• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENGOLAHAN LIMBAH UDANG TERHADAP NILAI GIZI DAN DAYA CERNA PROTEINNYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PENGOLAHAN LIMBAH UDANG TERHADAP NILAI GIZI DAN DAYA CERNA PROTEINNYA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGOLAHAN LIMBAH UDANG TERHADAP

NILAI GIZI DAN DAYA CERNA PROTEINNYA

(Effect of Processing on Value and Protein Digestibility of Shrimp Waste)

RIZKI PALUPI

Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Palembang

ABSTRACT

This study was done to investigate the effect of processing on nutritive value and protein digestibility of shrimp waste. The study was done in the Non Ruminant Nutrition Laboratory, Faculty of Animal Husbandry, Padang University and the Animal Nutrition Laboratory, Faculty of Animal Husbandry IPB, from November 2004 until March 2005. The shrimp waste was obtain from market and was allocated into 6 treatments with 3 replications each, based on CompletelyRandomized Design. The treatment was: P0 (shrimp waste without any treatment), PP (shrimp waste soaked in ash solution), P15 (PP was steamed for 15 minutes), P30 (PP was steamed for 30 minutes), P45 (PP was steamed for 45 minutes) and P60 (PP was steamed for 60 minutes). The result showed that treatment had a significant effect (P < 0.01) on crude protein, crude fiber, fat, calsium, khitin, content and protein digestibility of shrimp waste but phosphor content. Steaming for 45 minutes (P45) resulted in the best quality of shrimp waste.

Key Words:

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pengolahan limbah udang terhadap kandungan zat-zat gizi, kandungan khitin dan daya cerna protein tepung limbah udang. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Gizi Non Ruminansia Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang dan Laboratorium Makanan Ternak Fakultas Peternakan IPB pada bulan November 2004 sampai bulan Maret 2005. Materi yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah udang yang diperoleh dari pasar ikan. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 6 (enam) perlakuan dengan 3 (tiga) ulangan setiap perlakuan. Adapun perlakuan dalam penelitian ini adalah: P0 = limbah udang tanpa proses, PP = perendaman dengan air abu sekam, P15 = perendaman dengan air abu sekam + pengukusan 15 menit, P30 = perendaman dengan air abu sekam + pengukusan 30 menit, P45 = perendaman dengan air abu sekam + pengukusan 45 menit, P60 = perendaman dengan air abu sekam + pengukusan 60 menit. Hasil penelitian bahwa perlakuan berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap kandungan protein kasar, serat kasar, lemak kalsium, khitin dan daya cerna protein. Tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan posfor tepung limbah udang. Pengkusan selama 45 menit pada limbah udang yang telah direndam dengan filtrat air abu sekam merupakan perlakuan terbaik yang menghasilkan kualitas tepung limbah udang terbaik dengan daya cerna tertinggi.

Kata Kunci: Limbah udang, pengolahan, zat-zat gizi, daya cerna protein

PENDAHULUAN

Pakan merupakan faktor yang paling menentukan dalam suatu usaha peternakan unggas, dan harga pakan untuk ternak unggas relatif mahal. Biaya yang dikeluarkan untuk ransum ternak unggas merupakan biaya terbesar yaitu berkisar 60 – 70 persen dari seluruh biaya produksi. Hal ini disebabkan karena bahan pakan yang digunakan untuk menyusun ransum masih bersaing dengan

bahan makanan manusia dan bahan pakan sumber protein masih diimpor dari luar negeri seperti, bungkil kedelei, tepung daging dan tepung ikan.

Problema ini harus diatasi dengan mencari bahan pakan yang kaya akan protein, murah, dan tidak bersaing dengan bahan makanan manusia, serta tersedia secara kontinu. Salah satu bahan pakan yang dapat digunakan adalah limbah udang yang diperoleh dari industri udang beku dan limbah udang dari pasar.

(2)

Limbah udang terdiri dari bagian kepala, ekor dan kulit serta udang-udang kecil. WANASURIA

(1990), melaporkan bahwa tidak seluruh komoditi udang diekspor dalam bentuk udang segar, sebahagian besar diekspor dalam bentuk olahan, yaitu diolah untuk membuang kepala dan kulit udang. DATA BIRO PUSAT STATISTIK

(2004), produksi limbah udang sudah mencapai 240 ribu ton/tahun.

Pemanfaatan limbah udang sebagai salah satu bahan penyusun ransum ternak unggas dapat dilakukan, disebabkan limbah tersebut mempunyai kandungan zat-zat makanan yang cukup tinggi, terutama kandungan proteinnya. Hasil penelitian RESMI (2000), tepung kepala udang sebelum dilakukan pengolahan mengandung zat-zat makanan yaitu protein 46,20%, serat kasar 16,85% dan kalsium 9,40%. Berbeda dengan hasil analisis tepung limbah udang tanpa pengolahan pada Laboratorium Nutrisi Non Ruminansia FAKULTAS PETERNAKAN UNAND (2004), protein kasar 36,75%, lemak kasar 5,72%, serat kasar 14,49%, kalsium 13,99% dan phospor 1,28%.

Kandungan protein limbah udang yang cukup tinggi merupakan potensi yang perlu dimanfaatkan. Disamping itu, limbah udang juga mengandung serat kasar yang tinggi, yaitu berupa khitin. PURWANINGSIH (2000), menyatakan bahwa limbah udang terdiri dari 30% khitin dari bahan keringnya. Adanya khitin ini mengakibatkan adanya keterbatasan atau faktor pembatas dalam penggunaan limbah udang untuk dijadikan bahan penyusun ransum ternak unggas jika digunakan secara langsung tanpa dilakukan pengolahan.

Untuk mengurangi faktor pembatas berupa khitin yang terikat dalam serat kasar limbah udang harus dilakukan pengolahan terhadap limbah udang tersebut. Salah satu cara pengolahan adalah dengan cara pengukusan, dimana sebelum dilakukan pengukusan limbah udang direndam terlebih dahulu dalam air abu sekam 10% selama 48 jam untuk meregangkan ikatan khitin pada limbah udang tersebut. Hasil penelitian MEIZWARNI (1995), dedak yang diberi praperlakuan hidrolisis air abu sekam 10% memperlihatkan peningkatan kualitas dedak yang dihasilkan. Sedangkan RESMI

(2000) menyatakan bahwa pengolahan limbah udang dengan cara pengukusan menghasilkan kandungan protein kasar tertinggi dan kadar

khitin terendah dibandingkan dengan cara direbus dan disangrai. FILAWATI (2003), melakukan pengolahan limbah udang secara fisikokimia dengan merendam limbah udang tersebut dalam larutan garam 5%, asam 5% dan campuran asam 5% dan garam 5% selama 48 jam yang kemudian dilanjutkan dengan pengukusan, dimana perlakuan terbaik pada perendaman dengan garam 5% dan asam 5% yang kemudian dikukus selama 30 menit.

MATERI DAN METODE

Bahan dan peralatan percobaan

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah udang yang diperoleh dari limbah pasar penjualan udang segar. Peralatan yang digunakan terdiri dari stoples plastik, dandang pengukus, kompor minyak tanah, blender, kantong plastik dan timbangan Ohause 2610 gram.

Rancangan percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 6 (enam) perlakuan dengan 3 (tiga) ulangan setiap perlakuan. Adapun perlakuan dalam penelitian ini adalah:

P0 = limbah udang tanpa proses PP = perendaman dengan air abu sekam P15 = perendaman dengan air abu sekam

dan pengukusan 15 menit

P30 = perendaman dengan air abu sekam dan pengukusan 30 menit

P45 = perendaman dengan air abu sekam dan pengukusan 45 menit

P60 = perendaman dengan air abu sekam dan pengukusan 60 menit

Model matematis untuk percobaan ini adalah:

Yij = μ + αi + εij dimana:

Yij = Nilai pengamatan ke-i dan ulangan ke-j μ = Nilai tengah umum

αi = Pengaruh perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

(3)

i = 1, 2, 3, 4, 5, 6 j = 1, 2, 3

εij = Pengaruh efek sisa pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Prosedur pelaksanaan penelitian

Limbah udang dibersihkan dulu dengan air bersih, lalu ditiriskan. Selanjutnya limbah udang direndam dengan air abu sekam (filtrat abu sekam yaitu: hasil rendaman abu dengan aquades yang menggunakan perbandingan 1 : 10) selama 48 jam. Setelah itu limbah udang ditiriskan. Selanjutnya limbah udang dikukus diatas air yang sudah mendidih sesuai dengan perlakuan yang diberikan, kemudian dilanjutkan dengan pengeringan dan digiling serta dianalisa kandungan zat-zat makanannya. Selanjutnya dilakukan penghitungan daya cerna protein limbah udang hasil olahan secara in vitro. Sistematika pengolahan limbah udang dapat dilihat pada Lampiran 1.

Peubah yang diamati

Peubah yang diamati pada penelitian tahap pertama ini adalah nilai gizi secara kimiawi yaitu berhubungan dengan analisis proksimat meliputi kandungan protein kasar, serat kasar, lemak, kalsium, phospor dan kandungan khitin dari limbah udang hasil pengukusan, serta daya cerna protein limbah udang hasil olahan.

Cara menghitung daya cerna protein

Daya cerna protein dari limbah udang hasil olahan dilakukan dengan metode in vitro di laboratorium dengan menggunakan larutan pepsin yang terbuat dari: 90 ml HCl dilarutkan atau diencerkan menjadi 1,5 liter larutan sebelum digunakan (HAND dan PERSONS, 1991). Larutan pepsin 0,2% disiapkan dengan cara menghangatkan larutan HCl tadi hingga suhu 42 – 45°C. Larutan tersebut diaduk pelan-pelan. Hasilnya adalah larutan pepsin 0,2% dalam HCl 1,25 N.

Selanjutnya sampel ditimbang sebanyak 5 g dan dimasukkan kedalam erlemeyer. Kemudian ditambahkan 150 ml larutan pepsin. Erlemeyer ditutup dan digoyang pada shaker water bath selama 16 jam. Sesudah itu larutan

didiamkan selama 15 menit dan supernatannya disaring dengan kertas saring. Kemudian residunya dicuci.

Residu yang diperoleh selanjutnya akan dianalisa kandungan proteinnya untuk mengetahui persentase daya cerna dari limbah udang hasil olahan. Adapun untuk mencari daya cerna protein adalah:

Protein sampel – protein residu Daya cerna = x 100% protein Protein sampel

Analisis data

Semua hasil pengamatan dianalisis secara statistik dengan analisis keragaman (Tabel 1). Perbedaan antar perlakuan diuji dengan uji DMRT (STEEL dan TORRIE, 1991).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis kandungan protein kasar, serat kasar, lemak kasar, kalsium, phospor dan khitin serta daya cerna protein tepung limbah udang olahan disajikan pada Tabel 1.

Kandungan protein kasar tepung limbah udang

Berdasarkan hasil analisis ragam, perlakuan berpengaruh sangat nyata terhadap kandungan protein kasar tepung limbah udang (P < 0,01). Terlihat bahwa semakin lama waktu pengukusan, semakin berkurang kandungan protein kasar tepung limbah udang tersebut. Hal ini disebabkan oleh pengukusan yang terlalu lama akan membuat bahan menjadi basah sehingga ada zat-zat makanan yang ikut larut waktu pengukusan dan sebahagian akan larut dan hilang bersama larutan perendam limbah udang tersebut. Pengukusan yang terlalu lama diduga menyebabkan kehilangan bahan kering pada tepung limbah udang semakin meningkat, karena semakin lama waktu pengukusan mengakibatkan semakin basah bahan pakan dan protein yang ada akan larut, sehingga akan menurunkan kandungan protein kasarnya (LEE dan GARLICH, 1992). Selanjutnya DOYLE et al. (1986) menyatakan bahwa pengolahan dengan tekanan uap

(4)

Tabel 1. Rataan kandungan zat-zat makanan tepung limbah udang olahan dibandingkan dengan tanpa diolah (%) Perlakuan Zat-zat makanan P0 PP P15 P30 P45 P60 Protein kasar 36,75a 36,28a 31,65b 29,94bc 28,33c 25,52d Serat kasar 14,49a 12,31b 11,55bc 10,80bcd 9,62cd 9,19d Lemak 5,72a 5,26a 4,59b 4,48bc 4,18bc 3,90c Kalsium 13,99a 16,62b 14,95a 14,83a 13,86a 13,70a Phospor 1,28 1,61 1,36 1,51 1,65 1,32 Khitin* 15,58a 15,22a 12,11b 10,27c 9,48d 9,43d Daya cerna protein 58,27a 62,96b 66,98b 66,99b 67,82b 63,92ab Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata

Hasil analisis Lab. Gizi Non Ruminansia Faterna Unand (2004)

* Dianalisis berdasarkan Metode HONGet al. (1988) pada Lab. Makanan Ternak IPB (2004)

mengakibatkan terjadinya kehilangan kandungan bahan kering. Begitu juga dengan penelitian ini, dimana bahan kering limbah udang makin berkurang dengan semakin lamanya waktu pengukusan, sehingga mengakibatkan kandungan protein kasar limbah udang semakin menurun. Menurut BIRD (1987), pemanasan yang terlalu lama akan menyebabkan kerusakan dan penurunan beberapa zat makanan, antara lain protein, vitamin dan lemak.

Perlakuan dengan perendaman filtrat air abu sekam tidak menyebabkan terjadi peningkatan kuantitas protein kasar, tetapi terdapat peningkatan kualitas, yaitu perenggangan ikatan glikosidik dalam limbah udang tersebut terutama ikatan antara khitin-protein-kalsium. Menurut WHITTENBURY et al., (1976), kimia dan panas dapat merenggangkan atau menguraikan ikatan protein dengan kalsium dan khitin pada kulit udang, sehingga mudah terdegradasi, akhirnya akan meningkatkan daya cerna zat-zat makanannya.

Hasil uji lanjut terlihat bahwa protein kasar tepung limbah pada perlakuan P0 berbeda sangat nyata (P < 0,01) dengan PP, P15, P30,P45, dan P60. Perlakuan perendamanan dengan filtrat air abu sekam (PP) berbeda sangat nyata (P < 0,01) dengan P15, P30,P45, dan P60. Perlakuan P15 tidak berbeda nyata (P > 0,05) dengan P30, tetapi berbeda nyata (P > 0,05) P45 dan P60, perlakuan P30 berbeda tidak nyata dengan P45 tetapi berbeda nyata dengan P60. Perlakuan P45 berbeda nyata (P >

0,05) dengan P60. Hal ini disebabkan lamanya pengukusan akan mengakibatkan kehilangan zat-zat makanan tepung limbah udang terutama kandungan protein kasarnya, sesuai dengan pendapat MIRZAH (1997), pengukusan secara nyata menurunkan kadar zat gizi makanan yang besarnya tergantung pada cara pengukusan dan jenis makanan yang dikukus.

Kandungan serat kasar tepung limbah udang

Hasil analisis ragam terlihat bahwa perlakuan berbeda sangat nyata (P < 0,01) terhadap kandungan serat kasar tepung limbah udang olahan. Kandungan serat kasar tepung limbah udang pada perlakuan P0 berbeda nyata (P < 0,05) dengan perlakuan PP dan perlakuan P0 berbeda sangat nyata (P < 0,01) dengan perlakuan P15, P30, P45, P60. Perlakuan PP berbeda tidak nyata (P > 0,05) dengan perlakuan P15, P30 berbeda nyata (P < 0,05) dengan P45 dan berbeda sangat nyata (P < 0,01) dengan P60, sedangkan perlakuan P15 berbeda tidak nyata (P > 0,05) dengan perlakuan P30, P45, dan berbeda nyata (P < 0,05) dengan P60. Perlakuan P30 berbeda tidak nyata (P > 0,05) dengan P45 dan P60.

Dari Tabel 1 terlihat bahwa kandugan serat kasar tepung limbah udang mengalami penurunan setelah direndam dengan filtrat air abu sekam dan dengan meningkatnya lama pengukusan, dimana selama perendaman dalam larutan filtrat air abu sekam 10%,

(5)

merenggangkan atau menguraikankan ikatan glikosidik pada khitin atau komponen seratnya. Sependapat dengan ABBAS (1988) yang melaporkan bahwa isi rumen yang direndam dengan filtrat air abu sekam 10% dapat menurunkan serat kasar dari 33,84% menjadi 26,95%. Disamping itu semakin lama waktu pengukusan menyebabkan bahan kering tepung limbah udang semakin berkurang, sehingga kandungan serat kasar pada tepung limbah udang tersebut juga mengalami penurunan.

Kandungan lemak tepung limbah udang

Rataan kandungan lemak tepung limbah udang disajikan dalam Tabel 1 terlihat bahwa terjadi penurunan kandungan lemak tepung limbah udang setelah dilakukan pengolahan baik dengan cara perendaman maupun dengan cara pengukusan. Hal ini desebabkan karena adanya perbedaan panas yang dihasilkan dari setiap lama pengukusan yang dilakukan.

Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P < 0,01) terhadap kandungan lemak. Pengolahan dengan cara perendaman dengan filtrat air abu sekam selama 48 jam saja tidak berbeda nyata (P > 0,01) dengan tepung limbah udang tanpa diolah (P0), tetapi berbeda sangat nyata (P < 0,01) dengan (P15), (P30), (P45) dan (P60). Pengukusan selama 15 menit setelah perendaman dengan filtrat air abu sekam berbeda tidak nyata (P > 0,01) dengan tepung limbah udang yang dikukus selama 30 menit (P30), dengan pengukusan selama 45 menit (P45), tetapi berbeda sangat nyata (P < 0,01) dengan pengukusan selama 60 menit (P60). Pengolahan dengan pengukusan selama 30 menit (P30) berbeda tidak nyata (P > 0,01) dengan pengukusan 45 menit (P45) dan pengukusan 60 menit (P60). Selanjutnya pengukusan selama 45 menit (P45) juga berbeda tidak nyata (P > 0,01) dengan pengukusan 60 menit (P60).

Pengolahan tepung limbah udang dengan cara pengukusan setelah dilakukan perendaman dengan filtrat air abu sekam selama 48 jam cenderung menurunkan kandungan lemak tepung limbah udang tersebut, seiring dengan pendapat BUCKLE et al. (1987) yang menyatakan bahwa pengukusan secara nyata dapat menurunkan kadar zat gizi makanan,

yang besarnya tergantung pada cara pengukusan dan jenis makanan yang dikukus. Selanjutnya SUNDSTOL (1988) mengemukakan pelu diperhatikan bahwa semakin tinggi tekan dan uap dan lama pemberian tekanan akan mendapatkan hasil yang tetap atau menurun. Sehingga pada penelitian ini mendapatkan persentase lemak terendah pada pengolahan tepung limbah udang dengan lama pengukusan selama 60 menit.

Kandungan kalsium tepung limbah udang

Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa kandungan kalsium mengalami peningkatan setelah direndam dengan air abu sekam 10 % selama 48 jam (PP) dan kemudian kandungan kalsium mengalami penurunan setelah dilakukan pengukusan dengan berbagai tingkat pengukusan.

Terjadi peningkatan kandungan kalsium (Ca) setelah perendaman disebabkan oleh adanya sumbangan kalsium dari filtrat air abu sekam yang dijadikan media untuk merendam limbah udang. Sesuai dengan laporan HOUSTON (1972) bahwa komposisi kimia air abu sekam mengandung beberapa mineral, yaitu oksida K berkisar 0,58 – 2,5%, Oksida Na 1,75%, Oksida Ca 0,2 – 1,5%, Oksida Mg 0,12 – 1,96%. Hasil analisis LABORATORIUM

GIZI RUMINANSIA FAKULTAS PETERNAKAN

UNAND (2000) bahwa komposisi kimia air abu sekam mengandung Oksida Ca 8,80% dan Oksida P 0,92%. Namun setelah dilakukan pengukusan ada kecenderungan terjadi penurunan kandungan kalsium yang tidak nyata sampai lama pengukusan 60 menit.

Hasil uji lanjut memperlihatkan perlakuan (P0) tepung limbah udang tanpa diolah berbeda sangat nyata (P < 0,01) dengan tepung limbah udang yang direndam dengan filtrat air abu sekam (PP), tetapi berbeda tidak nyata (P > 0,01) dengan yang tepung limbah udang yang dikukus selama 15 menit (P15), 30 menit (P30), 45 menit (P45) dan 60 menit (P60). Perlakuan dengan perendaman dengan filtrat air abu sekam 10% selama 48 jam berbeda sangat nyata (P < 0,01) dengan perlakuan lama pengukusan 15 menit (P15), 30 menit (P30), 45 menit (P45) dan 60 menit (P60). Pengukusan selama 15 menit tidak berbeda nyata (P > 0,01) dengan lama pengukusan 30 menit, 45 menit

(6)

(P45) dan dengan pengukusan selama 60 menit (P60). Pengukusan selama 30 menit (P30) berbeda tidak nyata (P > 0,01) dengan pengukusan 45 menit (P45) dan dengan pengukusan 60 menit (P60). Pengukusan 45 menit berbeda nyata (P < 0,05) dengan pengukusan 60 menit.

Berdasarkan hasil penelitian yang tercantum pada Tabel 6, bahwa perbedaan secara statistik terhadap kandungan kalsium tepung limbah udang terjadi pada perlakuan dengan perendaman dengan filtrat air abu sekam 10% selama 48 jam, kemungkinan hal ini disebabkan adanya sumbangan kalsium yang berasal dari filtrat air abu sekam tersebut.

Kandungan phosphor tepung limbah udang

Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui perlakuan tidak berbeda nyata (P > 0,01) terhadap kandungan phospor tepung limbah udang. Pengolahan dengan perendaman dengan filtrat air abu sekam tidak mengakibatkan perubahan struktur phosphor yang terkandung pada limbah udang, begitu juga dengan pengukusan tidak berpengaruh nyata (P > 0,01) terhadap kandungan phosphor tepung limbah udang. Hal ini disebabkan karena sumbangan mineral phophor dari filtrat air abu sekam juga kecil. Hasil analisis LABORATORIUM GIZI

RUMINANSIA FAKULTAS PETERNAKAN UNAND

(2000) bahwa komposisi kimia air abu sekam mengandung Oksida Ca 8,80% dan Oksida P 0,92%.

Kandungan khitin tepung limbah udang

Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa kandungan khitin mengalami penurunan setelah dilakukan perendaman dengan filtrat air abu sekam dan setelah dilakukan pengukusan dengan berbagai tingkat lama pengukusan. Penurunan kandungan khitin ini sekitar 60,53%.

Terjadinya penurunan kandungan khitin dari tepung limbah udang setelah dilakukan pengolahan baik dengan perendaman dengan filtrat air abu sekam saja maupun yang dilanjutkan dengan pengukusan. Pengolahan dengan perendaman dengan larutan kimia akan merenggangkan ikatan fraksi serat seperti khitin, yang dilanjutkan dengan pengukusan mengakibatkan perenggangan dan penguraian

(degradasi), sehingga lebih banyak khitin yang larut dan selanjutnya semakin lama waktu pengukusan, semakin menurun kandungan khitin tepung limbah udang (FILAWATI, 2003).

Hasil uji lanjut bahwa setiap perlakuan berbeda sangat nyata (P < 0,01) terhadap kandungan khitin tepung limbah udang. Limbah udang tanpa diolah (P0) berbeda sangat nyata (P < 0,01) dengan PP, P15, P30, P45 dan P60. Limbah udang yang direndam dengan filtrat air abu sekam berbeda sangat nyata (P < 0,01) dengan yang dikukus selama 15 menit (P15) P30, P45 dan P60. Limbah udang yang dikukus selama 15 menit (P15) berbeda sangat nyata (P < 0,01) dengan limbah udang yang dikukus selama 30 menit (P30), P45 dan P60. Limbah udang yang dikukus selama 30 menit (P30) berbeda nyata (P < 0,05) dengan limbah udang yang dikukus selama 45 menit (P45) dan 60 menit (P60). Limbah udang yang dikukus selama 45 menit tidak nyata dengan yang dikukus 60 menit terhadap kandungan khitin tepung limbah udang tersebut. Jelas terlihat bahwa semakin lama waktu pengukusan semakin menurunkan kandungan khitin tepung limbah udang. Hal ini disebabkan oleh semakin lama pengukusan semakin merenggangkan dan menguraikan ikatan glikosidik pada khitin, sehingga terjadi perubahan bentuk khitin menjadi ikatan yang terputus-putus. DJALALUDIN (1985) menyatakan bahwa semakin lama waktu pemberian tekanan uap akan menyebabkan kandungan khitin menjadi rendah, hal ini disebabkan banyaknya terjadi proses penguraian dan pemutusan ikatan glikosidik menjadi fraksi yang lebih sederhana yaitu N-asetyl glusamin dan juga terjadi perubahan bentuk khitin dan serat kasar tepung limbah udang olahan, sehingga tidak terdeteksi dalam analisisnya.

Proses terjadinya penurunan kandungan khitin pada tepung limbah udang olahan, keadaannya sama halnya seperti proses pemutusan ikatan lignosellulosa pada jerami yang diperlakukan dengan tekanan uap. Sesuai dengan pendapat SUNDSTOL (1988), bahwa pengolahan dengan tekanan uap mengakibatkan terjadinya pemutusan ikatan lignosellulosa menjadi sellulosa yang terlarut, dan semakin tinggi tekanan uap, akan semakin banyak pemutusan ikatan lignosellulosa. Hal ini akan mengakibatkan kandungan sellulosa menurun

(7)

(BACON, 1988). Dengan proses yang sama, akan terjadi pula pada khitin tepung limbah udang yang diolah dengan tekanan uap panas. Karena diketahui khitin itu mempunyai fungsi dan struktur kimia yang sama seperti sellulosa pada sel tumbuhan, yang membedakannya adalah Group C(2) – OH yang ditempati oleh sebuah acetyl amino atau N – Acetyl Glucosamine, dan bila dilihat dengan sinar Rontgen keduanya mempunyai struktur yang sama (VOET dan VOET, 1990).

Berdasarkan hasil uji lanjut bahwa limbah udang hasil olahan yang terbaik kandungan khitinnya adalah pada perlakuan pengukusan selama 45 menit dengan kandungan khitin 9,48%.

Daya cerna protein tepung limbah udang

Rataan daya cerna tepung limbah udang yang disajikan pada Tabel 1, terlihat bahwa adanya peningkatan daya cerna protein dari tepung limbah udang setelah dilakukan pengolahan, baik dengan perendaman maupun yang dilanjutkan dengan berbagai lama waktu pengukusan.

Setelah dilakukan uji lanjut Duncan terhadap daya cerna protein tepung limbah udang, menunjukkan bahwa tepung limbah udang hasil olahan secara nyata meningkatkan daya cerna protein kasarnya dibandingkan dengan yang tanpa diolah. Adanya peningkatan daya cerna protein ini disebabkan oleh pengukusan mengakibatkan ikatan khitin dengan komponen protein terdegradasi. Dengan demikian akan mudah dicerna oleh enzim pencernaan, sehingga akan meningkatkan daya cerna proteinnya (SUNDSTOL, 1988; REDDY et al., 1996; COMA, 1996).

Daya cerna protein pada tepung limbah udang tertinggi adalah 67,82%, hampir sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh BPK SEMARANG (1978), bahwa pengolahan limbah udang dengan cara perendaman dengan asam dan basa selama 24 jam, yang kemudian dipanaskan akan meningkatkan daya cerna protein dari 52,42% menjadi 74,79%. Hasil penelitian dengan pengkusan yang terbaik adalah pada pengukusan selama 45 menit dengan daya cerna protein 67,82% ini mendekati hasil penelitian MIRZAH (1997), dimana daya cerna protein terbaik adalah

72,79% pada pengolahan tepung limbah udang dengan pemberian tekanan 2 kg/cm2 dengan lama pemberian tekanan 30 menit.

DAFTAR PUSTAKA

ABBAS,M.H. 1984. Pengaruh Praperlakuan pada isi Rumen Sapi Serta Penambahan DL-Menthionin Terhadap Performans Ayam Broiler. Laporan FPS. IPB dan LKN-LIPI, Bandung.

AMIROENNAS, D.E. 1983. Pengaruh berbagai Larutan Abu dan NaOH Terhadap Pencernaan bahan Berserat Industri Tanaman Perkebunan. Thesis Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

BACON, J.S.D. 1988. Structure and Chemistry of Feed. In: Feed Science. OSKOV (Ed.). Elsevier Science Publishers Ltd, Amsterdam. pp. 23 – 48.

BALAI PENELITIAN KIMIA SEMARANG. 1978. Pembuatan Tepung Protein dari Limbah Udang. Laporan Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Aneka Industri dan Kerajinan, Departemen Perindustrian, Semarang.

BIRD, T. 1987. Kimia Fisik Untuk Universitas. Penerbit PT Gramedia, Jakarta. hlm. 54 – 55. BIRO PUSAT STATISTIK. 2004. Statistik Perdaganan

Luar Negeri Indonesia. Eksport. Biro Pusat Statistik, Jakarta.

COMA, N. 1996. Steam Cooking Extrusion For Tropical Freshwater Fish Feeds. Feed International. 17(2): 32 – 36.

DJALALUDIN,N.,T.HARLIM dan W.W.MIHARDJA. 1985. Peningkatan Mutu Limbah Udang Industri Udang Beku Untuk Makanan Ternak dengan Berbagai Cara Pengolahan. Lembaga Penelitian Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang.

DOYLE,P.T.,C.DAVENDRA dan B.R.PEARCE. 1986. Rice Straw as a Feed for Ruminant IDP, Camberra. pp. 54 – 70.

FILAWATI. 2003. Pengolahan Limbah Udang Secara Fisikokimia dan Pengaruh Pemanfaatannya dalam Ransum Terhadap Penampilan Produksi Ayam Petelur. Thesis. Pascasarjana Universitas Andalas, Padang.

HAND, Y. and C.M. PERSONS. 1991. Protein and Amino Acid Quality of Featther Meals. Poult. Sci.

(8)

HARTATI.2000. Pengaruh Lama Perendaman Tandan Kosong Sawit dengan Air Abu Sekam Terhadap Kandungan NDF, ADF, Hemisellulosa dan Protein Kasar. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang.

LEE, H. and J.D. GARLICH. 1992. Effect of overcooked soybean meal on chiken performance and amino acid availability.

Poult. Sci. 71: 499 – 508.

MEIZWARNI. 1995. Praperlakuan Dedak untuk Meningkatkan Mutu serta Pengaruhnya Terhadap Penampilan Produksi Ayam Broiler. Thesis. Program Pascasarjana Universitas Andalas, Padang.

MIRZAH. 1997. Pengaruh Pengolahan Tepung Limbah Udang dengan Tekanan Uap Panas Terhadap Kualitas dan Pemanfaatannya dalam Ransum Ayam Broiler. Disertasi. Pascasarjana Universitas Padjajaran. Bandung.

PURWANINGSIH, S. 2000. Teknologi Pembekuan Udang. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarka. REDDY, V.R.,V.R. REDDY and S.QUDRATULLAH.

1996. Squilla – a novel Animal protein: Can it be used as a complete substitute for fish in poultry ration? Feed Int. 17(3): 18 – 20. RESMI. 2000. Pengaruh Pemanfaatan Tepung Limbah

Udang Olahan dalam Ransum Ayam Petelur Terhadap Penampilan Produksi Telur. Tesis. Pascasarjana Universitas Andalas, Padang. SUNDSTOL,F. 1988. Improvement of Poor Quality

Forage ang Roughes. In: Feed Science. ORSKOV (Ed.). Elswier Science Publisher Ltd. Amsterdam. pp. 257 – 290.

WANASURIA,S. 1990. Tepung Kepala Udang dalam Pakan Broiler. Poult. Indonesia. 122: 19 – 21. VOET,D.S. and J.VOET. 1990. Biochemistry: Sugars

and Polysacharides. John Wikey & Son. New York. pp. 245 – 269.

DISKUSI

Pertanyaan:

1. Kenapa tidak diuji dengan prokase saja? 2. Apa saja kandungan air abu sekam?

Jawaban:

1. Karena enzim mahal, mungkin yang akan datang baru dilaksanakan. 2. Kandungan abu yang dominan: Ca oksida, P oksida.

Gambar

Tabel 1.  Rataan kandungan zat-zat makanan tepung limbah udang olahan dibandingkan dengan tanpa diolah  (%)  Perlakuan  Zat-zat makanan  P0  PP  P15 P30 P45 P60  Protein kasar  36,75 a  36,28 a  31,65 b  29,94 bc  28,33 c  25,52 d Serat kasar   14,49 a  12,31 b  11,55 bc  10,80 bcd  9,62 cd  9,19 d Lemak 5,72 a  5,26 a  4,59 b  4,48 bc  4,18 bc  3,90 c Kalsium 13,99 a  16,62 b  14,95 a  14,83 a  13,86 a  13,70 a Phospor  1,28 1,61 1,36 1,51 1,65 1,32  Khitin* 15,58 a  15,22 a  12,11 b  10,27 c  9,48 d  9,43 d Daya cerna protein  58,27 a  62,96 b  66,98 b  66,99 b  67,82 b  63,92 ab Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata

Referensi

Dokumen terkait

Kombinasi antara konsentrasi dan ukuran butiran limbah kepala udang dalam limbah cair tapioka yang mampu menghasilkan kandungan unsur N-total dan K-larut tertinggi pada pupuk

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dosis penggunaan limbah cair hasil budidaya udang vaname untuk menghasilkan kepadatan sel tertinggi dan laju

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah penggunaan tepung limbah udang sampai taraf 9% dari total ransum dapat meningkatkan warna kuning telur

Berdasarkan hasil penelitian pengaruh pemberian tepung limbah udang fermentasi dalam ransum puyuh terhadap warna kuning telur, indeks kuning telur, indeks putih

Hasil penelitian pemberian limbah tempe dan limbah tempe fermentasi sebagai substitusi jagung terhadap daya cerna serat kasar dan bahan organik pada pakan itik petelur

Pengaruh perlakuan terhadap daya cerna protein kasar limbah udang yang direndam dengan air abu sekam 10 % selama 48 jam dan dilanjutkan dengan pengukusan untuk

Hasil daya cerna bahan kering pada penelitian ini adalah tidak terdapat perbedaan yang nyata di antara perlakuan, sehingga pemanfaatan tepung limbah tempe

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan tepung limbah udang sampai taraf 9% dari total ransum berpengaruh terhadap warna kuning telur tetapi