• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perda RTRW Kab Lamandau

N/A
N/A
septiansa anggoro

Academic year: 2025

Membagikan "Perda RTRW Kab Lamandau"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

BUPATI LAMANDAU

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 09 TAHUN 2014

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2013 – 2033

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMANDAU,

Menimbang : a.

b.

c.

d.

bahwa untuk menjaga keserasian, keterpaduan pembangunan dan pengembangan Kabupaten Lamandau sebagai pusat pertumbuhan dan pusat kegiatan bagi wilayah sekitarnya yang melayani lingkup regional sebagaimana tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Tengah, maka perlu menata ruang sehingga kualitas ruang dapat terjaga keberlanjutannya;

bahwa untuk melaksanakan pembangunan wilayah Kabupaten Lamandau secara terpadu, lestari, optimal, seimbang dan serasi, sesuai dengan karakteristik, fungsi, dan predikatnya, diperlukan dasar untuk pedoman perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian ruang di wilayah Kabupaten Lamandau;

bahwa dengan adanya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, maka konsep dan strategi pemanfaatan ruang wilayah nasional perlu dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lamandau;

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Kabupaten Lamandau Tahun 2013-2033.

(2)

Mengingat : 1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 87, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4413);

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Barito Timur Di Provinsi Kalimantan Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4180);

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana diubah beberapa kali terakhir dengan Undang Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perudang- Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);

Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang

(3)

8.

9.

10.

11.

12.

Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);

Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk Dan Tata Cara Peran Masyarakat Dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160);

Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Kalimantan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 10) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 47 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Dan Kabupaten/Kota;

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Daerah Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 32);

Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Tengah (Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2003 Nomor 28 Seri E).

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LAMANDAU dan

BUPATI LAMANDAU MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2013 – 2033

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Lamandau.

2. Kepala Daerah adalah Bupati Kabupaten Lamandau.

3. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, selanjutnya disingkat DPRD adalah DPRD Kabupaten Lamandau.

(4)

4. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administrasi dan/atau aspek fungsional.

5. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan dan ruang udara termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah tempat manusia dan makhluk hidup lainnya melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya.

6. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.

7. Struktur ruang Kabupaten Lamandau adalah susunan pusat-pusat permukimandan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkhis memiliki hubungan fungsional.

8. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.

9. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

10. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang.

11. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.

12. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.

13. Rencana Tata Ruang Wilayah yang selanjutnya disebut RTRW adalah Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lamandau.

14. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan polaruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.

15. Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar penyelenggaraan penataanruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

16. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi daya.

17. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.

18. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.

19. Kawasan rawan bencana alam adalah kawasan yang sering berpotensi tinggimengalami bencana alam.

20. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukanpertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

21. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

22. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang

(5)

berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.

23. Kawasan Pertahanan Negara adalah wilayah yang ditetapkan secara nasional yang digunakan untuk kepentingan pertahanan.

24. Jalan Kolektor Primer adalah jalan yang menghubungkan secara berdaya guna antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan wilayah, atau antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal.

25. Jalan lokal primer adalah jalan yang menghubungkan secara berdaya guna pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lingkungan, pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lingkungan, antarpusat kegiatan lokal, atau pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan lingkungan, serta antarpusat kegiatan lingkungan.

26. Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disebut PKN adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional, atau beberapa provinsi.

27. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalahkawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa kecamatan.

28. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa.

29. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa.

30. Wilayah sungai selanjutnya disebut WS adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km2.

31. Wilayah Pertambangan yang selanjutnya disebut WP adalah wilayah yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara dan tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari tata ruang nasional.

32. Wilayah Usaha Pertambangan yang disebut WUP adalah bagian dari wilayahpertambangan yang telah memiliki ketersediaan data, potensi, dan/atau informasi geologi.

33. Kebijakan penataan ruang wilayah kabupaten adalah arahan pengembangan wilayah yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah guna mencapai tujuan penataan ruang wilayah kabupaten dalam kurun waktu 20 (dua puluh) tahun.

34. Strategi penataan ruang wilayah kabupaten adalah penjabaran kebijakan penataan ruang ke dalam langkah-langkah pencapaian tindakan yang lebih nyata yang menjadi dasar dalam penyusunan rencana struktur dan pola ruang wilayah kabupaten.

35. Wilayah Pertambangan Rakyat adalah bagian dari wilayah pertambangan tempat dilakukan kegiatan usaha pertambangan rakyat.

36. Kawasan Hutan Adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat.

37. Rencana struktur ruang wilayah kabupaten adalah rencana yang mencakup sistem perkotaan wilayah kabupaten yang berkaitan dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya dan jaringan prasarana wilayah kabupaten yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah

(6)

kabupaten selain untuk melayani kegiatan skala kabupaten yang meliputi sistem jaringan transportasi, sistem jaringan energi dan kelistrikan, sistem jaringan telekomunikasi, sistem jaringan sumber daya air, termasuk seluruh daerah hulu bendungan atau waduk dari daerah aliran sungai, dan sistem jaringan prasarana lainnya.

38. Rencana sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten adalah rencana jaringan prasarana wilayah yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah kabupaten dan untuk melayani kegiatan yang memiliki cakupan wilayah layanan prasarana skala kabupaten.

39. Rencana sistem perkotaan di wilayah kabupaten adalah rencana susunan kawasan perkotaan sebagai pusat kegiatan di dalam wilayah kabupaten yang menunjukkan keterkaitan saat ini maupun rencana yang membentuk hirarki pelayanan dengan cakupan dan dominasi fungsi tertentu dalam wilayah kabupaten.

40. Rencana pola ruang wilayah kabupaten adalah rencana distribusi peruntukan ruang wilayah kabupaten yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan budidaya yang dituju sampai dengan akhir masa berlakunya RTRW Kabupaten yang memberikan gambaran pemanfaatan ruang wilayah kabupaten hingga 20 (dua puluh) tahun mendatang.

41. Arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten adalah arahan pengembangan wilayah untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang wilayah kabupaten sesuai dengan RTRW Kabupaten melalui penyusunan dan pelaksanaan program penataan/pengembangan kabupaten beserta pembiayaannya, dalam suatu indikasi program utama jangka menengah lima tahunan kabupaten yang berisi rencana program utama, sumber pembiayaan, instansi pelaksana, dan waktu pelaksanaan.

42. Indikasi program utama jangka menengah lima tahunan adalah petunjuk yang memuat usulan program utama, lokasi, waktu pelaksanaan, sumber dana, dan instansi pelaksana dalam rangka mewujudkan ruang kabupaten yang sesuai dengan rencana tata ruang.

43. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten adalah ketentuan-ketentuan yang dibuat atau disusun dalam upaya mengendalikan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten agar sesuai dengan RTRW Kabupaten yang berbentuk ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi untuk wilayah kabupaten.

44. Ketentuan umum peraturan zonasi sistem kabupaten adalah ketentuan umum yang mengatur pemanfaatan ruang dan unsur-unsur pengendalian pemanfaatan ruang yang disusun untuk setiap klasifikasi peruntukan/fungsi ruang sesuai dengan RTRW Kabupaten.

45. Ketentuan perizinan adalah ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya yang harus dipenuhi oleh setiap pihak sebelum melakukan kegiatan pemanfaatan ruang, yang digunakan sebagai alat dalam melaksanakan pembangunan sesuai dengan rencana tata ruang.

46. Ketentuan insentif dan disinsentif adalah perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang dan juga perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang.

(7)

47. Arahan sanksi adalah arahan untuk memberikan sanksi bagi siapa saja yang melakukan pelanggaran pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

48. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan/atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.

49. Kawasan resapan air adalah kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akuifer) yang berguna sebagai sumber air.

50. Sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kiri-kanan sungai, termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai.

51. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai warisan dunia.

52. Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.

53. Kawasan strategis kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.

54. Masyarakat adalah orang perorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat, korporasi dan/atau pemangku kepentingan non pemerintah lain dalam penataan ruang.

55. Peran serta masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

56. Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.

57. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan ruang.

58. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, selanjutnya disingkat BKPRD, adalah badan bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung implementasi Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan peraturan pelaksanaannya di Kabupaten Lamandau dan mempunyai fungsi membantu pelaksanaan tugas Bupati dalam koordinasi penataan ruang di daerah.

59. Orang adalah orang perseorangan dan/ atau korporasi.

60. Jalan adalah seluruh bagian jalan, termasuk bangunanpelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukanbagi lalu lintas umum, yang berada pada permukaantanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaantanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecualijalan rel dan jalan kabel.

61. Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hierarkis.

(8)

Pasal 2 RTRW Kabupaten berfungsi sebagai:

a. acuan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD);

b. acuan dalam pemanfaatan ruang/pengembangan wilayah kabupaten;

c. acuan untuk mewujudkan keseimbangan pembangunan dalam wilayah kabupaten;

d. acuan lokasi investasi dalam wilayah kabupaten;

e. pedoman penyusunan rencana rinci tata ruang kabupaten;

f. dasar pengendalian pemanfaatan ruang dalam penataan/pengembangan wilayah kabupaten; dan

g. acuan dalam administrasi pertanahan

Pasal 3

(1) Wilayah Kabupaten Lamandau terdiri dari 8 (delapan) kecamatan yaitu:

a. Kecamatan Bulik dengan ibukota Nanga Bulik;

b. Kecamatan Sematu Jaya dengan dengan ibukota Purwareja;

c. Kecamatan Menthobi Raya dengan ibukota Melata;

d. Kecamatan Bulik Timur dengan Ibukota Merambang;

e. Kecamatan Lamandau dengan Ibukota Tapin Bini;

f. Kecamatan Belantikan Raya dengan Ibukota Bayat;

g. Kecamatan Batang Kawa dengan Ibukota Kinipan;dan h. Kecamatan Delang dengan Ibukota Kudangan.

(2) Batas-batas wilayah Kabupaten Lamandau meliputi:

a. sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Barat dan Kabupaten Seruyan;

b. sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kotawaringin Barat;

c. sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sukamara dan Kabupaten Kotawaringin Barat; dan

d. sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Barat.

Pasal 4 Materi muatan RTRW Kabupaten ini meliputi:

a. tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang;

b. rencana struktur ruang;

c. rencana pola ruang;

d. penetapan kawasan strategis;

e. arahan pemanfaatan ruang; dan

f. arahan pengendalian pemanfaatan ruang.

BAB II

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG

(9)

Bagian Kesatu Tujuan Pasal 5

Penataan Ruang Kabupaten Lamandau bertujuan untuk mewujudkan tata ruang Kabupaten Lamandau yang maju dan mandiri dengan bertumpu kepada agrobisnis berbasis sektor pertanian.

Bagian Kedua

Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Pasal 6

(1) Untuk mewujudkan tujuan penataan ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, ditetapkan kebijakan penataan ruang wilayah kabupaten.

(2) Kebijakan penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:

a. pemantapan dan pengembangan sektor pertanian;

b. peningkatan peluang investasi;

c. pemerataan tingkat pertumbuhan ekonomi;

d. peningkatan kualitas lingkungan;

e. peningkatan kekuatan serta kemampuan pertahanan dan keamanan guna mendukung pembangunan nasionaldalam rangka menjaga keutuhan NKRI; dan

f. peningkatan pelayanan transportasi.

Pasal 7

(1) Strategi pemantapan dan pengembangan sektor pertanian sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (2) huruf a, meliputi:

a. mengembangkan dan mengelola sektor pertanian lahan basah;

b. mengembangkan dan mengelola sektor pertanian lahan kering; dan c. mengembangkan dan mengelola sektor perkebunan, perikanan dan

peternakan.

(2) Strategi peningkatan peluang investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf b, meliputi:

a. memberikan insentif penanaman modal di sektor pertanian;

b. meningkatkan kuantitas dan kualitas sistem jaringan prasarana yang terkait dengan industri; dan

c. memberikan kepastian hukum untuk berusaha/menanamkan modal di setiap bidang usaha terutama industri.

(3) Strategi pemerataan tingkat pertumbuhan ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf c, meliputi:

a. membentuk pola ruang dan sistem perkotaan yang menunjang penyebaran investasi;

b. mendorong pertumbuhan lapangan kerja; dan

c. meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pemerataan penyediaan sarana prasarana sosial dan ekonomi.

(4) Strategi menjaga peningkatan kualitas lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf d, meliputi:

(10)

a. mengoptimalkan pemanfaatan ruang budidaya;

b. mengendalikan kegiatan yang berpotensi merusak lingkungan; dan c. melakukan konservasi pada daerah resapan air dan kawasan lindung.

(5) Strategi peningkatan kekuatan serta kemampuan pertahanan dan keamanan guna mendukung pembangunan nasional dalam rangka menjaga keutuhan NKRI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf e, meliputi:

a. meningkatkan kekuatan serta kemampuan pertahanan dan keamanan baik darat, laut maupun udara melalui inventarisasi;

b. menyediakan personel dan peralatan yang memadai;

c. membangun pangkalan dengan memanfaatkan keunggulan geografi sehingga mampu melaksanakan pengawasan; dan

d. menegakkan kedaulatan dan hukum secara optimal serta menindak setiap pelanggaran yang terjadi.

(6) Strategi peningkatan pelayanan transportasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf e, meliputi:

a. menyediakan trayek dalam kota dan luar kota;

b. meningkatkan pelayanan transportasi darat maupun sungai;

c. membangun terminal dan pelabuhan yang memadai; dan d. peningkatan dan penambahan ruas jalan.

BAB III

RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH Bagian Kesatu

Umum Pasal 8

(1) Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten meliputi : a. pusat-pusat kegiatan;

b. sistem jaringan prasarana utama; dan c. sistem jaringan prasarana lainnya.

(2) Rencana struktur ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000 yang tercantum dalam Lampiran I dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua Pusat-pusat Kegiatan

Pasal 9

(1) Pusat-pusat kegiatan yang ada di Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a, terdiri atas :

a. PKL yang telah ditetapkan dalam RTRW Provinsi; dan b. PPK dan PPL yang ditetapkan kabupaten.

(2) Pusat-pusat kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:

a. Nanga Bulik sebagai PKL;

b. Purwareja, Tapin Bini, Kudangan sebagai PPK; dan c. Malata, Bayat, Merambang, Kinipan sebagai PPL.

(11)

Bagian Ketiga

Sistem Jaringan Prasarana Utama Pasal 10

Sistem jaringan prasarana utama yang ada di kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b, terdiri atas :

a. sistem jaringan transportasi darat;

b. sIstem jaringan transportasi perkeretaapian; dan c. sistem jaringan transportasi udara.

Paragraf 1

Sistem Jaringan Transportasi Darat Pasal 11

(1) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a, terdiri atas:

a. jaringan lalu lintas dan angkutan jalan, meliputi jaringan jalan dan jembatan, jaringan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, dan jaringan layanan lalu lintas; dan

b. jaringan transportasi angkutan sungai, danau dan penyeberangan.

(2) Jaringan jalan dan jembatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:

a. jaringan transportasi nasional lintas Kalimantan poros selatan yang berfungsi sebagai arteri primer yaitu : Batas Provinsi Kalbar – Kudangan, Kudangan – Penopa, Penopa – Kujan, Kujan – Runtu;

b. jaringan jalan provinsi yang berfungsi sebagai kolektor primer 2 yaitu Jalan Kujan – Nanga Bulik;

c. jaringan jalan kabupaten yang berfungsi sebagai kolektor primer 3 meliputi:

1. Jalan Nanga Bulik – Batu Kotam;

2. Kujan – Rantau Pulut;

3. Jalan yang menghubungkan antara PKL Nanga Bulik – PPK Kudangan;

4. Jalan yang menghubungkan antara PKL Nanga Bulik – PPK Purwareja;

5. Jalan yang menghubungkan antara PKL Nanga Bulik – PPK Tapin Bini;

6. Jalan yang menghubungkan antara PPK Kudangan – PPK Purwareja;

dan

7. Jalan yang menghubungkan antara PPK Purwareja – PPK Tapin Bini.

d. jaringan jalan kabupaten yang berfungsi sebagai lokal primer meliputi:

1. PPL – PPL adalah jaringan jalan lokal primer berada di kecamatan Bulik Timur;

2. PPK – PPL adalah jaringan jalan lokal primer berada di kecamatan Sematu Jaya;

3. PPL – PPL adalah jaringan jalan lokal primer berada di kecamatan Mentobi Raya;

4. PPK – PPL adalah jaringan jalan lokal primer berada di kecamatan Lamandau;

5. PPL – PPL adalah jaringan jalan lokal primer berada di kecamatan

(12)

Belantikan Raya;

6. PPL – PPL adalah jaringan jalan lokal primer berada di kecamatan Batang Kawa; dan

7. PPK – PPL adalah jaringan jalan lokal primer berada di kecamatan Delang.

(3) Jaringan prasarana lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:

a. Rencana Terminal Tipe A, terdapat di Simpang Sepaku Nanga Bulik.

b. Rencana Terminal Tipe C, terdapat di:

1. Nanga Bulik, Kecamatan Bulik;

2. Merambang, Kecamatan Bulik Timur;

3. Purwareja, Kecamatan Sematu Jaya;

4. Melata, Kecamatan Menthobi Raya;

5. Tapin Bini, Kecamatan Lamandau;

6. Bayat, Kecamatan Belantikan Raya;

7. Kinipan, Kecamatan Batang Kawa; dan 8. Kudangan, Kecamatan Delang.

c. Rencana Trayek Angkutan Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) : Nanga BulikPalangka Raya, Nanga Bulik– Pangkalan Bun dan Nanga Bulik – Sukamara.

d. Rencana Trayek Angkutan Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) : Nanga Bulik–Pontianak (Provinsi Kalimantan Barat)

(4) Jaringan transportasi sungai, danau dan penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas:

a. alur pelayaran, meliputi :

1. Pangkalan Bun – Kotawaringin Lama – Lamandau – Delang;

2. Kotawaringin Lama – Bulik Timur;

3. Nanga Bulik – Kinipan;

4. Nanga Bulik – Bayat;

5. Nanga Bulik – Merambang; dan 6. Antar desa di beberapa kecamatan.

b. dermaga, meliputi:

1. Dermaga Kujan di Nanga Bulik;

2. Dermaga Batu Bisa di Nanga Bulik;

3. Dermaga Yakes di Nanga Bulik;

4. Rencana dermaga Tapin Bini;

5. Rencana dermaga Kinipan;

6. Rencana dermaga Bayat; dan 7. Rencana dermaga Merambang.

Paragraf 2

Sistem Jaringan Transportasi Perkeretaapian Pasal 12

Sistem jaringan transportasi perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b, terdiri atas :

a. jaringan jalur kereta api lintas utama provinsi meliputi :

1. Jalur kereta api Tumbang Samba – Rantau Pulut – Nanga Bulik – Pangkalan Bun – Kumai; dan

2. Jalur kereta api Kudangan – Nanga Bulik – Kumai.

b. rencana pembangunan stasiun kereta api yang berlokasi di Kota Nanga

(13)

Bulik pada salah satu simpul jaringan jalur kereta api di Kalimantan Tengah di Nanga Bulik.

Paragraf 3

Sistem Jaringan Transportasi Udara Pasal 13

(1) Sistem jaringan prasarana transportasi udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c, terdiri atas:

(1) tatanan kebandarudaraan;dan (2) ruang udara untuk penerbangan.

(2) Tatanan kebandarudaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu Bandar Udara Guci terdapat di Desa Guci sebagai bandar udara domestik dengan fungsi sebagai bandara pengumpan.

(3) Ruang udara untuk penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, diatur lebih lanjut dalam rencana induk bandar udara.

Bagian Keempat

Sistem Jaringan Prasarana Lainnya Pasal 14

Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf c, terdiri atas :

a. sistem jaringan energi;

b. sistem jaringan telekomunikasi;

c. sistem jaringan sumber daya air; dan d. sistem prasarana pengelolaan lingkungan

Paragraf 1

Sistem Jaringan Energi Pasal 15

(1) Sistem jaringan prasarana energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a, meliputi:

a. pembangkit tenaga listrik; dan b. jaringan prasarana energi.

(2) Pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:

a. pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Kecamatan Delang;

b. pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) tersebar di Kecamatan Batang Kawa, Kecamatan Belantikan Raya, Kecamatan Bulik Timur dan Kecamatan Menthobi Raya khususnya di desa-desa terpencil yang sulit dijangkau oleh jaringan listrik PLN dan tidak ada potensi energi lain seperti angin dan mikrohidro di daerah tersebut;

c. pembangunan Jaringan Transmisi Tegangan Menengah 150 KV Pangkalan Bun – Nanga Bulik;

d. perluasan pembangunan jaringan distribusi dari Gardu Induk menuju pusat-pusat beban diseluruh kecamatan;

(14)

e. perluasan jaringan tegangan rendah dari jaringan distribusi ke wilayah pemukiman diseluruh kecamatan; dan

f. pembangunan Gardu Induk (GI) di Nanga Bulik (Perigi) dan Penopa.

(3) Jaringan prasarana energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas :

a. pengembangan jaringan tegangan menengah tersebar di wilayah Kabupaten Lamandau; dan

b. pengembangan jaringan tegangan rendah tersebar di wilayah Kabupaten Lamandau.

Paragraf 2

Sistem Jaringan Telekomunikasi Pasal 16

(1) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b, terdiri atas:

a. Sistem jaringan kabel;

b. Sistem jaringan nirkabel; dan c. Sistem jaringan satelit.

(2) Sistem jaringan kabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Lamandau.

(3) Sistem jaringan nirkabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, tersebar diseluruh wilayah Kabupaten Lamandau.

(4) Sistem jaringan satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, tersebar diseluruh wilayah Kabupaten Lamandau.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengaturan menara telekomunikasi diatur dengan peraturan daerah tersendiri.

Paragraf 3

Sistem Jaringan Sumber Daya Air Pasal 17

(1) Rencana sistem jaringan prasarana sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf c, meliputi:

a. Wilayah Sungai;

b. Sumber-sumber air baku;

c. Jaringan prasarana air baku untuk air minum;

d. Daerah Irigasi;

e. Daerah Rawa; dan f. Pengendalian Banjir.

(2) Wilayah Sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu Wilayah Sungai Lintas Provinsi meliputi Wilayah Sungai (WS) Jelai- Kendawangan (DAS Lamandau).

(3) Dalam rangka pelestarian sumber-sumber air baku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilakukan penetapan sempadan sungai dan danau/waduk melalui peraturan daerah dan atau peraturan bupati.

(4) Jaringan prasarana air baku untuk air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi:

a. Sistem air baku untuk air minum perpipaan yang dikelola Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang berada di kota Nanga Bulik dan setiap Ibukota Kecamatan dengan jaringan yang dikelola oleh swasta dan/atau masyarakat;

(15)

b. Sistem air baku untuk air minum non perpipaan milik perorangan berupa sumur; dan

c. Penyediaan dan pengelolaan air baku meliputi air permukaan dan air tanah yang ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan pertanian yang terdapat di Air Permukaan Sungai Lamandau.

(5) Daerah Irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, yaitu Daerah Irigasi tersebar di Kabupaten Lamandau dengan luas pelayanan kurang lebih 3500 hektar.

(6) Rencana pengembangan Daerah Irigasi ini tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Lamandau yang potensial.

(7) Daerah Rawa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Lamandau dengan luas pelayanan 6.114 Ha pada 83 lokasi.

(8) Jaringan pengendalian banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, dengan sistem gravitasi yaitu dengan normalisasi saluran drainase atau sungai.

Paragraf 4

Sistem Prasarana Pengelolaan Lingkungan Pasal 18

(1) Rencana sistem prasarana lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf d, meliputi:

a. prasarana pengolahan limbah; dan b. prasarana pengelolaan persampahan.

(2) Prasarana pengolahan limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:

a. prasarana limbah domestik; dan b. prasarana limbah industri.

(3) Pengembangan prasarana pengelolaan persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilakukan melalui pembangunan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dengan sistem pengolahan sanitary landfill di Nanga Bulik dan Tempat Penampungan Sementara (TPS) sampah di Nanga Bulik serta dilakukan Program 3R (Reduce, Reuse, Recycle) dalam penanganan persampahan.

(4) Pengembangan prasarana pengolahan limbah domestik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, dilakukan melalui pengembangan septik tank individual.

(5) Pengembangan prasarana pengolahan limbah industri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dilakukan melalui pembangunan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) di lokasi-lokasi industri dan pabrik-pabrik baik yang ada di kawasan industri maupun yang terdapat di lokasi-lokasi perkebunan besar swasta dan areal pertambangan.

BAB IV

RENCANA POLA RUANG WILAYAH Bagian Kesatu

Umum Pasal 19

(1) Rencana pola ruang wilayah Kabupaten Lamandau meliputi:

(16)

a. pola ruang kawasan lindung; dan b. pola ruang kawasan budidaya.

(2) Kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, ditetapkan dengan memperhatikan kawasan lindung yang telah ditetapkan secara nasional dan kawasan lindung yang ditetapkan oleh provinsi.

(3) Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, ditetapkan dengan memperhatikan kawasan budidaya yang memiliki nilai strategis nasional dan kawasan budidaya provinsi.

(4) Rencana pola ruang wilayah Kabupaten Lamandau sebagaimana dimaksud pada ayat (1), digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum pada Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua Kawasan Lindung

Pasal 20

Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf a, meliputi:

a. kawasan hutan lindung;

b. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya;

c. kawasan perlindungan setempat;

d. kawasan rawan bencana lainnya; dan e. kawasan hutan adat / ulayat.

Paragraf 1

Kawasan Hutan Lindung Pasal 21

Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a, terdapat di wilayah Kecamatan Menthobi Raya dengan luas kurang lebih 9.722 hektar, Kecamatan Belantikan Raya dengan luas kurang lebih 28.491,73 hektar, Kecamatan Batang Kawa dengan luas kurang lebih 5.731,64 hektar, Kecamatan Bulik Timur dengan luas kurang lebih 418,80 hektar dan Kecamatan Delang dengan luas kurang lebih 10.391,45 hektar. Luas total kawasan hutan lindung kurang lebih 54.755,62 hektar.

Paragraf 2

Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya Pasal 22

Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b, merupakan kawasan resapan air yang terdapat di area hutan lindung dengan luas kurang lebih 54.755,62 hektar, tersebar di wilayah Kecamatan Menthobi Raya dengan luas kurang lebih 9.722 hektar, Kecamatan Belantikan Raya dengan luas kurang lebih 28.491,73 hektar, Kecamatan Batang Kawa dengan luas kurang lebih 5.731,64 hektar, Kecamatan Bulik Timur dengan luas kurang lebih 418,80 hektar dan Kecamatan Delang dengan luas kurang lebih 10.391,45 hektar.

(17)

Paragraf 3

Kawasan Perlindungan Setempat Pasal 23

(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf c, yaitu sempadan sungai, dengan luas kurang lebih 13.777 hektar, terdapat di sungai Lamandau dengan luas kurang lebih 6.513 hektar, sungai Bulik dengan luas kurang lebih 2.253 hektar, sungai Belantikan dengan luas kurang lebih 2.026 hektar, sungai Pelikodan dengan luas kurang lebih 1.629 hektar, sungai Menthobi dengan luas kurang lebih 1.356 hektar dan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Perkotaan.

(2) Pada sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku ketentuan sebagai berikut:

a. penetapan garis sempadan sungai tak bertanggul di luar kawasan perkotaan meliputi:

1. sungai besar, yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai seluas 500 (lima ratus) kilometer persegi atau lebih; dan

2. sungai kecil, yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai seluas kurang dari 500 (lima ratus) kilometer persegi.

b. penetapan garis sempadan sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan pada sungai besar dilakukan ruas per ruas dengan mempertimbangkan luas daerah pengaliran sungai pada ruas yang bersangkutan; dan

c. garis sempadan sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan pada sungai besar ditetapkan sekurang-kurangnya 100 (seratus) meter, sedangkan pada sungai kecil sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan.

(3) Ruang Terbuka Hijau (RTH) perkotaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan dengan proporsi paling sedikit 30 % dari luas kawasan perkotaan, meliputi:

a. Ruang Terbuka Hijau (RTH) publik yaitu taman kota, taman pemakaman umum, dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai, dan pantai, dengan proporsi paling sedikit 20% (dua puluh persen); dan

b. Ruang Terbuka Hijau (RTH) privat yaitu kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan, dengan proporsi 10 % (sepuluh persen).

Paragraf 4

Kawasan Rawan Bencana Pasal 24

Kawasan rawan bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf d, merupakan kawasan rawan rawan banjir yaitu pada daerah-daerah sekitar Sungai Lamandau Kecamatan Bulik dan rawan kebakaran yaitu pada daerah Kecamatan Sematu Jaya.

Paragraf 5 Kawasan Hutan Adat

Pasal 25

(18)

Kawasan hutan adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf e, merupakan kawasan hutan yang statusnya tidak tumpang tindih dan jelas keberadaannya di tiap-tiap desa.

Bagian Ketiga Kawasan Budidaya

Pasal 26

Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf b, meliputi:

a. Kawasan peruntukan hutan;

b. Kawasan peruntukan pertanian;

c. Kawasan peruntukan perkebunan;

d. Kawasan peruntukan peternakan;

e. Kawasan peruntukan perikanan;

f. Kawasan peruntukan pertambangan;

g. Kawasan peruntukan industri;

h. Kawasan peruntukan pariwisata;

i. Kawasan peruntukan permukiman; dan

j. Kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan.

Paragraf 1

Kawasan Peruntukan Hutan Pasal 27

Kawasan peruntukan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf a, meliputi :

a. hutan produksi terbatas (HPT) seluas kurang lebih 299.378,11 hektar yang tersebar di wilayah Kecamatan Bulik Timur dengan luas kurang lebih 93.200,00 hektar, Kecamatan Belantikan Raya dengan luas kurang lebih 102.700,00 hektar, Kecamatan Batang Kawa dengan luas kurang lebih 36.370,00 hektar, Kecamatan Delang dengan luas kurang lebih 21.820,01 hektar, Kecamatan Menthobi Raya dengan luas kurang lebih 105,1 hektar dan Kecamatan Lamandau dengan luas kurang lebih 45.183 hektar;

b. hutan produksi tetap (HP) seluas kurang lebih 93.525,45 hektar yang tersebar di wilayah Kecamatan Menthobi Raya dengan luas kurang lebih 43.210,00 hektar, Kecamatan Lamandau dengan luas kurang lebih 27.211,45 hektar, Kecamatan Bulik dengan luas kurang lebih 15.330,00 hektar, Kecamatan Bulik Timur dengan luas kurang lebih 4.503,00 hektar dan Kecamatan Sematu Jaya dengan luas kurang lebih 3.271,00 hektar;

c. hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) seluas kurang lebih 167.874,25 hektar yang tersebar di wilayah Kecamatan Menthobi Raya dengan luas kurang lebih 13.970,00 hektar, Kecamatan Bulik Timur dengan luas kurang lebih 56.270,01 hektar, Kecamatan Belantikan Raya dengan luas kurang lebih 8.535,00 hektar, Kecamatan Batang Kawa dengan luas kurang lebih 14.450,00 hektar, Kecamatan Delang dengan luas kurang lebih 4.635,00 hektar, Kecamatan Lamandau dengan luas kurang lebih 31.080,00 hektar, Kecamatan Bulik dengan luas kurang lebih 35.508,13 hektar dan Kecamatan Sematu Jaya dengan luas kurang lebih 3.426,11 hektar; dan

(19)

d. Hutan penelitian dan pendidikan (HPP) seluas kurang lebih 6.893 hektar yang lokasinya berada di dalam hutan produksi di Kecamatan Bulik Timur dengan luas kurang lebih 3.673,08 hektar dan Kecamatan Belantikan Raya dengan luas kurang lebih 3.219,72 hektar.

Paragraf 2

Kawasan Peruntukan Pertanian Pasal 28

Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf b, meliputi:

a. Kawasan pertanian tanaman pangan meliputi :

a. kawasan pertanian lahan basah difokuskan terutama pada bagian tengah dan selatan, dengan luas kurang lebih 6.239 hektar tersebar di kecamatan Bulik dengan luas kurang lebih 2.705 hektar, kecamatan Bulik Timur dengan luas kurang lebih 298 hektar, kecamatan Menthobi Raya dengan luas kurang lebih 451 hektar, kecamatan Sematu Jaya dengan luas kurang lebih 435 hektar, kecamatan Lamandau dengan luas kurang lebih 735 hektar, kecamatan Belantikan Raya dengan luas kurang lebih 630 hektar, kecamatan Delang dengan luas kurang lebih 625 hektar, kecamatan Batang Kawa dengan luas kurang lebih 360 hektar;

b. kawasan pertanian lahan kering direncanakan penyebarannya difokuskan pada seluruh kecamatan dengan luas kurang lebih 111.619 hektar tersebar di kecamatan Bulik dengan luas kurang lebih 14.308 hektar, kecamatan Bulik Timur dengan luas kurang lebih 18.494 hektar, kecamatan Menthobi Raya dengan luas kurang lebih 10.489 hektar, kecamatan Sematu Jaya dengan luas kurang lebih 1.648 hektar, kecamatan Lamandau dengan luas kurang lebih 19.855 hektar, kecamatan Belantikan Raya dengan luas kurang lebih 20.516 hektar, kecamatan Delang dengan luas kurang lebih 14.209 hektar, kecamatan Batang Kawa dengan luas kurang lebih 12.100 hektar; dan

c. Kawasan lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan terdapat di seluruh kecamatan dengan luas kurang lebih 75.498,77 hektar tersebar di kecamatan Bulik dengan luas kurang lebih 14.686,85 hektar, kecamatan Bulik Timur dengan luas kurang lebih 12.838,56 hektar, kecamatan Menthobi Raya dengan luas kurang lebih 6.137,86 hektar, kecamatan Sematu Jaya dengan luas kurang lebih 2.924,86 hektar, kecamatan Lamandau dengan luas kurang lebih 10.620,53 hektar, kecamatan Belantikan Raya dengan luas kurang lebih 13.270,80 hektar, kecamatan Delang dengan luas kurang lebih 8.527,06 hektar, kecamatan Batang Kawa dengan luas kurang lebih 6.492,27 hektar.

b. Kawasan pertanian hortikultura terdapat di seluruh kecamatan dengan luas kurang lebih 50.108 hektar tersebar di kecamatan Bulik dengan luas kurang lebih 1.398 hektar, kecamatan Bulik Timur dengan luas kurang lebih 6.059 hektar, kecamatan Menthobi Raya dengan luas kurang lebih 2.980 hektar, kecamatan Sematu Jaya dengan luas kurang lebih 462 hektar, kecamatan Lamandau dengan luas kurang lebih 9.663 hektar, kecamatan Belantikan Raya dengan luas kurang lebih 8.516 hektar, kecamatan Delang dengan luas kurang lebih 11.964 hektar, kecamatan Batang Kawa dengan luas kurang lebih 9.066 hektar.

(20)

Paragraf 3

Kawasan Peruntukan Perkebunan Pasal 29

Kawasan perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf c, terdapat di seluruh kecamatan dengan luas kurang lebih 212.127 hektar tersebar di kecamatan Bulik dengan luas kurang lebih 46.981,90 hektar, kecamatan Bulik Timur dengan luas kurang lebih 44.290,11 hektar, kecamatan Menthobi Raya dengan luas kurang lebih 34.053,82 hektar, kecamatan Sematu Jaya dengan luas kurang lebih 8.542,83 hektar, kecamatan Lamandau dengan luas kurang lebih 40.987,39 hektar, kecamatan Belantikan Raya dengan luas kurang lebih 22.270,23 hektar, kecamatan Delang dengan luas kurang lebih 7.114 hektar, kecamatan Batang Kawa dengan luas kurang lebih 7.887 hektar.

Paragraf 4

Kawasan Peruntukan Peternakan Pasal 30

Kawasan peternakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf d, terdapat di seluruh kecamatan dengan luas kurang lebih 4.033 hektar tersebar di kecamatan Bulik dengan luas kurang lebih 703,82 hektar, kecamatan Bulik Timur dengan luas kurang lebih 555 hektar, kecamatan Menthobi Raya dengan luas kurang lebih 466 hektar, kecamatan Sematu Jaya dengan luas kurang lebih 386,14 hektar, kecamatan Lamandau dengan luas kurang lebih 455 hektar, kecamatan Belantikan Raya dengan luas kurang lebih 529 hektar, kecamatan Delang dengan luas kurang lebih 516 hektar, kecamatan Batang Kawa dengan luas kurang lebih 422 hektar.

Paragraf 5

Kawasan Peruntukan Perikanan Pasal 31

Kawasan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf e, terdapat di seluruh kecamatan dengan luas kurang lebih 166,02 hektar tersebar di kecamatan Bulik dengan luas kurang lebih 70,78 hektar, kecamatan Bulik Timur dengan luas kurang lebih 8,95 hektar, kecamatan Menthobi Raya dengan luas kurang lebih 16,95 hektar, kecamatan Sematu Jaya dengan luas kurang lebih 20,06 hektar, kecamatan Lamandau dengan luas kurang lebih 11,66 hektar, kecamatan Belantikan Raya dengan luas kurang lebih 15,24 hektar, kecamatan Delang dengan luas kurang lebih 12,42 hektar, kecamatan Batang Kawa dengan luas kurang lebih 9,96 hektar.

Paragraf 6

Kawasan Peruntukan Pertambangan Pasal 32

Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf f, meliputi :

(21)

a. Mineral Logam, terdiri dari:

1. bijih besi tersebar di Kecamatan Bulik, Kecamatan Belantikan Raya, Kecamatan Bulik Timur, Kecamatan Sematu Jaya, Kecamatan Menthobi Raya dan Kecamatan Lamandau;

2. bauksit tersebar di Kecamatan Menthobi Raya, Kecamatan Bulik, Kecamatan Sematu Jaya, Kecamatan Delang dan Kecamatan Bulik Timur;

3. galena tersebar di Kecamatan Belantikan Raya dan Kecamatan Batang Kawa; dan

4. zinc tersebar di Kecamatan Batang Kawa dan Kecamatan Belantikan Raya.

b. Mineral non logam yaitu pasir kwarsa tersebar di Kecamatan Lamandau.

c. Batuan khusus, terdiri dari:

1. granit tersebar di kecamatan Batang Kawa dan Kecamatan Belantikan Raya;

2. andesit tersebar di Kecamatan Belantikan raya, Kecamatan Sematu Jaya, Kecamatan Bulik Timur, Kecamatan Batang Kawa, Kecamatan Delang dan Kecamatan Lamandau; dan

3. pasir tersebar secara parsial di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Lamandau.

d. Khusus untuk pertambangan rakyat, terdiri dari:

1. emas tersebar di Desa Karang Mas, Desa Kina, Desa Mengkalang, Desa Karang Besi, Desa Sungai Buluh dan Desa Tanjung Beringin; dan

2. ametis (batu mulia) tersebar di Desa Nanga Pelikodan dan di Desa Penopa.

Paragraf 7

Kawasan Peruntukan Industri Pasal 33

Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf g, meliputi:

a. Industri menengah dan besar di Kelurahan Nanga Bulik dan desa Kujan kecamatan Bulik dengan luas kurang lebih 230 hektar; dan

b. Industri mikro dan kecil dapat berada di luar kawasan peruntukan industri sepanjang tidak bertentangan sifat dominasi kawasan. Industri mikro dan kecil merupakan industri yang tidak menimbulkan pencemaran lingkungan akan diatur tersendiri dalam Peraturan Daerah.

Paragraf 8

Kawasan Peruntukan Pariwisata Pasal 34

(1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf h, meliputi:

a. wisata alam; dan b. wisata budaya.

(2) Kawasan peruntukan wisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

(22)

huruf a, antara lain:

a. Kawasan Pegunungan tersebar di kecamatan Delang, kecamatan Belantikan Raya, kecamatan menthobi Raya, kecamatan Lamandau;

b. Kawasan Sungai tersebar di kecamatan Lamandau, kecamatan Delang, kecamatan Batang Kawa, kecamatan Belantikan Raya, kecamatan Bulik Timur, kecamatan Bulik; dan

c. Wisata flora dan fauna di Sopaan Pangaraman Kahingai dan Bahu Burung serta Sopanan Penggaraman hulu ginih, Wisata Pancing di Danau Sematu.

(3) Kawasan peruntukan wisata budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, antara lain Rumah Betang di kecamatan Delang dan kecamatan Lamandau.

Paragraf 9

Kawasan Peruntukan Permukiman Pasal 35

(1) Kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf i, terdiri atas:

a. kawasan peruntukan permukiman perkotaan; dan b. kawasan peruntukan permukiman perdesaan.

(2) Kawasan peruntukan permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, berada di Nanga Bulik dan sekitarnya dengan luas kurang lebih 21.031 hektar.

(3) Kawasan peruntukan permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, berada tersebar disetiap kecamatan dengan luas kurang lebih 277.852 hektar.

Paragraf 10

Kawasan Peruntukan Pertahanan dan Keamanan Pasal 36

Kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf j, meliputi :

a. Kodim, terdapat di ibukota Kabupaten Lamandau yaitu Nanga Bulik;

b. Koramil, terdapat di tiap kecamatan di Kabupaten Lamandau; dan

c. Lapangan Hely sebagai Pertahanan Pangkal Perlawanan di Desa Penyombaan Kecamatan Delang.

BAB V

P E N E T A P A N K A W A S A N S T R A T E G I S Pasal 37

(1) kawasan strategis yang terdapat di wilayah kabupaten terdiri atas : a. kawasan strategis provinsi (KSP); dan

b. kawasan strategis kabupaten (KSK).

(2) kawasan Strategis Provinsi (KSP) yang ada di kabupaten sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, meliputi :

a. kawasan strategis provinsi dari sudut kepentingan pertumbuhan

(23)

ekonomi terdiri atas:

1) Kawasan pengembangan pertanian berupa kawasan peternakan di Kabupaten Lamandau; dan

2) Kawasan perkebunan (kelapa sawit, kelapa, karet, lada dan kakao) di Kabupaten Lamandau.

b. kawasan strategis provinsi dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi yaitu kawasan berpotensi pengembangan sumber daya energi di Kabupaten Lamandau.

(3) Penetapan kawasan strategis kabupaten sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, meliputi :

a. kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan ekonomi;

b. kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan sosial budaya;

c. kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi; dan

d. kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.

(4) Kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, meliputi:

(1) Kecamatan Bulik dengan potensi kawasan adalah pertanian sub sektor perkebunan, yaitu kelapa sawit;

(2) Kecamatan Sematu jaya, Kecamatan Lamandau, dan Kecamatan Menthobi Raya didukung oleh lahan yang dapat dikembangkan sebagai perkebunan besar maupun perkebunan rakyat dengan pusat kegiatan di Sematu jaya;

(3) Kawasan peternakan, meliputi semua Kecamatan, terbanyak di Kecamatan Bulik;

(4) Kawasan perkebunan, meliputi semua Kecamatan, terbesar di Kecamatan Delang, Kecamatan Lamandau, Kecamatan Bulik dan Kecamatan Sematu Jaya;

(5) Kawasan pertanian tanaman pangan dan hortikultura adalah lahan sawah dan pertanian lahan kering meliputi semua kecamatan di Kabupaten Lamandau, terbesar di Kecamatan Delang, Kecamatan Lamandau, Kecamatan Batang Kawa dan Kecamatan Belantikan Raya; dan

(6) Kecamatan Bulik sebagai kawasan andalan untuk pertambangan, logam, dan galian C dan kerajinan dengan pusat kegiatan di Nanga Bulik.

(5) Kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan sosial budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, yang meliputi pengembangan kawasan strategis sosial budaya di Kabupaten Lamandau diarahkan pada pembangunan pariwisata, yaitu :

a. Obyek wisata alam yang meliputi, taman wisata alam dan sungai tersebar di Kecamatan Delang, Kecamatan Batang Kawa, Kecamatan Bulik Timur, Kecamatan Lamandau, Kecamatan Belantikan Raya dan Kecamatan Menthobi Raya;

b. Obyek wisata budaya yang meliputi pengelolaan peninggalan sejarah, museum, pusat-pusat kesenian budaya, taman rekreasi, tempat hiburan, festival budaya, bentuk fisik perkampungan tradisional, upacara adat dan kehidupan masyarakat tradisional tersebar di

(24)

Kecamatan Delang, Kecamatan Batang Kawa, Kecamatan Lamandau, Kecamatan Belantikan Raya dan Kecamatan Bulik Timur; dan

c. Obyek wisata minat khusus, yang meliputi wisata buru, wisata agro, wisata tirta, wisata petualangan alam, pusat industri, pusat budaya, religius dan pusat kerajinan tersebar di seluruh kecamatan.

(6) Kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c, diarahkan pada upaya pengembangan pertambangan dengan memanfaatkan teknologi untuk mengoptimalkan hasil pengelolaan. Kegiatan pertambangan di Kabupaten Lamandau berkembang di Kecamatan Bulik dan Kecamatan Belantikan Raya, dan kawasan berpotensi pengembangan sumber daya energi di Kecamatan Delang.

(7) Kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d, diarahkan pada upaya revitalisasi kawasan dan pengembangan kawasan yang ada di setiap kecamatan di Kabupaten Lamandau terutama di Kecamatan Belantikan Raya dan Kecamatan Delang. Wilayah tersebut memiliki bagian wilayah yang merupakan fungsi peruntukan lahan sebagai kawasan lindung, selain itu kawasan tersebut berkembang sesuai potensi sektoralnya sehingga fungsi penyelamatan lingkungan hidup harus dilakukan.

(8) Rencana tata ruang untuk kawasan strategis kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Daerah dalam bentuk Rencana Rinci Tata Ruang.

(9) Kawasan strategis kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1), digambarkan dalam peta kawasan strategis kabupaten dengan tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum pada Lampiran III yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

BAB VI

A R A H A N P E M A N F A A T A N R U A N G W I L A Y A H Bagian Kesatu

Umum Pasal 38

(1) Pemanfaatan ruang wilayah kabupaten berpedoman pada rencana struktur ruang dan pola ruang.

(2) Pemanfaatan ruang wilayah kabupaten dilaksanakan melalui penyusunan dan pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta perkiraan pendanaannya.

(3) Perkiraan pendanaan program pemaanfaatan ruang disusun sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Pasal 39

(1) Program pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2), disusun berdasarkan indikasi program utama lima tahunan yang

(25)

ditetapkan dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

(2) Pendanaan program pemanfaatan ruang bersumber dari anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, investasi swasta dan kerja sama pendanaan.

(3) Kerjasama pendanaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.

Pasal 40

Arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten memuat:

a. arahan perwujudan rencana struktur ruang;

b. arahan perwujudan rencana pola ruang; dan

c. arahan perwujudan rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten.

Bagian Kedua

Arahan Perwujudan Rencana Struktur Ruang Pasal 41

(1) Arahan pemanfaatan rencana struktur ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf a, meliputi:

a. perwujudan pusat kegiatan berupa sistem perkotaan yang meliputi PKL, PPK, PPL;

b. perwujudan sistem prasarana transportasi;

c. peningkatan sistem prasarana jaringan energi;

d. peningkatan sistem prasarana telekomunikasi;

e. peningkatan sistem jaringan prasarana sumberdaya air; dan f. peningkatan sistem jaringan prasarana lingkungan.

(2) Perwujudan pusat kegiatan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a, meliputi:

a. peningkatan fungsi PKL Nanga Bulik;

b. peningkatan fungsi PPK Purwareja;

c. peningkatan fungsi PPK Tapin Bini;

d. peningkatan fungsi PPK Kudangan;

e. peningkatan fungsi PPL Malata;

f. peningkatan fungsi PPL Merambang;

g. peningkatan fungsi PPL Bayat; dan h. peningkatan fungsi PPL Kinipan.

(3) Perwujudan sistem prasarana transportasi sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b, meliputi:

a. peningkatan dan pembangunan jalan;

b. peningkatan terminal tipe C;

c. pembangunan terminal tipe A;

d. pembangunan sub terminal agribisnis;

e. pembangunan jalan strategis kabupaten;

f. peningkatan dermaga; dan g. pembangunan bandar udara.

(4) Perwujudan sistem prasarana jaringan energi sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c, meliputi:

a. perluasan layanan listrik;

(26)

b. Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air;

c. Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya;

d. Pembangunan Jaringan Transmisi Tegangan Menengah 150 KV; dan e. Pembangunan Gardu Induk.

(5) Perwujudan sistem prasarana telekomunikasi sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf d, meliputi:

a. fasilitasi pengembangan usaha pelayanan telekomunikasi operator swasta/BUMN;

b. penataan dan efisiensi penempatan BTS;

c. pembangunan sistem serat optik;

d. pembangunan sistem mikro digital; dan e. pembangunan sistem satelit.

(6) Perwujudan sistem jaringan prasarana sumberdaya air sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf e, meliputi:

a. penataan kawasan resapan air;

b. peningkatan jaringan sumber air baku; dan c. peningkatan daerah irigasi.

(7) Peningkatan sistem jaringan prasarana lingkungan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf f, dilaksanakan melalui pembangunan instalasi pengolahan air limbah secara terpadu.

Bagian Ketiga

Arahan Perwujudan Rencana Pola Ruang Pasal 42

Arahan pemanfaatan rencana pola ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf b, meliputi:

a. perwujudan kawasan lindung; dan b. perwujudan kawasan budidaya.

Pasal 43

Perwujudan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf a, meliputi:

a. perwujudan kawasan hutan lindung meliputi:

1. reboisasi pada lahan-lahan kritis melalui kerjasama dengan berbagai lembaga peduli hutan, lintas instansi pemerintah dan masyarakat setempat;

2. pengelolaan hutan lindung;

3. penguatan manajemen kawasan dan pemantapan blok lindung pada kawasan HL untuk mendukung kawasan konservasi di atasnya;

4. penegakan hukum bagi ilegal logging dengan penanganan (preventif, persuasif, dan represif) secara berkelanjutan;

5. kegiatan rehabilitasi kawasan hutan; dan 6. pemasangan tanda batas kawasan.

b. perwujudan kawasan yang memberikan perlindungan terhadap bawahannya meliputi:

1. reboisasi pada kawasan;

2. pemasangan tanda batas kawasan resapan air; dan

(27)

3. penanaman tanaman keras yang mempunyai daya serap air yang tinggi.

c. perwujudan kawasan perlindungan setempat meliputi:

1. pembuatan tanda batas sempadan sungai;

2. penyuluhan pada masyarakat agar tidak melakukan penetrasi ke kawasan sempadan;

3. penanaman tanaman keras yang berfungsi lindung;

4. penertiban bangunan-bangunan yang mengancam kelestarian lingkungan disekitar sempadan sungai;

5. menjaga sempadan sungai untuk melindungi wilayah sungai dari bahaya longsor dan rawan banjir; dan

6. penataan kawasan sempadan sungai.

d. perwujudan kawasan rawan bencana meliputi:

1. rehabilitasi dan reboisasi kawasan sempadan sungai guna menahan erosi dan tanah longsor;

2. pengendalian daerah rawan banjir;

3. penataan kawasan resapan air guna menanggulangi kawasan rawan banjir; dan

4. sosialisasi daerah kawasan rawan bencana.

Pasal 44

Perwujudan kawasan budidaya darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf b, meliputi:

a. perwujudan kawasan hutan produksi meliputi:

1. perwujudan kawasan hutan produksi terbatas;

2. perwujudan kawasan hutan produksi tetap; dan 3. perwujudan kawasan hutan produksi konversi.

b. perwujudan kawasan pertanian meliputi:

1. perwujudan kawasan pertanian tanaman pangan;

2. perwujudan kawasan pertanian lahan kering dan hortikultura;

3. perwujudan kawasan peternakan; dan 4. perwujudan kawasan perkebunan.

c. perwujudan pengembangan kawasan pertambangan meliputi:

1. peningkatan pengelolaan dan pengembangan, serta pembinaan dan pengawasan bidang pertambangan dan energi;

2. inventarisasi sumberdaya mineral, pembinaan dan pengawasan bidang pertambangan dan bahan galian serta air bawah tanah yang berpotensi untuk dieksploitasi dalam skala ekonomi;

3. melakukan kajian daya dukung lingkungan untuk eksploitasi bahan tambang dan galian; dan

4. melakukan promosi untuk menarik investasi pengembangan bidang pertambangan dan energi.

d. perwujudan kawasan industri meliputi:

1. pembuatan masterplan kawasan industri;

2. pembuatan masterplan kawasan agribisnis; dan 3. pembangunan pusat agribisnis.

e. perwujudan kawasan pariwisata meliputi:

1. pembuatan masterplan kawasan pariwisata;

2. pengembangan kawasan wisata terpadu;

3. melengkapi kawasan wisata terpadu dengan fasilitas penunjang wisata;

4. melakukan promosi kawasan wisata terpadu melalui berbagai media,

(28)

dan melaksanakan berbagai kegiatan promosi;

5. melakukan kerjasama dengan berbagai biro perjalanan dalam upaya pemasaran yang progresif;

6. pengembangaan potensi sumberdaya alam sebagai objek-objek wisata dalam satu kesatuan sistem pengelolaan yang terpadu;

7. inventarisasi sumberdaya alam yang berpotensi sebagai objek wisata;

8. membentuk pusat informasi pariwisata terpadu dan sistem informas manajemen promosi pariwisata daerah; dan

9. peningkatan promosi dan investasi kepariwisataan.

f. perwujudan kawasan permukiman meliputi:

1. pemetakan zona permukiman yang telah ada dan kawasan siap bangun;

2. identifikasi kelengkapan dan cakupan layanan fasilitas serta utlitas utama pada masing-masing blok dan perkiraan kebutuhan untuk masa depan;

3. identifikasi lokasi kelompok permukiman perkotaan yang berada pada kawasan lindung dan melakukan relokasi;

4. pencadangan kawasan permukiman baru;

5. pengadaan perumahan melalui subsidi kredit kepemilikan rumahsangat sederhana;

6. identifikasi kebutuhan perumahan dan penyediaan perumahan perdesaan melalui bantuan pemerintah dan pembangunan perumahan swadaya; dan

7. identifikasi kelompok permukiman perdesaan yang berada pada kawasan lindung dan melakukan relokasi.

Bagian Keempat

Arahan Perwujudan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten Pasal 45

Arahan perwujudan rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf c, meliputi:

a. Penetapan batas kawasan strategis;

b. Pembuatan masterplan kawasan strategis;

c. Pembangunan infrastruktur pendukung kawasan strategis; dan d. Pembangunan sarana dan prasarana kawasan strategis.

BAB VII

KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Bagian Kesatu

Umum Pasal 46

(1) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten.

(2) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas:

a. ketentuan umum peraturan zonasi;

b. ketentuan perizinan;

c. ketentuan pemberian insentif dan disinsentif; dan d. arahan sanksi.

(29)

Bagian Kedua

Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Paragraf 1

Umum Pasal 47

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (2) huruf a, digunakan sebagai pedoman bagi Pemerintah Daerah dalam penyusunan peraturan zonasi.

(2) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas:

a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung;

b. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya;

c. ketentuan umum peraturan zonasi untuk pemanfaatan ruang disepanjang/sekitar jaringan prasarana nasional dan provinsi; dan

d. ketentuan umum peraturan zonasi sekitar kawasan pertahanan.

(3) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, terdiri atas:

a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan hutan lindung;

b. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya;

c. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan perlindungan setempat; dan

d. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan rawan bencana.

(4) Ketentuan umum peraturan zonasi budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, yaitu ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya darat.

(5) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk pemanfaatan ruang di sepanjang/sekitar jaringan prasarana nasional dan provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, terdiri atas :

a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk pemanfaatan ruang disepanjang jaringan transportasi;

b. ketentuan umum peraturan zonasi untuk pemanfaatan ruang di sepanjang jaringan prasarana energi;

c. ketentuan umum peraturan zonasi untuk pemanfaatan ruang di sekitar prasarana telekomunikasi;

d. ketentuan umum peraturan zonasi untuk pemanfaatan ruang di sepanjang jaringan sumber daya air; dan

e. ketentuan umum peraturan zonasi untuk pemanfaatan ruang di sepanjang/sekitar prasarana lingkungan.

Paragraf 2

Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Kawasan Lindung Pasal 48

Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (3) huruf a, ditetapkan sebagai berikut:

a. kegiatan pemanfaatan ruang yang diperbolehkan meliputi:

(30)

1. kegiatan yang bersifat komplementer terhadap fungsi hutan lindung sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan; dan 2. kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan.

b. kegiatan pemanfaatan ruang yang diperbolehkan bersyarat mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan meliputi:

1. pembangunan prasarana transportasi yang melintasi hutan lindung;

dan

2. kegiatan penambangan.

c. kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak diperbolehkan meliputi:

1. membangun kawasan permukiman;

2. melakukan kegiatan pertanian yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

3. kegiatan yang berpotensi mengurangi luas kawasan h

Referensi

Dokumen terkait

Karena itu perlu dikembangkan konsep pembangunan antar wilayah yang berimbang melalui pengembangan pusat-pusat pertumbuhan baru di luar Jawa sebagai simpul

(4) Untuk operasionalisasi Kawasan Perkotaan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), Kawasan Perkotaan Pusat Kegiatan Lokal (PKL), dan Pusat Pelayanan Kawasan (PPK)

Ruang lingkup Peraturan Daerah tentang Rencana Induk Pengembangan Kebudayaan Pariwisata Daerah Kabupaten Banjar, meliputi pembangunan kebudayaan dan kepariwisataan di

bahwa dalam rangka mendorong percepatan pengembangan kawasan yang berpotensi sebagai pusat pertumbuhan wilayah, mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah dan

Sebagai ilustrasi keterpaduan pengembangan infrastruktur wilayah bidang Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang dilaksanakan serempak pada wilayah pengembangan

mengembangkan kawasan permukiman diarahkan untuk mendukung pengembangan pusat-pusat kegiatan dan pusat pelayanan yang tersebar sebagaimana Rencana Struktur Ruang

Kawasan perkebunan atau kawasan pengembangan perkebunan adalah wilayah pembangunan perkebunan sebagai pusat pertumbuhan dan pengembangan dan usaha agribisnis perkebunan

D alam mewujudkan keterpaduan pembangunan infrastruktur PUPR yang berbasis pada pengembangan wilayah, Kementerian PUPR melalui Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah