PENGOPTIMALAN PENGGUNAAN BALLAST UNTUK STABILITAS DI ATAS KAPAL MT.RATU RUWAIDAH
Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Pendidikan dan Pelatihan Pelaut Diploma III Pelayaran
KEVIEN NASSA HERLAMBANG NIT. 05.17.034.1.53
AHLI NAUTIKA TINGKAT III
PROGRAM DIPLOMA III
POLITEKNIK PELAYARAN SURABAYA TAHUN 2020
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Kevien Nassa Herlambang
Nomor Induk Taruna : 05.17.034.1.53
Program Diklat : Ahli Nautika Tingkat III
Menyatakan bahwa KIT yang saya tulis dengan judul :
PENGOPTIMALAN PENGGUNAAN BALLAST UNTUK STABILITAS DI ATAS KAPAL MT.RATU RUWAIDAH
Merupakan karya asli, seluruh ide yang ada dalam KIT tersebut, kecuali tema dan yang saya nyatakan sebagai kutipan, merupakan ide saya sendiri.
Jika pernyataan di atas terbukti tidak benar maka saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh Politeknik Pelayaran Surabaya.
Surabaya, 2020
Kevien Nassa Herlambang
PERSETUJUAN SEMINAR KARYA ILMIAH TERAPAN
Judul : PENGOPTIMALAN PENGGUNAAN BALLAST
UNTUK STABILITAS DI ATAS KAPAL MT.RATU RUWAIDAH
Nama Taruna : KEVIEN NASSA HERLAMBANG
NIT : 05.17.034.1.53
Program Diklat : Ahli Nautika Tingkat III
Dengan ini dinyatakan telah memenuhi syarat untuk di seminarkan
Surabaya, 2020
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
PENGESAHAAN
KARYA ILMIAH TERAPAN
PENGOPTIMALAN PENGGUNAAN BALLAST
UNTUK STABILITAS DI ATAS KAPAL MT.RATU RUWAIDAH
Disusun dan Diajukan Oleh:
KEVIEN NASSA HERLAMBANG NIT. 05.17.034.1.53/N Ahli Nautika Tingkat III
Telah dipertahankan di depan Panitia Ujian KIT Pada tanggal, 2020
Menyetujui,
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Karya Ilmiah Terapan ini dengan judul PENGOPTIMALAN PENGGUNAAN BALLAST UNTUK STABILITAS DI ATAS KAPAL MT.RATU RUWAIDAH Penelitian ini dilaksanakan dalam rangka menyelesaikan tugas sebagai kelengkapan syarat praktek laut dan program DIPLOMA III Politeknik Pelayaran Surabaya serta penulis tertarik pada penerapan ballast untuk stabalitas di atas kapal untuk taruna pada saat praktek layar.
Dalam kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada : 1. Yth. Capt. Dian Wahdiana,M.M. selaku Direktur Politeknik PelayaranSurabaya.
2. Bapak Daviq Wiratno, S.Si.T.M.T. selaku Ketua Jurusan Nautika yang selama ini memberi dukungan serta turut memberi arahan dan bimbingan dengan baik.
3. Bapak I’ie Suwondo,S.Si.T.,M.Pd. selaku dosen pembimbing 1 yang selalu memberi petunjuk dengan baik.
4. Bapak Daviq Wiratno, S.Si.T.M.T. selaku dosen pembimbing 2 yang juga turut memberi arahan dan bimbingan dengan baik.
Demikian, Saya sangat menyadari tidak ada manusia yang sempurna begitu juga dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, apabila nantinya terdapat kekurangan, kesalahan dalam karya tulis ilmiah ini, saya selaku penulis sangat berharap kepada seluruh pihak agar dapat memberikan kritik dan juga saran seperlunya.
Surabaya, 2019
KEVIEN NASSA HERLAMBANG
ABSTRAK
KEVIEN NASSA HERLAMBANG, Pengoptimalan penggunaan ballast untuk stabilitas di atas kapal. Dibimbing oleh Bapak I’ie Suwondo, S.Si.T, M.Pd. dan Bapak Daviq Wiratno, S.Si.T.M.T.
Stabilitas kapal adalah kemampuan sebuah kapal untuk kembali ke posisi semula jika kapal tersebut mendapatkan dorongan gaya dari dalam maupun dari luar.
kemampuan ini sangat penting karena sangat erat hubungannya dengan keselamatan kapal, bayangkan kalau kapal kita tidak mempunyai kemampuan untuk kembali ke posisi semula dan jika terjadi dorongan dari luar (ombak/gelombang) dari kiri hingga kapal miring ke kanan maka kapal akan miring dan tidak akan kembali ke posisi semula sehingga collaps (terbalik). Jadi betapa pentingnya ilmu penerapan ballast terhadap stabilitas kapal bagi bagi calon awak kapal khususnya calon perwira. Selain itu juga sangat berperan dalam lembaga pendidikan sumber Daya Manusia (SDM) perhubungan.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dimana penulis lebih mudah menyesuaikan, Penulis menemukan faktor penyebab tidak optimalnya penggunaan ballast untuk stabilitas di atas kapal MT.Ratu ruwaidah yaitu faktor manusia/man dan faktor machine/peralatan.
Kata Kunci: Pengoptimalan, Penggunaan, Ballast, Stabilitas kapal.
KEVIEN NASSA HERLAMBANG, Optimization of use of ballast for security on board. Supervised by Mr. I’ie Suwondo, S.Si.T, M.Pd. and Mr. Daviq Wiratno, S.Si.T.M.T.
The stability of the ship is the ability of a ship to return to its original position if the ship gets a force boost from within and from outside. This capability is very important because it is very closely related to ship safety, imagine if our ship does not have the ability to return to its original position and if there is an external push (wave / wave) from the left until the ship tilts to the right then the ship will tilt and will not return to the original position so that the collaps (upside down). So how important is the science of applying ballast to ship stability for prospective crew members, especially prospective officers. Besides that, it also plays a role in the human resource education (HR) education sector.
ABSTRACT
This study uses a qualitative descriptive method where the authors are easier to adjust. The authors find the factors causing the non-optimal use of ballasts for stability onboard MT.Ratu ruwaidah, namely human factors and machine / equipment factors.
Keywords: Optimization, Use, Ballast, Ship stability
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...... i
PERNYATAAN KEASLIAN ...... ii
PERSETUJUAN SEMINAR ... Error! Bookmark not defined. PENGESAHAAN ...... iv
DAFTAR ISI ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. LATAR BELAKANG ... 1
B. RUMUSAN MASALAH ... 4
C. TUJUAN PENELITIAN ... 4
D. BATASAN MASALAH ... 4
E. MANFAAT PENELITIAN ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 5
A. REVIEW PENELITIAN SEBELUMNYA ... 5
B. LANDASAN TEORI ... 6
1. Optimal... 6
2. Ballast ...... 7
3. Stabilitas ... 13
a.Pengertian Stabilitas ... 13
b.Macam Macam Keadaan Stabilitas ... 16
c.Titik Titik Penting Dalam Stabilitas ... 17
d.Dimensi Pokok Dalam Stabilitas kapal ... 19
C. KERANGKA PENELITIAN ... 23
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ... 25
A. JENIS PENELITAN ... 25
B. LOKASI PENELITIAN... 25
C. JENIS DAN SUMBER DATA ... 26
E. TEKNIK ANALISIS DATA ... 27
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 29
A. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN PEMBAHASAN ... 29
B. HASIL PENELITIAN ... 31
C. PEMBAHASAN ... 34
BAB V PENUTUP ... 37
A. KESIMPULAN ... 37
B.SARAN ... 38
DAFTAR PUSTAKA ... 39
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Review Penelitian Sebelumnya ... 5 Tabel 4. 1 Ballast water source. ... 31 Tabel 4.2 Masalah yang terjadi pada saat deballasting ... 34
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gambar Sistem Ballast ... 8
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perlu kita ingat bahwa sejak 1998, pada bulk carrier dan oil tanker, telah dikenal adanya Enhance Survey Programme (ESP) yang diadakan oleh IACS dan dilaksanakan oleh badan klasifikasi sebagai tambahan pemeriksaan struktur kapal (bulk carrier dan oil tanker) secara mendetail pada Special Survey, Intermediate Survey, maupun Annual Survey.
Sejak tenggelamnya tanker (single hull) ERIKA dilepas pantai Perancis (Desember 1999) yang menyebabkan polusi (oil spill) perairan sekitarnya, maka banyak terjadi perubahan dalam peraturan klasifikasi, dan perdagangan yang bertujuan umtuk meningkatkan kualitas pengoperasian kapal tanker.
IMO melalui peraturan MARPOL 73/78-Annex 1, Regulation 13G, Amandemen 2001 membagi kapal tanker minyak dalam 3 kategori, yaitu kategori 1, 2, dan 3. Dengan rincian sebagai berikut:
“Oil Tanker kategori 1”
1. Kapal tanker 20.000 dwt atau lebih yang memuat crude oil, fuel oil, heavy diesel oil, or lubricating oil, and
2. Kapal tanker 30.000 dwt atau lebih yang memuat jenis minyak selain yang disebutkan diatas. (Tanker pra-MARPOL, yaitu tanker single hull yang tidak mempunyai segregated ballast tanks pada protective locations).
“Oil Tanker kategori 2”
3. Kapal tanker 20.000 dwt atau lebih, single hull, yang memuat crude oil, fuel oil, heavy diesel oil, or lubricating oil
4. Tanker MARPOL 30.000 dwt atau lebih, single hull, yang memuat jenis minyak selain yang disebut diatas, yang dilengkapi segregated ballast tanks pada protective locations
“Oil Tanker kategori 3”
5. Tanker 5.000 dwt atau lebih, single hull yang ukurannya dibawah tanker kategori 1 dan 2 diatas.
Selanjutnya ditentukan bahwa tanker dengan kategori 1, 2, dan 3 diatas harus memenuhi regulation 13 F, yang menyebutkan tentang adanya wingtanks dan double bottomtanks, alias “double hull” dalam batas-batas yang ditentukan menurut kategori diatas dan tanggal penyerahan kapal.
sebagai contoh : Tanker kategori 2 yang tanggal penyerahannya dilakukan tahun 1984 harus memenuhi persyaratan “double hull” ditahun 2010. Apabila persyaratan tersebut tidak dipenuhi maka tanker akan mengalami pemberhentian.
MT.Ratu Ruwaidah mempunyai Struktur seperti segregated ballast tanks, double bottomtanks, wingtanks yang mempunyai peranan penting dalam menjaga kestabilan suatu kapal yang sedang ataupun tidak membawa muatan dengan menggunakan sistem ballast. Sistem ballast merupakan sistem yang berfungsi untuk menjaga stabilitas kapal. Secara garis besar sistem ini memanfaatkan air laut. Air laut dimasukkan melalui seacest, kemudian dengan menggunakan pompa ballast, air laut tersebut dimasukkan ke dalam tangki ballast. Pada proses berikutnya, air laut yang ada di dalam
tangki ballast tersebut ditransfer dari satu tangki ke tangki yang lain atau dikeluarkan dari kapal melalui discharge overboard.
Salah satu penyebab kecelakaan kapal di laut, baik yang terjadi di laut lepas maupun ketika di pelabuhan, adalah peranan dari para awak kapal yang tidak memperhatikan perhitungan stabilitas kapalnya sehingga dapat mengganggu kesetimbangan secara umum yang akibatnya dapat menbyebabkan kecelakaan fatal seperti kapal tidak dapat dikendalaikan, kehilangan kesetimbangan dan bahkan tenggelam yang pada akhirnya dapat merugikan harta benda, kapal, nyawa manusia bahkan dirinya sendiri.
Sedemikian pentingnya pengetahuan menghitung stabilitas kapal untuk keselamatan pelayaran, maka setiap awak kapal yang bersangkutan bahkan calon awak kapal harus dibekali dengan seperangkat pengetahuan dan keterampilan dalam menjaga kondisi stabilitas kapalnya sehingga keselamatan dan kenyamanan pelayaran dapat dicapai.
Berdasarkan uraian tersebut di atas bahwa masih ditemukannya kurang optimalnya pengunaan water ballast terhadap keseimbangan kapal. Dari uraian diatas maka penulis tertarik untuk menuangkan dalam bentuk karya ilmiah terapan ini dengan judul:
“PENGOPTIMALAN PENGGUNAAN BALLAST UNTUK
STABILITAS DI ATAS KAPAL ”.
B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana upaya yang harus dilakukan untuk mengoptimalisasi penggunaan water ballast pada sistem ballast untuk menjaga stabilitas pada kapal ?
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penyusunan penilitan adalah untuk mengetahui upaya apa saja yang dapat menunjang optimalisasi penggunaan water ballast dalam sistem ballast untuk menjaga stabilitas pada kapal.
D. BATASAN MASALAH
Penilitian ini difokuskan kepada water ballast tank yang hanya berguna untuk menjaga stabilitas keseimbangan kapal yang berukuran > 500 GT.
E. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat dari karya tulis ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi pemilik kapal, memberikan rekomendasi inovasi teknologi pengolahan air ballast yang lebih efisien, mudah, dan aman.
2. Bagi regulasi dunia maritim (International Maritime Organization), sebagai rekomendasi inovasi pengolahan air ballast pada kapal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. REVIEW PENELITIAN SEBELUMNYA
Tabel 2. 1 review penelitian sebelumnya
Penulis Judul Hasil penelitian
Yulius Prayitno
Rancang Bangun Prototipe Sistem Kontrol Ballast Otomatis pada Kapal
Dapat mengetahui jika sistem ini mampu mengendalikan pompa ballast dan solenoid valve dengan baik sesuai dengan besar sudut yang sudah ditentukan dalam program, yaitu pada kemiringan melebihi 5° untuk memulai proses Ballasting dan pada kemiringan dibawah 5° untuk menghentikan proses
ballasting. Dan dapat mengetahui sistem ini juga mampu memberikan peringatan jika kemiringan kapal melebihi 20° yang diakibatkan oleh kelebihan.
Muyazin Akhmad
Analisa Teori Pengaruh Ballast Terhadap Gerakan Pitch Pada Kapal Selam Mini 22M
Mengetahui teori dan pengaruh ballast terhadap gerakan pitch pada kapal selam.
B. LANDASAN TEORI
1. Optimal
Konsep optimalisasi dalam pelaksanaan pembangunan proyek kontruksi sering mengalami keterlambatan akibat berbagai hal yang menyebabkan terjadinya kerugian materi dan waktu. Oleh karena itu dilaksanakan optimalisasi sumber daya yang ada khususnya susmber daya biaya dan waktu. Adapun tujuan mengoptimalkan suatu proyek adalah agar dapat memperoleh keuntungan yang lebih baik tanpa mengurangi kualitas (mutu) suatu kontruksi. Optimalisasi berasal dari kata dasar optimal yang berarti yang terbaik. Jadi optimalisasi adalah proses pencapaian suatu pekerjaan dengan hasil dan keuntungan yang besar tanpa harus mengurangi mutu dan kualitas dari suatu pekerjaan.
Pengertian Optimalisasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 1995:628) adalah optimalisasi berasal dari kata optimal yang berarti terbaik, tertinggi jadi optimalisasi adalah suatu proses meninggikan atau meningkatkan. Pengertian Optimalisasi menurut Wikipedia adalah serangkaian proses yang dilakukan secara sistematis yang bertujuan untuk meniggikan volume dan kualitas trafik kunjungan melalui mesin mencari
menuju situs web tertentu dengan memanfaatkan mekanisme kerja atau alogaritma mesin pencari tersebut.
Berdasarkan definisi tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa optimalisasi adalah upaya seseorang untuk meningkatkan suatu kegiatan atau pekerjaan agar dapat memperkecil kerugian atau memaksimalkan keuntungan agar tercapai tujuan sebaik-baiknya dan hasil yang optimal dalam batas-batas tertentu
2. Ballast
a. Pengertiaan Umum
Ballast adalah pemberat yang dibawa dalam sebuah perahu monohull untuk membuatnya stabil, yaitu untuk mencegah terbalik atau untuk membantunya kembali tegak. Sejak dahulu kapal berlayar menggunakan berbagai pemberat, termasuk kerikil, pasir, batu, dan pig iron. Dalam perahu – perahu kecil, jenis pemberat yang paling sering digunakan terdiri dari timah atau logam tetap tegas di tempat, meskipun campuran beton dan baja bekas kadang-kadang digunakan. Pada beberapa perahu, digunakan air laut untuk ballast dalam sebuah tangki khusus yang dapat dipompa keluar dan masuk.
Kata Ballast berasal dari bahasa Denmark Lama “barlast”, yang berarti bare (atau waste) beban. Ballast tidak tetap dan akan sering dibuang ketika tiba saatnya untuk memuat kargo, tersimpan dengan baik dalam sebuah tank, berfungsi sebagai pemberat. Karena ballast adalah bobot mati dan kecepatan kapal berkurang, desain yacht mencoba untuk menjaga ratio – berat ballast dibagi dengan overall perahu, atau
displacement – serendah mungkin, yang kompatibel dengan laik laut.
Masing-masing pihak memiliki batasan sendiri dari ballast untuk monohulls :
1) Cruising boat: dari 30 sampai 40 % dari total displacement 2) Racing boat: dari 40 sampai 50 % dari displacement 3) Extreme racing boat: Sekitar 70 % dari displacement
b. System Ballast
Gambar 2. 2 Sistem Ballast
Sistem Ballast adalah salah satu system pelayanan dikapal yang mengangkut dan mengisi air ballast. Sistem pompa ballast ditujukan untuk menyesuaikan tingkat kemiringan dan draft kapal, sebagai akibat dari perubahan muatan kapal sehingga stabilitas kapal dapat dipertahankan. Pipa ballast dipasang di tangki ceruk depan dan tangki ceruk belakang (after and fore peak tank), double bottom tank, deep tank
dan tangki samping (side tank). Ballast yang ditempatkan di tangki ceruk depan dan belakang ini untuk melayani kondisi trim kapal yang dikehendaki. Double bottom ballast tank dan deep tank diisi ballast untuk memperoleh sarat air yang layak, tangki ballast samping untuk memperoleh penyesuaian sarat air dalam daftar.
Tangki ballast diisi dan dikosongkan dengan saluran pipa yang sama, jika stop valve dipasang pada system ini. Jumlah berat ballast yang dibutuhkan untuk kapal rata-rata 10% sampai 20% dari displacement kapal. Keperluan system ballast dari kapal muatan kering (dry cargo ship) adalah sama dengan system pipa bilga. Sistem pipa ballast harus dapat / bisa memenuhi sarat untuk menyediakan pengisian air ballast dari dry cargo tank atau ruangan yang berdampingan. Hubungan antara saluran pipa bilga dan saluran pipa ballast harus dengan katup tolak balik (non return valve). komponen – komponen sistem ballast antara lain :
1) Tangki Ballast
Tangki ballast berfungsi untuk menjaga kestabilan kapal baik saat berlayar maupun saat kapal melakukan bongkar muat. Pada saat kondisi kapal berlayar, tangki ballast dalam kondisi kosong, sedangkan saat kapal melakukan bongkar muat, tangki ballast diisi untuk menjaga kestabilan kapal.
Tanki ballast mempunyai beberapa jenis sebagai pendukung untuk mengoptimalkan stabilitas maupun menjaga muatan agar tidak tercampur serta aman jika terjadi benturan sehingga tidak tercampur antar muatan di dalam, antara lain adalah :
a) Wing Tank / tangki samping :
adalah semua tangki yang yang penempatannya bersebelahan dengan plat sisi – sisi kapal.
b) Center Tank / Tangki tengah ;
adalah semua tangki di dalam sisi membujur dengan sekat kedap air.
c) Slop tank / tangki luapan ;
adalah semua tangki yang dirancang khusus untuk pengumpulan cairan bekas pengeringan tangki, pencucian tangki, atau semua cairan yang bercampur dengan minyak.
d) Clean Ballast / Tolak bara bersih ;
adalah air ballast/tolak bara yang berada dalam suatu tangki berada dalam keadaan bersih, tidak mengandung minyak dalam kadar yang dapat menyebabkan polusi, apabila di tuang ke air pada kondisi kapal berhenti pada air yang tenang tidak memperlihatkan adanya bekas jejak minyak. Dan apabila ballast tersebut di periksa melalui alat monitor pembuangan minyak ( oil discharge monitor system ) tidak lebih dari 15 ppm.
e) Segregated ballast / ballast terpisah ;
adalah ballast yang benar – benar terpisah dari minyak muatan, minyak bahan bakar dalam hal penempatannya, dan secara
permanent tangki tersebut dimaksudkan untuk mengangkut air ballast atau muatan selain minyak atau zat cair berbahaya lainnya.
2) Pipa ballast
Pipa adalah suatu batang silindar berongga yang dapat berfungsi untuk dilalui atau mengalirkan zat cair, uap, gas ataupun zat padat yang dapat dialirkan yang berjenis serbuk/tepung dari suatu tempat ke tempat lain. Pipa terdiri dari 2 macam yaitu :
a) Pipa Utama
Pipa untuk menghubungkan secara langsung bilge well (port dan starboard) pada bagian depan kamar mesin dengan pompa bilga.
b) Pipa cabang
Pipa untuk menghubungkan antara pipa utama dan sebagai pendukung untuk memindahkan dari satu sistem pipa ke sistem pipa lain.
c) katup (valve)
Valve atau disebut sebagai katup adalah piranti yang berfungsi mengatur aliran suatu fluida (baik berupa gas, cair, padatan atau mixed sekalian). Valve terpasang dengan sistem perpipaan karena di sistem perpipaan itulah fluida mengalir.
d) pompa
Pompa yang mendukung system ballast terdiri dari 2 pompa, yang juga mendukung sistem lain, yakni sistem pemadam dan
bilga. Pompa ini terdiri dari pompa bilga-ballast dan pompa general service.
Pompa general service digunakan sebagai pompa kedua pada sistem Ballast. Jadi, pompa general service ini kapasitasnya cukup 85% dari kapasitas pompa Ballast agar dapat menghandle sistem Ballast tersebut, yaitu 85% dari pompa Ballast – Fire.
e) overboard
Fungsi outboard adalah untuk mengeluarkan air yang sudah tidak terpakai. Peletakan Outboard ini haruslah diatas garis air atau WL (water line) dan harus diberi satu katup jenis SDNRV (Screw Down Non-Return Valve)
f) Seachest
Kotak laut (sea chest) adalah suatu perangkat yang berhubungan dengan air laut yang menempel pada sisi dalam dari pelat kulit kapal yang berada di bawah permukaan air dipergunakan untuk mengalirkan air laut ke dalam kapal sehingga kebutuhan sistem air laut dapat dipenuhi. Ada kapal- kapal yang berukuran besar, menengah maupun kecil dengan sistem instalasi permesinan dari mesin induk seluruhnya terletak di dalam kamar mesin, pada badan kapal bawah air menurut peraturan dari Biro Klasifikasi harus dipasang suatu bagian konstruksi yang disebut sea chest. Karena dari sea chest inilah kebutuhan air laut dalam kapal dapat dipenuhi.
Antara sea chest dengan sistem-sistem yang memerlukan suplai air laut dihubungkan dengan perantaraan pipa-pipa dari bermacam-macam ukuran sesuai dengan penggunaannya. Pada pipa-pipa tersebut terdapat katup-katup yang berfungsi sebagai pembuka dan penutup aliran air laut. Katup tersebut dibuka bila sistem perlu suplai air laut dan ditutup bila sistem sudah tidak perlu lagi. Misalnya mesin induk dimatikan saat kapal sandar di pelabuhan, maka katup air laut yang menuju ke mesin induk ditutup, tetapi karena kapal masih memerlukan suplai arus listrik untuk bongkar muat dari mesin bantu, maka katup air laut yang menuju mesin bantu tetap dibuka. Dengan kata lain bahwa pembukaan dan penutupan katup pada pipa-pipa perantara tersebut dilakukan sesuai dengan kebutuhan kapal dalam eksploitasinya, dan diharapkan bahwa sea chest mampu menyediakan air laut yang dibutuhkan oleh kapal untuk suplai sistem air laut dari kapal diam sampai kapal bergerak dan beroperasi.
3. Stabilitas
a. Pengertian Stabilitas
Stabilitas adalah keseimbangan dari kapal, merupakan sifat atau kecenderungan dari sebuah kapal untuk kembali kepada kedudukan semula setelah mendapat senget (kemiringan) yang disebabkan oleh gaya-gaya dari luar (Rubianto, 1996). Sama dengan pendapat Wakidjo (1972), bahwa stabilitas merupakan kemampuan sebuah kapal untuk
menegak kembali sewaktu kapal menyenget oleh karena kapal mendapatkan pengaruh luar, misalnya angin, ombak dan sebagainya.
Secara umum hal-hal yang mempengaruhi keseimbangan kapal dapat dikelompokkan kedalam dua kelompok besar yaitu :
1) Faktor internal yaitu tata letak barang/cargo, bentuk ukuran kapal, kebocoran karena kandas atau tubrukan
2) Faktor eksternal yaitu berupa angin, ombak, arus dan badai
Oleh karena itu maka stabilitas erat hubungannya dengan bentuk kapal, muatan, draft, dan ukuran dari nilai GM. Posisi M (Metasentrum) hampir tetap sesuai dengan style kapal, pusat buoyancy B (Bouyancy) digerakkan oleh draft sedangkan pusat gravitasi bervariasi posisinya tergantung pada muatan. Sedangkan titik M (Metasentrum) adalah tergantung dari bentuk kapal, hubungannya dengan bentuk kapal yaitu lebar dan tinggi kapal, bila lebar kapal melebar maka posisi M (Metasentrum) bertambah tinggi dan akan menambah pengaruh terhadap stabilitas.
Ukuran-ukuran pokok yang menjadi dasar dari pengukuran kapal adalah panjang (length), lebar (breadth), tinggi (depth) serta sarat (draft).Sedangkan untuk panjang di dalam pengukuran kapal dikenal beberapa istilah seperti LOA (Length Over All), LBP (Length Between Perpendicular) dan LWL (Length Water Line).
Beberapa hal yang perlu diketahui sebelum melakukan perhitungan stabilitas kapal yaitu :
a) Berat benaman (isi kotor) atau displasement adalah jumlah ton air yang dipindahkan oleh bagian kapal yang tenggelam dalam air.
b) Berat kapal kosong (Light Displacement) yaitu berat kapal kosong termasuk mesin dan alat-alat yang melekat pada kapal.
c) Operating Load (OL) yaitu berat dari sarana dan alat-alat untuk mengoperasikan kapal dimana tanpa alat ini kapal tidak dapat berlayar. Dilihat dari sifatnya, stabilitas atau keseimbangan kapal dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu satbilitas statis dan stabilitas dinamis. Stabilitas statis diperuntukkan bagi kapal dalam keadaan diam dan terdiri dari stabilitas melintang dan membujur. Stabilitas melintang adalah kemampuan kapal untuk tegak sewaktu mengalami senget dalam arah melintang yang disebabkan oleh adanya pengaruh luar yang bekerja padanya, sedangkan stabilitas membujur adalah kemampuan kapal untuk kembali ke kedudukan semula setelah mengalami senget dalam arah yang membujur oleh adanya pengaruh luar yang bekerja padanya.
Stabilitas melintang kapal dapat dibagi menjadi sudut senget kecil (00-150) dan sudut senget besar (>150). Akan tetapi untuk stabilitas awal pada umumnya diperhitungkan hanya hingga 150 dan pada pembahasan stabilitas melintang saja.
Sedangkan stabilitas dinamis diperuntukkan bagi kapal-kapal yang sedang oleng atau mengangguk ataupun saat menyenget
besar. Pada umumnya kapal hanya menyenget kecil saja. Jadi senget yang besar, misalnya melebihi 200 bukanlah hal yang biasa dialami. Senget-senget besar ini disebabkan oleh beberapa keadaan umpamanya badai atau oleng besar ataupun gaya dari dalam antara lain GM yang negative.
Dalam teori stabilitas dikenal juga istilah stabilitas awal yaitu stabilitas kapal pada senget kecil (antara 00–150).
Stabilitas awal ditentukan oleh 3 buah titik yaitu titik berat (Center of gravity) atau biasa disebut titik G, titik apung (Center of buoyance) atau titik B dan titik meta sentris (Meta centris) atau titik M.
Di dalam Stabilitas kapal mempunyai 3 titik yang sangat penting M = Metacenter
G = Center of Gravity B = Center of Bouyancy.
b. Macam Macam Keadaan Stabilitas
Pada prinsipnya keadaan stabilitas ada tiga yaitu Stabilitas Positif (stable equilibrium), stabilitas Netral (Neutral equilibrium) dan stabilitas Negatif (Unstable equilibrium).
1) Stabilitas Positif (Stable Equlibrium)
Suatu keadaan dimana titik G-nya berada di atas titik M, sehingga sebuah kapal yang memiliki stabilitas mantap sewaktu menyenget mesti memiliki kemampuan untuk menegak kembali.
2) Stabilitas Netral (Neutral Equilibrium)
Suatu keadaan stabilitas dimana titik G-nya berhimpit dengan titik M. Maka momen penegak kapal yang memiliki stabilitas netral sama dengan nol, atau bahkan tidak memiliki kemampuan untuk menegak kembali sewaktu menyenget. Dengan kata lain bila kapal senget tidak ada MP maupun momen penerus sehingga kapal tetap miring pada sudut senget yang sama, penyebabnya adalah titik G terlalu tinggi dan berimpit dengan titik M karena terlalu banyak muatan di bagian atas kapal.
3) Stabilitas Negatif (Unstable Equilibrium)
Suatu keadaan stabilitas dimana titik G-nya berada di atas titik M, sehingga sebuah kapal yang memiliki stabilitas negatif sewaktu menyenget tidak memiliki kemampuan untuk menegak kembali, bahkan sudut sengetnya akan bertambah besar, yang menyebabkan kapal akan bertambah miring lagi bahkan bisa menjadi terbalik. Atau suatu kondisi bila kapal miring karena gaya dari luar , maka timbullah sebuah momen yang dinamakan momen penerus/Heiling moment sehingga kapal akan bertambah miring.
c. Titik Titik Penting Dalam Stabilitas
Menurut Hind (1967), titik-titik penting dalam stabilitas antara lain adalah titik berat (G), titik apung (B) dan titik M.
1) Titik Berat (Centre of Gravity)
Titik berat (center of gravity) dikenal dengan titik G dari sebuah kapal, merupakan titik tangkap dari semua gaya-gaya yang menekan ke bawah terhadap kapal. Letak titik G ini di kapal dapat diketahui dengan meninjau semua pembagian bobot di kapal, makin banyak bobot yang diletakkan di bagian atas maka makin tinggilah letak titik G-nya.
Secara definisi titik berat (G) ialah titik tangkap dari semua gaya gaya yang bekerja kebawah. Letak titik G pada kapal kosong ditentukan oleh hasil percobaan stabilitas. Perlu diketahui bahwa, letak titik G tergantung daripada pembagian berat dikapal. Jadi selama tidak ada berat yang di geser, titik G tidak akan berubah walaupun kapal oleng atau mengangguk.
2) Titik Apung (Centre of Buoyance)
Titik apung (center of buoyance) diikenal dengan titik B dari sebuah kapal, merupakan titik tangkap dari resultan gaya-gaya yang menekan tegak ke atas dari bagian kapal yang terbenam dalam air.
Titik tangkap B bukanlah merupakan suatu titik yang tetap, akan tetapi akan berpindah-pindah oleh adanya perubahan sarat dari kapal. Dalam stabilitas kapal, titik B inilah yang menyebabkan kapal mampu untuk tegak kembali setelah mengalami senget. Letak titik B tergantung dari besarnya senget kapal ( bila senget berubah maka letak titik B akan berubah / berpindah. Bila kapal menyenget titik B akan berpindah kesisi yang rendah.
3) Titik Metasentris
Titik metasentris atau dikenal dengan titik M dari sebuah kapal, merupakan sebuah titik semu dari batas dimana titik G tidak boleh melewati di atasnya agar supaya kapal tetap mempunyai stabilitas yang positif (stabil). Meta artinya berubah-ubah, jadi titik metasentris dapat berubah letaknya dan tergantung dari besarnya sudut senget.
Apabila kapal senget pada sudut kecil (tidak lebih dari 150), maka titik apung B bergerak di sepanjang busur dimana titik M merupakan titik pusatnya di bidang tengah kapal (centre of line) dan pada sudut senget yang kecil ini perpindahan letak titik M masih sangat kecil, sehingga masih dapat dikatakan tetap.
Keterangan : K = lunas (keel)
B = titik apung (buoyancy) G = titik berat (gravity)
M = titik metasentris (metacentris) d = sarat (draft)
D = dalam kapal (depth) CL = Centre Line WL = Water Line
d. Dimensi Pokok Dalam Stabilitas kapal 1) KM (Tinggi titik metasentris di atas lunas)
KM ialah jarak tegak dari lunas kapal sampai ke titik M, atau jumlah jarak dari lunas ke titik apung (KB) dan jarak titik apung ke metasentris (BM), sehingga KM dapat dicari dengan rumus :
KM = KB + BM
Diperoleh dari diagram metasentris atau hydrostatical curve bagi setiap sarat (draft) saat itu.
2) KB (Tinggi Titik Apung dari Lunas)
Letak titik B di atas lunas bukanlah suatu titik yang tetap, akan tetapi berpindah-pindah oleh adanya perubahan sarat atau senget kapal., nilai KB dapat dicari :
Untuk kapal tipe plat bottom, KB = 0,50d Untuk kapal tipe V bottom, KB = 0,67d Untuk kapal tipe U bottom, KB = 0,53d 3) BM (Jarak Titik Apung ke Metasentris)
BM dinamakan jari-jari metasentris atau metacentris radius karena bila kapal mengoleng dengan sudut-sudut yang kecil, maka lintasan pergerakan titik B merupakan sebagian busur lingkaran dimana M merupakan titik pusatnya dan BM sebagai jari-jarinya.
Titik M masih bisa dianggap tetap karena sudut olengnya kecil (100- 150).
4) KG (Tinggi Titik Berat dari Lunas)
Nilai KB untuk kapal kosong diperoleh dari percobaan stabilitas (inclining experiment), selanjutnya KG dapat dihitung
dengan menggunakan dalil momen. Nilai KG dengan dalil momen ini digunakan bila terjadi pemuatan atau pembongkaran di atas kapal dengan mengetahui letak titik berat suatu bobot di atas lunas yang disebut dengan vertical centre of gravity (VCG) lalu dikalikan dengan bobot muatan tersebut sehingga diperoleh momen bobot tersebut, selanjutnya jumlah momen-momen seluruh bobot di kapal dibagi dengan jumlah bobot menghasilkan nilai KG pada saat itu.
5) GM (Tinggi Metasentris)
Tinggi metasentris atau metacentris high (GM) yaitu jarak tegak antara titik G dan titik M.
Dari rumus disebutkan : GM = KM – KG
GM = (KB + BM) – KG
Nilai GM inilah yang menunjukkan keadaan stabilitas awal kapal atau keadaan stabilitas kapal selama pelayaran nanti
6) Momen Penegak (Righting Moment) dan Lengan Penegak (Righting Arms)
Momen penegak adalah momen yang akan mengembalikan kapal ke kedudukan tegaknya setelah kapal miring karena gaya-gaya dari luar dan gaya-gaya tersebut tidak bekerja lagi. Pada waktu kapal miring, maka titik B pindak ke B1, sehingga garis gaya berat bekerja ke bawah melalui G dan gaya keatas melalui B1. Titik M merupakan busur dari gaya-gaya tersebut. Bila dari titik G ditarik garis tegak lurus ke B1M maka berhimpit dengan sebuah titik Z. Garis GZ inilah
yang disebut dengan lengan penegak (righting arms). Seberapa besar kemampuan kapal tersebut untuk menegak kembali diperlukan momen penegak (righting moment). Pada waktu kapal dalam keadaan senget maka displasemennya tidak berubah, yang berubah hanyalah faktor dari momen penegaknya. Jadi artinya nilai GZ nyalah yang berubah karena nilai momen penegak sebanding dengan besar kecilnya nilai GZ, sehingga GZ dapat dipergunakan untuk menandai besar kecilnya stabilitas kapal.
7) Periode Oleng (Rolling Period)
Periode oleng dapat kita gunakan untuk menilai ukuran stabilitas. Periode oleng berkaitan dengan tinggi metasentrik. Satu periode oleng lengkap adalah jangka waktu yang dibutuhkan mulai dari saat kapal tegak, miring ke kiri, tegak, miring ke kanan sampai kembali tegak kembali.
8) Pengaruh Permukaan Bebas (Free Surface Effect)
Permukaan bebas terjadi di dalam kapal bila terdapat suatu permukaan cairan yang bergerak dengan bebas, bila kapal mengoleng di laut dan cairan di dalam tangki bergerak-gerak akibatnya titik berat cairan tadi tidak lagi berada di tempatnya semula. Titik G dari cairan tadi kini berada di atas cairan tadi, gejala ini disebut dengan kenaikan semu titik berat, dengan demikian perlu adanya koreksi terhadap nilai GM yang kita perhitungkan dari kenaikan semu titik berat cairan tadi pada saat kapal mengoleng sehingga diperoleh nilai GM yang efektif.
Masih ditemukannya kurang Optimalnya penggunaan water ballast terhadap keseimbangan kapal.
C. KERANGKA PENELITIAN
Kerangka pikir ini digunakan sebagai dasar untuk menjawab pertanyaan- pertanyaan penelitian yang diangkat atau bisa diartikan sebagai mengalirkan jalan pikiran menurut kerangka logis (construct logic) atau kerangka konseptual yang relevan untuk menjawab penyebab terjadinya masalah.
Adapun kerangka pemikiran dalam karya ilmiah terapan ini adalah sebagai berikut:
Bagaimana penggunaan water ballast pada sistem
Tercapainy Pengoptimalan Penggunaan Ballast Untuk Stabilitas Di Atas Kapal.
Rekomendasi inovasi dan teknologi pengolahan air
ballast.
Untuk menunjang optimalisasi pendistribusian water ballast pada sistem
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. JENIS PENELITAN
Jenis Penelitian pada karya tulis ilmiah ini adalah penelitian kualitatif.
Menurut Bogdan dan Taylor mendefinisikan penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. (Molleong, 2002:09).
Terdapat beberapa faktor pertimbangan dalam menggunakan deskriptif kualitatif yaitu (Molleong, 2003 : 33) :
1. Metode deskriptif kualitatif akan lebih mudah menyesuaikan bila dalam penelitian ini kenyataanya ganda
2. Metode deskriptif kualitatif menyajikan secara langsung hubungan antara peneliti dengan objek peneliti
3. Metode deskriptif kualitatif lebih peka serta dapat meyesuaikan diri dengan banyak pengaruh terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.
B. LOKASI PENELITIAN
Menurut Arikunto (2006 : 13) dalam penelitian kualitatif tidak dikenal istilah populasi dan sampel. Istilah yang digunakan adalah setting atau tempat penelitian. Lokasi penelitiannya adalah di salah satu kapal niaga dimana penulis melaksanakan praktek kerja laut (PRALA) selama 1 tahun di kapal MT.Ratu ruwaidah.
C. JENIS DAN SUMBER DATA
Yang dimaksud sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data diperolah (Arikunto, 2010 : 172). Sumber data terbagi menjadi 2 jenis yaitu : 1. Data Primer adalah data dalam bentuk verbal atau kata – kata yang
diucapkan secara lisan, gerak – gerik atau perilaku yang dilakukan oleh subjek yang dapat dipercaya, yani subjek penelitian atau informan yang berkenaan dengan variable yang diteliti atau data yang diperoleh dari responden secara langsung (Arikunto, 2010 : 22).
2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari teknik pengumpulan data yang menunjangdata primer. Dalam penelitian ini diperoleh dari hasil obervasi yang dilakukan oleh penulis serta dari studi pustaka. Dapat dikatakan data sekunder ini bisa berasal dari dokumen–dokumen grafis seperti table, catatan, SMS, foto dan lain-lain (Arikunto, 2010 : 22).
D. PEMILIHAN INFORMAN
Pada penelitian ini, informan penelitian merupakan awak kapal di salah satu kapal niaga yang nantinya akan ditempati sebagai tempat melaksanakan praktek kerja laut (PRALA). Untuk mendapatkan kelengkapan informasi yang sesuai dengan fokus penelitian maka yang dijadikan teknik pengumpulan data adalah sebagai berikut:
1. Teknik observasi (pengamatan)
Observasi adalah pengamatan yang dilakukan secara sengaja, sistematis, mengenai fenomena social dengan gejala-gejala psikis untuk kemudian dilakukan pencatatan. (Joko, 1997 : 63). Teknik ini dilakukan
untuk mengetahui perilaku crew kapal yang bisa menjadi penyebab atau memicu terjadinya kebakaran di atas kapal.
2. Teknik Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari seseorang. (Sugiyono, 2005 : 329). Dokumen yang ditunjukkan dalam hal ini adalah segala dokumen yang berhubungan dengan keadaan darurat dan semua tugas-tugas khusus yang diberikan kepada crew kapal saat terjadinya keadaan darurat khususnya kebakaran.
E. TEKNIK ANALISIS DATA
Patton mengungkapkan bahwa analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Bogdan dan taylor mendefinisikan analisis data sebagai proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis (ide) seperti data yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan hipotesis itu. (Moleong, 2003 : 103) Terdapat langka-langkah dalam menganilisis data (Moleong, 2003 : 105) :
1. Data yang terkumpul dikategorikan dan dipilah-pilah menurut jenis datanya.
2. Melakukan seleksi terhadap data yang dianggap data inti yang berkaitan langsung dengan permasalahan dan yang hanya merupakan data pendukung.
3. Menelaah, mengkaji, dan mempelajari lebih dalam data tersebut kemudian melakukan interpretasi data untuk mencari solusi dalam permasalahan yang diangkat dalam penelitian. pada penelitian kualitatif ini, analisis data
dilakukan semenjak awal penelitian. Pengamatan dilaksanakan di salah satu kapal niaga yang akan dilaksanakan saat PRALA.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi (2010) Prosedur Penelitian Suatu PendekatanPraktek.
Jakarta: Rineka Cipta.
Bogdan dan Taylor. Teknik Analisis Data.
Hind (1967). Titik Titik Penting dalam Stabilitas.
Joko (1997). Teknik Pemilihan Informan Observasi.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2013). Edisi ke – empat. Jakarta. Department Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Moleong, Lexy J. 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Rubianto (1972). Pengertian Stabilitas.
Sugiyono (2005). Memahami penelitian kualitatif. Bandung: CV Alfabeta. Wakidjo, P. 1972. Stabilitas Kapal Jilid II. Penuntun Dalam Menyelesaikan
Masalah.Yogyakarta
Wikipedia . Pengertian Optimalisasi (online).
(https://id.wikipedia.org/wiki/optimalisasi)