PERAN ORANG TUA DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK DI KOTA PADANG
(Studi Kasus AI di Kelurahan Jati Baru Kecamatan Padang Timur)
ARTIKEL
Oleh:
NENCI PERMATA SARI NPM: 12060208
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) PGRI SUMATERA BARAT PADANG
2016
1
PERAN ORANG TUA DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK DI KOTA PADANG
(Studi Kasus AI di Kelurahan Jati Baru Kecamatan Padang Timur)
Oleh:Nenci Permata Sari
Mahasiswa Bimbingan dan Konseling STKIP PGRI Sumatera Barat
ABSTRAK
This research is motivated by the lack of parental supervision in the formation of character. The purpose of this study to obtain data on the role of parents in shaping the character of children. This research is descriptive qualitative research. The key informant research that parents and children an additional informants. Instruments used interview guides. Analysis of the data in the form of data reduction, data presentation and conclusion. Results of the study revealed that parents' role in the formation; 1) The role of parents in shaping the character of the religious by giving the child to learn to pay, 2) The role of parents in shaping the character of an honest manner parents always tell the truth in front of children, 3) The role of parents in shaping the character of tolerance by means of the opinions of children and does not distinguish between children, 4) The role of parents in shaping the character of the discipline by regulating the sleep schedule of children, 5) Role of parents in shaping the character of hard work by showing an example to the children how parents seek nafka, 6) The role of parents in shaping the character creative with the way parents appreciate the views of the child, 7) The role of parents in shaping the character of the self-supporting and encouraging the activities of children.
Keywords: The role of a parent, a child character PENDAHULUAN
Pembentukan anak bermula atau berawal dari keluarga. Pola asuh orang tua terhadap anak-anaknya sangat menentukan dan memengaruhi kepribadian (sifat) serta perilaku anak. Selain itu keluarga menjadi wahana untuk mendidik, mengasuh, dan mensosialisasikan sesuatu pada anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik serta memberikan kepuasaan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga sejahtera. Zubaedi (2011:144) keluarga adalah komunitas pertama di mana manusia sejak usia dini belajar konsep baik dan buruk pantas dan tidak pantas, benar dan salah, dengan kata lain di keluargalah seseorang belajar tata nilai atau
moral. Karena tata nilai yang diyakini seseorang akan tercermin dalam karakternya, maka di keluargalah proses pendidikan karakter berawal.
Menurut Saadah (Kurniawan, 2013:64) keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang cukup efektif dan efisien dalam upaya mengantarkan generasi penerus dalam membekali kemampuan diri dengan sebaik- baiknya sehingga dapat menjadi generasi yang handal, terampil, dan tangguh. Sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat, keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama dan utama dalam menanamkan norma dan mengembangkan kebiasaan dan perilaku yang dianggap penting bagi kehidupan pribadi, keluarga, dan masyarakat. Institusi keluarga tentu tidak bebas dari berbagai dampak
2 perubahan sosial dan tantangan yang ada di luarnya. Dalam kondisi seperti ini, keluarga dituntut harus kuat dan kompak. Kuat bukan berarti orang tua berfikir bisa memerintahkan anaknya dengan sesukanya agar menjadi seorang anak yang penurut. Kalau ini targetnya, pendidikan dalam keluarga hanya untuk melahirkan bebek-bebek yang penurut.
Fitzpatrick (Lestari, 2012:5) menjelaskan bahwa keluarga dapat ditinjau berdasarkan defenisi struktural, defenisi fungsional dan defenisi transaksional.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah satu kesatuan dalam bekerjasama antara orang tua dan anak yang mana peran dalam keluaraga dapat menciptakan karakter yang baik terhadap anak serta menciptakan hubungan yang harmonis.
Megawangi (Zubaedi, 2011:143) menyatakan model yang dikembangkan dalam peran keluarga adalah usaha untuk melakukan pendidikan karakter secara holistik yang melibatkan aspek “knowledge, felling, loving, dan acting”. Pengembangan karakter merupakan proses seumur hidup.
Pengembangan karakter anak merupakan upaya yang perlu melibatkan semua pihak, baik keluarga inti, keluarga (kakek-nenek), sekolah, masyarakat, maupun pemerintah.
Oleh karena itu, keempat kooridor (keluarga, sekolah, masyarakat, maupun pemerintah) ini harus sejalan secara terintegrasi.
Pada keluarga inti, peranan utama pendidikan terletak pada ayah-ibu. Philips (Zubaedi, 2011:144) menyarankan bahwa keluarga hendaknya menjadi sekolah untuk kasih sayang (school of live), atau tempat belajar yang penuh cinta sejati dan kasih sayang. Menurut Gunadi (Zubaedi, 2011:144) ada tiga peran utama yang dapat dilakukan ayah-ibu dalam mengembangkan karakter anak. Pertama, berkewajiban menciptakan suasana yang hangat dan tenteram. Kedua, menjadi panutan yang positif bagi anak sebab anak belajar terbanyak dari apa yang dilihatnya, bukan dari apa yang di dengarnya.
Ketiga, mendidik anak, artinya mengajarkan karakter yang baik dan mendisiplinkan anak agar berperilaku sesuai dengan apa yang telah diajarkan.
Proses pendidikan karakter pada lingkungan keluarga juga tidak dapat mengabaikan peranan kakek-nenek. Kakek- nenek memiliki peranan vital (vital roles) dalam kehidupan cucu. Mereka memiliki tugas spesifik yang vital kakek-nenek terhadap kehidupan cucu.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa peranan keluarga sangatlah penting dalam pembentukan karakter yang baik pada anak serta membatu anak dalam mengembangkan karakter tersebut dengan melibatkan orang lain dan kedua orang tuanya.
Aristoteles (Lickona, 2012:81) mendefenisikan karakter yang baik sebagai kehidupan dengan melakukan tindakan- tindakan yang benar sehubungan dengan diri seseorang dan orang lain. Karakter menurut pengamatan seorang filsuf kontemporer bernama Novak (Lickona, 2012:81) merupakan “campuran kompatibel dari seluruh kebaikan yang diidentifikasi oleh tradisi religius, cerita sastra, kaum bijaksana, dan kumpulan orang berakal sehat yang ada dalam sejarah.” Sebagaimana yang di tunjukkan Novak, tidak ada seorang pun yang memiliki semua kebaikan itu, dan setiap orang pun memiliki beberapa kelemahan. Orang- orang dengan karakter yang sering dipuji bisa jadi sangat berbeda antara satu dengan lainnya. Menurut Saptono (2011:18) karakter merupakan kondisi yang kita terima begitu saja, tak bisa kita ubah. Ia merupakan tabiat seseorang yang bersifat tetap, menjadi tanda khusus yang membedakan orang yang satu dengan lainnya. Kurniawan (2013:85) menjelaskan beberapa penanaman nilai-nilai karakter dilingkungan keluarga yaitu, religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, dan mandiri.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat di simpulkan bahwa karakter adalah sebuah tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang dapat dipengaruhi oleh lingkungan seperti, lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.
Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan pada tanggal 5 November 2015 di Kelurahan Jati Baru tepatnya di jalan Jati 5 dimana peneliti melihat ada orang tua yang membiarkan anak bermain dari siang sampai sore tanpa memperhatikan waktu shalat, ada orang tua yang tidak memarahi anak saat berbohong kepada temannya, ada orang tua yang membiarkan anak dalam memilih teman, ada orang tua yang membiarkan anak tidak mengganti baju sekolah sebelum bermain dengan teman sebayanya.
Setelah peneliti melakukan observasi peneliti juga melakukan wawancara pada tanggal 6 November 2015 di Kelurahan Jati Baru tepatnya di jalan Jati 5 terhadap dua orang tua. Hasil dari kedua wawancara tersebut adalah ada orang tua selalu
3 membelikan mainan kepada anaknya. Serta ada orang tua tidak memberikan kesempatan anak untuk berpendapat dan ada orang tua yang selalu mengantar anak ke sekolah meskipun rumah sekolah dari tempat tinggalnya dekat. Dari fenomena yang ditemui, penulis menjadi tertarik untuk mengangkat permasalahan ini dalam suatu penelitian “peran orang tua dalam pembentukan karakter anak di Kota Padang (Studi Kasus AI di Kelurahan Jati Baru Kecamatan Padang Timur)”.
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka peneliti membatasi masalah penelitian yaitu :
1. Peran orang tua dalam pembentukan karakter religius pada anak
2. Peran orang tua dalam pembentukan karakter jujur pada anak
3. Peran orang tua dalam pembentukan karakter toleransi pada anak
4. Peran orang tua dalam pembentukan karakter disiplin pada anak
5. Peran orang tua dalam pembentukan karakter kerja keras pada anak
6. Peran orang tua dalam pembentukan karakter kreatif pada anak
7. Peran orang tua dalam pembentukan karakter mandiri pada anak
Berdasarkan uraian pada fokus penelitian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “bagaimana peran orang tua dalam pembentukan karakter anak di Kelurahan Jati Baru Kecamatan Padang Timur Kota Padang?
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Peran orang tua dalam pembentukan karakter religius pada anak
2. Peran orang tua dalam pembentukan karakter jujur pada anak
3. Peran orang tua dalam pembentukan karakter toleransi pada anak
4. Peran orang tua dalam pembentukan karakter disiplin pada anak
5. Peran orang tua dalam pembentukan karakter kerja keras pada anak
6. Peran orang tua dalam pembentukan karakter kreatif pada anak
7. Peran orang tua dalam pembentukan karakter mandiri pada anak
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Seperti yang dikemukakan oleh Yusuf (2005:58) bahwa penelitian deskriptif adalah salah satu jenis penelitian yang bertujuan mendeskripsikan
secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat populasi tertentu, atau mencoba menggambarkan fenomena secara detail.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2016. Adapun tempat atau lokasi untuk melaksanakan penelitian adalah di Kelurahan Jati Baru Kecamatan Padang Timur Kota Padang.Informan kunci dalam penelitian ini adalah orang tua, dan sebagai Informan tambahan yaitu anak dan kakak keluarga tersebut.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini berupa wawancara. Menjamin keabsahan data dan kepercayaan data penelitian yang peneliti peroleh dapat dilakukan dengan cara, yaitu; 1) kepercayaan (credibility), 2) keteralihan (transferability), 3) dapat dipercaya (depenability). Data ini diuji dengan melakukan triangulasi dan mengadakan membercheck, setelah itu dianalisis dengan 3 tahap; 1) reduksi data 2) penyajian data dan 3) penarikan kesimpulan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Peran orang tua dalam pembentukan karakter religius pada anak
Berdasarkan wawancara di lapangan diperoleh informasi bahwa orang tua memberikan penjelasan kepada anak tentang nilai-nilai religius agar anak paham dan mengerti apa itu religius dan mengetahui manfaat dari nilai religius.
Selain itu, orang tua memberikan tugas kepada anak yang berhubungan dengan religius supaya anak lebih paham tentang religius dan bisa mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Kurniawan (2013:85) nilai religius pada anak tidak cukup diberikan melalui pelajaran, pengertian, penjelasan, dan pemahaman. Penanaman nilai religius pada anak memerlukan bimbingan, yaitu usaha untuk menuntun, mengarahkan sekaligus mendapingi anak dalam hal-hal tertentu, terutama ketika anak merasakan ketidakberdayaannya atau ketika anak sedang mengalami masalah yang dirasakannya berat. Menurut Helmawati (2014:162) karakter yang paling utama yang hendaknya dibentuk pada anak dalam keluarga adalah karakter beriman dan bertakwa. Seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, karakter beriman yaitu orang yang hatinya lebih sibuk memikirkan dan memperhatikan apa-apa yang diperintahkan oleh Allah guna dilaksanakan dan menjauhi apa-apa yang
4 dilarang oleh-Nya. Menurut Mustari (2014:10) pendidikan agama harus dilakukan di rumah, di sekolah, di lingkungan masyarakat, di berbagai kelompok dan majelis. Pendidikan agama harus dilakukan dengan berbagai cara dan media.
Menurut peneliti, kehadiran orang tua dalam membimbing anak akan sangat berarti dan berkesan bagi anak-anaknya.
Keteladanan orang tua juga merupakan nilai plus bagi anak yang akan meniru atau mendengarkan apa yang diperintahkan orang tua kepada anak-anaknya. Jadi, kebiasaan-kebiasaan yang baik yang ditampilkan oleh orang tua yang mencerminkan nilai-nilai religius akan mudah ditiru oleh anak dan didengar oleh anak serta diaplikasi dalam kehidupan sehari-harinya.
2. Peran orang tua dalam pembentukan karakter jujur pada anak
Berdasarkan wawancara di lapangan diperoleh informasi bahwa dalam menanamkan nilai-nilai kejujuran pada anak dimulai dari orang tua. Jika orang tua selalu berkata jujur terhadap anak maka anak akan berkata jujur pula, sebaliknya maka anak juga akan berbohong kepada orang lain yang ada disekitarnya. Orang tua juga mengajarkan anak agar selalu berbohong dengan memberikan kepercayaan kepada anak maka anak akan merasa dipercayai dan malu untuk berbohong kepada orang tunya.
Menurut Kurniawan (2013:86) kejujuran di saat dewasa tak lepas dari kejujuran yang ditanamkan saat masih anak-anak. Ketika sejak anak-anak sudah ditanamkan kejujuran maka samapi dewasa kejujuran itu akan tertanam dalam jiwa si anak. Beberapa hal yang harus dilakukan orang tua untuk menumbuhkan kejujuran pada anak salah satunya adalah jangan membohongi anak serta hargai kejujuran anak. Helmawati (2014:163) kejujuran adalah perihal yang paling langka dan sulit mencari manusia yang jujur di zaman sekarang ini. Merupakan suatu keniscayaan untuk membentuk anak agar memiliki sifat jujur.
Menurut Mustari (2014:13) jujur bermakna keselarasan antara berita dengan kenyataan yang ada. Jadi, kalau suatu berita sesuai dengan keadaan yang ada, maka dikatakan benar/jujur, tetapi kalau tidak, maka dikatakan dusta. Kejujuran itu
ada pada ucapan, juga ada pada perbuatan, sebagaimana seorang yang melakukan suatu perbuatan, tentu sesuai dengan yang ada pada batinnya.
Menurut peneliti, orang tua harus menanamkan nilai-nilai kejujuran sejak dini agar anak terbiasa untuk berkata jujur serta menghargai kejujuran yang dilakukan oleh anak agar anak mendapatkan kepercayaan. Jadi, dalam segi apapun orang tua harus mengajarkan nilai-nilai kejujuran kepada anak serta memberikan bimbingan dan motivasi kepada anak supaya anak selalu berkata jujur dimanapun anak berada kepercayaan dari orang tua dan anak bisa berkata jujur terhadap orang lain.
3. Peran orang tua dalam pembentukan karakter toleransi pada anak
Berdasarkan wawancara di lapangan diperoleh informasi bahwa orang tua memberikan kesempatan untuk anak agar bisa berpendapat didalam sebuah keluarga atau ketika anak memiliki masalah maka orang tua sebelumnya mendengarkan penjelasan dari anak mengapa anak melakukan hal tersebut.
selain itu orang tua memberikan penjelasan kepada anak tentang bagaimana anak harus bisa menghargai pendapat orang lain serta orang tua tidak membeda-bedakan anak didalam lingkungan keluarga karena orang tua menyadari jika itu dilakukan maka anak merasa orang tua tidak adil terhadapnya.
Menurut Kurniawan (2013:86) orang tua perlu mendidikkan apa artinya toleransi dan rasa hormat kepada orang lain yang bisa saja menganut pemahaman berbeda darinya. Toleransi adalah kemampuan seseorang untuk menerima perbedaan dari orang lain.
Menurut peneliti, dalam menanamkan nilai-nilai toleransi kepada anak orang tua harus bekerjasama dalam membimbing dan mendidik anak agar anak mampu untuk menghargai orang lain dan bisa menerima pendapat orang lain.
Helmawati (2014:165) setiap manusia memiliki karakter yang unik dan berbeda satu sama lain. Dalam menyikapi perbedaan tersebut sepatutnya kita belajar untuk bijak. Menghargai perbedaan pendapat, mencoba menyelami sampai sejauh mana maksud dan tujuan dari setiap orang sehingga akan diperoleh pemahaman yang proporsional dan menjauhkan dari
5 perselisihan. Menurut Mustari (2014:137) kita memerlukan kesetaraan dari tiap orang, sehingga semuanya mempunyai hak suara dan bicara yang sama. Inilah inti demokrasi. Jadi, orang tua harus bisa mengayomi anak agar anak bisa bersikap dan berbuat toleransi terhadap dirinya maupun terhadap orang lain.
4. Pembentukan karakter disiplin pada anak
Berdasarkan wawancara di lapangan diperoleh informasi bahwa orang tua mengatur jadwal tidur anak dengan sebaik-baiknya. Tujuan orang tua melakukan ini agar anak terbiasa tidur tepat waktu dan mematuhi perintah dari orang tua dan orang tua akan memarahi anak jika anak melanggar perintah dari kedua orang tuanya.
Menurut Kurniawan (2013:87) ada beberapa hal yang perlu diperhatikan orang tua dalam menanamkan nilai-nilai disiplin pada anak diantaranya adalah orang tua harus konsisten (tidak berubah), yaitu ada kesepakatan antara kedua orang tua (ayah dan ibu) sehingga setiap tindakan dalam menanamkan kedisiplinan tidak berubah- ubah serta berikan aturan yang sederhana dan jelas sehingga anak mudah melakukannya. Menurut Mustari (2014:36) disiplin diri merujuk pada latihan yang membuat orang merelakan dirinya untuk melaksanakan tugas tertentu atau menjalankan pola perilaku tertentu, walaupun bawaannya adalah malas.
Misalnya, orang yang memilih membaca pelajaran pada saat malam minggu, ketika orang lain santai-santai, adalah orang yang tengah mendisiplinkan dirinya. Maka disiplin diri adalah penundukan diri untuk mengatasi hasrat-hasrat yang mendasar.
Menurut peneliti, orang tua harus memberikan tugas kepada anak agar anak terbiasa melakukan tugas itu dan memberikan penghargaan atau dukungan kepada anak agar anak tetap bisa disiplin dalam perbuatannya. Jadi, orang tua harus dilibatkan dalam setiap membuat tata tertib sehingga anak merasa dihargai dan diakui dalam keluarga.
5. Peran orang tua dalam pembentukan karakter kerja keras pada anak
Berdasarkan wawancara di lapangan diperoleh informasi bahwa
dengan menjelaskan kepada anak bahwa orang tua susah dalam mencari nafka untuk kebutuhan sehari-hari. Selain itu, orang tua tidak membelikan barang yang mahal kepada anak jika anak menginginkan barang tersebut. Dan orang tua akan memarahi anak kalau anak tetap tidak mau mendengarkan apa yang sudah dijelaskan orang tua kepada anak.
Menurut Kurniawan (2013:85) anak harus diberikan kesadaran bahwa untuk mendapatkan uang, kita harus bekerja dan tanpa uang kita tidak akan dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Orang tua dapat menjadi teladan, anak harus diberikan penjelasan bahwa kerja keras yang baik dan benar akan mendatangkan kebaikan, berupa uang, fasilitas, kehormatan, dan tentu pahala dari tuhan. Selain itu, dengan penjelasan tentang bagaimana uang hasil jerih payah saat bekerja dapat digunakan untuk membeli berbagai benda, anak akan lebih berhati-hati terhadap permintaan mereka.
Menurut Mustari (2014:44) dalam kerja keras ini apa yang mesti dilakukan adalah hal yang baik-baik, memerhatikan supaya segala usaha dapat berbuah lezat dan dapat dirasakan manfaatnya, baik usaha itu tertuju pada bidang pelajaran ataupun pekerjaan. Kepentingannya agar apa-apa yang diusahakan itu tidak mudah roboh dan hancur, tidak mudah rusak dan punah, dihindarkan dari rasa mempermudah pekerjaan, sehingga menyebabkan mudah binasa dan terbengkalai.
Menurut peneliti, orang tua tidak sembarangan dalam membelikan mainan kepada anak mereka dan justru orang tua harus berpandai-pandai dalam memilih mainan serta menjelaskan kepada anak tentang bagaimana orang tua mendapatkan uang. Tujuan orang tua melakukan ini agar anak bisa menyadari betapa orang tua susah mencari uang untuk memenuhi kehidupan dirinya dan keluarga. Jadi, dalam memilih atau memenuhi kebutuhan anak orang tua harus cerdas dan pintar agar kebutuhan yang dibutuhkan oleh anak bisa sesuai dengan keadaan ekonomi keluarga.
6. Peran orang tua dalam pembentukan karakter kreatif pada anak
Berdasarkan wawancara di lapangan diperoleh informasi bahwa orang tua membantu dan mendukung serta melakukan sesuatu kegiatan yang diinginkan atau disenangi anak, dalam hal
6 ini orang tua membelikan/mencarikan bahan yang akan menunjang kreativitasnya anak. Selain itu orang tua selalu memberikan motivasi kepada anak, tujuannya agar anak lebih giat lagi dalam melakukan kegiatan yang disukai. Menurut Kurniawan (2013:89) kualitas pendidikan seharusnya tidak diukur dari seberapa banyak materi yang dihafal anak dan kemampuannya mengerjakan soal, tetapi melalui kualitas-kualitas yang lebih subtantif seperti kemampuan mengambil keputusan, menumbuhkan kreativitas anak, keterampilan berkarya, dan lainnya.
Fromm( Mustari, 2014:72) menyatakan bahwa dalam segala jenis kerja kreatif orang yang menciptakannya menyatukan dirinya dengan bendanya, yang mewakilkan dunia di luar dirinya.
Demikian, kreatif berarti menciptakan ide- ide dan karya baru yang bermanfaat.
Pemikiran yang kreatif adalah pemikiran yang dapat menemukan hal-hal atau cara- cara baru yang berbeda dari yang biasa dan pemikiran yang mampu mengemukakan ide atau gagasan yang memiliki nilai tambah.
Menurut peneliti, orang tua harus selalu mendukung apapun karya yang dibuat oleh anak serta orang tua juga memfasilitasi sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh anak agar anak lebih bisa berkembang dalam bertindak atau berbuat.
Jadi, orang tua harus memberikan kesempatan untuk anak dalam berkreasi serta memberikan dorongan untuk kegiatan anak agar kognitif, motorik dan psikomotor anak bisa berkembang dengan baik.
7. Peran orang tua dalam pembentukan karakter mandiri pada anak
Berdasarkan wawancara di lapangan diperoleh informasi bahwa orang tua memberikan tugas dan tanggung jawab kepada anak serta memberikan kebebasan pada anak untuk melakukan apapun yang ia bisa, tapi tetap dalam pengawasan orang tua agar orang tua selalu mengetahui apakah anak bisa menjalankan tugas dan tanggung jawab yang sudah diberikan atau belum. Selain itu, orang tua juga harus bekerjasama antara kedua orang tua (ayah dan ibu) dalam menanamkan nilai-nilai mandiri pada anak.
Menurut Kurniawan (2013:70) Kemandirian merupakan salah satu modal penting bagi anak-anak untuk bertahan
hidup kelak saat mereka dewasa. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan orang tua untuk mulai menanamkan kemandirian pada anak-anak yaitu orang tua sediakan pilihan-pilihan. Helmawati (2014:164) manusia tidak akan selamnya menggantungkan hidupnya pada orang tua atau orang lain. Tidak ada hidup yang abdi, demikian pula orang tua. Oleh sebab itu, anak hendaknya dididik untuk memiliki karakter mandiri. Sedari kecil anak dibiasakan untuk mengerjakan sesuatu yang sudah dapat dilakukannya sendiri.
Dan ketika beranjak remaja anak diajarkan kecakapan hidup atau keterampilan yang dapat membuatnya hidup mandiri.
Menurut Mustari (2014:78) orang mandiri itu bukan saja bisa memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Ia pun dapat memenuhi kepentingan keluarganya, seperti kebutuhan anak-anaknya, istrinya dan anggota keluarga lainnya. Termasuk dalam keperluan-keperluan itu ialah seperti memberikan didikan, memasukkan ke sekolah, memberikan pengobatan dan pendeknya semua yang diperlukan dalam kehidupan secara mutlak.
Menurut peneliti, orang tua dapat memberikan pujian serta bantuan terhadap kemandirian yang dilakukan anak, seperti anak mebuat PR dan lain-lain. Jadi, dalam menanamkan nilai-nilai kemandirian pada anak yaitu orang tua dengan memberikan tugas dan tanggung jawab kepada anak serta memberikan penghargaan kepada anak jika anak mampu mandiri dalam kehidupan sehari-harinya.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti lakukan pada tanggal 28 Mei sampai dengan tanggal 02 Juni 2016 di Kelurahan Jati Baru Kecamatan Padang Timur dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. Orang tua memiliki peran dalam pembentukan karakter religius pada anak dengan cara menjelaskan kepada anak bahwa religius itu sangat penting serta menyerahkan anak untuk belajar mengaji.
2. Orang tua memiliki peran dalam pembentukan karakter jujur pada anak dengan cara tidak berbohong dihadapan anak.
3. Orang tua memiliki peran dalam pembentukan karakter toleransi pada anak dengan cara menghargai pendapat anak, tidak membedakan anak serta mendukung apa keputusan anak.
7 4. Orang tua memiliki peran dalam
pembentukan karakter disiplin pada anak dengan cara mengatur jadwal tidur anak dengan baik.
5. Orang tua memiliki peran dalam pembentukan karakter kerja keras pada anak dengan cara menjelaskan kepada anak bagaimana susahnya orang tua dalam mencari nafka atau memenuhi kehidupan sehari-hari.
6. Orang tua memiliki peran dalam pembentukan karakter kreatif pada anak dengan cara membiarkan anak melakukan kegiatan yang disenanginya, namun masih dalam pengawasan orang tua dan memberikan fasilitas yang cukup untuk anak. sikap orang tua ketika anak memiliki kemajuan dan melakukan sesuatu yang diluar dugaan orang tua, biasanya orang tua selalu memuji anak.
7. Orang tua memiliki peran dalam pembentukan karakter mandiri pada anak dengan cara memberikan tugas dan tanggung jawab kepada anak. Tujuannya yaitu agar anak lebih bisa mandiri tanpa bantuan orang lain.
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti menyarankan kepada berbagai pihak yang terkait, sebagai berikut:
1. Orang Tua, diharapkan orang tua mampu memberikan dukungan atau motivasi yang dapat menunjang karya anak, orang tua perlu membekali anak dengan kualitas- kualitas karakter yang memungkinkan mereka menjadi karakter yang baik serta melatih kemampuan-kemampuan yang ada pada diri anak.
2. Keluarga, diharapkan dapat membantu dan memberikan contoh yang baik terhadap anak dalam mengaplikasikan nilai-nilai karakter yang baik terhadap anak.
3. Tokoh Masyarakat, diharapkan untuk dapat membantu anak dalam
perkembangan karakternya,
memberikan/memperlihatkan contoh yang baik pada anak, karena sifat anak akan lebih cenderung meniru dan mencontoh.
4. Peneliti Selanjutnya, diharapkan bisa melakukan penelitian lanjutan tentang pentingnya peran orang tua dalam pembentukan karakter anak.
KEPUSTAKAAN
Helmawati. 2014. Pendidikan Keluarga.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Kurniawan, Syamsul. 2013. Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Lestari, Sri. 2012. Psikologi Keluarga.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Lickona, Thomas. 2012. Mendidik untuk Membentuk Karakter. Jakarta: Bumi Aksara
Mustari, Mohamad. 2014. Nilai Karakter.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Saptono. 2011. Dimensi-dimensi Pendidikan Karakter. Jakarta: Erlangga.
Yusuf, A. Muri. 2005. Metodologi Penelitian.
Padang: UNP Press.
Zubaedi. 2011. Desain Pendidikan Karakter.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.