• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENTINGNYA KEBERLANJUTAN KEARIFAN LOKAL DALAM ERA GLOBALISASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PENTINGNYA KEBERLANJUTAN KEARIFAN LOKAL DALAM ERA GLOBALISASI"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

eL-Hekam: Jurnal Studi Keislaman

https://ojs.iainbatusangkar.ac.id/ojs/index.php/elhekam/index P - ISSN: 2528-2506

E - ISSN: 2549-8940)

PENTINGNYA KEBERLANJUTAN KEARIFAN LOKAL DALAM ERA GLOBALISASI

Oleh:

Saputra Adiwijaya *1, Muhamad Arief Rafsanjani2, Yorgen Kaharap3, Siyono4, Asri Ady Bakri5

1,2,3Universitas Palangka Raya, Indonesia 4Universitas Islam Negeri Salatiga, Indonesia

5Universitas Muslim Indonesia, Indonesia

Korespondensi: Jl. Yos Sudarso, Palangka, Kec. Jekan Raya, Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah 74874

e-mail: saputra@fisip.upr.ac.id, arief@fisip.upr.ac.id, yorgen1976@gmail.com, siyono347@gmail.com, asriady.bakri@umi.ac.id

Abstrak: Pada era globalisasi yang ditandai dengan pesatnya perkembangan teknologi dan internet seperti sekarang ini dapat dengan mudah mempengaruhi keberlanjutan dari kearifan lokal. Pengaruh globalisasi ini tidak jarang juga sering membuat kearifan lokal menjadi terabaikan.

Oleh sebab itu kearifan lokal harus tetap dijaga dan juga dileastarikan di dalam era globalisasi ini.

Banyak cara yang bisa digunakan agar kearifan lokal tetap terjaga salah satunya dengan masyarakat sendiri harus turun tangan langsung dengan mengadakan acara-acara adat kebudayaan masing-masing serta memperkenalkan nya ke dunia luar. Tujuan penelitian ini adalah untuk bagaimana pentingnya menjaga dan melestarikan kearifan lokal di tengah-tengah era globalisasi yang serba teknologi seperti sekarang ini. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif berorientasi eksploratif yang berusaha menganalisis masalah penelitian dari sumber bacaan dengan menerapkan analisis isi. Peneliti menggunakan penelitian kualitatif untuk mengkaji hasil penelitian terdahulu dan untuk menginterpretasikan suatu fenomena secara ilmiah. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui teknik dokumentasi dari berbagai jurnal, prosiding, berita online, dan buku-buku yang relevan. Hasil dari penelitian ini adalah menunjukkan bahwa dengan menjaga kearifan lokal di era globalisasi akan dapat membawa kemajuan teknologi, menjadikan budaya lokal yang positif serta untuk lebih memotivasi masyarakat untuk lebih menghargai dan melestarikan kearifan lokal dari daerah mereka masing-masing. Kesimpulan dari penelitian ini adalah menunjukkan bahwa dengan menjaga kearifan lokal di tengah era globalisasi itu sangat penting dan banyak membawa dampak yang positif baik untuk masyarakat maupun negri. Keterbatasan dalam penelitian ini ialah peneliti hanya terfokus kepada cara menjaga kelestarian kearifan lokal di era globalisasi. Harapan peneliti terhadap peneliti selanjutnya agar bisa lebih mengembangkan dan menjelaskan secara detail dan jelas tentang bagaimana cara atau strategi untuk tetap mengembangkan kearifan lokal di tengah era globalisasi seperti sekarang ini.

Kata Kunci: Budaya, Era Globalisasi, Kearifan Lokal

Abstract: In the current era of globalization which is marked by the rapid development of technology and the internet, it can easily affect the sustainability of local wisdom. The influence of globalization often causes local wisdom to be neglected. Therefore, local wisdom must be maintained and preserved in this era of globalization.

There are many ways that can be used to ensure that local wisdom is maintained, one of which is that the

(2)

community itself must intervene directly by holding traditional cultural events and introducing it to the outside world. The aim of this research is to understand the importance of maintaining and preserving local wisdom in the current technological era of globalization. The method used in this research is an exploratory oriented qualitative research method which attempts to analyze research problems from reading sources by applying content analysis.

Researchers use qualitative research to examine the results of previous research and to interpret a phenomenon scientifically. Data collection techniques were carried out through documentation techniques from various journals, proceedings, online news and relevant books. The results of this research show that maintaining local wisdom in the era of globalization will be able to bring technological progress, create positive local culture and further motivate people to appreciate and preserve local wisdom from their respective regions. The conclusion of this research is that maintaining local wisdom in the era of globalization is very important and has many positive impacts on both society and the country. The limitation of this research is that researchers only focus on how to preserve local wisdom in the era of globalization. The researcher's hope for future researchers is to be able to further develop and explain in detail and clearly how or strategies to continue to develop local wisdom in the current era of globalization.

Keywords: Culture, Era of Globalization, Local Wisdom PENDAHULUAN

Negara Indonesia memiliki banyak keanekaragaman (Alamouti, 1998), keberagaman suku, budaya, adat istiadat dan lain sebagainya (Laneman et al., 2004). Yang mana pada tiap-tiap keberagaman tersebut terdapat banyak nilai-nilai moral dan norma yang mengutamakan pelestarian kearifan lokal itu sendiri (Simpson, 1949). Dengan banyak nya keberagaman namun tetap mempunyai tujuan yang satu (Markus &

Kitayama, 1991). Menjaga kearifan lokal di tengah era globalisasi akan mendapatkan banyak manfaat dan keuntungan (Caporaso et al., 2011). Dengan melestarikan kearifan lokal di era globalisasi ini maka akan mencerminkan kepribadian masyarakat yang paham akan mempertahankan budaya, warisan (Sendonaris et al., 2003), adat- istiadat, tradisi, serta nilai-nilai yang telah diturunkan dari generasi ke generasi.

Kearifan lokal yang telah diturunkan dari generasi ke generasi merupakan warisan budaya ata identitas dari suatu daerah atau bangsa (Klindworth et al., 2013). Dengan menjaga kearifan lokal kita akan dapat mempertahankan ciri khas budaya masing- masing daerah yang memiliki banyak keunikan dapat memperkaya kehidupan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Chesson, 2000), serta juga dapat meningkatkan potensi pariwisata dengan cara menarik perhatian dari wisatawan manca negara yang datang ke tempat wisata

di Indonesia dan memperkenalkan kearifan lokal yang ada di dan kekayaan budaya di daerah tersebut (Bradbury et al., 2007).

Dengan harapan keberlanjutan dari kearifan lokal di era globalisasi ini tetap terjaga dengan baik.

Dalam keberlanjutan kearifan lokal globalisasi memiliki peran penting (Elshire et al., 2011). Karena globalisasi ini sendiri adalah proses integritas ekonomi, social dan politik yang terjadi di tiap penjuru dunia (Sung et al., 2021). Globalisasi memungkinkan pertukaran budaya antar berbagai daerah bahkan negara. Selain itu, globalisasi juga membawa dampak positif bagi kemajuan teknologi dan jaringan internet yang mudah untuk di akses (Blommaert, 2010), dengan adanya kemajuan teknologi ini akan dapat dengan mudah mempermudah untuk mengetahui budaya dan adat-istiadat yang ada di daerah atau bahkan di negara lain (Andoni et al., 2019). Namun tidak jarang juga pengaruh teknologi pada kearifan lokal ini juga mempengaruhi gaya hidup dari masyarakat (Lambin & Meyfroidt, 2011), seperti halnya banyak nya masyarakat Indonesia yang bergaya hidup kebarat-baratan.

Di era globalisasi yang berkembang pesat, banyak cara atau upaya yang dapat dilakukan untuk melestarikan kearifan lokal (Dreher, 2006), seperti memperkenalkan budaya lokal ke dunia luar atau bahkan internasional (Dreher, 2006), menjaga

(3)

kelestarian lokal melalui pendidikan, mengajak, memotivasi (Hulme, 2009), dan mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga dan melestarikan kearifan lokal khususnya di daerah masing-masing dalam perkembangan era globalisasi (Eiraku et al., 2011). Kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga dan melestarikan kearifan lokal lambat laun akan mampu memberikan respon positif terhadap dampak global.

Penelitian yang sama juga dilakukan oleh (Harirah et al., 2021) Menyatakan dalam penelitiannya yang berjudul Melacak Eksistensi Kearifan Lokal Dalam Kebijakan Pengembangan Pariwisata Kabupaten Siak Di Era Globalisasi ia menyatakan bahwa peran Kearifan lokal dianggap kuno dan tidak menarik menyebabkan tidak banyak daerah yang mengembangkan pariwisata berbasis kearifan lokal. Terlebih dalam era globalisasi, kekhawatiran akan pudarnya kearifan lokal yang dikelilingi oleh budaya barat menjadi tantangan tersendiri bagi eksistensi kearifan lokal. Kemudian menurut (Kartikawangi, 2018) menyatakan dalam penelitiannya yang berjudul Kearifan Lokal dalam Implementasi Cause Related Marketing untuk Keberlanjutan Bisnisia menyatakan bahwa mplementasi yang tepat dalam hal kemampuannya untuk meningkatkan keterlibatan merek dan untuk mengatasi hambatan antar budaya adalah tantangan utama dalam pemasaran global.

Kemudian menurut (Herutomo, 2019) menyatakan dalam penelitiannya yang berjudul Kearifan Lokal Lingkungan Komunikasi Rembug Desa Dalam Menjaga Kelestarian Hutan Di Kesatuan Pemangkuan Hutan (Kph) Banyumas Timur ia menyatakan bahwa Kearifan lokal sebagai nilai sosial budaya masyarakat desa hutan diwariskan secara turun temurun itu dapat membina hubungan yang harmonis anatara masyarakat desa hutan dengan hutan.

Alasan dilakukannya penelitian ini alah untuk meneliti ulang tentang memahami bagaimana cara melestarikan kearifan lokal di tengah era globalisasi. Diharapkan dengan adanya pemahaman tentang keberlanjutan kearifan lokal dalam globalisasi ini bisa

membawa perubahan yang baik bagi masyarakat, sehingga bisa mengimplementasikan dalam menjaga kelestarian kearifan lokal dalam kehidupan sehari-hari walauupun sudah berada di era globalisasi. Mengetahui makna kearifan lokal merupakan salah satu cara yang bisa digunakan untuk membantu manusia dalam menjalani kehidupan sehari-hari untuk saling menghargai antar keberagaman yang ada di Indonesia. Berdasarkan penjelasan- penjelasan diatas diharapkan ada sebuah Tindakan atau perbaikan mengenai masalah menjaga keberlanjutan kearifan lokal dalam era globalisasi, maka dari itu peneliti berupaya mengembangkan penelitian ini untuk membantu memudahkan memahami dan mengetahui apa makna kearifan lokal dalam globalisasi dan bagaimana cara melestarikan kearifan lokal dalam kehidupan sehari-hari.

METODE PENELITIAN

Penelitian diatas menunjukkan bahwa penelitian ini merupakan Penelitian yang menggunakan metode penelitian kualitatif berorientasi eksploratif. Yang mana metode ini berusaha menganalisis masalah penelitian dari sumber bacaan dengan menerapkan analisis isi (Kim et al., 2020). Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan strategi studi literatur eksploratif strategi studi literatur (Van Dijk-de Vries et al., 2012). Peneliti menggunakan penelitian kualitatif untuk mengkaji hasil penelitian terdahulu dan untuk menginterpretasikan suatu fenomena secara ilmiah (Ahmed Zebal

& M. Saber, 2014). Selain itu penelitian berbasis kualitatif eksploratif dapat meningkatkan pemahaman dengan mengungkapkan gagasan baru tentang suatu fenomena dan dengan mendeskripsikan masalah penelitian secara lebih secara lebih rinci (Dominici et al., 2019). Teknik pengumpulan data dilakukan melalui teknik dokumentasi dari berbagai jurnal, prosiding, berita online, dan buku-buku yang relevan.

Selain itu, untuk menganalisis data yang terkumpul (Kragelund, 2011). Peneliti menggunakan analisis isi untuk membahas

(4)

isi dokumen untuk memberikan penjelasan yang komprehensif mengenai memahami makna dan tujuan spiritualitas di dalam islam.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengertian kearifan lokal

Kearifan lokal adalah cara berpikir masyarakat suatu daerah atau negara tentang cara hidup mereka di lingkungan alam tempat mereka tinggal (Hannerz, 1990).

Cara hidup seperti ini sudah sering mendarah daging dalam kepercayaan masyarakat daerah selama puluhan tahun bahkan berabad-abad. Untuk menjaga kearifan lokal ini tetap hidup, orang tua dari generasi sebelumnya dan yang lebih tua akan mewariskannya kepada anak-anak mereka dan seterusnya (Nedergaard, 1994). Kearifan lokal merupakan konsep kuno yang telah ada selama puluhan tahun. Kearifan lokal suatu wilayah sangat erat kaitannya dengan masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut dan tidak dapat dipisahkan (Holt, 1998).

Untuk menjaga kearifan lokal ini tetap hidup dan terjaga, orang tua dari generasi sebelumnya dan yang lebih tua akan mewariskannya kepada anak-anak mereka dan seterusnya (De Bruin et al., 2014).

Kearifan lokal merupakan gagasan kuno yang telah ada selama puluhan tahun yang lalu, dan kearifan lokal merupakan suatu daerah yang sangat erat kaitannya dengan masyarakat yang tinggal di daerah tersebut sehingga sulit untuk dipisahkan.

Namun, meskipun masih banyak orang tua yang berusaha mewariskan kearifan dan pandangan hidup asli peninggalan kakek dan nenek moyang mereka, banyak anak muda atau kaum milenial yang menganggap kearifan lokal dan pandangan hidup tradisional yang diwariskan nenek moyang mereka sebagai ide dan gagasan yang sudah ketinggalan zaman, bukan lagi valid dan relevan untuk zaman sekarang (Stivers et al., 2009). Padahal, kalau difikir ulang apapun yang termasuk pandangan hidup tradisional atau kearifan lokal tidak selalu buruk, dan tidak selalu salah. Padahal, bisa juga sebaliknya, karena pemeliharaan dan

pelestarian kearifan lokallah yang membuat suatu masyarakat dari suatu daerah atau negara tertentu terlihat unik dan berbeda dengan masyarakat yang tinggal di daerah lain.

Dengan kearifan lokal, tatanan sosial dan lingkungan alam akan tetap tampak lestari dan terjaga. Selain itu, kearifan lokal juga merupakan kekayaan budaya, terutama kekayaan budaya yang harus dipegang teguh oleh generasi muda dalam melawan globalisasi (Fincher et al., 2008). Dengan demikian, karakter masyarakat setempat tidak pernah hilang, bahkan hilang. Juga, kearifan lokal berasal dari nenek moyang kita yang mengetahui segala sesuatu dengan lebih jelas, terutama hal-hal yang berkaitan dengan daerah. Selain itu, ada kearifan dan keindahan dalam kearifan pedesaan semacam ini, namun terkadang sulit dipahami oleh anak muda zaman sekarang (Campenot, 1977). Di sisi lain, cara pandang yang terlalu modern bisa lebih merusak, apalagi merugikan kearifan lokal yang ada.

Bahkan, kemungkinan merusak budaya yang ada, serta lingkungan sekitarnya, tidak bisa dikesampingkan.

Ciri-Ciri Kearifan Lokal

Kearifan lokal adalah istilah yang mengacu pada kearifan dan pengetahuan tradisional yang ada di suatu wilayah atau budaya (Guillemin et al., 1993). Ciri-ciri kearifan lokal dapat berbeda-beda pada suatu masyarakat atau daerah tertentu, namun secara umum memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

Bertahan dari Gempuran Budaya Asing Setiap daerah dan negara memiliki adat dan budaya yang berbeda. Berbeda dengan negara kita yang menghargai dan melestarikan adat dan tradisinya, banyak orang asing yang melupakan adat dan tradisi nenek moyangnya. Generasi saat ini, terutama kaum milenial, lebih memilih untuk menjalani gaya hidup yang bebas dan modern tanpa mengikuti adat istiadat yang ketinggalan zaman. Apalagi, budaya asing lambat laun menyusup ke berbagai daerah di Indonesia dari waktu ke waktu. Indonesia, di sisi lain, kaya akan kearifan lokal yang menunjukkan prinsip-prinsip budaya yang

(5)

kuat. Nilai-nilai budaya ini telah teruji oleh waktu, bertahan selama beberapa tahun atau bahkan berabad-abad, menjadikannya sangat dihormati oleh penduduk setempat.

Kepercayaan yang kuat inilah yang membuat budaya asing tidak bisa dengan mudah masuk dan mempengaruhi masyarakat.

Dengan begitu, karakteristik atau ciri khas dari masyarakat di suatu daerah akan tetap terjaga dengan baik.

Memiliki Kemampuan Mengakomodasi Budaya yang Berasal dari Luar

Menghindari masuknya budaya asing ke Indonesia merupakan tantangan yang cukup berat saat ini. Di era globalisasi ini, di mana segala sesuatu dapat terhubung dengan mulus dalam sekejap. Penyebaran cepat fenomena budaya asing sering terjadi melalui platform populer seperti YouTube, TV, Instagram, TikTok, dan saluran sosial lainnya. Berkat kemajuan teknologi tersebut, budaya asing masuk ke Indonesia dengan mudah. Namun demikian, kearifan lokal berdiri sendiri karena memiliki daya adaptasi yang luar biasa, sehingga dapat berbaur secara harmonis tanpa merusak fondasi kepercayaan yang sudah ada sebelumnya.

Merusak kepercayaan yang telah dibangun secara turun-temurun, budaya asing hanya bisa menjadi iseng sesaat ketimbang menggantikan budaya leluhur yang sudah mengakar. Mampu Mengintegrasikan Budaya Asing ke Dalam Budaya Asli di Indonesia

Salah satu ciri khas dari kearifan lokal adalah kemampuannya bukan hanya untuk mengakomodasi, tetapi juga menggabungkan budaya asing yang datang dan mengintegrasikannya dengan budaya yang sudah ada secara harmonis.

Contohnya, di Indonesia terdapat pembangunan gedung-gedung yang menunjukkan integrasi ini. Arsitek di Indonesia seringkali menggabungkan elemen budaya lokal dengan desain bangunan

tradisional, kemudian

mengkombinasikannya dengan gaya arsitektur modern. Seperti, Masjid Raya Sumatera Barat yang terletak di kota Padang mencerminkan pendekatan dengan meniru gaya arsitektur khas Minangkabau,

sementara atap masjid didesain menyerupai rumah Gadang, yang merupakan rumah tradisional dari Provinsi Sumatera Barat.

Meskipun demikian, hasilnya tetap terlihat modern dan sesuai dengan perkembangan zaman.

Mampu Mengendalikan Budaya Asing yang Masuk

Menerima budaya asing bukanlah sesuatu yang dapat ditolak secara mudah.

Namun, pada sisi lain, kearifan lokal yang merupakan bagian dari adat dan budaya asli juga memiliki akar yang begitu kuat di masyarakat, sehingga sulit untuk menghilangkannya. Alih-alih menghilang dan digantikan oleh budaya asing, kepercayaan pada kearifan lokal menjadi lebih kokoh, sehingga kita mampu mengendalikan pengaruh budaya asing yang masuk. Selain itu, kita juga dapat dengan mudah menyaring budaya asing yang diterima. Dengan kata lain, kita dapat menentukan budaya asing mana yang dapat diterima di Indonesia, dan mana yang memiliki nilai buruk. Memberi Arah pada Perkembangan Budaya di Masyarakat

Kearifan lokal yang telah menjadi keyakinan masyarakat selama bertahun- tahun akan secara tak terelakkan mempengaruhi kehidupan sehari-hari mereka. Seiring berjalannya waktu, kearifan lokal yang telah ada selama puluhan tahun menjadi pegangan dan panduan yang dipegang oleh masyarakat setempat.

Sehingga, ketika menghadapi situasi apapun, masyarakat akan merujuk pada kearifan lokal sebagai landasan sebelum mengambil keputusan atau bertindak. Kebiasaan ini juga menyebabkan masyarakat di wilayah tersebut dapat mengembangkan budaya yang sudah ada menjadi lebih terarah.

Dengan kata lain, kearifan lokal memiliki ciri khas berupa memberikan arah bagi masyarakat setempat.

Fungsi dari Kearifan Lokal bagi Masyarakat

Meskipun memiliki sifat yang sangat tradisional, keberadaan kearifan lokal tetap menjadi hal yang sangat penting bagi masyarakat setempat (Gamborg et al., 1968).

Alasannya adalah bahwa kearifan lokal tidak

(6)

hanya berfungsi sebagai pedoman dalam bertindak dan bersikap, tetapi juga memiliki fungsi-fungsi khusus yang sangat berarti bagi masyarakat (Ong et al., 2002). Berikut adalah beberapa fungsi dari kearifan lokal bagi masyarakat.

Konservasi Pelestarian Sumber Daya Alam yang Ada

Kearifan lokal memiliki ruang lingkup yang luas. Tidak hanya mencakup adat istiadat, tetapi juga mencerminkan pandangan hidup masyarakat terhadap sumber daya alam yang ada di wilayah mereka. Kearifan lokal membawa kesadaran bagi masyarakat akan pentingnya melestarikan sumber daya alam di sekitar mereka. Alih-alih merusak lingkungan, kearifan lokal justru mendorong masyarakat di wilayah tertentu untuk melakukan konservasi guna menjaga kelestarian alam tempat tinggal mereka. Sebagai contoh, nelayan di Aceh memiliki hari-hari yang dianggap sebagai hari larangan untuk melaut, seperti Jumat dan hari raya Idul Fitri. Selain itu, ada beberapa hari lainnya yang juga dianggap sebagai waktu yang tidak boleh digunakan untuk melaut. Hal ini bertujuan untuk memberi kesempatan bagi ikan untuk berkembang biak secara maksimal. Selain itu, masyarakat nelayan juga dilarang menggunakan pukat harimau atau bom yang dapat merusak terumbu karang dan mengganggu ekosistem laut.

Menjadi Petuah, Kepercayaan, dan Pantangan

Orang-orang tua di masa lampau selalu berharap yang terbaik untuk kehidupan anak cucu mereka di masa mendatang. Namun, mereka sadar bahwa tak mungkin bisa hidup selamanya untuk melindungi dan membimbing keturunan mereka. Oleh karena itu, nenek moyang kita mewariskan berbagai kearifan lokal. Kearifan lokal ini tidak hanya mencakup pandangan hidup yang lebih baik, tetapi juga melibatkan nasihat bijak, pantangan yang harus dihormati, dan kepercayaan yang dijaga dengan sungguh-sungguh. Petuah dan nasihat dari zaman dahulu ini diwariskan untuk memastikan bahwa kehidupan setiap

generasi di wilayah tertentu dapat berlangsung dengan baik dan harmonis.

Menjadi Ciri Utama Sebuah Masyarakat Kearifan lokal juga mencakup adat dan istiadat. Meskipun sering dianggap kuno, adat dan istiadat inilah yang sebenarnya membuat suatu daerah menjadi unik dan berbeda dari daerah lainnya di Indonesia.

Berkat keberadaan kearifan lokal, masyarakat menganggap tradisi-tradisi tersebut sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan mereka karena sudah menjadi kebiasaan dan budaya yang dianut. Selain itu, masyarakat setempat menganggap kearifan lokal sebagai sesuatu yang harus dijaga dengan baik di wilayah mereka. Namun, perspektif berbeda dimiliki oleh para turis dan pelancong yang datang mengunjungi daerah yang kental dengan kearifan lokalnya. Kearifan lokal yang tercermin dalam adat istiadat dan budaya ini tidak bisa ditemukan di wilayah lain, dan itulah yang membuat para turis terkesan dengan keunikan daerah tersebut. Sebagai contoh, lihatlah Bali, selain memiliki keindahan alam yang memukau, Bali juga memelihara adat dan budaya yang diwariskan oleh para leluhur mereka.

Akibatnya, warisan budaya ini yang membuat Bali terasa berbeda, istimewa, dan memberikan kesan yang tak terlupakan dibandingkan dengan tempat-tempat lain di dunia.

Jenis-Jenis Kearifan Lokal

Kearifan lokal bukan hanya memiliki ciri dan fungsi saja, tetapi kearifan lokal juga terdiri dari dua jenis (Brown et al., 1989), yaitu kearifan lokal yang berwujud nyata atau dikenal dengan istilah tangible, dan juga kearifan lokal tidak berwujud atau yang biasa disebut intangible (Takahashi & Yamanaka, 2006). Berikut penjelasanya.

Kearifan Lokal Berwujud Nyata atau Tangible

Kearifan lokal dalam wujud nyata mengacu pada kearifan lokal yang dapat diidentifikasi secara fisik dan dapat dilihat serta dirasakan. Bentuk kearifan lokal nyata ini bisa terlihat dalam berbagai aspek, baik dalam bentuk tulisan seperti tata cara, aturan, atau sistem nilai, maupun dalam

(7)

bentuk arsitektur seperti beragam rumah adat yang ada di berbagai daerah di Indonesia.

Kearifan Lokal yang Tidak Berwujud atau Intangible

Kearifan lokal yang tidak berwujud atau intangible merupakan kebalikan dari kearifan lokal berwujud yang dapat dilihat dan dirasakan secara fisik. Meskipun tidak memiliki bentuk fisik yang nyata, kearifan lokal intangible ini dapat disampaikan secara turun temurun dari generasi yang lebih tua kepada generasi berikutnya. Bentuk dari kearifan lokal intangible termasuk nasihat, nyanyian, pantun, atau cerita yang mengandung nilai-nilai dan pelajaran hidup bagi generasi berikutnya. Tujuan dari penyampaian kearifan lokal ini adalah agar generasi muda di wilayah tersebut dapat menghindari tindakan buruk yang dapat merugikan diri mereka sendiri, masyarakat, serta lingkungan alam sekitar yang menjadi tempat tinggal dan sumber penghidupan bagi mereka. Salah satu contoh dari kearifan lokal intangible adalah kepercayaan asal-usul (sistem kekerabatan) matrilineal di Minangkabau. Keyakinan ini merupakan bentuk kearifan lokal yang tidak berwujud, di mana masyarakat Minangkabau memiliki sistem kekerabatan matrilineal, yang berarti garis keturunan ditentukan berdasarkan pihak ibu.

Pengertian era globalisasi

Era globalisasi adalah fenomena perubahan yang meresap di seluruh dunia, dan dampaknya sangat luas meliputi berbagai aspek kehidupan manusia dari berbagai lapisan masyarakat (Christmann &

Taylor, 2001). Fenomena ini meliputi ekonomi, sosial, politik, teknologi, lingkungan, budaya, dan lain-lain. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi pemicu perubahan dalam pola perilaku konsumsi masyarakat (Hobfoll, 2001).

Globalisasi menjadi inti pembahasan dalam ilmu sosial saat ini, menggambarkan proses kebudayaan yang menyebabkan wilayah- wilayah di dunia, baik dari segi geografis maupun fisik, menjadi seragam dalam bidang sosial, budaya, ekonomi, dan politik.

Globalisasi telah membawa perubahan signifikan dalam berbagai aspek kehidupan.

Secara sosial, proses globalisasi telah menciptakan kesetaraan, sementara dalam bidang budaya mendorong munculnya

"internasionalisasi budaya". Dalam sektor ekonomi, globalisasi menciptakan ketergantungan saling antara proses produksi dan pemasaran (Murashige &

Skoog, 1962). Di bidang politik, globalisasi telah mengakibatkan "liberalisasi".

Perubahan ini menyebabkan dunia saat ini berbeda dari masa lalu, dan membawa perubahan dalam pola hidup masyarakat.

Globalisasi telah memberikan dampak besar pada kehidupan saat ini. Kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengubah berbagai kebutuhan hidup manusia dari masa ke masa. Di Indonesia, kaum kapitalis menciptakan "kebutuhan"

baru dalam upaya untuk memenuhi hasrat mereka. Kapitalisme mendorong manusia untuk mengkonsumsi lebih banyak, menciptakan citra bahwa keberhasilan seseorang ditentukan oleh kepemilikan barang yang banyak. Orang kadang membeli barang-barang yang sebenarnya tidak mereka butuhkan, hanya untuk memenuhi hasrat konsumsi berlebihan. Semakin banyak kebutuhan hidup manusia, semakin tinggi tuntutan peningkatan gaya hidup (lifestyle).

Gaya hidup menjadi karakteristik masyarakat modern atau modernitas, yang digunakan untuk menggambarkan tindakan individu atau orang lain. Gaya hidup mencerminkan pola tindakan yang membedakan satu orang dari yang lainnya, dan mencakup segala sesuatu yang memiliki karakteristik, kekhususan, dan tata cara dalam suatu masyarakat. Namun, pola hidup yang mencemaskan adalah pola hidup konsumtif yang mengabaikan pola hidup produktif. Konsumtif merujuk pada perilaku konsumen yang menghabiskan uang lebih besar dari nilai produksi untuk barang dan jasa yang tidak menjadi kebutuhan pokok.

Perilaku konsumtif didasarkan pada keinginan yang tidak rasional, lebih mementingkan keinginan daripada

(8)

kebutuhan, dan didorong oleh hasrat materi dan kesenangan dunia semata.

Dampak Positif Globalisasi

Era globalisasi adalah fenomena yang tak bisa dihindari, dampaknya dirasakan oleh masyarakat dari berbagai kalangan. Meski begitu, ada banyak dampak positif globalisasi yang memberi manfaat bagi masyarakat. Beberapa dampak positif tersebut di antaranya adalah:

Mendorong Kemajuan Teknologi

Pengaruh pertama dari globalisasi adalah kemajuan teknologi. Globalisasi mendorong pertukaran teknologi antara negara maju, negara berkembang, dan bahkan negara yang kurang berkembang.

Akibatnya, masyarakat dapat dengan lebih mudah menikmati berbagai produk teknologi terbaru yang membantu mempermudah berbagai aktivitas sehari- hari. Manfaat dari kemajuan teknologi ini dapat dirasakan oleh hampir seluruh lapisan masyarakat. Teknologi telah membuat proses belajar mengajar menjadi lebih menarik. Selain itu, berbagai perangkat canggih dan mutakhir juga mendukung kelancaran aktivitas bisnis dengan cara yang efektif dan efisien.

Kemudahan Mengakses Informasi dan Berkomunikasi

Pada era globalisasi, informasi dari berbagai belahan dunia dapat diakses dengan mudah oleh banyak orang. Jarak bukan lagi menjadi penghalang untuk mendapatkan informasi. Selain itu, komunikasi juga menjadi lebih praktis. Selain komunikasi suara, ada opsi untuk berkomunikasi dengan lebih nyaman melalui video.

Pemenuhan Berbagai Jenis Kebutuhan yang Lebih Mudah

Salah satu dampak positif dari globalisasi adalah kemudahan dalam memenuhi berbagai jenis kebutuhan.

Globalisasi mendorong impor berbagai produk dari berbagai negara, dan kebijakan ini memberikan kesempatan untuk memenuhi kebutuhan yang sulit dipenuhi secara lokal. Terlebih lagi, tidak semua produk kebutuhan pribadi dapat diproduksi oleh perusahaan dalam negeri.

Hubungan Kerja Sama Global yang Terbuka Lebar

Globalisasi adalah proses yang berdampak positif pada peningkatan hubungan kerja sama antara negara-negara.

Kerja sama ini melampaui batas regional dan melibatkan negara-negara yang berjauhan.

Globalisasi memungkinkan terjalinnya hubungan kerja sama dalam berbagai aspek, termasuk ekonomi, politik, sosial, dan budaya.

Meningkatnya Peluang Bisnis dan Lapangan Kerja

Salah satu dampak positif terakhir dari globalisasi adalah meningkatnya peluang bisnis dan lapangan kerja. Dalam dunia bisnis, perusahaan lokal dapat lebih mudah berkolaborasi dengan perusahaan dari negara lain. Globalisasi juga membuka peluang untuk meningkatkan aktivitas ekspor. Di sektor lapangan kerja, masyarakat memiliki kesempatan untuk mendapatkan penghasilan dari luar lingkungan sekitar.

Teknologi yang semakin canggih memudahkan orang untuk mendapatkan pekerjaan dari berbagai belahan dunia.

Terlebih lagi, saat ini terdapat tren untuk melakukan aktivitas kerja secara remote atau jarak jauh.

Dampak Negatif Globalisasi

Diantara banyak dampak positif dari era globalisasi, berikut merupakan beberapa dampak negatif dari era globalisasi:

Pola Hidup Konsumtif yang Berlebihan Di era globalisasi, masyarakat dihadapkan pada beragam pilihan dan kemudahan akses ke berbagai barang dan jasa. Namun, dampak negatifnya adalah munculnya pola hidup konsumtif yang berlebihan dan tidak terkendali. Akibatnya, pemenuhan kebutuhan yang seharusnya mencukupi menjadi berlebihan dan memicu perilaku boros dan pemborosan.

Individualisme yang Berlebihan

Globalisasi yang disertai perkembangan teknologi yang pesat juga berpotensi menimbulkan sikap individualisme yang berlebihan. Masyarakat cenderung lebih memilih untuk beraktivitas secara mandiri dan mengabaikan kebutuhan orang lain di sekitarnya. Sikap ini dapat memperburuk

(9)

kesenjangan sosial dan merusak nilai-nilai sosial yang penting dalam kehidupan berkomunitas.

Kesenjangan Sosial yang Semakin Tersingkap

Globalisasi juga memiliki potensi untuk memperkuat kesenjangan sosial antara kelompok masyarakat yang terlibat dalam proses globalisasi dan kelompok masyarakat yang tidak terlibat. Kesenjangan ini berisiko menyebabkan terjadinya ketidakadilan, diskriminasi, dan perbedaan hak dalam masyarakat.

Kurangnya Keterlibatan Masyarakat dalam Mempertahankan Kedaulatan Negara

Arus globalisasi yang mendorong kerjasama internasional dalam bidang keamanan dan pertahanan berpotensi mengurangi peran aktif masyarakat dalam menjaga keamanan dan kedaulatan negara.

Dampaknya bisa menyebabkan pengabaian terhadap peran masyarakat dalam mempertahankan kedaulatan negara, dan lebih memperkuat peran negara dalam mengelola urusan pertahanan dan keamanan.

Perubahan Pola Pikir yang Berisiko Meningkatkan Tren Negatif

Perubahan yang cepat dalam era globalisasi berpotensi memengaruhi pola pikir masyarakat di seluruh dunia, menyebabkan adopsi sikap-sikap yang tidak sehat. Dampak negatifnya termasuk peningkatan pragmatisme, hedonisme, primitivisme, dan konsumerisme yang berlebihan. Fenomena ini dapat memicu tren negatif dalam masyarakat dan merusak nilai-nilai positif dalam kehidupan berkomunitas.

Meningkatnya Tuntutan Kompetitif Globalisasi juga mendorong peningkatan tuntutan kompetitif di berbagai bidang, khususnya di ekonomi dan bisnis.

Fenomena ini dapat memperkeruh persaingan di antara individu atau kelompok yang bersaing untuk mendapatkan peluang dan sumber daya yang terbatas, serta memicu konflik dan kecemasan di masyarakat.

Ancaman Budaya

Globalisasi budaya tingkat lokal berpotensi mengancam kelangsungan budaya lokal, terutama budaya tradisional.

Budaya lokal mungkin mengalami marginalisasi oleh pengaruh budaya asing yang masuk ke dalam masyarakat dan menjadi lebih dominan. Fenomena ini dapat mengurangi rasa kebanggaan dan identitas masyarakat terhadap budaya mereka sendiri.

Penyebaran Penyakit dan Bencana Alam Globalisasi juga memiliki potensi untuk mempercepat penyebaran penyakit, terutama karena adanya perjalanan yang lebih mudah dan cepat antar negara. Selain itu, bencana alam seperti banjir, gempa bumi, dan tsunami juga dapat menyebar dengan lebih cepat dan mempengaruhi lebih banyak negara karena adanya konektivitas global yang semakin tinggi.

Eksploitasi Sumber Daya Alam

Dampak globalisasi dapat menyebabkan eksploitasi berlebihan terhadap sumber daya alam, terutama di negara-negara berkembang yang kaya akan sumber daya alam. Fenomena ini berpotensi menyebabkan kerusakan lingkungan dan kelangkaan sumber daya, yang pada akhirnya berdampak pada keberlangsungan kehidupan manusia dan ekosistem.

Pelemahan Keberlanjutan Lingkungan Perkembangan teknologi yang cepat di era globalisasi juga memiliki potensi untuk menyebabkan dampak negatif pada lingkungan, seperti polusi udara dan air, penurunan keanekaragaman hayati, dan perubahan iklim. Fenomena ini berisiko mengancam keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan manusia di masa depan.

Persaingan Bisnis yang Tidak Sehat Globalisasi di sektor ekonomi juga berpotensi menciptakan persaingan bisnis yang tidak sehat, terutama bagi negara- negara kecil yang kesulitan bersaing dengan perusahaan besar dan kuat dari negara maju.

Fenomena ini berisiko menyebabkan monopoli pasar dan menurunkan kualitas produk dan layanan yang ditawarkan.

(10)

Pengaruh Globalisasi terhadap Kearifan Lokal

Era globalisasi telah memberikan kenyamanan dan kemakmuran bagi manusia.

Namun, dampak positif dan negatif dari era yang mudah ini sulit dihindari. Globalisasi telah mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, seperti sistem ekonomi, budaya, dan lingkungan. Perkembangan teknologi dan informasi dalam era globalisasi telah berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi dunia, dan teknologi menjadi indikator kemajuan suatu negara.

Perkembangan ekonomi dapat berjalan lebih cepat dengan dukungan kemajuan teknologi.

Meskipun kemajuan teknologi memberikan dampak positif pada sistem ekonomi, namun juga memiliki dampak negatif. Hal ini termasuk pemborosan sumber daya alam, peningkatan kriminalitas, dan masalah lainnya karena ketimpangan dalam kemakmuran ekonomi antar wilayah atau negara. Selain dampak pada perekonomian, globalisasi juga berdampak pada aspek sosial budaya masyarakat, termasuk kearifan lokal.

Globalisasi telah menyebabkan perubahan dan pergeseran terhadap sistem dan aturan yang berkembang dalam masyarakat. Kemajuan teknologi memiliki peran besar dalam mengarahkan remaja ke arah dekadensi moral. Meningkatnya gaya hidup kapitalis, materialistik, dan individualistik telah merusak mental dan akhlak remaja. Situs-situs internet yang menyajikan gambar vulgar secara bebas juga turut menambah deretan kerusakan pada remaja. Semua ini menyebabkan erosi pada kearifan lokal yang sebelumnya berlaku dalam masyarakat. Adat kedaerahan yang dahulu merupakan simbol kebangsaan, kini kehilangan makna di era globalisasi. Batasan yang jelas antara budaya lokal dan budaya barat sulit untuk ditentukan. Selain itu, persaingan ekonomi global juga menjadi ancaman bagi produksi lokal. Produk impor atau merek internasional yang populer cenderung mendominasi pasar daripada produk lokal. Sebagai akibatnya, industri kerajinan tangan atau kuliner khas daerah dapat terpinggirkan karena kurang bersaing dalam hal harga maupun pemasaran.

Meskipun demikian, terdapat aspek positif dari pengaruh globalisasi terhadap kearifan lokal. Dengan adanya pertukaran budaya internasional, masyarakat memiliki kesempatan untuk mempelajari dan mengadopsi inovasi baru serta pengetahuan dari luar negeri, yang dapat meningkatkan kualitas produksi atau perkembangan seni rupa tradisional mereka. Selain itu, pariwisata internasional yang semakin berkembang di era globalisasi memungkinkan kearifan lokal diakui dan diapresiasi oleh wisatawan dari luar. Hal ini memberikan peluang untuk menghidupkan kembali tradisi adat, seni pertunjukan, atau kerajinan tangan yang sebelumnya mungkin terabaikan. Dampak globalisasi pada kearifan lokal bisa memiliki efek campuran.

Di satu sisi, ada ancaman terhadap kelangsungan budaya tradisional akibat penetrasi budaya asing dan persaingan ekonomi global. Namun, di sisi lain, juga ada peluang untuk belajar dan memperkaya kebudayaan lokal melalui interaksi dengan dunia luar.

KESIMPULAN

Kearifan lokal merupakan suatu waisan budaya yang harus dijaga dan dilestarikan keberadaanya, khususnya di era globalisasi seperti sekarang ini. Karena dengan menjaga kearifan lokal, kita daoat mempertahankan identitas dari budaya Indonesia yang unik dan juga beragam. Di era globalisasi ini akan dapat mempengaruhi kelestarian dari kearifan lokal yang mana dengan pengaruh globalisasi kearifan lokal akan terabaikan bahkan akan terancam punah. Maka dari itu dalam menjaga keberlanjutan kearifan lokal, penting untuk tetap menjaga keseimbangan antara aspek lokal dan global. Globalitas dapat menjadi peluang besar untuk memperkenalkan kearifan lokal ke lingkup internasional. Sementara tetap mempertahankan identitas budaya lokal yang unik. Upaya pelestarian kearifan lokal melalui pendidikan, promosi budaya lokal, dan partisipasi masyarakat sangat penting untuk menjaga keberlanjutan kearifan lokal di era globalisasi.

(11)

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Ahmed Zebal, M., & M. Saber, H. (2014).

Market orientation in Islamic banks – a qualitative approach. Marketing Intelligence & Planning, 32(4), 495–

527. https://doi.org/10.1108/MIP- 08-2013-0138

Alamouti, S. M. (1998). A simple transmit diversity technique for wireless communications. IEEE Journal on Selected Areas in Communications,

16(8), 1451–1458.

https://doi.org/10.1109/49.730453 Andoni, M., Robu, V., Flynn, D., Abram, S.,

Geach, D., Jenkins, D., McCallum, P.,

& Peacock, A. (2019). Blockchain technology in the energy sector: A systematic review of challenges and opportunities. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 100, 143–174.

https://doi.org/10.1016/j.rser.2018.1 0.014

Blommaert, J. (2010). The Sociolinguistics of Globalization (1st ed.). Cambridge

University Press.

https://doi.org/10.1017/CBO978051 1845307

Bradbury, P. J., Zhang, Z., Kroon, D. E., Casstevens, T. M., Ramdoss, Y., &

Buckler, E. S. (2007). TASSEL:

Software for association mapping of complex traits in diverse samples.

Bioinformatics, 23(19), 2633–2635.

https://doi.org/10.1093/bioinformati cs/btm308

Brown, J. S., Collins, A., & Duguid, P.

(1989). Situated Cognition and the Culture of Learning. Educational Researcher, 18(1), 32–42.

https://doi.org/10.3102/0013189X01 8001032

Campenot, R. B. (1977). Local control of neurite development by nerve growth factor. Proceedings of the National Academy of Sciences, 74(10), 4516–

4519.

https://doi.org/10.1073/pnas.74.10.4 516

Caporaso, J. G., Lauber, C. L., Walters, W.

A., Berg-Lyons, D., Lozupone, C. A.,

Turnbaugh, P. J., Fierer, N., &

Knight, R. (2011). Global patterns of 16S rRNA diversity at a depth of millions of sequences per sample.

Proceedings of the National Academy of Sciences, 108(supplement_1), 4516–4522.

https://doi.org/10.1073/pnas.100008 0107

Chesson, P. (2000). Mechanisms of Maintenance of Species Diversity.

Annual Review of Ecology and Systematics, 31(1), 343–366.

https://doi.org/10.1146/annurev.ecol sys.31.1.343

Christmann, P., & Taylor, G. (2001).

Globalization and the Environment:

Determinants of Firm Self-Regulation in China. Journal of International Business Studies, 32(3), 439–458.

https://doi.org/10.1057/palgrave.jibs .8490976

De Bruin, E. C., McGranahan, N., Mitter, R., Salm, M., Wedge, D. C., Yates, L., Jamal-Hanjani, M., Shafi, S., Murugaesu, N., Rowan, A. J., Grönroos, E., Muhammad, M. A., Horswell, S., Gerlinger, M., Varela, I., Jones, D., Marshall, J., Voet, T., Van Loo, P., … Swanton, C. (2014).

Spatial and temporal diversity in genomic instability processes defines lung cancer evolution. Science,

346(6206), 251–256.

https://doi.org/10.1126/science.1253 462

Dominici, A., Boncinelli, F., & Marone, E.

(2019). Lifestyle entrepreneurs in winemaking: An exploratory qualitative analysis on the non- pecuniary benefits. International Journal of Wine Business Research,

31(3), 385–405.

https://doi.org/10.1108/IJWBR-06- 2018-0024

Dreher, A. (2006). Does globalization affect growth? Evidence from a new index of globalization. Applied Economics,

38(10), 1091–1110.

https://doi.org/10.1080/0003684050 0392078

(12)

Eiraku, M., Takata, N., Ishibashi, H., Kawada, M., Sakakura, E., Okuda, S., Sekiguchi, K., Adachi, T., & Sasai, Y.

(2011). Self-organizing optic-cup morphogenesis in three-dimensional culture. Nature, 472(7341), 51–56.

https://doi.org/10.1038/nature09941 Elshire, R. J., Glaubitz, J. C., Sun, Q.,

Poland, J. A., Kawamoto, K., Buckler, E. S., & Mitchell, S. E. (2011). A Robust, Simple Genotyping-by- Sequencing (GBS) Approach for High Diversity Species. PLoS ONE, 6(5), e19379.

https://doi.org/10.1371/journal.pone .0019379

Fincher, C. L., Thornhill, R., Murray, D. R.,

& Schaller, M. (2008). Pathogen prevalence predicts human cross- cultural variability in individualism/collectivism.

Proceedings of the Royal Society B:

Biological Sciences, 275(1640), 1279–

1285.

https://doi.org/10.1098/rspb.2008.00 94

Gamborg, O. L., Miller, R. A., & Ojima, K.

(1968). Nutrient requirements of suspension cultures of soybean root cells. Experimental Cell Research,

50(1), 151–158.

https://doi.org/10.1016/0014- 4827(68)90403-5

Guillemin, F., Bombardier, C., & Beaton, D.

(1993). Cross-cultural adaptation of health-related quality of life measures:

Literature review and proposed guidelines. Journal of Clinical Epidemiology, 46(12), 1417–1432.

https://doi.org/10.1016/0895- 4356(93)90142-N

Hannerz, U. (1990). Cosmopolitans and Locals in World Culture. Theory, Culture & Society, 7(2–3), 237–251.

https://doi.org/10.1177/0263276900 07002014

Harirah, Z., Azwar, W., & Isril, I. (2021).

Melacak Eksistensi Kearifan Lokal Dalam Kebijakan Pengembangan Pariwisata Kabupaten Siak Di Era Globalisasi. Jurnal Ilmu Sosial Dan

Humaniora, 10(1), 70.

https://doi.org/10.23887/jish- undiksha.v10i1.26629

Herutomo, Ch. (2019). Kearifan Lokal Lingkungan Komunikasi Rembug Desa Dalam Menjaga Kelestarian Hutan Di Kesatuan Pemangkuan Hutan (Kph) Banyumas Timur.

Journal Acta Diurna, 15(2), 52.

https://doi.org/10.20884/1.actadiurn a.2019.15.2.2132

Hobfoll, S. E. (2001). The Influence of Culture, Community, and the Nested‐

Self in the Stress Process: Advancing Conservation of Resources Theory.

Applied Psychology, 50(3), 337–421.

https://doi.org/10.1111/1464- 0597.00062

Holt, D. B. (1998). Does Cultural Capital Structure American Consumption?

Journal of Consumer Research, 25(1), 1–25.

https://doi.org/10.1086/209523 Hulme, P. E. (2009). Trade, transport and

trouble: Managing invasive species pathways in an era of globalization.

Journal of Applied Ecology, 46(1), 10–18.

https://doi.org/10.1111/j.1365- 2664.2008.01600.x

Kartikawangi, D. (2018). Kearifan Lokal dalam Implementasi Cause Related Marketing untuk Keberlanjutan Bisnis. Jurnal ASPIKOM, 3(5), 874.

https://doi.org/10.24329/aspikom.v3 i5.278

Kim, S., Choi, S., Seo, M., Kim, D. R., &

Lee, K. (2020). Designing a Clinical Ethics Education Program for Nurses Based on the ADDIE Model.

Research and Theory for Nursing Practice, 34(3), 205–222.

https://doi.org/10.1891/RTNP-D- 19-00135

Klindworth, A., Pruesse, E., Schweer, T., Peplies, J., Quast, C., Horn, M., &

Glöckner, F. O. (2013). Evaluation of general 16S ribosomal RNA gene PCR primers for classical and next- generation sequencing-based diversity studies. Nucleic Acids Research,

(13)

41(1), e1–e1.

https://doi.org/10.1093/nar/gks808 Kragelund, L. (2011). Student nurses’

learning processes in interaction with psychiatric patients: A qualitative investigation. Nurse Education in Practice, 11(4), 260–267.

https://doi.org/10.1016/j.nepr.2010.

11.019

Lambin, E. F., & Meyfroidt, P. (2011).

Global land use change, economic globalization, and the looming land scarcity. Proceedings of the National Academy of Sciences, 108(9), 3465–

3472.

https://doi.org/10.1073/pnas.110048 0108

Laneman, J. N., Tse, D. N. C., & Wornell, G. W. (2004). Cooperative Diversity in Wireless Networks: Efficient Protocols and Outage Behavior.

IEEE Transactions on Information Theory, 50(12), 3062–3080.

https://doi.org/10.1109/TIT.2004.83 8089

Markus, H. R., & Kitayama, S. (1991).

Culture and the self: Implications for cognition, emotion, and motivation.

Psychological Review, 98(2), 224–253.

https://doi.org/10.1037/0033- 295X.98.2.224

Murashige, T., & Skoog, F. (1962). A Revised Medium for Rapid Growth and Bio Assays with Tobacco Tissue Cultures. Physiologia Plantarum,

15(3), 473–497.

https://doi.org/10.1111/j.1399- 3054.1962.tb08052.x

Nedergaard, M. (1994). Direct Signaling from Astrocytes to Neurons in Cultures of Mammalian Brain Cells.

Science, 263(5154), 1768–1771.

https://doi.org/10.1126/science.8134 839

Ong, S.-E., Blagoev, B., Kratchmarova, I., Kristensen, D. B., Steen, H., Pandey, A., & Mann, M. (2002). Stable Isotope Labeling by Amino Acids in Cell Culture, SILAC, as a Simple and Accurate Approach to Expression Proteomics. Molecular & Cellular

Proteomics, 1(5), 376–386.

https://doi.org/10.1074/mcp.M2000 25-MCP200

Sendonaris, A., Erkip, E., & Aazhang, B.

(2003). User cooperation diversity- part I: System description. IEEE Transactions on Communications,

51(11), 1927–1938.

https://doi.org/10.1109/TCOMM.20 03.818096

Simpson, E. H. (1949). Measurement of Diversity. Nature, 163(4148), 688–

688.

https://doi.org/10.1038/163688a0 Stivers, T., Enfield, N. J., Brown, P.,

Englert, C., Hayashi, M., Heinemann, T., Hoymann, G., Rossano, F., De Ruiter, J. P., Yoon, K.-E., &

Levinson, S. C. (2009). Universals and cultural variation in turn-taking in conversation. Proceedings of the National Academy of Sciences,

106(26), 10587–10592.

https://doi.org/10.1073/pnas.090361 6106

Sung, H., Ferlay, J., Siegel, R. L., Laversanne, M., Soerjomataram, I., Jemal, A., & Bray, F. (2021). Global Cancer Statistics 2020: GLOBOCAN Estimates of Incidence and Mortality Worldwide for 36 Cancers in 185 Countries. CA: A Cancer Journal for Clinicians, 71(3), 209–249.

https://doi.org/10.3322/caac.21660 Takahashi, K., & Yamanaka, S. (2006).

Induction of Pluripotent Stem Cells from Mouse Embryonic and Adult Fibroblast Cultures by Defined Factors. Cell, 126(4), 663–676.

https://doi.org/10.1016/j.cell.2006.0 7.024

Van Dijk-de Vries, A., Moser, A., Mertens, V.-C., Van Der Linden, J., Van Der Weijden, T., & Van Eijk, J. Th. M.

(2012). The ideal of biopsychosocial chronic care: How to make it real? A qualitative study among Dutch stakeholders. BMC Family Practice,

13(1), 14.

https://doi.org/10.1186/1471-2296- 13-14

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, dengan adanya perkembangan teknologi media digital, seperti internet, blog, email dan sosial media (Facebook, Path, Twitter dll) yang sangat

13 < 1% 14 < 1% 15 < 1% 16 < 1% 17 < 1% 18 < 1% 19 < 1% 20 < 1% 21 < 1% and Biogas Generation Potential From Biomethanated Distillery Effluent", Ozone: Science & Engineering,