• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatkan Kemampuan Pemahaman Siswa Dalam Geometri Melalui Pembelajaran Berbasis Teori Van Hiele

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "Peningkatkan Kemampuan Pemahaman Siswa Dalam Geometri Melalui Pembelajaran Berbasis Teori Van Hiele"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

Peningkatkan Kemampuan Pemahaman Siswa Dalam Geometri Melalui Pembelajaran Berbasis Teori Van Hiele

Nur Ainun1, Khairul Asri2

1,2)Dosen Pendidikan Matematika Universitas Serambi Mekkah

e-mail : nurainun@serambimekkah.ac.id ABSTRAK

Untuk mengetahui peningkatan kemampuan siswa dalam belajar geometri diperlukan salah satu teori yang dapat digunakan guru untuk mengetahui tingkat kemampuan pemahaman siswa dalam geometri yaitu teori van Hiele. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan peningkatan kemampuan pemahaman siswa dalam geometri yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis teori van Hiele dengan pembelajaran konvensional dengan level siswa. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan pendekatan kuantitatif dan desain penelitian Pretest-Posttest Control Grup Desain. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII MTsN 4 Aceh Besar. Sedangkan sampelnya diambil dengan menggunakan teknik Random Sampling, yaitu 2 kelas untuk pelaksanaan penelitian ini. Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data penelitian berupa tes kemampuan pemahaman siswa. Uji statistik yang digunakan untuk mengalisis data peningkatan kemampuan spasial dan pemahaman siswa serta interaksi digunakan rumus uji-t dan anava dua jalur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Peningkatan kemampuan pemahaman siswa dalam geometri yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis teori van Hiele lebih baik daripada siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional ditinjau dari keseluruhan dan level siswa (tinggi, sedang, rendah.

Kata Kunci: Kemampuan Pemahaman, Geometri, Teori van Hiele.

PENDAHULUAN

Ruang lingkup mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan SMP/MTs meliputi bilangan, aljabar, geometri dan pengukuran, serta statistika, dan peluang (Lampiran Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006). Salah satu materi yang sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari terdapat dalam mata pelajaran matematika adalah geometri.

Menurut Kennedy (Nur’aeni, 2008) geometri merupakan salah satu cabang matematika yang dapat menumbuhkan kemampuan berpikir logis, mengembangkan kemampuan memecahkan masalah, dan pemberian alasan serta dapat mendukung banyak topik lain dalam matematika. Geometri merupakan salah satu aspek ruang lingkup materi pelajaran matematika pada satuan pendidikan SMP dan cabang matematika yang diajarkan di sekolah. Geometri menempati posisi khusus dalam kurikulum matematika.

Di Indonesia untuk pembelajaran matematika kelas delapan proporsi pada lingkup bilangan, aljabar, statistika serta peluang, berturut-turut adalah 30%, 20%, dan 20%, sedangkan proporsi untuk geometri adalah sebesar 30% (Rosnawati, 2013). Persentase untuk geometri tersebut termasuk banyak, hal ini dikarenakan banyaknya konsep-konsep yang termuat di dalamnya. Geometri mempunyai peluang yang lebih besar untuk dipahami siswa dibandingkan dengan cabang matematika yang lain. Meskipun demikian, bukti-bukti di lapangan menunjukkan bahwa hasil belajar geometri masih sangat rendah (Abdussakir, 2009).

(2)

2

Banyak faktor penyebab rendahnya prestasi siswa dalam geometri. Faktor tersebut salah satunya adalah faktor eksternal. Faktor eksternal yang dimaksud berasal dari guru. Interaksi maupun aktivitas masih didominasi guru, sedangkan siswa lebih banyak mendengar, mencatat, dan mengerjakan soal latihan. Dalam proses belajar, guru lebih banyak mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa, sehingga pada akhirnya terjadi verbalisme pada diri siswa. Siswa cenderung hafal gambar suatu bentuk geometri, tanpa memahami sifat dari bentuk bangun-bangun tersebut. Selain itu, kurang berhasilnya siswa dalam belajar geometri, dapat disebabkan oleh faktor internal siswa yang sering menghafal suatu konsep, tanpa didasari dengan pemahaman, kebermaknaan, serta kemampuan spasial yang belum maksimal pada siswa (Nurhayana, 2013).

Salah satu materi dalam pembelajaran matematika yang dapat meningkatkan kemampuan-kemampuan tersebut adalah materi geometri. Menurut NCTM (2000) menjabarkan empat kemampuan geometri yang dimiliki siswa dalam memepalajari geometri, yaitu: 1) mampu menganalisis karakter dan sifat dari bentuk baik dua dimensi maupun tiga dimensi, dan mampu membangun argument-argumen matematika mengenai hubungan geometri dengan yang lainnya; 2) mampu menentukan kedudukan suatu titik dengan lebih spesifik dan gambaran hubungan spasial dengan menggunakan koordinat geometri serta menghubungkannya dengan sistem yang lain, 3) aplikasi transformasi dan menggunakannya secara simetris untuk menganalisis situasi matematika, 4) menggunakan visualisasi, penalaran spasial, dan model geometri untuk memecahkan masalah.

Tujuan pembelajaran geometri adalah agar siswa memperoleh rasa percaya diri mengenai kemampuan matematikanya, menjadi pemecahan masalah yang baik, dapat berkomunikasi dan dapat bernalar secara matematik (Bobango, 1993). Abdussakir (2009) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran geometri adalah mengembangkan kemampuan berpikir logis, intuisi keruangan, menanamkan pengetahuan untuk menunjang materi yang lain, dan dapat membaca serta menginterprestasikan argumen-argumen matematik.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 70 Tahun 2013 yang tercantum pada kurikulum 2013 menyatakan bahwa ruang lingkup materi tingkat SMP yaitu salah satunya geometri (termasuk bangun tidak beraturan) dimana siswa harus menggunakan pemahaman konsep diskriminan dalam mengidentifikasi eksistensi solusi dan interprestasi geometrisnya. Sesuai dengan tujuan pembelajaran di atas, pemahaman konsep merupakan salah satu kecakapan atau kemahiran yang diharapkan dapat tercapai dalam pembelajaran matematika. NCTM (2000) menyatakan bahwa pemahaman matematika merupakan aspek yang sangat penting dalam prinsip pembelajaran matematika. Pemahaman matematika lebih bermakna jika dibangun oleh siswa sendiri (Kesumawati, 2008).

Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, ketika siswa mengalami kesulitan dalam memahami geometri dan guru tidak memperhatikannya, maka proses pembelajaran tersebut tidak berjalan dengan baik. Guru hanya menjelaskan materi yang tidak dimengerti siswa atau siswa hanya menghafal materi tersebut tetapi tidak memahami konsepnya.

Padahal dalam mempelajari geometri sangat memerlukan pemahaman konsep.

Kemampuan pemahaman konsep dalam geometri akan berhubungan dengan kemampuan berpikir geometris.

Materi yang dipelajari siswa mulai dari sekolah dasar hingga sekolah menengah atas adalah geometri yaitu materi kubus, balok, tabung, kerucut, limas, prisma dan bola.

Menurut Markaban (Suwaji, 2008) mengemukakan bahwa dari hasil Training Need Assesment (TNA) Calon Peserta Diklat Guru Matematika SMP yang dilaksanakan PPPPTK Matematika tahun 2007 dengan sampel sebanyak 268 guru SMP dari 15 provinsi di Indonesia menunjukkan bahwa untuk materi luas selimut, volume tabung, kerucut, dan

(3)

3 bola sangat diperlukan oleh guru, 48,1% guru menyatakan sangat memerlukan. Begitu juga untuk materi luas permukaan dan volume balok, kubus, prisma serta limas, 43,7%

guru menyatakan sangat memerlukan. Sedangkan untuk materi sifat-sifat kubus, balok, prisma, dan limas serta bagian-bagiannya dan pembuatan jaring-jaring kubus, balok, prisma, dan limas, serta unsur-unsur tabung, kerucut, dan bola. Guru menyatakan memerlukan, dengan persentase berturut-turut 48,1%, 48,1%, dan 45,9%. Secara tidak langsung hal ini menggambarkan bahwa siswa SMP membutuhkan peningkatan kemampuan pemahaman dan spasial dalam geometri.

Salah satu teori yang dapat digunakan guru untuk mengetahui level pemahaman siswa dalam geometri adalah teori van Hiele. Munculnya teori van Hiele berawal dari rendahnya prestasi belajar geometri di Sekolah Menengah Pertama (SMP), kemudian secara internasional teori van Hiele memberikan pengaruh yang kuat dalam pembelajaran geometri sekolah. van Hiele (Usiskin, 1982) memilah level berpikir geometri siswa kedalam lima tingkatan, yaitu level 0 (visualisasi), level 1 (analisis), level 2 (deduksi informal), level 3 (deduksi), dan level 4 (rigor). Berdasarkan tingkatan berpikir terkait materi geometri tersebut, setiap tahapan merupakan prasyarat untuk memasuki tahapan selanjutnya. Siswa tidak akan mungkin dapat melampaui tahap 1 jika tidak mengalami proses pada tahap 0. Menurut van Hiele yang dibenarkan oleh Burger & Shaughnessy (Ikhsan, 2008), tidak ada siswa SMP yang berada pada tingkat berpikir 3. Dengan demikian, tingkat berpikir siswa SMP hanya ada pada tingkat berpikir level 0, tingkat berpikir level 1 atau tingkat berpikir level 2. Oleh karenanya peneliti hanya membatasi pada tingkat berpikir level 1 saja.

Kemampuan berpikir geometri dapat membantu meningkatkan kemajuan pembelajaran siswa dari tingkat dasar ke tingkat berikutnya secara berurutan, yaitu hasil pembelajaran diorganisir ke lima tahap pembelajaran van Hiele. Setiap tahap pembelajaran merujuk pada kegiatan pencapaian tujuan pembelajaran dan peran guru dalam prosesnya terdapat situasi yang membantu siswa dalam memahami konsep untuk mengetahui level kemampuan spasial siswa dalam geometri. Kelima tahap tersebut yaitu (1) tahap informasi, (2) tahap orientasi terarah, (3) tahap explicitation, (4) tahap Free Orientation dan (5) tahap integration. Masing-masing tingkat pemikiran mempunyai bahasa dan interpretasi sendiri terhadap istilah yang sama. Oleh karena itu, pembelajaran geometri berbasis teori van Hiele merupakan salah satu alternatif pembelajaran yang dapat membantu siswa memahami konsep dasar geometri dan meningkatkan hasil belajar siswa. Oleh karena itu, pembelajaran geometri berbasis teori van Hiele sesuai peningkatan pemahaman siswa.

Dengan kemampuan pemahaman yang baik, siswa SMP dapat terbantu dalam memahami konsep geometri. Adanya keterkaitan antara kemampuan pemahaman dan geometri, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan spasial, kemampuan pemahaman siswa dalam geometri melalui pembelajaran berbasis teori van Hiele.

METODE

Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif karena data tentang tes kemampuan spasial dan pemahaman geometri siswa merupakan data kuantitatif. Jenis penelitian yang digunakan yaitu kuasi eksperimen yaitu penelitian yang berusaha mencari pengaruh variabel tertentu terhadap variabel lain dalam kondisi yang terkontrol secara ketat.. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen karena melihat pengaruh model pembelajaran berbasis teori Van Hiele terhadap kemampuan pemahaman geometri siswa.. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pretest- Posttest Control Grup Desain, yaitu penelitian yang melibatkan dua kelas sampel

(4)

4

(Sugiyono, 2013). Sebelum diberi perlakuan, anggota sampel penelitian terlebih dahulu diberi test awal (pretest) dengan tujuan mengetahui pengetahuan awal siswa tentang materi pokok bahasan yang akan diteliti.

Populasi dalam penelitian adalah siswa kelas VIII MTsN 4 Aceh Besar. Penelitian ini akan dilaksanakan pada semester Genap Tahun ajaran 2020/2021. Kelas VIII MTsN 4 Aceh Besar terbagi atas enam kelas dengan kemampuan setara, dan dari ke enam kelas tersebut secara acak diambil satu kelas sebagai kelas uji coba dan dua kelas untuk penelitian yang sebenarnya, dimana satu kelas sebagai kelas eksperimen dan kelas lain sebagai kelas kontrol. Kelas eksperimen adalah kelas yang diterapkan pembelajaran geometri dengan menggunakan teori Van Hiele dan kelas kontrol adalah kelas yang diajarkan pembelajaran biasa atau konvensional. Kelas VIII-B sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII-C sebagai kelas kontrol, sedangkan kelas VIII-A merupakan kelas uji coba.

Instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini disusun dalam bentuk instrumen tes kemampuan pemahaman dalam geometri yang berupa soal tes pilihan ganda dan uraian.

Pemberian soal uraian dimaksudkan untuk melihat proses kemampuan siswa, ketelitian dan sistematika penyusunan jawaban yang dapat dilihat dari langkah-langkah penyelesain soal yang dibuat. Pretest dilakukan sebelum proses pembelajaran dan Posttest dilakukan pada akhir proses pembelajaran. Pretest diberikan untuk melihat kesetaraan kemampuan awal kedua kelas sedangkan Posttest diberikan untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan kemampuan spasial dan pemahaman siswa setelah dilakukan pembelajaran dengan pembelajaran berbasis teori Van Hiele dan untuk mengetahui seberapa besar peningkatan kemampuan pemahaman siswa dapat dilihat dari N-Gain. Soal tes kemampuan pemahaman yang diberikan di awal dan di akhir pembelajaran setara karena mengingat bahwa materi geometri bukanlah materi baru bagi siswa, dimana sebelumnya mereka telah mempelajari materi tersebut di SD/MI. Selain itu untuk melihat ada atau tidaknya peningkatan akibat perlakuan akan lebih baik jika diukur dengan alat yang setara.

Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa hasil dari instrumen tes yaitu soal kemampuan pemahaman geometri siswa. Data tes tersebut dianalisa dengan cara membandingkan skor pretest dan postest. Pengujian ini dilakukan untuk data skor gain ternormalisasi kemampuan pemahaman geometri siswa. Uji statistik menggunakan uji levene dengan kriteria pengujian adalah terima Ho apabila sig. Based Mean > taraf signifikansi ( = 0,05). Uji perbedaan dua rata-rata untuk data skor gain ternormalisasi pada kedua kelas tersebut. Jika kedua rata-rata skor gain berdistribusi normal dan homogen maka uji statistik yang digunakan adalah uji-t, dan untuk mengetahui ada/tidaknya interaksi antara model pembelajaran dan level (tinggi, sedang dan rendah) terhadap peningkatan kemampuan pemahaman siswa menggunakan analisis varians dua jalur (Anova dua-jalur).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sesuai dengan rumusan masalah, maka hasil penelitian ini memapaparkan tentang kemampuan spasial dan pemahaman siswa terhadap model pembelajaran pembelajaran berbasis teori van Hiele. Peningkatan kemampuan pemahaman siswa dapat dilihat pada tabel hasil uji perbedaan rata-rata kemampuan spasial dan pemahaman nsiswa yang ditunjukan pada tabel dibawah ini.

Tabel 1. Hasil Uji Perbedaan N-Gain Kemampuan Pemahaman

Kelas t-hitung Sig. (2-tailed) Kesimpulan

Eksperimen

2,043 0,047 H0 ditolak

Kontrol

(5)

5 Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa pada N-gain kemampuan pemahaman memiliki nilai Sig. (2-tailed) = 0,047. Karena nilai Sig. (2-tailed) < taraf Signifikansi (α

=0,05), maka ditolak. Sehingga dapat disimpulkan peningkatan kemampuan pemahaman siswa dalam geometri yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis teori van Hiele lebih baik daripada siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional ditinjau berdasarkan keseluruhan siswa.

Untuk pengelompokan siswa diambil berdasarkan nilai N-Gain yang didapatkan siswa. Pengelompokan siswa dibagi menjadi tiga yaitu tinggi, sedang, rendah. Untuk melihat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman siswa kelompok tinggi pada kelas eksperimen dengan (tinggi, sedang, rendah) kelas kontrol dilakukan uji perbedaan. Hasil uji perbedaan N-Gain disajikan pada tabel dibawah ini:

Tabel 2. Hasil Uji perbedaan Rata-rata N-gain Kemampuan Pemahaman ditinjau Berdasarkan Level Siswa

Kelas Kelompok t-hitung Sig. (2-

tailed) Kesimpulan Eksperimen Tinggi

20,468 .000 Tolak H0

Kontrol Sedang

Eksperimen Tinggi

28,587 .000 Tolak H0

Kontrol Rendah

Eksperimen Sedang

6,284 .000 Tolak H0

Kontrol Sedang

Eksperimen Sedang

15,136 .000 Tolak H0

Kontrol Rendah

Kelas Kelompok Mann-

Whitney Sig. (2-tailed) Kesimpulan Eksperimen Tinggi

1,000 .001 Tolak H0

Kontrol Tinggi

Eksperimen Sedang

0,000 .001 Tolak H0

Kontrol Tinggi

Eksperimen Rendah

0,000 .002 Tolak H0

Kontrol Tinggi

Eksperimen Rendah

0,000 .000 Tolak H0

Kontrol Sedang

Eksperimen Rendah

10,000 .081 Terima H0

Kontrol Rendah

Berdasarkan Tabel 2 diperoleh nilai sig. < 0,05 maka H0 ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa 1) Peningkatan kemampuan pemahaman siswa dalam geometri yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis teori van Hiele lebih baik daripada siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional, ditinjau dari level (tinggi dan tinggi) diterima, 2) Peningkatan kemampuan pemahaman siswa dalam geometri yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis teori van Hiele lebih baik daripada siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional, ditinjau dari level (tinggi dan sedang) diterima, 3) Peningkatan kemampuan pemahaman siswa dalam geometri yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis teori van Hiele lebih baik daripada siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional ditinjau dari level (tinggi dan rendah) diterima, 4) Peningkatan kemampuan pemahaman siswa dalam geometri yang diajarkan dengan

(6)

6

pembelajaran berbasis teori van Hiele lebih baik daripada siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional, ditinjau dari level (sedang dan tinggi) diterima, 5) Peningkatan kemampuan pemahaman siswa dalam geometri yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis teori van Hiele lebih baik daripada siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional, ditinjau dari level (sedang dan sedang) diterima, 6) Peningkatan kemampuan pemahaman siswa dalam geometri yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis teori van Hiele lebih baik daripada siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional, ditinjau dari level (sedang dan rendah) diterima, 7) Peningkatan kemampuan pemahaman siswa dalam geometri yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis teori van Hiele lebih baik daripada siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional, ditinjau dari level (rendah dan tinggi) diterima, 8) Peningkatan kemampuan pemahaman siswa dalam geometri yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis teori van Hiele lebih baik daripada siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional, ditinjau dari level (rendah dan sedang) diterima, dan 9) Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman siswa dalam geometri yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis teori van Hiele dengan pembelajaran konvensional, ditinjau dari level (rendah dan rendah) ditolak.

PEMBAHASAN

Hipotesis kedua berkaitan dengan peningkatan kemampuan pemahaman siswa yang mendapatkan pembelajaran berbasis teori van Hiele. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan pemahaman siswa dalam geometri yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis teori van Hiele lebih baik daripada siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis teori van Hiele memberi pengaruh dalam meningkatkan kemampuan pemahaman siswa. Selama proses pembelajaran dengan pembelajaran berbasis teori van Hiele, siswa diberikan kesempatan untuk berinteraksi serta mengaspasialkan materi pelajaran dengan teman- teman sekelompok dan juga dengan guru. Dengan demikian proses pembelajaran yang berlangsung tidak menoton.

Hasil uji hipotesis dalam penelitian ini membuktikan bahwa pemahaman geometri siswa yang mengikuti pembelajaran berbasis teori van Hilele dengan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model konvensional menghasilkan nilai Sig. (2-tailed) = 0,047 <

nilai taraf Signifikansi (α =0,05). Hal ini berarti, hipotesis nol (H0 yang menyatakan tidak terdapat perbedaan pemahaman geometri antara siswa yang mengikuti pembelajaran berbasis teori van Hiele dengan siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional ditolak). Sebaliknya, hipotesis alternatif (Ha) yang menyatakan terdapat perbedaan pemahaman geometri antara siswa yang mengkuti pembelajaran berbasis teori van Hiele dengan siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional diterima.

Hasil analisis data pada hipotesis kedua telah membuktikan bahwa terdapat perbedaan pemahaman geometri antara siswa yang mengkuti pembelajaran berbasis teori van Hiele dengan siswa yang mengikuti teori pembelajaran konvensional. Hal ini disebabkan karena, pembelajaran berbasis teori van Hiele memberikan karakterisitik pembelajaran yang memang mengkhusus untuk pembelajaran geometri. Pembelajaran berbasis teori van Hiele menekankan pada taraf berpikir anak. Artinya, siswa dilatih untuk mengenal geometri secara bertahap.

Pembelajaran berbasis teori van Hiele dikembangkan oleh Pierre Marie van Hiele dan Dina van Hiele-Geldof sekitar tahun 1950-an, hingga saat ini telah diakui secara internasional dan memberikan pengaruh dalam pembelajaran geometri sekolah. Crowley (1987) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis teori van Hiele mempunyai sifat-sifat

(7)

7 berikut (1) berurutan, yakni seseorang harus melalui tahap-tahap tersebut sesuai urutannya;

(2) kemajuan, yakni keberhasilan dari tahap ke tahap lebih banyak dipengaruhi oleh isi dan metode pembelajaran daripada oleh usia; (3) intrinsik dan ekstrinsik, yakni obyek yang masih kurang jelas akan menjadi obyek yang jelas pada tahap berikutnya; (4) kosakata, yakni masing-masing tahap mempunyai kosakata dan sistem relasi sendiri; dan (5) mismatch, ini terjadi jika guru menyampaikan bahan pembelajaran, isi, kosakata dan lainnya berada pada tahap yang lebih tinggi daripada tahap berpikir siswa.

Berbeda dengan pembelajaran konvensional, guru cenderung lebih aktif sebagai sumber informasi bagi siswa dan siswa cenderung pasif dalam mengikuti pembelajaran.

Guru lebih mendominasi pembelajaran dengan memberi contoh-contoh soal serta menjawab semua permasalahan yang dialami siswa.

Dengan adanya langkah-langkah pembelajaran yang runut dan sistematis sesuai taraf berpikir siswa, tentunya konsep pada geometri lebih mudah dipamahi. Apabila tahap tersebut tidak dilakukan dengan baik, dapat memungkinkan terjadinya mistmatch.

Mistmatch merupakan bentuk ketidaksesuaian antara pengalaman belajar dengan tahap berpikir siswa dapat mengakibatkan belajar hafalan, sehingga konsep yang telah dipelajari akan mudah dilupakan.

Hal ini senada dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sofiyanti (2011) yang mengemukakan bahwa pembelajaran berdasarkan tahap berpikir van Hiele dapat meningkatkan hasil belajar matematika khususnya pada pokok bahasan segi empat.

Dengan mengetahui tahapan berpikir siswa, maka pemahaman siswa terhadap materi akan lebih matang. Temuan ini didukung oleh penelitian Roebyanto dan Harmini (2006). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penerapan model van Hiele dalam pembelajaran geometri dapat mengarahkan siswa untuk mengubah konsepsi yang tidak tepat ke arah konsepsi yang sebenarnya pada pokok bahasan ’segiempat’. Ini berarti, siswa dapat mengkonstruksi pengetahuannya yang salah ke pengetahuan yang benar. Sehingga siswa mampu menunjukkan tingkah laku yang konsisten dalam tingkat berpikir geometri sesuai tingkatan berpikir van Hiele (Burger dan Shaughnessy, 1986).

Rumusan masalah pada hipotesis keempat berkaitan dengan interaksi antara model pembelajaran dan level siswa terhadap peningkatan kemampuan pemahaman siswa, yang dirumuskan pada hipotesis keempat. Berdasarkan hasil analisis statistik disimpulkan bahwa terdapat interaksi antara model pembelajaran dan level (tinggi, sedang dan rendah) terhadap peningkatan kemampuan pemahaman siswa.

Ruseffendi (1998) mengungkapkan bahwa interaksi terjadi apabila selisih kemampuan yang ingin ditingkatkan melalui faktor variabel bebas (pembelajaran melalui pembelajaran berbasis teori van Hiele dan pengelompokan siswa) secara meyakinkan (signifikan) lebih besar dari selisih kemampuan yang ingin ditingkatkan melalui faktor variabel bebas lainnya (pembelajaran konvensional dan pengelompokan siswa).

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis statistik yang dilakukan, maka dapat diberikan beberapa kesimpulan, antara lain: Peningkatan kemampuan pemahaman siswa dalam geometri yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis teori van Hiele lebih baik daripada siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional ditinjau dari keseluruhan dan level siswa (tinggi, sedang, rendah), kecuali untuk perbandingan level rendah di kelas eksperimen dan kemampuan awal rendah kelas kontrol.

Saran dalam penelitian ini, hendaknya guru lebih sering menerapkan model pembelajaran yang menyenangkan dan tidak monoton sehingga tidak membuat siswa merasa bosan dan merasa ketakutan saat mengikuti pembelajaran matematika.

(8)

8

DAFTAR PUSTAKA

Abdussakir. (2009). Pembelajaran Geometri dan Teori van Hiele. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bobango, J.C. (1993). Geometry for all student: Phase-Based Instruction. Dalam Cuevas (Eds). Reaching All Students With Mathematics. Virginia: The National Council of Teachers of Mathematics, Inc.

Burger, W.F. & Shaughnessy, J.M.. (1986). Characterizing the Van Hiele Levels of Development in Geometric. Journal for Research inMathematics Education, 17(1), 31-48.

Crowley, M.L. (1987). The Van hiele Model of the Development of Geometric Thought.

Dalam Lindquist, M.M and Shulte, A.P. (Eds.), Learning and Teaching Geometry, K-12, (pp. 1-16). Reston VA: National Council of Teachers of Mathematics.

Ikhsan, M. (2008). Meningkatkan Prestasi dan Motivasi Siswa dalam Geometri melalui Pembelajaran Berbasis teori Van Hiele. Disertasi pada PPS UPI: Tidak

Dipublikasikan.

Kesumawati, Y. S. (2008). Konsep, Pengembangan, dan Implementasi Komputer-Based Learning dalam Peningkatan Kemampuan High-Order Mathematical Thinking.

Makalah disajikan dalam Pengukuhan Guru Besar Pendidikan Matematika FMIPA UPI.

NCTM. (2000). Principles Standards For School Mathematics. Virginia: Reston.

Nurhayana. (2013). Pengaruh Pembelajaran Berbasis Model Van Hiele Terhadap Pemahaman Konsep Geometri Ditinjau Dari Kemampuan Visualisasi Spasial Pada Siswa Kelas V Di Gugus II Kecamatan Buleleng. Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Dasar. 3-1.

Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

Permendiknas No. 70 Tahun 2013 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan Bakat Istimewa.

Roebyanto, G dan Harmini, S. 2006. Pembelajaran Geometri yang Berorientasi Pada Teori Van Hiele dalam Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep Segiempat. Termuat pada Jurnal Penelitian Kependidikan Tahun 16, Nomor 1, Juni 2006. Malang:

Universitas Negeri Malang

Ruseffendi, E. T (1998). Penilaian Pendidikan dan Hasil Belajar Siswa Khususnya dalam Pengajaran Matematika untuk Guru dan Calon Guru.

Sofiyanti. (2011). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Konstektual. Tesis pada SPS UPI:

diterbitkan.

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta Suwaji, U.T. (2008). Paket Fasilitasi Pemberdayaan KKG/MGMP Matematika.Permasalahan Pembelajaran Geometri Ruang SMP dan Alternatif Pemecahannya. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika.

Usiskin, Z. (1982). Van Hiele levels and achievement in secondary school geometry. (final report of the cognitive development and achievement in secondary school geometry project). Chicago: University of Chicago. (ERIC Document Reproduction Service No. ED220288).

Referensi

Dokumen terkait

Specifically, each topics discuss: audit problems in Indonesia zakat institutions, firm value on the Indonesian Islamic Stock Index, the determinant of the third party fun

[r]