Evaluasi Nilai Biologis Protein IN VITRO: Pengukuran Daya Cerna Protein
Evaluation of the Biological Value of Protein IN VITRO: Measurement of Protein Digestibility Padriansyah Lubis1, Cesar Welya Refdi2, Bunga Silvana Khaira3, Muhammad
Ihsan3,Muhammad Rizky Steval3, Yasmin Azzahra3
1Rabu - Student of Food Technology and Agricultural Product, 2Lecturer of Food Technology and Agricultural Product, 3EGDP Laboratory Asisstant of Food Technology and Agricultural Product Faculty of Agricultural Technology, Andalas University, Kampus Limau Manis-Padang, Indonesia
25163
Email : [email protected]
ABSTRACT
Agriculture in Indonesia has great potential and is one of the key sectors in national development and development, especially in the management and utilization of food commodity products. It is hoped that the management and utilization of agricultural products will be more planned and put to better use Practicum on nutritional evaluation in food processing with the object of Evaluation of the Biological Value of In Vitro Protein: Measurement of Protein Digestibility carried out in the Food and Agricultural Technology laboratory on Wednesday at 09.20 WIB. Experimental results shows the relative digestibility of 8 groups of bean flour 7.87%, soybean flour 3.19%, green bean sprouts 5.19%, tempeh flour 1.42%, green bean flour 6.44%, soybean flour 10, 74%, green bean sprout flour 10.59%, and tempeh flour 6.82%. This indicates significant variation in relative digestibility between the samples. Soybean flour shows the highest relative digestibility of 10.74%, while tempeh flour shows the lowest digestibility of 1.42%. The greater the decrease in the pH of the sample after incubation shows that the sample has high protein digestibility. Soybean flour has a higher digestibility. higher protein than tempeh flour which has undergone a fermentation process.
From the results of experiments that have been carried out, the sample that has the highest protein digestibility is soybean flour, namely 10.74% and the sample with the lowest protein digestibility is tempeh flour, namely 1.42%. .
Keywords: protein digestibility, soy flour, tempeh flour, protein isolate, enzyme
I. PENDAHULUAN
Pertanian di Indonesia mempunyai potensi yang besar dan merupakan salah satu sektor kunci dalam pembangunan dan pembangunan nasional, khususnya dalam pengelolaan dan pemanfaatan produk komoditas pangan. Diharapkan pengelolaan dan pemanfaatan hasil pertania
n lebih terencana dan dimanfaatkan dengan lebih baik (Isbah & Iyan, 2016).
Protein adalah komponen yang berperan penting dalam pertumbuhan suatu makhluk hidup dan merupakan salah satu at gizi yang dibutuhkan oleh tubuh dengan porsi yang cukup besar. Protein yang terkandung dalam bahan pangan akan mengalami pencernaan setelah dikonsumsi menjadi unit- unit penyusunnya seperti asam-asam amino dan atau peptida. Protein tersebut dicerna oleh tubuh dengan membutuhkan bantuan enzim protease, seperti tripsin, kimotripsin, pepsin, dan sebagainya. Daya cerna protein adalah kemampuan suatu protein untuk dicerna oleh
enzim pencernaan protease atau kemampuan protein untuk dapat dihidrolisis menjadi asam-asam amino oleh enzim-enzim pencernaan (Sediaoetama A. D. 2019.).
Penetapan kadar protein dapat dilakukan dengan beberapa metode antara lain,metode Kjeldahl, metode Biuret, metode Lowry,dan metode penentuan asam amino.
(Yenrina R.2015). Kandungan protein yang terdapat di kacang kedelai terbagi menjadi tiga tipe,yakni protein yang terlibat dalam metabolisme, protein struktural, dan protein penyimpanan, yang tidak memiliki aktivitas biologis.Sebagian besar,protein yang terkandung pada kacang kedelai yaitu globulin dengan karakteristik dapat larut air serta larut dalam larutan garam. (García MC,2017).
Tanaman kedelai adalah tanaman yang merupakan salah satu sumber potensi pangan yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Kedelai merupakan sumber protein yang paling murah di dunia. Varietas kedelai yang ada di Indonesia mempunyai kadar protein 30,53 - 44 % (Snyder dan Kwon, 2020). Kedelai atau Glycine max (L) Merr termasuk familia Leguminoceae, sub famili Papilionaceae, genus Glycine max, berasal dari jenis kedelai liar yang disebut Glycine unriensis. Secara fisik setiap kedelai berbeda dalam hal warna, ukuran dan komposisi kimianya. Perbedaan secara fisik dan kimia tersebut dipengaruhi oleh varietas dan kondisi dimana kedelai tersebut dibudidayakan (Ketaren, 2016).
II. METODE PRAKTIKUM 2.1 Tempat dan Waktu
Praktikum Evaluasi gizi dalam pengolahan pangan dengan objek Evaluasi Nilai Biologis Protein In Vitro: Pengukuran Daya Cerna Protein dilakukan di laboratorium Teknologi pangan dan Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Pada hari Rabu Pukul 09.20 WIB.
2.2 Alat dan Bahan
Pada Objek 1 ini alat – alat yang digunakan yaitu; gelas ukur, labu takar, erlenmeyer, pipet, tabung reaksi, Inkubator penangas air (waterbath), timbangan, dan Spektrofotometer UV-Vis.
Bahan – bahan yang digunakan ialah;
kasein murni, tepung kedelai mentah, tepung kedelai rebus, dan tepung kecambah kedelai.
Untuk pereaksi yang digunakan adalah; akuades, NaOH, campuran enzim 1.6 mg tripsin 1.3 mg kimotripsin dan 4 mg penkreatin per ml, buffer fosfat, TCA 01 M, Na2CO3 0.4 M, dan Pereaksi folin 50%
(30ml folin + 60ml akuades) 2.3 Diagram Alir
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
2 Sampel Tepung
kacang kedelai
1.5g tepung di homogen kan dengan 30ml akuades hingga pH 8.0 dan ambil 10ml suspense sebanyak 2
kali
1 set percobaan dicampur dengan enzim, untuk set 2 di beri akuades dan blanko untuk mengatur asam
amino lalu di vortex
Inkubasi selama 10 menit dengan suhu 37 celcius.
Vortex hasil inkubasi lalu ambil 0,2ml masukkan pada tabung reaksi plastik sisanya diukur pH 4ml TCA ditambahkan lalu divortex dan sentrifus
selama 10 menit
1.5ml sampel diambil tambahkan Na2CO3 5.0 ml dan pereaksi folin lalu vortex. Diamkan selama 20 menit. Lalu baca absorbansi pada 578nm. Buat
perhitungan dari hasil tersebut.
Catat hasil pengamatan
3.1 Hasil Praktikum
Hasil perhitungan sampel tepung kacang kedelai
Sampel
Sampel Blanko Tepung kacang
kedelai
1,912 1,407
Kasein murni 2,840 2,793
Tabel 1. Data hasil absorbansi daya cerna protein
Dayacerna protein%=A sampel−A blanko sampel
A kontrol−A blanko kontrolx100 %
¿1, 912−1,407
2,840−2,793 x100 % ¿0,505
0,047x100 % = 10,74%
Sampel Daya cerna protein (%)
Tepung kacang kedelai
10,74%
Tabel 2. Data hasil daya cerna protein tepung kacang kedelai
3.2 Pembahasan
Dalam rangka menguji daya cerna protein, empat sampel tepung - tepung kedelai, tepung kacang hijau, tepung tempe, dan tepung kecambah kacang hijau yang dikeringkan - telah dibandingkan dengan protein standar, yaitu kasein, dalam praktikum. Pemilihan kasein sebagai standar didasarkan pada kualitas proteinnya yang tinggi serta kemudahan pencernaan yang dimilikinya jika dibandingkan dengan keempat sampel tersebut.Hasil percobaan menunjukkan daya cerna relatif dari 8 kelompok tepung kacang hijau 7,87%, tepung kacang kedelai 3,19%, kecambah kacang hijau 5,19%, tepung tempe 1,42%,tepung kacang hijau 6,44%, tepung kacang kedelai 10,74%, tepung kecambah kacang hijau 10,59%,dan tepung tempe 6,82% . hal ini menunjukkan variasi signifikan dalam daya
cerna relatif antara sampel-sampel tersebut.
Tepung kacang kedelai menunjukkan daya cerna relatif tertinggi sebesar 10,74%
(kelompok 6), sementara tepung tempe menunjukkan daya cerna terendah sebesar 1,42%(kelompok 4).
Selain perbandingan daya cerna relatif, penting untuk dipahami bahwa perlakuan yang diberikan pada sampel-sampel tersebut juga mempengaruhi hasilnya.
Pengeringan sampel tepung, misalnya, dapat memperluas permukaan protein, yang pada gilirannya meningkatkan daya cerna relatif.
Namun, yang paling menonjol adalah efek pemanasan pada sampel tepung kedelai.
Proses pemanasan dapat meningkatkan ketersediaan zat gizi protein yang terkandung di dalamnya, sehingga menghasilkan daya cerna yang lebih tinggi.
Penting untuk dicatat bahwa kebanyakan protein pangan akan mengalami denaturasi jika dipanaskan pada suhu yang moderat, yakni sekitar 60 hingga 90 ℃ , selama satu jam atau kurang. Namun, dalam konteks tepung kedelai, proses pemanasan pada suhu tersebut justru meningkatkan ketersediaan protein.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan:
1. Semakin besar penurunan pH sampel setelah diinkubasi memperlihatkan bahwa sampel tersebut memiliki daya cerna protein yang tinggi.
2. Tepung kedelai memiliki daya cerna protein yang lebih tinggi daripada tepung tempe yang telah mengalami proses fermentasi.
3. Dari hasil percobaan yang telah dilakukan sampel yang memiliki daya cerna protein tertinggi yaitu tepung kacang kedelai yaitu 10,74%
(kelompok 6) dan sampel dengan daya cerna protein terendah yaitu tepung tempe sebesar 1,42 %(kelompok 4).
4.2 Saran
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, praktikan menyarankan:
1. Sebaiknya sebelum melaksanakan praktikum, praktikan sudah memahami cara kerja praktikum.
2. Praktikan lebih teliti dalam mengungkur bahan-bahan kimia yang digunakan.
3. Praktikan lebih serius lagi dalam melakukan praktikum.
DAFTAR PUSTAKA Isbah, U., & Iyan, R. Y. (2016). Analisis
Peran Sektor Pertanian dalam Perekonomian dan Kesempatan Kerja di Provinsi Riau. Jurnal Sosial Ekonomi Pembangunan,Tahun VII(19), 45–54.
García MC, Torre M, Marina ML, Laborda F, Rodriquez
AR.Composition and
characterization of soyabean and related products. Critical Reviews in Food Science and Nutrition.
2017;37(4):361-391.
Ketaren. 2016. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan.
Jakarta:Universitas Indonesia Press.
Sediaoetama A. D. 2019. Ilmu Gizi. Jakarta : Dian Rakyat.
Snyder, H.E. and W. Know, T. 2020. Soybean Untiluzatin. an AVI Book. Published by van Nostrad Rein hold company, New york.
Yenrina R. Metode Analisis Bahan Pangan Dan Komponen Bioaktif. Andalas University Press; 2015.
4
DOKUMENTASI
5 Gambar 1. Alat dan
bahan yang digunakan
Gambar 2. Sampel
ditimbang Gambar 3. Memakai
aquades 30 ml
Gambar 4.
Memasukkan sampel ke erlenmeyer
Gambar 5. Diukur 10 ml
Gambar 6. Sampel dalam tabung divortex
Gambar 7. Diambil sampel dengan mikropipet
Gambar 8. Diukur pH dnegan kertas pH
Gambar 9.
Dikumpulkan di beaker glass
Gambar 10.
Dimasukkan ke dalam tabung reaksi
Gambar 11. Di sentrifus 35000 rpm selama 1 menit
gambar 12. Hasil pengukuran spektro uv-vis