• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyusunan Agenda dalam Kebijakan Publik

N/A
N/A
Dwi Andini Sukma Wijaya

Academic year: 2024

Membagikan "Penyusunan Agenda dalam Kebijakan Publik"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Nama : Dwi Andini Sukma Wijaya NIM : 20042200

Seksi : 202210420117

Dosen Pengampu : Hidayatul Fajri, S.AP, M.PA Tugas 9 Kebijakan Publik Seksi 0117

RESUME MATERI

“PENYUSUNAN AGENDA”

1. KONTROL AGENDA

Salah satu topik yang belum mendapat cukup perhatian para analis kebijakan adalah kemungkinan bahwa individu atau lembaga dapat memegang kekuasaan eksklusif atas agenda.

Salah satu hasil utama dari analisis institusi politik dalam perspektif pilihan rasional, "teorema kekacauan" McKelvey-Schofield, mempunyai implikasi langsung dan luas pada studi kontrol agenda - masalah yang tidak dipahami dengan baik atau tidak banyak dipelajari sebelum munculnya teorema ini. McKelvey (1976) dan Schofield (1976) menunjukkan bahwa tidak adanya keseimbangan kekuasaan-mayoritas menyiratkan bahwa hampir semua hasil kebijakan adalah mungkin. Oleh karena itu, mereka yang mengendalikan agenda dapat terlibat dalam semua jenis manipulasi. Penyusun agenda yang memonopoli dapat mencapai hampir semua hasil yang ia inginkan, asalkan ia dapat dengan tepat menyusun urutan pasangan pilihan yang dianggap oleh kelompok voting berjalan di bawah kekuasaan mayoritas (Shepsle 1979). Hasil- hasil ini dimanfaatkan untuk menguji dampak aturan dan prosedur pembuatan kebijakan; untuk memperhitungkan kekuatan politik para pemimpin parlemen, yang mengontrol tahap dan urutan musyawarah legislatif; dan untuk menjelaskan kekuatan komite legislatif (Bates 1990). Seperti disebutkan di atas, para pengkaji penyusunan agenda sebagian besar mengabaikan kontrol

(2)

agenda, bahkan belum ada garis pemisah tegas yang dapat ditarik antara memanipulasi dan membentuk agenda. Hanya dengan memperhatikan kedua aspek penyusunan agenda ini kita dapat berharap bisa memahami cara kebijakan dibuat atau, mungkin lebih penting lagi, mengapa isu-isu tertentu tidak pernah muncul pada agenda publik.

Pentingnya kontrol agenda dapat ditangkap secara intuitif dalam situasi yang disederhanakan. Barry Weingast (1996) menyajikan versi satu dimensi (isu tunggal) dari teorema pemilih rata-rata. Ia beranggapan bahwa setiap alternatif dapat diusulkan, dan bahwa individu yang ingin menawarkan usulan diakui. Setiap usulan diadu dalam pemungutan suara mayoritas terhadap status quo. Proses berlanjut sampai tidak ada lagi usulan yang ditawarkan.

Pertimbangan geometris dasar menunjukkan bahwa satu-satunya alternatif stabil yang dihasilkan dari pemungutan dan terlihat (Arnold 1990). Ketakutan yang sama akan pembalasan oleh para pemilih telah menyebabkan pemerintah jerman dan negara-negara Eropa lainnya menjaga reformasi kesejahteraan yang diperlukan di luar agenda publik selama bertahun-tahun.

2. PENYUSUNAN AGENDA DAN TEORI DEMOKRASI

Beberapa topik analisis kebijakan publik lebih terkait erat dengan teori dan praktek demokrasi perwakilan daripada penyusunan agenda dan kontrol agenda. Demikianlah, kriteria normatif Robert Dahl mengenai proses demokratis penuh didasarkan pada gagasan pengawasan terakhir agenda oleh rakyat: "Rakyat harus mempunyai kesempatan eksklusif untuk memutuskan bagaimana sesuatu harus ditempatkan dalam agenda masalah yang diputuskan melalui proses demokratis" (Dahl 1989, 113). Karena signifikansi normatif kontrol agenda, kita mendapati pemikiran yang berharga tentang subyek masalah kita dalam karya-karya yang berhubungan dengan fungsi dan efek dari lembaga-lembaga demokrasi. Contoh yang terkenal adalah sumbangan Bachrach dan Baratz (1963) pada masalah non-keputusan. Pemikiran penting dari karya kedua penulis ini adalah bahwa kekuasaan untuk menjauhkan sesuatu dari agenda pemerintah adalah sama pentingnya dengan kekuasaan untuk memilih di antara pilihan-pilihan kebijakan yang dijadikan agenda. Menurut Bachrach dan Baratz, elit ekonomi adalah kuat bukan karena mereka mempengaruhi pilihan akhir di pemerintah tetapi karena mereka menjamin bahwa pilihan-pilihan ini adalah antara alternatif yang hampir tidak dapat dibedakan. Perlu dicatat,

(3)

bagaimanapun, bahwa warga negara biasa juga dapat menjaga suatu isu tidak masuk ke dalam agenda keputusan. Dengan demikian, legislator sering menghindari mempertimbangkan pilihan kebijakan tertentu karena mereka mengkhawatirkan pembalasan oleh pemilih. Misalnya, sepanjang tahun 1970-an Kongres AS menolak untuk mempertimbangkan memberlakukan pajak bensin yang tingg meskipun ada bukti bahwa kebijakan tersebut akan menjadi metode yang paling sedikit resikonya setidaknya untuk membatasi permintaan akan minyak impor. Sepanjang tahun 1980-an, Kongres menolak untuk mempertimbangkan pengurangan dalam pembayaran jaminan sosial bagi penerima manfaat saat itu, terlepas dari besarnya defisit anggaran. Dalam kasus ini dan kasus-kasus lainnya, tidak ada usulan yang disarankan oleh para ahli yang berhasil menjadi agenda kongres karena legislator percaya bahwa para pemilih tidak akan mentolerir pembebanan biaya yang besar

2.1 Pemerintah dengan Diskusi

Pemerintah dengan diskusi - model liberal demokrasi parlementer - memberikan contoh lain mengenai hubungan erat antara penyusunan agenda dan teori demokrasi. Menurut model ini, seperti yang dijelaskan oleh Ernest Barker (1958), kebijakan dibuat melalui proses diskusi yang berkesinambungan yang dimulai dengan mengemukakan persoalan umum dan berakhir dalam keputusan konkret. Partai-partai politik mengidentifikasi masalah dan merumuskan program;

pemilih membahas isu-isu dan kandidat dan, setelah perdebatan utama pemilihan umum, mengungkapkan mayoritas yang mendukung salah satu program; mayoritas legislatif menerjemahkan program menjadi hukum, dalam perdebatan terus-menerus dengan oposisi;

terakhir, diskusi diteruskan ke kabinet, di mana ia diterjemahkan menjadi kebijakan khusus. Dua prinsip memandu proses ini melalui empat tahap diskusi: diferensiasi fungsi, dan prinsip kerja sama dan saling ketergantungan. Menurut prinsip pertama, masing-masing tahap memiliki organ, fungsi spesifik, dan metode sendiri dalam melakukan diskusi dan menghasilkan kesimpulan.

Pada tahap pertama, program-program altematif telah dirumuskan dengan perdebatan di masing- masing pihak. Dalam tahap kedua, perwakilan dari program-program yang berbeda dipilih setelah perdebatan oleh para pemilih, dan disahkan olehnya untuk membentuk parlemen untuk perdebatan lebih lanjut, yang akan dilakukan dalam bentuk tertentu dan untuk tujuan tertentu.

Tujuan tahap ketiga, tahap parlementer, adalah untuk menerjemahkan program yang didukung oleh mayoritas pemilih menjadi undang-undang, dan untuk mengontrol bagaimana pemerintah

(4)

eksekutif mengubah aturan-aturan umum hukum menjadi seperangkat Undang-Undang tertentu dan terpisah, yang, bagaimanapun, harus dihubungkan dengan program umum. Prinsip diferensiasi juga menyiratkan bahwa setiap tahap adalah independen dalam melaksanakan fungsi tertentu, tetapi hanya dalam batas-batas, dan sebagai bagian dari seluruh proses menentukan agenda nasional. Fungsi partai politik harus dibedakan dari fungsi pemilih, fungsi keduanya dari fungsi parlemen, dan fungsi ketiganya dari fungsi kabinet. Namun, diferensiasi fungsi ini hanyalah salah satu aspek dari proses pemerintah dengan diskusi. Pentingnya kontrol agenda dapat ditangkap secara intuitif dalam situasi yang disederhanakan. Barry Weingast (1996) menyajikan versi satu dimensi (isu tunggal) dari teorema pemilih rata-rata. Ia beranggapan bahwa setiap alternatif dapat diusulkan, dan bahwa individu yang ingin menawarkan usulan diakui. Setiap usulan diadu dalam pemungutan suara mayoritas terhadap status quo. Proses berlanjut sampai tidak ada lagi usulan yang ditawarkan. Pertimbangan geometris dasar menunjukkan bahwa satu-satunya alternatif stabil yang dihasilkan dari pemungutan.

2.2 Penyusunan Agenda di Negara Regulasi

Negara regulasi modern dicirikan oleh meluasnya pendelegasian kekuasaan kuasi legislatif kepada komisi atau lembaga independen. Dalam sejumlah bidang yang semakin meningkat dan secara politis peka -dari telekomunikasi dan utilitas publik sampai perlindungan lingkungan dan keamanan pangan-kebijakan dibuat oleh badan-badan yang tidak dipilih tersebut, biasanya atas dasar mandat legislatif yang cukup luas. Literatur yang ada tentang penyusunan agenda belum memberikan perhatian yang cukup tentang implikasi pendelegasian kekuasaan pembuatan aturan kepada lembaga-lembaga independen. Kingdon, misalnya, menemukan bahwa PNS karir tidak terlalu penting dalam penyusunan agenda nasional, dibanding dengan peserta lain. Baginya, "model top-down badan eksekutif tampaknya secara mengejutkan akurat. Kami menemukan bahwa presiden dapat mendominasi orang-orang politik yang ditunjuknya, dan bahwa mereka dapat mendominasi pegawai sipil karir" (Kingdon 1984. 33). Namun, komisi regulasi independen dan juga banyak lembaga yang dikepalai satu orang, secara de jure atau de facto, ada di bawah kendali langsung presiden atau orang-orang politik yang ditunjuknya. Juga di Eropa, berbagai otoritas regulasi independen berjalan di luar garis hierarki menteri atau departemen. Apakah, atau sejauh mana, legislatif dapat mengontrol agenda lembaga independen yang mereka ciptakan merupakan isu kontroversial bagi kedua pihak di benua Atlantik ini.

(5)

Kongres AS, misalnya, mempunyai banyak cara untuk mempertahankan pengaruh atas keputusan lembaga, tetapi pengaruh ini dapat diimbangi oleh oposisi presiden, keputusan pengadilan, atau tindakan personil lembaga (Bawn 1995).

3. MEMPRIORITASKAN AGENDA

Studi sistematis penyusunan agenda telah banyak difasilitasi oleh sejumlah pembedaan analitis, seperti pembedaan antara peserta yang terlihat dan tersembunyi, antara penyusunan agenda dan spesifikasi alternatif, atau antara agenda pemerintah dan agenda keputusan.

Perbedaan penting lain- antara penyusunan agenda dan penentuan prioritas dalam agenda yang ada atau agenda potensial - adalah pokok pembahasan bagian ini. Pentingnya pembedaan terletak pada kenyataan bahwa mungkin tidak cukup baik bagi usulan kebijakan untuk sampai menjadi agenda keputusan; bahkan lebih penting adalah bahwa usulan harus menempati posisi tinggi dalam agenda. Keterbatasan sumberdaya waktu, uang, tenaga, atau keahlian - biasanya membuat perlu menentukan prioritas dalam agenda keputusan. Gagasan prioritas berasal dari anggapan umum bahwa seseorang harus mendahulukan yang paling penting. Dari sudut pandang normatif, penentuan yang rasional akan prioritas menyiratkan bahwa biaya peluang usulan alternatif perlu diperhitungkan; lihat di bawah.

4. PENYUSUNAN AGENDA DI ERA GLOBALISASI

Tumbuhnya kesalingtergantungan ekonomi dan politik antar bangsa mempengaruhi substansi dan prosedur pembuatan kebijakan nasional, termasuk tentu saja proses penyusunan agenda. Pertanyaan yang menjadi perhatian kita adalah apakah benar bahwa memperdalam integrasi ekonomi harus menghasilkan agenda nasional yang lebih terbatas, dan dengan demikian mengurangi saluran untuk mengungkapkan preferensi demokratis. Hipotesis lain adalah bahwa memperdalam integrasi ekonomi dapat benar-benar meningkatkan kualitas pengambilan kebijakan dengan membuat para pemimpin nasional lebih sadar akan dampak internasional dari keputusan mereka, lebih bersedia untuk terlibat dalam kerjasama internasional, dan lebih terbuka terhadap ide-ide dan saran yang datang dari rekan-rekan luar negeri mereka, dari lembaga-

(6)

lembaga internasional, dan dari organisasi non-pemerintah. Jelas bahwa dalam perekonomian dunia yang terintegrasi, efektivitas instrumen kebijakan tertentu dapat banyak berkurang.

Misalnya, semakin besar tingkat keterbukaan ekonomi nasional, maka semakin kurang efektif manajemen permintaan Keynesian sebagai instrumen kebijakan stabilisasi dalam negeri. Hal ini karena sebagian dari pengeluaran tambahan pemerintah akan dihabiskan untuk impor dari seluruh dunia, sehingga beberapa efek menciptakan permintaan dari pengeluaran akan pindah ke luar negeri.

Usangnya instrumen atau pendekatan kebijakan tertentu, bagaimanapun, tidak berarti bahwa pemerintah demokratis tidak lagi mampu memenuhi tuntutan warganya, sebagaimana dikatakan beberapa kritikus globalisasi. Kenyataannya, permintaan untuk lebih transparan dalam pengambilan keputusan publik, pencarian bentuk bentuk baru akuntabilitas, dan tumbuhnya ketergantungan pada persuasi daripada bentuk-bentuk tradisional koersi pemerintah dapat ditunjukkan berhubungan, setidaknya sebagian, dengan tumbuhnya kesalingtergantungan ekonomi dan politik (Bank Dunia 1997; Majone 1996a). Selain itu, terkadang mungkin memindahkan kekuasaan pengambilan kebijakan ke tingkat yang lebih tinggi pemerintahan, sehingga apa yang tidak dapat lagi dilakukan di tingkat nasional dapat dicapai melalui kerja sama internasional. Ini, selanjutnya, adalah dua kutub pandangan yang akan dibahas dalam bagian ini:

di satu sisi, tesis "demokrasi yang berkurang," yaitu bahwa integrasi ekonomi internasional, tanpa pemerintahan dunia, mau tidak mau menghasilkan terbatasnya agenda kebijakan nasional;

di sisi lain, pandangan yang semakin optimis yang melihat integrasi dan kerjasama internasional sebagai kesempatan tidak hanya untuk memperluas ruang lingkup pilihan konsumen, tetapi juga untuk memperkaya agenda nasional. Globalisasi, yaitu integrasi ekonomi internasional, tentu menimbulkan kendala pada pembuat kebijakan nasional, tetapi ini sering berubah menjadi lebih memungkinkan daripada membatasi. Saya menyimpulkan bahwa penelitian masa depan mengenai penyusunan agenda harus memberi lebih banyak perhatian pada pengaruh luar bagi agenda nasional.

4.1 Tesis Berkurangnya Demokrasi

(7)

Menurut hasil yang sudah akrab dari ekonomi internasional yang dikenal sebagai teorema Mundell-Fleming atau, secara informal, "Trilemma ekonomi-terbuka," negara-negara tidak dapat secara bersamaan

4.2 Memberdayakan Kendala

Kendala sering berubah menjadi berkah tersembunyi karena sekali kendala telah diidentifikasi, seringkali mungkin mengambil keuntungan darinya (Majone 1989). Pembelajaran tergantung pada mengenali dan mengeksploitasi kendala secara terampil. Semua organisme dapat belajar dan beradaptasi hanya ketika lingkungan mereka dibatasi. Dalam hal ini, hukum negara sepenuhnya analog dengan hukum alam karena mereka menyediakan ciri tetap dalam lingkungan di mana seseorang harus bergerak. Demikian pula, aturan konstitusional tidak hanya membatasi pilihan substantif dan prosedural dari pembuat kebijakan; mereka juga memberdayakan dalam arti mereka dapat meningkatkan efektivitas tindakan pembuat kebijakan atau kredibilitas komitmen jangka panjang. Misalnya, prinsip pemisahan kekuasaan dapat meningkatkan otoritas pemerintah dengan, antara lain, membantu mengatasi kerancuan yang melemahkan dari fungsi. Sebagai versi politik pembagian kerja, pemisahan kekuasaan adalah bermanfaat selama spesialisasi meningkatkan kepekaan terhadap keragaman masalah publik (Holmes 1995, 165).

4.3 Pengaruh Energi Lain

Seperti ditunjukkan oleh contoh perlindungan internasional hak asasi manusia, hukum dan putusan pengadilan internasional bukan satu satunya pengaruh luar pada agenda nasional.

Banyak upaya badan-badan internasional seperti Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan, Dana Moneter Internasional, dan badan-badan khusus Perserikatan Bangsa- Bangsa seperti Organisasi Pangan dan Pertanian dan Organisasi Kesehatan Dunia bertujuan untuk mempengaruhi proses penyusunan agenda di negara-negara anggota. Kadang-kadang tujuannya bukan hanya untuk mengangkat isu-isu tertentu pada agenda pemerintah, tetapi juga untuk mengubah prioritas keputusan agenda-seperti dalam kasus epidemi AIDS, atau kebutuhan mendesak reformasi sistem pensiun dari negara-negara industri. Pengaruh signifikan juga

(8)

diberikan oleh lembaga swadaya masyarakat transnasional pada isu-isu seperti hak asasi manusia atau perlindungan lingkungan global (Keck dan Sikkink 1998; Risse, Ropp, dan Sikkink 1999).

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “ PENGARUH PARTISIPASI MASYARAKAT, TRANSPARANSI KEBIJAKAN PUBLIK, AKUNTABILITAS PUBLIK DAN

Dari berbagai pendapat para ahli mengenai kebijakan publik, dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik merupakan program yang dibuat oleh pemerintah dalam suatu

1. Penyusunan Agenda; Pada tahap awal pembuatan kebijakan, maka para pembuat kebijakan melakukan sejumlah perumusan masalah mengenai perlu atau tidaknya mengeluarkan

diharapkan mahasiswa memahami sebagai berikut: Memahami kebijakan publik yang partisipatif, sebagai pengantar memahami permasalahan kebijakan publik.  Latar Belakang

Winarno (2002, 27) menyebutkan, dalam pembuatan kebijakan publik, tahap-tahap yang dilaluinya adalah : 1).Tahap penyusunan agenda. Masalah- masalah akan berkompetisi dahulu

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Persepsi Pemerintah Kota Jambi terhadap Partisipasi Masyarakat dan Transparansi Kebijakan Publik dalam Penyusunan Anggaran

Mata kuliah ini dimaksudkan untuk memberikan bekal teori, analisis, maupun keterampilan teknis yang berkaitan dengan kebijakan keuangan publik di Indonesia. Sebagai

Pengantar Kebijakan Publik: Dari Administasi Negara, Kebijakan Publik, Administrasi Publik, Pelayanan Publik, Good Governance, Hingga Implementasi Kebijakan.. Metode Penelitian