• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK DAN HUMANISTIK TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA

N/A
N/A
damar

Academic year: 2023

Membagikan "PERAN TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK DAN HUMANISTIK TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK DAN HUMANISTIK TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teori Belajar Dosen Pengampu : Dr. Rafika Bayu Kusumandari, S.Pd., M.Pd.

Oleh :

Shandy Fahrizal Prasetyo 1102422031 Nadra Dwi Adinda Sahi 1102422034

Vini Pebriani 1102422038

Damarjati Wicaksono 1102422039

Fika Diah Sutati 1102422046

Fauzan Ansori 1102422049

Inayatun Nafi’ah 1102422098

Nathania Hellen Salsabila 1102422100

TEKNOLOGI PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN PSIKOLOGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2023

(2)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pada dasarnya, manusia merupakan makhluk yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Dari awal kemunculan manusia di muka bumi, mereka selalu melakukan trial and error atau uji coba untuk mengkonfirmasi rasa ingin tahu yang mereka miliki.

Seperti untuk mengetahui apakah suatu makanan itu aman atau beracun, maka yang dilakukan manusia adalah langsung mencoba makanan tersebut untuk mengetahui jawaban pastinya. Proses inilah yang dinamakan dengan belajar yaitu perubahan dari tidak tahu menjadi tahu.

Seiring berjalannya waktu, pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki oleh umat manusia semakin bertambah banyak dan semakin kompleks. Hal ini memunculkan rasa ingin tahu mengenai belajar itu sendiri, sebenarnya bagaimana proses manusia menambah pengetahuannya, menangkap suatu pengetahuan baru, meengambil kesimpulan dan makna dari suatu pengetahuan, dan sebagainya. Rasa ingin tahu tersebut memunculkan suatu teori yang bernama teori belajar.

Bedasarkan pernyataan di atas, melalui makalah ini, penulis akan membahas mengenai 2 teori belajar, yaitu teori belajar behavioristik dan teori belajar humanistik serta peran kedua teori belajar tersebut terhadap hasil belajar peserta didik.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apa itu teori belajar?

2. Apa itu teori belajar behavioristik?

3. Bagaimana peran teori belajar behavioristik terhadap hasil belajar siswa?

4. Bagaimana kelebihan dan kekurangan dari teori belajar behavioristik?

5. Apa itu teori belajar humanistik?

6. Bagaimana peran teori belajar humanistik terhadap hasil belajar siswa?

7. Bagaimana kelebihan dan kekurangan dari teori belajar humanistik?

(3)

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui konsep teori belajar

2. Untuk memahami konsep teori belajar behavioristik

3. Untuk memahami peran teori belajar behavioristik terhadap hasil belajar siswa 4. Untuk memahami kelebihan dan kekurangan dari teori belajar behavioristik 5. Untuk memahami konstep teori belajar humanistik

6. Untuk memahami peran teori belajar humanistik terhadap hasil belajar siswa 7. Untuk memahami kelebihan dan kekurangan teori belajar humanistik

(4)

BAB II PEMBAHASAN A. Teori Belajar

Teori adalah sebuah sistem konsep abstrak yang mengindikasikan adanya hubungan di antara konsep – konsep tersebut yang membantu kita memahami sebuah fenomena. Teori juga dapat diartikan sebagai himpunan konstruk (konsep), definisi, dan preposisi yang mengemukakan pendapat sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi di antara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut (Isti'adah, 2020).

Belajar merupakan proses penerimaan pengetahuan yang diserap dari lingkungan peserta didik dengan pengamatan yang dibantu melalui panca indranya.

Belajar adalah perubahan tingkah laku karena latihan dan pengalaman. Sehingga, belajar dapat diartikan sebagai aktivitas mental (psikis) yang menghasilkan perubahan yang bersifat relatif konstan (Isti'adah, 2020).

Berdasarkan pengertian teori dan belajar di atas, teori belajar dapat diartikan sebagai himpunan konsep yang saling berkaitan yang membantu kita memahami fenomena perubahan tingkah laku manusia yang bersifat relatif konstan.

B. Konsep Teori Belajar Behavioristik

Teori Behavioristik adalah teori yang mempelajari perilaku manusia. Perspektif behavioral berfokus pada peran dari belajar dalam menjelaskan tingkah laku manusia dan terjadi melalui rangsangan berdasarkan (stimulus) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respons) hukum-hukum mekanistik. Asumsi dasar mengenai tingkah laku menurut teori ini adalah bahwa tingkah laku sepenuhnya ditentukan oleh aturan, bisa diramalkan, dan bisa ditentukan. Menurut teori ini, seseorang terlibat dalam tingkah laku tertentu karena mereka telah mempelajarinya, melalui pengalaman-pengalaman terdahulu, menghubungkan tingkah laku tersebut dengan hadiah. Seseorang menghentikan suatu tingkah laku, mungkin karena tingkah laku tersebut belum diberi hadiah atau telah mendapat hukuman. Karena semua tingkah laku yang baik bermanfaat ataupun yang merusak, merupakan tingkah laku yang dipelajari.

(5)

Menurut pandangan teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Terdapat lima asumsi dasar mengenai belajar menurut pandangan teori behavioristik yakni (Ormrod, 2023) :

1. Sebagian besar perilaku orang diperoleh dari pengalaman karena rangsangan dari lingkungan;

2. Belajar merupakan hubungan berbagai peristiwa yang dapat diamati yakni hubungan antara stimulus dan respon;

3. Belajar memerlukan suatu perubahan perilaku;

4. Belajar paling mungkin terjadi ketika stimulus dan respon muncul pada waktu berdekatan

C. Tokoh – Tokoh Teori Belajar Behavioristik

Menurut (Shahbana & Satria, 2023) terdapat sejumlah tokoh ahli yang memberikan peran penting dalam mengembangkan teori belajar behavioristik.

Tokoh – tokoh tersebut di antaranya adalah:

1. Edward Lee Thorndike

Tokoh yang lebih dikenal sebagai Thorndike ini mencetuskan suatu teori yang menyatakan bahwa belajar merupakan suatu peristiwa terbentuknya hubungan antara sejumlah peristiwa yang disebut Stimulus (S) dan Respon (R).

Stimulus dipandang sebagai suatu bentuk perubahan dari lingkungan luar yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme agar bereaksi atau berbuat sesuatu. Sementara itu respon ialah sembarang tingkah laku yang timbul akibat adanya perangsang.

Eksperimen terkenal yang pernah Thorndike lakukan adalah ketika ia melakukan uji coba terhadap kucing yang telah dibuat kelaparan kemudian diletakan di dalam kendang yang akan tertutup dan terbuka otomatis jika kenop yang terletak di dalam kendang tersentuh. Eksperimen tersebut melahirkan teori “trial and error” atau “selecting and connecting” yang menunjukan

(6)

bahwa belajar merupakan suatu proses yang timbul karena adanya percobaan dan membuat kesalahan. Sebab dalam eksperimen tersebut ditemukan fakta bahwa kucing tersebut cenderung untuk menjauhi perbuatan yang berujung sia- sia.

Rahyubi (2018) mengemukakan bahwa eksperimen yang dilakukan oleh Thorndike membuahkan 3 hukum belajar yakni hukum law of readiness (kesiapan), hukum law of exercise (latihan), hukum law of effect (akibat).

Thorndike percaya bahwa prinsip proses belajar binatang pada hakikatnya serupa dengan yang terjadi pada manusia, meskipun asosiasi antara situasi dan perbuatan pada binatang tanpa diperantarai pengertian.

2. Ivan Petrovich Pavlov

Sama halnya dengan Thorndike, Pavlov juga melibatkan binatang dalam eksperimen yang ia lakukan. Dalam teori classical conditioning (pengkondisian atau persyaratan klasik) yang Pavlov gagaskan, ia melibatkan anjing. Pavlov mengadakan percobaan menggunakan anjing yang dianggap memiliki tingkat kecerdasan hampir serupa dengan manusia.

Ia bereksperimen dengan mengadakan operasi leher pada seekor anjing guna memantau kelenjar air liur anjing tersebut dari luar. Jika ditunjukan makanan ke hadapan anjing tersebut, ia akan mengeluarkan air liur. Sebelum makanan diperlihatkan, maka yang diperlihatkan adalah sinar merah terlebih dahulu, baru makanan. Dengan sendirinya air liur pun akan keluar pula. Jika perlakuan seperti itu dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan hanya memperlihatkan sinar merah saja tanpa makanan maka air liurpun akan keluar pula. Makanan adalah rangsangan wajar, sedang merah adalah rangsangan buatan. Ternyata kalau perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan menimbulkan syarat (kondisi) untuk timbulnya air liur pada anjing tersebut (conditioned response).

Eksperimen tersebut melahirkan teori belajar pengkondisian klasik.

(Nahar, 2016) berpendapat bahwa teori belajar pengkondisian klasik mengarah pada sejumlah prosedur pelatihan akibat satu stimulus dan rangsangan muncul guna menggantikan stimulus lainnya dalam mengembangkan respon. Perasaan

(7)

orang belajar bersifat pasif sebab guna menciptakan respons dibutuhkan suatu stimulus tertentu, sementara mengenai penguat menurut Pavlov bahwa stimulus yang tidak terkontrol (unconditioned stimulus) memiliki keterkaitan dengan penguatan. Menurut (Zulhammi, 2015) stimulus itu yang menimbulkan adanya pengulangan tingkah laku dan berfungsi sebagai penguat.

3. Burrhus Frederic Skinner

Skinner melakukan pendekatan behavioristik dalam rangka menjelaskan perilaku dengan pendekatan model instruksi langsung dan percaya bahwa perilaku dikontrol melalui proses operant conditioning. Yang menunjukan bahwa seseorang mampu mengontrol perangai makhluk hidup lewat upaya memberikan reinforcement yang bijak dalam lingkungan relatif besar. Skinner berpendapat bahwa gaya mengajar guru diimplementasikan dengan sejumlah pengantar dari guru secara searah dan dikontrol guru lewat upaya pengulangan dan latihan.

Manajemen Kelas menurut Skinner merupakan sejumlah upaya untuk mengubah perilaku antara lain dengan proses penguatan yaitu memberi penghargaan pada perilaku yang diharapkan dan tidak memberi imbalan apapun pada perilaku yang tidak diharapkan.

Operant conditioning adalah suatu proses perilaku operant (penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan. Skinner melakukan uji coba sebagai berikut: Skinner menggunakan tikus kelaparan dan memasukkannya ke dalam kotak disebut “skinner box”, kotak tersebut telah dilengkapi dengan berbagai peralatan di antaranya adalah tombol, alat pemberi makanan, penampung makanan, lampu yang dapat diatur secara otomatis, dan lantai yang mampu dialiri listrik.

Karena rasa lapar, tikus tersebut berupaya keluar untuk menemukan makanan.

Selama tikus bergerak ke sana kemari agar mampu keluar dari kotak skinner, tanpa sengaja ia menekan tombol, kemudian makanan keluar. Secara terjadwal diberikan makanan secara bertahap sesuai peningkatan perilaku yang ditunjukkan si tikus, proses ini dinamai shaping.

Berdasarkan berbagai eksperimen yang dilakukan merumuskan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan. Skinner membagi penguatan ini

(8)

menjadi dua yaitu penguatan positif dan penguatan negatif. Bentuk bentuk penguatan positif dapat diwujudkan melalui hadiah, perilaku, atau penghargaan.

Bentuk bentuk penguatan negatif antara lain menunda atau tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang.

Selain itu Skinner juga memperkenalkan sejumlah prinsip di antaranya adalah:

(a) peserta didik harus segera mengetahui hasil belajarnya, jika salah dibetulkan, jika benar diberi penguatan; (b) proses belajar perlu mengikuti irama dari yang belajar; (c) materi pelajaran, digunakan sistem modul dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. untuk itu lingkungan perlu diubah, untuk menghindari adanya hukuman; (d) dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri; (e) tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebaiknya hadiah diberikan dengan menggunakannya jadwal variabel rasio reinforcer; (f) menggunakan pendekatan shaping.

D. Peran Teori Behavioristik terhadap Hasil Belajar Siswa

1. Fokus pada perilaku yang terukur: Behaviorisme menekankan bahwa perilaku yang dapat diamati dan diukur selama proses belajar sangat penting. Ini memungkinkan guru atau instruktur untuk menentukan apakah tujuan belajar telah dicapai atau tidak. Dalam konteks peningkatan hasil belajar, memiliki pemahaman yang kuat tentang perilaku yang diharapkan dapat membantu dalam perencanaan dan evaluasi pembelajaran.

2. Penggunaan Pengondisian Klasik dan Pengondisian Operan: Dua konsep utama dalam teori behavioristik tentang pembelajaran adalah pengondisian klasik (yang diusulkan oleh Ivan Pavlov) dan pengondisian operan (yang diusulkan oleh BF Skinner). Pengondisian klasik mengatur hubungan antara stimulus yang tidak terkait dengan respons, sementara pengondisian operan mengatur hubungan antara perilaku dan konsen. Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, hasil belajar dapat ditingkatkan dengan menciptakan lingkungan yang mendukung pembelajaran yang efektif.

3. Penggunaan Penguatan (Reinforcement): Teori behavioristik menekankan betapa pentingnya penguatan atau penguatan untuk memperkuat atau mendorong

(9)

perilaku yang diinginkan. Penguatan positif dapat membantu siswa belajar lebih baik. Guru atau pendidik dapat mendorong siswa untuk belajar dengan baik dengan memberikan penghargaan atau hadiah kepada mereka yang berhasil mencapai tujuan pembelajaran.

4. Penekanan pada Praktik dan Latihan: Salah satu prinsip behaviorisme yang paling penting adalah latihan berulang. Latihan dan praktek yang berulang dapat membantu siswa mempelajari konsep atau keterampilan baru. Hal ini terutama berlaku untuk pembelajaran keterampilan yang memerlukan pemahaman yang kuat, seperti keterampilan fisik.

5. Kritik Terhadap Pendekatan Individualistik: Salah satu kritik terhadap teori behavioristik adalah bahwa ia cenderung mengabaikan perbedaan individu dalam pembelajaran. Misalnya, siswa tertentu mungkin menanggapi penguatan tertentu dengan baik, sementara siswa lain mungkin tidak. Oleh karena itu, mempertimbangkan perbedaan individual siswa dan menyesuaikan pendekatan pembelajaran dengan kebutuhan mereka sangat penting untuk meningkatkan hasil belajar.

E. Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Behavioristik

Para pendidik biasanya menggunakan teori behaviorisme untuk merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan tertentu (Rahyubi, 2012). Adapun kelebihan dari teori behavioristik adalah sebagai berikut:

1. Guru menjadi lebih teliti dan peka terhadap situasi dan kondisi belajar peserta didik

2. Membiasakan dan melatih peserta didik belajar mandiri dan berpikir secara linear serta konvergen

3. Memudahkan peserta didik untuk mencapai target tertentu dalam pembelajaran 4. Materi yang diberikan teori behavioristik sangat detail, sehingga dapat

memberikan stimulus kepada peserta didik berupa pengetahuan dan pengalaman Adapun kekurangan teori behaviorisme adalah (Husna, 2021):

1. Menjadikan siswa tidak bebas berkreasi dan berimajinasi dalam proses berpikir

(10)

2. Pembelajaran hanya berpusat pada pendidik, sehingga memberikan kesan peserta didik bersikap pasif karena peserta didik hanya fokus mendengarkan pendidik dalam menjelaskan materi pembelajaran

3. Berpotensi menimbulkan hukuman verbal dan fisik kepada para peserta didik yang melanggar aturan pendidik

4. Menimbulkan kesulitan dalam menjelaskan kondisi pembelajaran yang kompleks disebabkan beracuan pada stimulus dan respon.

F. Konsep Teori Belajar Humanistik

Teori belajar humanistik merupakan suatu pendekatan dalam bidang pendidikan yang berfokus pada pengembangan individu pembelajar yang aktif dan berpusat pada manusia. Teori ini menekankan pentingnya pengalaman pribadi, motivasi, dan kebutuhan individu dalam proses pembelajaran.

Teori belajar humanistik mencoba memaham perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya bukan dari sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama dari para pendidik adalah membantu peserta didik untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing – masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi – potensi yang ada dalam diri mereka.

Dalam teori belajar humanistik, proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri. Meskipun, teori ini sangat menekankan pentingnya isi dari proses belajar, dalam kenyataannya teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal daripada belajar seperti apa adanya, seperti yang biasa kita amati dalam keseharian. Teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuan untuk memanusiakan manusia (mencapai aktualisasi diri) dapat tercapai.

Dalam teori humanistik, siswa dikatakan telah belajar jika ia mampu memahami lingkungan dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya.

(11)

G. Tokoh-Tokoh Teori Belajar Humanistik

Adapun tokoh-tokoh teori humanistik beserta pokok-pokok pemikirannya sebagai berikut (Solichin, 2018) :

1. Arthur Combs (1912-1999)

Combs sangat peduli dengan dunia pendidikan. Dia berpendapat bahwa makna (meaning) adalah konsep dasar yang penting dalam pembelajaran.

Pembelajaran terjadi ketika materi pelajaran memiliki makna bagi individu. Guru tidak dapat memaksa siswa mempelajari materi yang tidak mereka sukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Misalnya, siswa tidak gagal dalam matematika atau sejarah karena kebodohan, tetapi karena mereka tidak memiliki motivasi dan merasa bahwa tidak ada alasan penting untuk mempelajarinya.

Perilaku buruk sebenarnya hanyalah hasil dari ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak memberikan kepuasan. Oleh karena itu, guru harus memahami dunia persepsi siswa dan berusaha untuk mengubah keyakinan atau pandangan siswa jika ingin mengubah perilaku mereka. Perilaku internal adalah faktor yang membedakan seseorang dari yang lain.

2. Abraham Maslow

Dalam teori Maslow, individu berperilaku dengan upaya untuk memenuhi berbagai kebutuhan yang disusun dalam hierarki. Setiap orang memiliki berbagai perasaan takut, seperti ketakutan untuk berusaha, mengambil peluang, atau kehilangan yang sudah dimiliki. Namun, di sisi lain, ada dorongan untuk berkembang, menjadi diri yang lebih baik, dan mengaktualisasikan kemampuan mereka. Maslow meyakini bahwa manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dalam hidup mereka, yang memiliki tingkatan dari yang paling dasar hingga yang paling tinggi. Tingkatan kebutuhan menurut Maslow adalah sebagai berikut:

a. Kebutuhan Fisiologis, seperti makanan, minuman, dan tempat tinggal.

b. Kebutuhan akan Rasa Aman dan Keselamatan, mencakup perlindungan dari bahaya fisik dan keamanan finansial.

c. Kebutuhan untuk Diterima dan Dicintai, dimana manusia ingin diterima oleh keluarga, teman-teman, dan masyarakat. Mereka mencari hubungan sosial

(12)

d. Kebutuhan akan Penghargaan, termasuk kebutuhan untuk dihormati dan diakui atas prestasi mereka.

e. Kebutuhan akan Aktualisasi Diri, adalah tingkat tertinggi dalam hierarki dan melibatkan upaya untuk mencapai potensi penuh, menjadi versi terbaik dari diri sendiri, dan mengejar tujuan pribadi.

Kebutuhan untuk mengungkapkan diri atau mencapai aktualisasi diri adalah aspek paling tinggi dalam teori Maslow. Ini muncul ketika kebutuhan dasar yang lebih rendah telah terpenuhi. Dalam konteks motivasi manusia, mencapai aktualisasi diri menjadi tujuan utama, yang menggambarkan dorongan untuk tumbuh, berkembang, dan mengaktualisasikan potensi pribadi.

Dalam kata lain, aktualisasi diri adalah dorongan individu untuk menjadi versi diri yang sesuai dengan impian dan potensi yang dimilikinya. Maslow berpendapat bahwa dalam mengajar dan mendidik anak, guru harus mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan anak. Ia berargumen bahwa motivasi dan minat belajar anak akan berkembang jika apa yang dipelajarinya relevan dengan kebutuhannya.

3. Carl Roger

Rogers menjelaskan bahwa terdapat dua jenis pembelajaran, yaitu kognitif (yang berkaitan dengan makna) dan eksperimental (yang melibatkan pengalaman). Guru memberikan pemahaman (kognitif) bahwa tidak membuang sampah sembarangan dapat mencegah banjir. Oleh karena itu, guru perlu mengaitkan pengetahuan akademik dengan pemahaman yang bermakna. Di sisi lain, pembelajaran eksperimental melibatkan peserta didik secara pribadi, mendorong inisiatif mereka, dan termasuk penilaian diri (self assessment).

Menurut Carl Rogers dalam teori belajar bebasnya, tidak ada paksaan atau tekanan dalam pembelajaran. Guru tidak merencanakan pembelajaran untuk peserta didik, tidak memberikan kritik atau ceramah kecuali jika diminta oleh siswa, dan tidak menilai atau mengkritik pekerjaan murid kecuali jika siswa menginginkannya. Dalam bukunya "Freedom to Learn," Rogers memperkenalkan beberapa prinsip penting dalam pembelajaran humanistik, antara lain:

a. Manusia memiliki kemampuan alami untuk belajar.

(13)

b. Pembelajaran yang bermakna terjadi saat peserta didik melihat relevansi subjek dengan tujuan mereka sendiri.

c. Perubahan dalam pandangan diri dapat dianggap mengancam dan cenderung ditolak.

d. Pekerjaan belajar yang mengancam diri menjadi lebih mudah diakses jika ancaman dari luar berkurang.

e. Pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara saat ancaman kepada diri peserta didik rendah.

f. Pembelajaran yang signifikan terjadi saat peserta didik melakukannya sendiri.

g. Peserta didik harus terlibat langsung dan bertanggung jawab dalam proses pembelajaran.

h. Pembelajaran yang paling dalam dan berkelanjutan terjadi ketika peserta didik melibatkan seluruh diri mereka, termasuk emosi dan pemikiran.

i. Membiasakan diri untuk introspeksi dan pengkritikan diri, serta penilaian diri oleh orang lain, dapat membangun kepercayaan diri, kemerdekaan, dan kreativitas.

j. Pembelajaran yang berperan secara sosial dalam dunia modern adalah proses yang terbuka dan terus menerus, mengintegrasikan pengalaman dan perubahan dalam diri sendiri.

Carl Rogers berpendapat bahwa peserta didik harus diberi kebebasan untuk belajar, tanpa tekanan, dan diharapkan mampu mengambil langkah sendiri serta bertanggung jawab atas langkah-langkah mereka sendiri. Dalam konteks ini, Rogers mengidentifikasi lima aspek penting dalam proses pembelajaran humanistik:

a. Hasrat untuk Belajar

Mencakup keinginan untuk belajar yang muncul karena rasa ingin tahu alami yang dimiliki manusia terhadap dunia sekitarnya. Ketika individu mencari jawaban atas pertanyaan mereka, mereka terlibat dalam proses pembelajaran.

b. Belajar Bermakna

Individu selalu mempertimbangkan apakah aktivitas yang mereka lakukan

(14)

memiliki makna bagi mereka sendiri. Jika tidak, mereka mungkin tidak akan melakukannya.

c. Belajar Tanpa Hukuman

Pembelajaran yang tidak bergantung pada hukuman atau ancaman memungkinkan anak untuk menjadi bebas dalam mengeksplorasi dan melakukan percobaan untuk menemukan hal-hal baru.

d. Belajar dengan Daya Usaha atau Inisiatif Sendiri

Hal ini menunjukkan tingkat motivasi internal yang tinggi. Siswa yang memiliki inisiatif cenderung mampu mengarahkan diri sendiri, membuat pilihan mereka sendiri, dan secara mandiri mempertimbangkan apa yang baik bagi perkembangan mereka.

e. Belajar dan Perubahan

Dunia terus berubah, dan oleh karena itu, peserta didik harus belajar untuk menghadapi dan beradaptasi dengan kondisi dan situasi yang terus berubah.

Dalam hal ini, pembelajaran yang melibatkan pemahaman dan penyesuaian dengan perubahan dianggap lebih penting daripada sekadar mengingat fakta atau menghafal informasi.

H. Peran Teori Belajar Humanistik terhadap Hasil Belajar Siswa

Berikut ini adalah peran teori humanistik terhadap hasil belajar (Tasyirifiah, Arba’iyah, & M., 2023) :

1. Mendorong para pembelajar untuk mandiri dan bertanggung jawab

Para pendidik tidak bertindak sepenuhnya dalam proses pembelajaran tetapi hanya sebagai fasilitator dan partner dalam berdialog dikelas. Dengan menggunakan metode ini para peserta didik dituntut agar tidak hanya mendengarkan materi yang mereka terima saja. Peserta didik tidak hanya bergerak dengan satu arah saja tetapi dengan dua arah, yang dimana para peserta didik tidak hanya dituntut untuk mengetahui saja tetapi juga memahami materi lebih dalam serta berpikir kritis dalam mengembangkan pemikirannya sendiri sehingga menjadi lebih mudah dalam meraih keberhasilan proses belajar mereka.

(15)

2. Mendorong para peserta didik untuk mengembangkan potensi yang dimiliki Teori belajar humanistik ini bersifat terbuka dapat dengan menggunakan imajinasi maupun eksperimentasi. Selain itu, para pendidik juga dituntut untuk membuat proses pembelajaran kedalam bentuk kerjasama antar individu bukan hanya sekedar memberi ujian saja. Dengan penerapan sistem ini diharapkan peserta didik mampu memaksimalkan potensi yang dimiliki karena telah diberi kebebasan dalam memilih tujuan belajar dan berdiskusi bersama agar dapat memahami materi lebih baik lagi. Hal tersebut nantinya dapat menjadi faktor yang mendukung keberhasilan belajar mereka.

3. Menanamkan pemikiran bahwa proses belajar tidak kalah penting daripada hasil belajar

Peserta didik akan lebih berorientasi pada pertumbuhan pribadi, peningkatan pemahaman, ketrampilan, dan mengembangkan kecerdasan mereka. Dengan memprioritaskan proses belajar peserta didik akan lebih cenderung memiliki motivasi yang berkelanjutan. Mereka akan terdorong oleh sifat ingin tahu, keinginan untuk memahami lebih dalam, dan kepuasan dalam memperoleh pengetahuan baru. Motivasi intrinsik yang muncul dari kepuasan dalam proses belajar akan lebih tahan lama daripada motivasi ekstrinsik yang didorong oleh hasil belajar saja.

I. Kelebihan dan Kekurangan Teori Humanistik

Teori belajar humanistik merupakan salah satu teori belajar yang paling abstrak di antara teori belajar yang ada, karena teori ini lebih banyak membicarakan gagasan tentang belajar yang paling ideal dari pada memperhatikan apa yang bisa dilakukan dalam keseharian (Setiawan, 2018).

Adapun kelebihan dari teori belajar humanistik adalah sebagai berikut (Desmita, 2010):

1. Mengedepankan tentang hal-hal yang bernuansa demokratis dan humanis 2. Suasana pembelajaran yang saling menghargai, adanya kebebasan

mengungkapkan gagasan

(16)

3. Teori ini cocok untuk diterapkan dalam materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurnai, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial

4. Guru mempunyai perhatian yang murni dalam proses pengembangan anak-anak (perbedaan dari per individu).

Adapun kekurangan dari teori belajar humanistik adalah sebagai berikut:

1. Siswa yang tidak mau memahami potensi dirinya akan ketinggalan dalam proses belajar

2. Ssiswa yang tidak aktif dan malas belajar akan merugikan diri sendiri dalam proses belajar

3. Proses pembelajaran lebih difokuskan kepada potensi yang dimiliki siswa, sehingga pengembangan intelektual peserta didik tidak terarah

4. Teori humanistik tidak dapat diuji dengan mudah

(17)

BAB III PENUTUP

Teori belajar dapat diartikan sebagai himpunan konsep yang saling berkaitan yang membantu kita memahami fenomena perubahan tingkah laku manusia yang bersifat relatif konstan. Teori belajar bermanfaat untuk memahami fenomena manusia saat belajar, dengan menerapkan teori belajar yang tepat maka kualitas belajar manusia dapat ditingkatkan.

Dalam makalah ini dibahas 2 teori belajar yang saling bertentangan yaitu teori belajar behavioristik dan humanistik. Teori belajar behavioristik berpendapat bahwa stimulus itu merupakan suatu hal yang penting dalam belajar sedangkan humanistik berpendapat bahwa belajar itu harus berasal dari dalam diri dan untuk diri sendiri.

Meskipun keduanya tampak bertentangan, tidak dapat dipungkiri bahwa kedua teori belajar ini sama – sama memiliki kelebihan dan kekurangannya masing – masing sehingga kembali lagi dari tenaga kependidikan akan menggunakan teori belajar yang mana untuk memaksimalkan potensi peserta didik mereka.

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Desmita. (2010). Phisikologi Pendidikan . Jakarta: Kompas Pos.

Husna, A. (2021). Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Behaviorisme. Jurnal Paradigma, 16-23.

Isti'adah, F. N. (2020). Teori-Teori Belajar dalam Pendidikan. Tasikmalaya: Edu Publisher.

Nahar, N. (2016). Penerapan Teori Belajar Behavioristik dalam Proses Pembelajaran . NUSANTARA : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, 1.

Ormrod, J. A. (2023). Developing Learners. New Jersey: Prentice Hall.

Rahyubi, B. (2012). Teori-Teori Belajar dan Aplikasi Pembelajaran Motorik : Deskripsi dan Tinjauan Kritis. Bandung : Nusa Media.

Setiawan, A. (2018). Belajar dan Pembelajaran. Ponorogo: Uwais Inspirasi Indonesia.

Shahbana, E. B., & Satria, R. (2023). Implementasi Teori Belajar Behavioristik dalam Pembelajaran. Jurnal Serunai Administrasi Pendidikan, 24-33.

Solichin, M. (2018). Teori Belajar Humanistik dan Aplikasinya dalam Pendidikan Islam. Jurnal Islamuna, 5.

Tasyirifiah, T., Arba’iyah, Y. S., & M., W. Z. (2023). Peranan Teori Belajar Humanistik dalam Keberhasilan Belajar Abad 21. Anwarul, 777-787.

Zulhammi, Z. (2015). Teori Belajar Behavioristik dan Humanistik dalam Perspektif Pendidikan Islam. Jurnal Ilmu Kependidikan dan Keislaman, 105-125.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan memahami teori belajar, pendidik akan memahami proses terjadinya belajar manusia Teori Belajar Humanistik sebuah teori dari psikologi yang mengarah kepada

Prinsip-prinsip perilaku diterapkan secara luas untuk membantu orang-orang mengubah perilakunya ke arah yang lebih baik (King, 2010:15).Teori belajar behavioristik

Hasil yang ingin dicapai dari tulisan ini ialah (1) fungsi dan manfaat teori belajar dan pembelajaran ditentukan pada penerapannya, dan (2) teori behavioristik dapat diterapkan

Karena teori behavioristik memandang bahwa sebagai pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka siswa atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas

Teori Behavioristik merupakan teori yang menyatakan bahwa belajar adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antar stimulus dan respon. Teori

Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktivitas “mimetic”, yang menuntut siswa

Prinsip-prinsip perilaku diterapkan secara luas untuk membantu orang-orang mengubah perilakunya ke arah yang lebih baik (King, 2010:15).Teori belajar behavioristik

Seseorang dikatakan telah belajar jika yang bersangkutan dapat menunjukkan perubahan tingkah laku, 2 teori ini menyimpulkan bahwa yang terpenting dalam belajar adalah adanya stimulus