatan lain yang tidak karena penyakit jiwa yang dideritanya tetap dipertanggungjawabkan.

• Untuk menentukan seseorang tidak dapat dipertanggung

jawabkan terhadap perbuatannya itu, dikenal dengan tiga

metode , yaitu: Metodebiologis; Metodepsikologis; dan

Metode campuran (metode biologis-psikologis).

(4)

DAYA PAKSA (OVERMACHT)

Adanya daya paksa menjadi alasan tidak dipidananya seseorang yang melakukan perbatan pidana. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 48 KUHP.

Apa yang diartikan dengan daya paksa ini tidak dapat dijumpai dalam KUHP penafsiran bisa dilakukan dengan melihat penjelasan yang diberikan oleh pemerintah ketika KUHP Belanda dibuat.

Dalam MvT (KUHP Penjelasan Belanda) dilukiskan sebagai “setiap kekuatan, setiap paksaan atau tekanan yang tak dapat ditahan”. Hal yang disebut terakhir ini, “yang tak dapat ditahan”, memberi sifat kepada tekanan atau paksaan itu.

Yang dimaksud dengan paksaan disini bukan paksaan

mutlak, yang tidak memberi kesempatan kepada si

pembuat menentukan kehendaknya.

(5)

KEADAAN DARURAT (NOODTOESTAND)

Noodtoestand atau keadaan darurat tidak diatur dengan tegas di dalam Pasal 48 KUHP, namun soal ini oleh doktrin juga dimasukkan dalam pengertian overmacht.

Dalam Vis compulsiva (daya paksa relatif) ada yang membedakan menjadi daya paksa dalam arti sempit (atau paksaan psychis) dan keadaan darurat.

Daya paksa dalam arti sempit ditimbulkan oleh orang, sedang pada keadaan darurat, paksaan itu datang dari hal di luar perbuatan orang. K.U.H.P. kita tidak mengadakan pembedaan tersebut.

Adapun yang dimaksud dengan noodtoestand atau keadaan darurat itu adalah keadaan, dimana suatu kepentingan hukum dalam keadaan bahaya, dan untuk menghindarkan bahaya itu terpaksa dilanggar kepentingan hukum yang lain.

Contoh: ketika terjadi kebakaran di dalam gedung bioskop, pihak pengelola gedung bioskop menyedikan cukup banyak pintu darurat untuk melarikan diri, namun ada sejumlah orang yang merusak dinding  untuk keluar dari gedung tersebut.

Perbuatan ini dia nilai telah melampaui batas dari yang seharusnya.

(6)

PEMBELAAN TERPAKSA (NOODWEER)

Istilah noodweer atau pembelaan darurat tidak ada dalam KUHP. Pasal 49 ayat (1) berbunyi: “tidak dapat dipidana seseorang yang melakukan perbuatan yang terpaksa dilakukan untuk membela dirinya sendiri atau orang lain, membela perikesopanan sendiri atau orang lain terhadap serangan yang melawan hukum yang mengancam langsung atau seketika itu juga”.

Dikatakan oleh Sudarto bahwa perbuatan orang yang membela diri itu seolah-olah perbuatan dari seseorang yang main hakim sendiri, tetapi dalam hal syarat-syarat seperti tersebut dalam Pasal 49, maka perbuatannya dianggap tidak melawan hukum.

Contoh:

Dalam Tindak Pidana Penganiayaan Namun perbuatan terdakwa melakukan penganiayaan terhadap saksi dilakukan karena:

1.adanya serangan terlebih dahulu;

2.dilakukan semata-mata untuk mempertahankan kehormatan kesusilaan pada diri terdakwa yang mana pada saat kejadian saksi telah menarik kerah baju terdakwa hingga sobek sehingga memperlihatkan bagian tubuh terdakwa yang sensitif; dan

3.dilakukan semata-mata untuk mempertahankan kehamilan terdakwa yang pada saat kejadian berusia kehamilan empat bulan sehingga jalan satu-satunya yang dapat terdakwa lakukan adalah dengan melakukan pemukulan terhadap saksi.

(7)

PEMBELAAN TERPAKSA MELAMPAU BATAS

Pembelaan yang melampaui batas dapat terjadi dalam dua bentuk. Pertama, orang yang menghadapi serangan mengalami goncangan batin yang demikian hebat kemudian mengubah pembelaan diri menjadi suatu serangan.

Contoh:

Seorang wanita dalam ruangan tertutup hendak diperkosa oleh seorang pria. Pria tersebut berhasil menangkap badan wanita, namun dengan sekuat tenaga wanita tersebut mendang alat vital pria hingga terjatuh. Kemudian wanita tersebut memukulnya dengan benda-benda diskelilingnya sampai pria tersebut tidak berdaya.

Menurut Sudarto, ada tiga syarat dalam pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yaitu:

1. kalampauan batas yang diperlukan.

2. pembelaan dilakukan sebagai akibat langsung dari kegonjangan jiwa yang hebat. 

3. kegonjangan jiwa yang hebat itu disebabkan karena adanya serangan. Artinya ada hubungan kausalitas antara kegonjangan jiwa dengan serangan.

(8)

MENJALANKAN PERATURAN UNDANG- UNDANG

Pasal 50 KUHP menentukan bahwa; “Tidak dipidana seseorang yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan peraturan undang-undang”.

Dalam kalimat ini, mula-mula H.R.. menafsirkan secara sempit, ialah undang-undang dalam arti formil, yakni hasil perundang-undangan dari DPR saja. Namun kemudian pendapat H.R., berubah dan diartikan dalam arti materiil, yaitu tiap peraturan yang dibuat oleh alat pembentuk undang-undang yang umum.

Dalam hubungan ini soalnya adalah apakah perlu bahwa peraturan undang-undang itu menentukan kewajiban untuk melakukan suatu perbuatan sebagai pelaksanaan. Dalam hal ini umumnya cukup, apabila peraturan itu memberi wewenang untuk kewajiban tersebut dalam melaksanakan perundang-undangan ini diberikan suatu kewajiban.

Misalnya pejabat polisi yang menembak mati seorang pengendara sepeda yang melanggar peraturan lalu lintas karena tidak mau berhenti tanda peluitnya, tidak dapat berlindung di bawah pasal 50 ini, kejengkelan pejabat tersebut tidak dapat membenarkan tindakannya.

Jadi, perbuatan orang yang menjalankan peraturan undang-undang tidak bersifat melawan hukum, sehingga pasal 50 tersebut merupakan alasan pembenar.

(9)

MELAKSANAKAN PERINTAH JABATAN

Pasal 51 ayat (1) dikatakan “tidak dipidana seseorang yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang sah”.

Orang dapat melaksanakan undang-undang sendiri, akan tetapi juga dapat menyuruh orang lain untuk melaksanakannya.

Maka jika seseorang melakukan perintah yang sah ini, maka ia tidak melakukan perbuatan yang melawan hukum.

Id damnum dat qui iubet dare ; eous vero nulla culpa est, cui

parre necesse sit. Yang berarti pertanggung jawaban tidak

akan diminta terhadap mereka yang patuh melaksanakan

printah, melainkan akan diminta kepada pihak yang

memberikan perintah.

(10)

Alasan Penghapus Pidana yang ada Di Luar KUHP

Selain diatur dalam KUHP, alasan penghapus pidana juga diatur dalam beberapa undang-undang di luar KUHP. seperti:

1.Hak dari orang tua, guru untuk menertibkan anak-anak atau anak didiknya (tuchtrecht);

2.Hak yang timbul dari pekerjaan (beroepsrecht) seorang dokter, apoteker, bidan dan penyelidik ilmiah (vivisectie);

3.Izin atau persetujuan dari orang yang dirugikan kepada orang lain mengenai suatu perbuatan yang dapat dipidana, apabila dilakukan tanpa ijin atau persetujuan (consent of the victim);

4.Mewakili urusan orang lain (zaakwaarneming);

5.Tidak adanya unsur sifat melawan hukum yang materiil;

6.Tidak adanya kesalahan sama sekali.

(11)

PENGURANGAN MASA

PIDANA

(12)

SEBAB DAN

AKIBAT ALASAN PENGURANGAN

MASA PIDANA

(13)

UMUM 1. Belum cukup umur (Pasal 47 KHUP)

2. Percobaan (Pasal 53 KUHP)

3. Pembantuan (Pasal 56 dan pasal 57 KUHP)

terdapat dalam Pasal 308, 341, 342 KUHP.

Alasan yang bersifat

khusus

(14)

Belum Cukup Umur (Pasal 47 KUHP Jo. UU No. 11 Tahun 2012) Sejak berlakunya Undang-Undang No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) maka  usia anak sebagai pelaku tindak pidana yang dapat diajukan ke sidang anak adalah telah mencapai umur 12 tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun.

Pasal 47 KUHP mengenai alasan pengurangan pidana atas dasar

pelaku belum cukup umur yakni maksimum hukuman utama

dikurangi sepertiga sudah tidak berlaku lagi dan diganti dengan

ketentuan yang terdapat dalam UU SPPA pada Pasal 81 ayat (2)

menjadi pengurangan seperdua dari ancaman pidana maksimum

yang diancamkan bagi orang dewasa.Dan jika tindak pidana yang

dilakukan anak merupakan tindak pidana yang diancam hukuman

mati atau penjara seumur hidup maka terhadap anak diterapkan

pidana maksimal 10 tahun penjara (Pasal 81 ayat 6).

(15)

Pasal 53 ayat (2) KUHP : “Maksimum hukuman utama bagi kejahatan dikurangi dengan sepertiganya dalam hal percobaan.”KUHP tidak memberikan definisi apakah yang dimaksud dengan percobaan tetapi KUHP hanya memberikan batasan atau ketentuan mengenai syarat-syarat supaya percobaan

dapat dihukum.

Berdasarkan Pasal 53 KUHP percobaan pada kejahatan dapat dihukum apabila memenuhi syarat- syarat sebagai berikut :

1.

Niat sudah ada untuk berbuat kejahatan,

2.

Perbuatan berwujud permulaan pelaksanaan

3.

Delik tidak selesai di luar kehendak pelaku Menurut arti kata sehari-hari yang diartikan percobaan yaitu menuju ke suatu hal, akan tetapi tidak sampai pada hal yang dituju.

Percobaan (Pasal 53 KUHP)

(16)

TERIMA KASIH

Referensi

Dokumen terkait

Barang siapa dengan sengaja dan tanpai hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 avsat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana

Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 49 Ayat (1) dan Ayat (2) dipidana dengan pidana

Barangsiapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 49 Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara

Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP sudah tepat mengingat perbuatan yang dilakukan oleh para terdakwa memenuhi unsur-unsur perbuatan yang dapat dipidana. Implikasi

- Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi pasal 2 ayat (1) yang berbunyi “setiap orang yang secara melawan hukum melakukan

didalam pertanggungjawaban pidana seseorang yang memiliki kelainan jiwa dapat dijadikan alasan pemaaf sebagaimana diatur dalam pasal 44 ayat 1 KUHP “Barang siapa melakukan perbuatan

Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 49 ayat 1 dan ayat 2 dipidana dengan pidana penjara masingmasing

Menurut Tirtaatmadjaja menerjemahkan tentang pembelaan terpaksa noodweer bahwa barangsiapa melakukan suatu perbuatan karena terpaksa membela diri atau membela orang lain, atau membela