• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYESUAIAN DIRI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SMP NEGERI 3 SOLOK SELATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PENYESUAIAN DIRI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SMP NEGERI 3 SOLOK SELATAN "

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

PENYESUAIAN DIRI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SMP NEGERI 3 SOLOK SELATAN

JURNAL

Oleh :

SALMA KURNIA SARI NPM: 11060054

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(STKIP) PGRI SUMATERA BARAT PADANG

2015

(2)

PENYESUAIAN DIRI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SMP NEGERI 3 SOLOK SELATAN.

Oleh:

Salma Kurnia Sari

Program Studi Bimbingan dan Konseling Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan

(STKIP) PGRI Padang Sumatera Barat Salmakurniasari94@yahoo.co.id

ABSTRACT

This research is packgraounded by the presence of excepional children are less able to not even be able to adapt to their social environment. Based on observations seen some excepional children who have difficulty in adjustment. This study aimed to describe adjustment seen excepional childrend of social adjustment. This research is quantitative descriptive. The population in this study were all excepional children in SMP N 3 Solok Selatan. The sampling technique is by total sampling. The number of samples in this study 24 students were registered as excepional children in SMP N 3 Solok Selatan. Data were obtained through a questionnaire. The data is processed using techniques percentage. Results of research and data analysis showed that axcepional children adjustment to the school environment and friends. Adjustment excepional children to the school environment is in the category quite well with the percentage of 45.83% as many as 11 children. Excepional children adjustment to friens in the category quite well with the percentage of 45.83% or as many as 11 children. Results of this study recommended in particular conselor, the school and parents to help excepional children in harmony with the environment of the school and friens.

Keyword: Self-adjustment, excepional children, school environment and friends.

PENDAHULUAN

Kemampuan penyesuaian diri yang sehat terhadap lingkungan merupakan salah satu prasyarat yang penting bagi terciptanya kesehatan jiwa/mental individ]]]u. Banyak individu yang menderita dan tidak mampu mencapai kebahagiaan dalam hidupnya karena ketidakmampuannya dalam menyesuaikan diri baik dengan kehidupan keluarga, sekolah, pekerjaan maupun masyarakat pada umumnya.

Kondisi fisik, mental, dan emosional dipengaruhi dan diarahkan oleh faktor-faktor lingkungan yang kemungkinan akan berkembang ke proses penyesuaian yang baik atau tidak baik. Manusia dituntut untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, kejiwaan dan lingkungan alam sekitar.

Penyesuaian diri merupakan hal yang mutlak dan harus dimiliki oleh setiap individu termasuk peserta didik, dengan penyesuaian diri yang baik akan membuat

individu bisa diterima dimanapun peserta didik berada baik di sekolah, masyarakat dan keluarga. Ketika seorang individu bermasalah

Pelaksanaan proses penyesuaian diri akan menimbulkan efek-efek negatif baik dalam sekala yang kecil maupun besar.

Menurut Fatimah (2006:194) “Penyesuaian diri merupakan suatu proses alamiah dan dinamis yang bertujuan mengubah perilaku individu

Schneiders (Ali dan Asrori, 2009:173) juga berpendapat bahwa penyesuaian diri dapat ditinjau dari tiga sudut pandang meliputi; (1) penyesuaian diri sebagai adaptasi, (2) penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas, (3) penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan.

Anak berkebutuhan khusus, dahulunya lebih dikenal dengan sebutan anak luar biasa (excepional children). Orang awam lebih mengenal anak-anak yang tidak memiliki

1

(3)

kekuatan dan kelebihan yang bisa dibanggakan. Sebagaimana yang terlihat dari beberapa kesalahan pandangan tentang mereka. Anak berkebutuhan khusus adalah anak-anak yang mengalami penyimpangan, kelainan, atau ketunaan dalam segi fisik, mental, emosi, dan sosial, atau gabungan dari hal-hal tersebut sedemikian rupa sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan yang khusus, yang disesuaikan dengan penyimpangan, kelainan, atau ketunaan mereka (Iswari, 2008: 40).

Anak berkebutuhan khusus, dahulunya lebih dikenal dengan sebutan anak luar biasa (excepional children). Orang awam lebih mengenal anak-anak yang tidak memiliki kekuatan dan kelebihan yang bisa dibanggakan. Sebagaimana yang terlihat dari beberapa kesalahan pandangan tentang mereka

.

Mayerson (Efendi, 2006:18) proses penyesuaian sosial anak berkebutuhan khusus ini terbagi atas dua bagian yaitu: pertama, kelainan dari segi fisik saja tidak dapat dipandang sebagai suatu masalah psikologis anak berkebutuhan khusus. Kedua, kelainan dapat dipandang sebagai suatu ketunaan yang hanya merupakan variasi fisik yang kurang menguntungkan,baik penilaian yang diberikan oleh masyarakat maupun yang diberikan oleh penderita itu sendiri atas kecacatannya.

Sundari (2005:40) ada beberapa cara untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan sosial yaitu dengan adanya kesanggupan dalam menjalankan relasi yang sehat, kesanggupan bereaksi secara efektif dan harmonis terhadap kenyataan sosial, kesanggupan menghargai dan menjalankan hukum tertulis maupun tidak tertulis, kesanggupan menghargai orang lain mengenai hak-haknya dan pribadinya, kesanggupan untuk bergaul dengan orang lai dalam bentuk persabatan, dan adanya simpati terhadap kesejahteraan orang lain

.

Menurut Efendi (2006: 13) penyesuaian sosial anak berkebutuhan khusus dibagi atas jenis kebutuhan atau kelainan anak tersebut, diantaranya:

1. Penyesuaian sosial anak tunanetra, untuk mencapai kebutuhan-kebutuhan anak tunanetra seringkali terbentur pada berbagai hambatan penglihatan. Hal tersebut sangat berpengaruh terhadap kondisi fisik, psikis, dan sosialnya.

Terhambatnya pemenuhan kebutuhan- kebutuhan tersebut dapat menjadi masalah besar bagi anak-anak tunanetra dalam

melakukan penyesuaian sosial di kemudian hari.

2. Penyesuaian sosial anak tunarungu, terganggunya pendengaran pada seseorang menyebabkan terbatasnya penguasaan bahasa. Hal ini dapat menghambat kesempatan untuk berkomunikasi dengan lingkungan sosialnya. Berangkat dari kondisi yang demikian, seseorang yang terganggu pendengaranya seringkali tampak frustasi.

Akibatnya sering menampakkan sikap- sikap asosial, bermusuhan, atau menarik diri dari lingkungannya.

3. Penyesuaian sosial anak tunadaksa, problem penyesuaian anak tunadaksa adalah perasaan bahwa orang lain terlalu membesarkan ketidakmampuannya.

Persepsi yang salah tentang kemampuan anak tunadaksa dapat mengurangi kesempatan bagi anak tunadaksa dalam berpartisipasi dalam aktivitas sosial di lingkungannya. Ketiadaan kesempatan untu berpartisipasi praktis menyebabkan anak tunadaksa sukar untuk mengadakan penyesuaian sosial yang baik.

Penyesuaian sosial anak tunalaras, tantangan sebagai penyebab timbulnya frustasi dapat bersumber pada diri sendiri, orang lain, peristiwa tertentu, dan lain-lain.

Sedangkan intensitas dan ragamnya tergantung pada kemampuan akal sehat yang bersangkutan. Anak tunalaras dalam melewati proses penyesuaian diri tersebut, kerapkali mengalami kegagalan dalam menyelesaikan tantangan yang selalu merintangi dalam upaya penyesuaian terhadap lingkungan secara tepat dan harmonis. Kegagalan anak tunalaras untuk melakukan penyesuaian dapat memberi peluang bagi tumbuh kembangnya perilaku penyimpangan sebagai bagian dari kompensasinya.

Kenyataannya teori di atas belum teraplikasi dengan baik. Hal ini terlihat dari hasil observasi terdapat beberapa anak yang berkebutuhan khusus mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri. Anak tersebut bingung dan sering merasa disisihkan oleh teman karena keadaan khusus yang ada pada diri peserta didik tersebut. Hal ini membuat anak menjadi minder, rasa percaya dirinya semakin berkurang dan belum mampu menjalin hubungan yang baik dengan lingkungan di sekolah. Serta adanya perasaan mengeluh, cemas dan takut akan di sisihkan oleh teman membuat anak menjadi susah dalam menyesuaikan diri dengan

(4)

lingkungannya baik itu dalam belajar maupun dalam bermain.

Berdasarkan identifikasi masalah yang dikemukakan di atas maka batasan masalah pada penelitian ini yaitu:

1. Penyesuaian diri anak berkebutuhan khusus terhadap lingkungan sekolah.

2. Penyesuaian diri anak berkebutuhan khusus terhadap teman sebaya.

Berdasarkan batasan masalah di atas, rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

Bagaimana penyesuaian diri anak berkebutuhan khusus di SMP Negeri 3 Solok Selatan?”

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan:

1. Penyesuaian diri anak berkebutuhan khusus terhadap lingkungan sekolah 2. Penyesuaian diri anak berkebutuhan

khusus terhadap teman sebaya.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kuantititaf. Adapun penelitian deskriptif kuantitatif adalah penelitian untuk memberikan uraian mengenai gejala, fenomena, atau fakta yang diteliti dengan mendeskripsikan tentang variabel mandiri, tanpa bermaksud menghubungkan atau membandingkan (Musfiqon, 2012: 61).

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 3 Solok Selatan, karena berdasarkan observasi peneliti mendapatkan berbagai informasi peserta didik yang berkaitan dengan penyesuaian diri anak berkebutuhan khusus. Sedangkan waktu untuk penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2015.

Adapun populasi dalam penelitian ini sebanyak 24 orang anak berkebutuhan khusus di SMP Negeri 3 Solok Selatan. Mustiqon (2012:88) populasi adalah totalitas objek penelitian yang dapat berupa manusia, hewan, tumbuhan, dan benda yang mempunyai kesamaan sifat. Populasi merupakan kelompok besar yang menjadi objek penelitian. Adapun teknik pengambilan sampel adalah total sampling.

Musfiqon (2012:90) sampel adalah bagian dari populasi. Keberadaan sampel mewakili populasi. Bahkan hasil analisis data yang didapatkan dari sampel penelitian akan diberlakukan sama kepada populasi penelitian, terutama populasi target.

Selanjutnya pengolahan data dilakukan dengan menggunakan rumus persentase.

Rumusan yang digunakan untuk menganalisis data tentang penyesuaian diri anak

berkebutuhan khusus di SMP Negri 3 Solok Selatan. Sudjana (2002:50) dengan rumus.

P= 𝑓𝑛×100.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. penyesuaian diri anak berkebutuhan khusus di SMP Negeri 3 Solok Selatan terhadap lingkungan sekolah adalah 1 orang (4.17%) berada pada kategori sangat baik. Kemudian sebanyak 9 orang (37.50%) berada pada kategori baik, sebanyak 11 orang (45.83%) berada pada kategori cukup baik dan sebanyak 3 orang (12,50%) berada pada kategori kurang baik.

Terlihat bahwasanya penyesuaian diri anak berkebutuhan khusus di sekolah telah berada dalam kategori cukup baik, berarti anak berkebutuhan khusus telah dapat menyesuaikan diri dengan baik dan telah mampu memenuhi kebutuhannya untuk berkomunikasi dengan baik.

Sementara bagi anak berkebutuhan khusus yang belum mampu menyesuaikan diri dengan baik akan diberikan bantuan sesuai dengan kebutuhannya sehingga mereka mampu menyesuaikan diri dengan baik dan mampu berkomunikasi dengan benar.

2. penyesuaian diri anak berkebutuhan khusus di SMP Negeri 3 Solok Selatan dilihat dari kesanggupan menghargai orang lain mengenai hak-haknya dan pribadinya adalah 10 orang (41.67%) berada pada kategori baik. Selanjutnya sebanyak 11 orang (45.83%) berada pada kategori cukup baik, dan sebanyak 3 orang (12.50%) berada pada kategori kurang baik.

Terlihat pada penyesuaian dengan teman sebaya anak berkebutuhan khusus telah berada pada kategori cukup baik, berarti anak berkebutuhan khusus telah dapat berkomunikasi dengan baik dan mampu menyesuaiakan diri dengan baik dengan teman sebaya dan juga mampu salaing berbagi dalam berbagai hal. Dan juga bagi anak berkebutuhan khusus yang kurang mampu menyesuaikan diri akan diberikan bantuan dalam bentuk layanan.

Sundari (2005: 40) menjelaskan ada beberapa macam penyesuaian diri dalam diri remaja, yaitu:

a. Penyesuaian diri terhadap sekolah 1) Adanya kesanggupan

mengadakan relasi yang sehat.

(5)

2) Ada kesanggupan bereaksi secara efektif dan hormanis terhadap kenyataan sosial.

3) Kesanggupan menghargai dan menjalankan hukum tertulis maupun tidak tertulis.

b. Penyesuaian diri terhadap teman sebaya

1) Kesanggupan menghargai orang lain mengenai hak- haknya dan pribadinya,

2) Kesanggupan untuk bergaul dengan orang lain dalam bentuk persahabatan.

3) Adanya simpati terhadap kesejahteraan orang lain.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil tentang penyesuaian diri berkebutuhan khusus di SMP Negeri 3 Solok Selatan sebagai berikut:

1. Penyesuaian diri anak berkebutuhan khusus terhadap lingkungan sekolah berada pada kategori cukup baik.

2. Penyesuaian diri anak berkebutuhan khusus terhadap teman sebaya berada pada kategori cukup baik.

SARAN

1. Anak berkebutuhan khusus, diharapkan agar lebih mampu lagi melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungan sekolah dan teman sebayanya.

2. Pembina ABK, sebagai pembina ABK diharapkan untuk lebih jeli lagi untuk memperhatikan perkembangan anak berkebutuhan khusus.

3. Guru BK, sebagai bahan masukan untuk menyusun program pelayanan bimbingan dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan anak berkebutuhan khusus.

4. Kepala Sekolah, sebagai pimpinan di sekolah diharapkan untuk lebih memberikan perhatiannya kepada anak berkebutuhan khusus untuk mengembangkan kemampuan diri anak berkebutuhan khusus.

5. Pengelola Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP PGRI Sumatera Barat, sebagai bahan masukan dalam rangka meningkatkan program perkuliahan, untuk meningkatkan tenaga-tenaga guru BK di sekolah yang professional.

6. MGBK, sebagai bahan musyawarah bagi guru BK dalam membantu anak berkebutuhan khusus.

7. Peneliti, sebagai salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan program Strata Satu (S1) di Prodi BK STKIP PGRI Sumatera Barat.

8. Bagi peneliti selanjutnya, bisa diteliti lebih lanjut mengenai penyesuaian diri anak berkebutuhan khusus dilihat dari penyesuaian diri di sekolah dan di lingkungan teman sebaya.

KEPUSTAKAAN

Ali, Muhamad dan Asrori Muhamad.

Psikologi Remaja. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Efendi. 2006. Pengantar Psikodegogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara.

Fatimah, Enung. 2010. Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Pustaka Setia.

Iswari. 2008. Kecakapan Hidup bagi Anak Berkebutuhan Khusus. Padang: UNP Press.

Musfiqon. 2012. Panduan Lengkap Metodologi Penelitian Pendidikan.

Jakarta: Prestasi Pustakaraya.

Riduwan. 2010. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru, Karyawan, dan Peneliti Pemula. Bandung : Alfabeta

Sundari, Siti. 2005. Kesehatan Mental dalam Kehidupan. Jakarta: Rineka Cipta.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh metode pembelajaran dengan media audio visual terhadap hasil pembelajaran jasmani siswa ditinjau dari jenis kelamin pada siswa