PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATERI TANDA-TANDA BALIGHMELALUI MODELPROBLEM BASED LEARNINGSISWA
KELAS IV MIN 2 TANAH LAUT
Haji Wahyudah1
1Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya E-mail: [email protected]1
Abstract
Pembelajaran konsep sistem peredaran darah pada manusia di MIN 2 Tanah Laut selama ini masih menggunakan metode ceramah. Saat pembelajaran, siswa pasif, ketuntasan hasil belajar siswa masih di bawah standar. Melalui penerapan pembelajaran Model Problem Based Learning, bertujuan: (1) untuk mengetahui bagaimana penerapan pelaksanaan pembelajaran fikih dengan menggunakan model problem based learning, (2) untuk mengetahui apakah terdapat peningkatan hasil belajar dengan diterapkannya model problem based learning, dan (3) untuk menggambarkan hasil pembelajaran fikih dengan model problem based learning.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus. PTK dilaksanakan sebagai upaya untuk mengatasi permasalahan yang muncul di dalam kelas. Metode ini dilakukan empat tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Keempat tahap tersebut merupakan siklus yang berlangsung secara berulang dan dilakukan dengan langkah-langkah yang sama dan difokuskan pada pembelajaran diskusi sebagai praktik dari keterampilan pemecahan masalah melalui problem based learning. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar siswa dengan menggunakan model problem based learning mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut dapat dilihat melalui siklus yang telah dilakukan. Pada siklus I, nilai rata-rata pretest adalah 36,60 dan nilai rata-rata pos est adalah 65,67. Untuk siklus II, nilai rata-rata pretest yaitu 46,78 dan nilai rata-rata pos est yaitu 83,03. Peningkatan hasil belajar dapat dilihat pada nilai N-gain, yakni N-gain siklus I adalah 0,593 sedangkan N-gain siklus II adalah 0,713. Hasil belajar siswa pada mata pelajaran fikih dengan menggunakan model problem based learning dirasa sudah maksimal karena pencapaian ketuntasan nilai KKM mencapai 89,28%.
Kata kunci:hasil belajar siswa, problem based learning, tanda-tanda baligh
Pendahuluan
Pendidikan merupakan salah satu pilar kehidupan bangsa. Masa depan suatu bangsa diketahui melalui sejauh mana komitmen masyarakat, bangsa ataupun negara dalam menyelenggarakan pendidikan nasional. Pendidikan juga merupakan kerja budaya yang menuntut peserta didik untuk selalu mengembangkan potensi dan daya kreatifitas yang dimilikinya agar tetap survive dalam hidupnya. Karena itu daya aktif dan partisipatif harus selalu muncul dalam jiwa peserta didik.
Sejatinya, proses pendidikan yang diselenggarakan baik secara formal maupun non formal diharapkan dapat memberikan bantuan (guidance) kepada peserta didik untuk mampu mengatasi masalahnya sendiri. Hal inilah barangkali yang dimaksud dengan kedewasaan peserta didik. Dengan kata lain bahwa peserta didik tidak selamanya dibimbing namun diharapkan mampu mandiri. Kegiatan belajar diarahkan agar peserta didik mampu menerima dan memahami pengetahuan dan keterampilan yang diberikan oleh pendidik (Imam Santoso, 1987, h.81)
Dalam UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003 dijelaskan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Sinar Grafika, 2011, h.3) Jelas dalam UU Sisdiknas ditegaskan bahwa pendidikan adalah jalan mewujudkan dan mengembangkan potensi serta keterampilan yang diperlukan oleh siswa, masyarakat, bangsa dan negara.
Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi; otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi, dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari- hari. Akibatnya? Ketika anak didik kita lulus dari sekolah, mereka pintar secara teoritis, tetapi mereka miskin aplikasi. Oleh karena itu,pendidik atau guru harus mengutamakan keterampilan dasar dan meningkatkan tingkat berpikir kritis yang harus dimiliki peserta didik agar mereka dapat memahami konsep dengan sistematis, baik secara teoritis maupun aplikasinya (Sanjaya, 2009, h.1)
Abduhzen, pengamat pendidikan, mengungkapkan pada Okezone
“belum maksimal dalam memberikan kemampuan berpikir, karena pembelajaran selama ini lebih banyak pada mengisi pikiran saja.” Abduhzen menambahkan, pelajar Indonesia kini lebih banyak diharuskan menghafal lantaran kemampuan itulah yang akan dipakai saat ujian nasional. Para pendidik lupa mengajarkan pemahaman atas konsep yang dipelajari para siswa. Guru kurang mengoptimalkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran.
“Padahal siswa perlu terlibat. Itu sebabnya pembelajaran harus bersifat terbuka, sehingga siswa bisa mengekspresikan pikirannya. Mereka juga bisa berekspresi dengan tubuhnya dan perasaan sehingga kemampuan berpikirnya berkembang. Karena tindakan manusia itu berdasarkan atas apa yang ada dipikirannya,” paparnya. Kondisi berbeda akan terlihat pada siswa yang hanya dicekokiinformasi dan diharuskan menghafalnya. Mereka tidak bisa berekspresi dengan baik tentang apa yang dirasakan dan dipikirkan (Susanti, 2016)
Menurut Suwarna, mengajar merupakan kegiatan yang dilakukan guru untuk menciptakan sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar bagi peserta didik. Dalam mengajar, guru tidak hanya sekedar menerangkan dan menyampaikan sejumlah materi pelajaran kepada peserta didik, namun guru hendaknya selalu memberikan rangsangan dan dorongan agar pada diri siswa terjadi proses belajar (Suwarna, 2006, h. 54)
Oleh sebab itu, setiap guru perlu menguasai berbagai metode mengajar dan dapat mengelola kelas secara baik sehingga mampu menciptakan iklim kondusif. Dalam setiap kegiatan mengajar, pada dasarnya meliputi tiga kegiatan, yaitu kegiatan sebelum pembelajaran, kegiatan pelaksanaan pembelajaran, dan kegiatan sesudah pembelajaran (Suwarna, 2006, h. 55). Agar kegiatan mengajar dapat berjalan efektif, maka guru harus mampu memilih metode mengajar yang paling sesuai. Proses pembelajaran akan efektif jika berlangsung dalam situasi dan kondisi yang kondusif, hangat, menarik, menyenangkan, dan wajar. Oleh karena itu guru perlu memahami berbagai metode mengajar dengan berbagai karakteristiknya, sehingga mampu memilih metode yang tepat dan mampu menggunakan metode mengajar yang bervariasi sesuai dengan tujuan maupun kompetensi yang diharapkan.
Fikih merupakan salah satu diantara mata pelajaran yang lebih ditekankan dibanding mata pelajaran lain. Tetapi banyak siswa yang merasa kurang mampu dalam mempelajari fikih. Kenyataan yang banyak dijumpai di sekolah selama ini adalah pembelajaran fiqih berlangsung secara tradisional yang meletakkan guru sebagai pusat belajar bagi siswa. Karena siswa memiliki kebutuhan belajar, teknik- teknik belajar, dan berperilaku belajar, guru harus
menguasai metode dan teknik pembelajaran, memahami materi dan bahan ajar yang cocok dengan kebutuhan belajar, dan berperilaku membelajarkan siswa.
Guru dituntut untuk dapat memilih kegiatan pengajarannya sehingga siswa terhindar dari kebosanan dan tercipta kondisi belajar yang interaktif, efektif dan efisien. Guru berperan memotivasi, menunjukkan dan membimbing siswa supaya siswa melakukan kegiatan belajar.
Sedangkan siswa berperan untuk mempelajari kembali, memecahkan masalah guna meningkatkan taraf hidup dengan berpikir dan berbuat di dalam dan terhadap dunia kehidupan. Untuk memecahkan masalah pembelajaran yang demikian, perlu dilakukan upaya pengembangan pembelajaran.
Pengembangan pembelajaran yang diperlukan saat ini adalah pembelajaran inovatif yang dapat meningkatkan kreativitas siswa, serta memberikan iklim yang kondusif dalam perkembangan daya nalar siswa.
Dilihat dari konteks perbaikan kualitas pendidikan, model pembelajaran yang dipilih dalam penelitian ini adalah problem based learning pada materi tanda-tanda baligh, karena materi tanda-tanda baligh merupakan salah satu materi yang dianggap sulit oleh siswa. Hal ini terbukti dengan rendahnya rata-rata ulangan harian kelas IV MIN 2 Tanah Laut, sehingga dibutuhkan salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar. Selain itu, diharapkan dengan model problem based learning dapat meningkatkan partisipasi siswa dalam aktivitas pembelajaran.
Dalam problem based learning, pembelajaran yang berdasarkan struktur masalah yang nyata dalam kehidupan sehari-hari dan berkaitan dengan materi tanda-tanda baligh yang dipelajari. Dengan cara ini siswa mengetahui mengapa mereka belajar. Semua informasi akan mereka kumpulkan melalui penelaahan materi ajar, eksperimen, ataupun melalui diskusi dengan temannya, untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapi.
Problem based learningmerupakan suatu pendekatan pembelajaran dimana siswa mengerjakan permasalah yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat tinggi, mengembangkan kemandirian, dan percaya diri. Dalam model pembelajaran ini guru memandu siswa dalam menguraikan rencana pemecahan masalah menjadi tahap-tahap kegiatan (Trianto, 2010, h. 9).
Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul: “Peningkatan Hasil Belajar Materi Tanda-Tanda Baligh Melalui Model Problem Based LearningSiswa Kelas IV MIN 2 Tanah Laut”.Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: apakah penerapan model problem based learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi tanda-tanda baligh kelas IV MIN2 Tanah laut? Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil belajar siswa pada materi tanda-tanda baligh kelas IV MIN 2 Tanah Laut dengan penerapan model based learning.
Metode/Metodologi
Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut Susilo dkk (2008) penelitian tindakan kelas didefinisikan sebagai sebuah proses investigasi terkendali yang berdaur ulang dan bersifat reflektif mandiri yang dilakukan oleh guru, calon guru yang memiliki tujuan untuk melakukan perbaikan-perbaikan terhadap sistem, cara kerja, proses, isi, kompetensi atau situasi pembelajaran.
Penelitian ini dilakukan dalam 2 siklus dengan masing-masing Setiap siklus menggunakan pembelajaran problem based learning (PBL).Setiap siklus terdiri atas empat tahap yaitu perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi dan evaluasi tindakan serta refleksi. Siklus kedua dilaksanakan berdasarkan hasil refleksi siklus pertama.
Hal ini diketahui dari proses observasi terhadap pelaksanaan penelitian dengan menggunakan lembar observasi aktivitas siswa, aktivitas guru.
Penguasaan materi diperoleh dari hasil belajar berupa pretes dan postes.
Seluruh data yang diperoleh dicatat dan direkam untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam melakukan refleksi siklus kedua.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Hasil Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan menggunakan pembelajaran problem based learning (PBL) pada siswa kelas IV MIN 2 Tanah berupa data kuantitatif dan data kualitatif.
Adapun ringkasan data ketuntasan belajar siswa dapat dilihat pada Tabel berikut :
Tabel Hasil Tes Hasil Belajar Siswa pada Siklus I
Pretest Pos est N-Gain
Jumlah 1025 1839 16,625
Rata-rata 36,607 65,678 0,5937
Pada siklus I, sebelum dilakukan tindakan mendapatkan skor rata- rata 36,60. Namun skor rata-rata meningkat menjadi 65,67 setelah dilakukan tindakan. Untuk mengetahui tingkat efektivitas penerapan tindakan dalam penelitian tindakan kelas pada siklus I, maka data skor siswa di analisis dengan N-Gain. Dari selisih skor rata-ratapretest dan rata-rata pos estdidapatkan nilai N-Gain sebesar 0,59 dengan kategori sedang (g sedang : 0,70 > (g) > 0,3). Tabel skor N-Gain siswa siklus I dipaparkan secara lengkap pada lampiran 11.
Namun hasil post test siklus I hanya mencapai 53,57% siswa yang mencapai KKTP dan belum memenuhi indikator keberhasilan dimana 75% siswa harus mencapai nilai KKTP.
Tabel Hasil Tes Hasil Belajar Siswa pada Siklus II
Pretest Pos est N-Gain
Jumlah 1310 2325 19,986
Rata-rata 46,78 83,03 0,713
Pada siklus II, sebelum dilakukan tindakan mendapatkan skor rata- rata 46,78. Namun skor rata-rata meningkat menjadi 83,03 setelah dilakukan tindakan. Untuk mengetahui tingkat efektivitas penerapan tindakan dalam penelitian tindakan kelas pada siklus II, maka data skor siswa di analisis dengan N-Gain. Dari selisih skor rata-rata pretest dan rata-rata pos est didapatkan nilai N-Gain sebesar 0,71 dengan kategori tinggi (g tinggi : nilai (g)
> 0,70). Tabel skor N-Gain siswa siklus II dipaparkan secara lengkap pada lampiran 12. Tes pos est siklus II telah mencapai keberhasilan sebesar 89,28%
siswa yang mencapai KKTP dan sudah memenuhi indikator keberhasilan sebesar 75%.
Tabel Aktivitas Guru dan Siswa Pada Siklus I dan II Aktifitas Siklus
I
Siklus II
Guru 84% 96%
Siswa 67,5% 87,5%
1. Hasil Belajar Siswa
Meningkatnya hasil belajar siswa, tentu dipengaruhi oleh proses pembelajaran, dimana dalam pembelajaran problem based learning semua siswa dituntut terlibat dalam pembelajaran yang berupa pemecahan masalah. Menurut Djamarah (1996) suasana belajar yang tidak menggairahkan dan tidak menyenangkan bagi anak didik biasanya lebih banyak mendatangkan kegiatan belajar yang kurang harmonis. Hal ini sesuai dengan pernyataan JICA (2009) bahwa siswa hanya akan belajar apabila mereka punya alasan untuk belajar. Bahkan jika mereka punya alasan untuk belajar pun, mereka tidak akan belajar jika pembelajarannya tidak menarik untuk mereka.
2. Aktivitas Siswa
Secara umum, aktivitas siswa pada siklus II lebih baik daripada siklus I. Hal ini menunjukan bahwa pembelajaran sudah berpusat pada siswa.
Meningkatnya aktivitas siswa tentunya dipengaruhi oleh proses pembelajaran yang yang membuat siswa menjadi tertarik untuk belajar.
Dalam pembelajaran problem based learning ini diadakan sebuah masalah masalah yang harus dipecahkan bersama teman kelompok. Hal ini dikuatkan dengan pernyataan Djamarah (2000) kompetisi adalah persaingan, dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk mendorong anak didik agar mereka bergairah belajar. Persaingan baik dalam bentuk individu maupun kelompok diperlukan dalam pendidikan. Kondisi ini dapat dimanfaatkan untuk menjadikan proses interaksi belajar mengajar yang kondusif.
3. Aktivitas Guru
Aktivitas yang dilakukan oleh guru sudah secara optimal dikurangi, tetapi masih ada satu mengalami peningkatan yaitu mendorong siswa untuk menjawab pertanyaan. Mendorong siswa untuk aktif menjawab pertanyaan merupakan salah satu bentuk kegiatan dalam memotivasi siswa. Disini guru selalu memberi arahan dan semangat kepada siswa-siswanya, khususnya kelompok yang dominan salah dalam menjawab kartu jawaban berupa anjuran dan saran kepada kelompok tersebut. Dengan motivasi tersebut diharapkan siswa terdorong dan
merasa diperhatikan dalam belajar sehingga dihasilkan suatu keaktifan dalam diri siswa maupun kelompok.
Menurut Mudjiono (2009) motivasi belajar merupakan kekuatan yang mendorong terjadinya proses belajar. Motivasi belajar pada diri siswa dapat menjadi lemah. Lemahnya motivasi akan melemahkan kegiatan belajar.
Agar siswa memiliki motivasi belajar yang kuat, pada tepatnya diciptakan suasana belajar yang menggembirakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Djamarah (2000) salah satu upaya meningkatkan motivasi belajar adalah dengan mengarahkan perilaku anak didik, yaitu dengan memberikan respon terhadap anak didik yang tak terlibat langsung dalam kegiatan pembelajaran berupa pemberian teguran secara arif dan bijaksana serta menghentikan perilaku anak didik yang negatif.
Aktivitas guru yang mengalami penurunan adalah membimbing siswa untuk menemukan jawaban tepat, membimbing siswa memahami tugas yang akan dikerjakan dalam kelompoknya, membimbing siswa untuk berdiskusi kelompok, mendorong siswa untuk menjawab pertanyaan, membimbing siswa melakukan diskusi kelas dan membimbing siswa untuk menyimpulkan pelajaran. Membimbing siswa untuk menemukan jawaban yang tepat mengalami penurunan. Persentase aktivitas ini selalu lebih besar dari aktivitas lain. Besarnya aktivitas guru tersebut disebabkan guru ingin pembelajaran yang dilakukannya dimengerti oleh siswa-siswanya, dan tidak ada kesalah pahaman dalam konsep. Cara tersebut adalah dengan cara membimbing untuk menemukan jawaban yang tepat, hal ini merupakan salah satu bentuk tindak lanjut dari seorang guru dalam melihat suatu kesalahan yang terjadi.
Pada aktivitas membimbing tersebut, siswa yang awalnya salah dapat memperbaiki kesalahannya. Siswa tersebut segera memberitahukan kepada teman sekelompoknya bahwa jawaban yang mereka berikan masih kurang tepat sehingga mereka dapat segera memperbaikinya kesalahannya.
Bentuk kegiatan membimbing siswa memahami tugas yang akan dikerjakan dalam kelompoknya adalah dengan menjelaskan petunjuk/aturan dalam pembelajaran problem based learning (PBL) dan pemberian penjelasan mengenai petunjuk dalam mengerjakan soal. Pada siklus I memang diperlukan waktu yang lebih lama dalam melakukan penjelasan tersebut, namun pada siklus II aktivitas ini semakin menurun karena siswa sudah mulai memahami aturan dalam pembelajaran model problem based learning.
Aktivitas membimbing siswa berdiskusi kelompok mengalami penurunan, dikarenakan aktivitas ini memang terbatas untuk dilakukan oleh guru dalam pembelajaran problem based learning (PBL). Terbatasnya aktivitas tersebut, karena dalam pembelajaran ini guru memiliki peran sebagai pengoreksi jawaban kartu soal siswa. Sehingga frekuensi guru dalam pembimbingan ini memang relatif sedikit. Aktivitas membimbing siswa melakukan diskusi kelas mengalami penurunan, karena siswa sudah terbiasa dalam melakukan diskusi. Bentuk diskusi ini berupa kegiatan menjawab soal/masalah yang dibacakan oleh salah satu siswa di depan kelas yang merupakan bentuk kegiatan refleksi dalam sebuah pembelajaran.
Terjadinya penurunan dan peningkatan parameter dari siklus I ke siklus II adalah sebuah pertanda bahwa dalam sebuah pembelajaran guru tidak harus selalu mengurangi semua aktivitasnya, hanya saja dapat dianggap aktivitas guru tidak dominan lagi atau telah mengurangi dominansinya dalam pembelajaran. Pengelolaan proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru dari siklus I ke siklus II mengalami peningkatan.
Peningkatan ini adalah suatu bentuk usaha guru untuk mengoptimalkan pembelajaran yang memang merupakan sebuah tanggung jawab guru.
Menurut Djamarah (1996) kegiatan belajar mengajar seperti mengorganisasi pengalaman belajar, mengolah kegiatan belajar mengajar, menilai proses dan hasil belajar, kesemuanya termasuk dalam cakupan tanggung jawab guru. Selanjutnya menurut Djamarah (1996) sebagai guru sudah menyadari apa yang sebaiknya dilakukan untuk menciptakan kondisi belajar mengajar yang dapat mengantarkan anak didik ke tujuan.
Secara keseluruhan pada siklus II telah tercapai indikator keberhasilan penelitian. Respon siswa dalam pembelajaran ini telah menunjukan respon yang positif, sehingga penelitian tidak perlu dilanjutkan dan berhenti pada siklus II.
4. Respon Siswa terhadap Pembelajaran
Semua siswa menyukai terhadap pembelajaranproblem based learning (PBL) dapat memotivasi siswa belajar dalam anggota kelompok. Semangat belajar dapat ditingkatkan untuk menyelesaikan tugas kelompok.
Menumbuhkan rasa kebersamaan dan tanggung jawab dalam diri, dapat menjalin kerjasama yang baik dengan anggota kelompok. Membuat
kegiatan menjadi lebih bergairah, menyenangkan dan dapat mencapai hasil belajar yang lebih baik dari biasanya.
Sebagian besar siswa suka bahwa dalam pembelajaran problem based learning (PBL) dapat lebih mudah memahami materi dan merasa dihargai dalam memberikan sumbangan pikiran untuk kelompok dalam menyelesaikan tugas pembelajaran yang diberikan guru. Sebagian besar siswa suka bila pembelajaran problem based learning (PBL) guru sebagai pembimbing daripada sebagai pemberi materi. Siswa juga setuju bila pembelajaran problem based learning (PBL) digunakan juga pada materi lainnya karena mereka merasa dapat menjadi lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran.
Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil penelitian, dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Penggunaan pembelajaran problem based learning (PBL) pada materi tanda-tanda baligh dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV MIN 2 Tanah Laut. Indikator hasil belajar dapat dilihat dari ketuntasan klasikal hasil belajar siswa pada siklus I yaitu 53,57% mengalami peningkatan pada siklus II yaitu 89,28%.
2. Aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran yang yang mengalami peningkatan dapat dilihat dari selisih antara siklus I ke siklus II, yaitu 67,5
% untuk siklus I dan mengalami peningkatan pada siklus II 87,5 %.
3. Respon siswa menyatakan suka terhadap pembelajaran problem based learning (PBL )yang dapat memotivasi belajar dalam kelompok, membangkitkan semangat belajar untuk menyelesaikan tugas kelompok, menumbuhkan rasa kebersamaan dan tanggung jawab dalam diri, dapat menjalin kerjasama yang baik dengan anggota kelompok, membuat kegiatan menjadi lebih bergairah dan menyenangkan serta merasa dapat mencapai hasil belajar yang lebih baik dari biasanya.
Referensi
Arikunto, Suharsimi. 2006.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi, Suhardjono, dan Supardi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.Jakarta: Rineka Cipta.
Aloysius, Suyitno, Sukirman, Nurul K, Budi P, Naryoko, Pathul D, Romulus Tampubolon dan Eka D. 2007. IPA 2 Terpadu SMP/Mts Kelas VIII.Jakarta:
Yudhistira.
Chotimah, Husnul & Yuyun Dwitasari. 2009.Strategi-strategi Pembelajaran untuk Penelitian Tindakan Kelas.Malang: Surya Pena Gemilang.
Djamarah, S.B dan Aswan Zain. 1996. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
Djamarah, Syaiful. 2000.Pskologi Belajar.Jakarta: Pt. Rineka Cipta.
Ginnis, P. 2008. Trik dan Taktik Mengajar, Tipe Meningkatkan Pencapaian Pengajaran di Kelas.Jakarta: PT Indeks.
Mudjiono, Dimyati. 2009.Belajar dan Pembelajaran.Jakarta: Rineka Cipta.
Supramono. 2005.Pengembangan Perangkat Pembelajaran dan Penerapannya dalam KBM dengan Model PBI untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan keterampilan Berpikir Siswa SD. Disertasi Universitas negeri Malang (tidak dipublikasikan).
Susilo, H., Husnul C, dan Yuyun D. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Malang:
Bayumedia.
Tim Ahli JICA. 2009. Buku Petunjuk Guru untuk Pembelajaran yang Lebih Baik.
Internasional Development center of Japan. Jakarta.