• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM Diajukan sebagai persyaratan mengikuti Latihan Khusus Kohati (LKK)

N/A
N/A
Mutiara Marni

Academic year: 2024

Membagikan "PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM Diajukan sebagai persyaratan mengikuti Latihan Khusus Kohati (LKK) "

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Diajukan sebagai persyaratan mengikuti Latihan Khusus Kohati (LKK) HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM

Cabang Jakarta Raya

Disusun oleh:

Nadia Salsabila

HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM CABANG BANDA ACEH

TAHUN 2023

(2)

PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM

WOMEN IN ISLAMIC PERSPECTIVE

Nadia Salsabila Himpunan Mahasiswa Islam

Cabang Banda Aceh - 2023 e-mail : Nadiasalsab103@gmail.com

Abstrak

Artikel ini bertujuan untuk membahas tentang kedudukan wanita dalam Islam dan menyelidiki apakah Islam telah berkontribusi pada penindasan perempuan atau tidak selama ini. Terungkap dalam artikel ini bahwa Islam tidak pernah mengajarkan manusia memperlakukan laki-laki dan perempuan secara diskriminatif. Sejak awal penciptaan, wanita menempati kedudukan yang setara dengan laki-laki, ketika Allah memerintahkan sesuatu untuk laki-laki, hal itu juga berlaku bagi perempuan. Sebaliknya ketika Allah memerintahkan sesuatu pada wanita, maka itu juga berlaku pada pria. Peran dari perempuan dalam Islam dipandang bias, memang benar jika dianggap perempuan perindividu, bukan sebagai mekanisme rasional yang harus ditempuh. Jika kita ingin menciptakan struktur keluarga yang kuat dimana hubungan antara laki-laki dan perempuan saling mendukung dalam rangka mencapai keluarga yang harmonis dan bahagia serta usaha untuk mengaturnya hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat dalam rangka terwujudnya masyarakat yang berakhlak mulia dan bangsa yang unggul. Sebaliknya, Islam menempatkan wanita dalam posisi yang sangat posisi mulia. Banyak sekali ayat dan hadits yang menunjukkan pengertian tersebut. Itu distorsi yang berlaku dari banyak ayat dan hadits yang mengarah ke diskriminasi terhadap wanita sebagian besar disebabkan oleh pemahaman literal dan pengabaian latar belakang sejarah atau konteks wahyu teks suci ajaran Islam oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk memperbaiki interpretasi yang salah.

Kata Kunci : Perempuan, Perspektif, Islam.

Abstract

This article aims to discuss the position of women in Islam and investigate whether Islam has contributed to the oppression of women or not so far. It is revealed in this article that Islam has never taught humans to treat men and women discriminatively. Since the beginning of creation, women occupy an equal position with men, when God commands something for men, it also applies to women. On the other hand, when Allah commands something for women, it also applies to men. The role of women in Islam is seen as biased. It is true that women are considered as individuals, not as a rational mechanism that must be followed. If we want to create a strong family structure where the relationship between men and women support each other in order to achieve a harmonious and happy family and efforts to regulate the relationship between men and women in society in order to create a society with noble character and a superior nation . In contrast, Islam places women in a very noble position. Lots of verses and hadiths that show this understanding. The prevailing distortions of many verses and hadiths that lead to discrimination against women are largely caused by literal understanding and neglect of the historical background or context of the revelation of the holy texts of Islamic teachings.

Keywords: Women, Perspective, Islam.

PENDAHULUAN

Perempuan pada saat ini berperan besar, baik sebagai pribadi, istri, ibu, serta warga negara yang berkewajiban mendidik generasi penerus. Perempuan Indonesia juga harus dapat mengambil bagian dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Hal lain yang harus menjadi fokus kepedulian segenap kaum perempuan adalah tentang kondisi alam Indonesia yang mulai rusak dan tandus dan menjadi penyebab gejala pemanasan global.

(3)

Harapan kedepan, mulai saat ini seluruh perempuan Indonesia bisa menjadi agen-agen penghijauan alam di lingkungannya masing-masing dan ikut melestarikan alam Indonesia sebagai warisan anak cucu generasi penerus bangsa. Perdebatan gender secara klasik disebabkan oleh rasa ambivalensi perempuan itu sendiri. Contoh saja ada asumsi bahwa perempuan berhak diperlakukan sama dengan laki-laki tetapi disisi lain ada juga dari aktivis perempuan menuntut bahwa perempuan perlu diperlakukan yang berbeda dengan laki-laki inilah awal dari perdebatan-perdebatan yang sebenarnya timbul dari asumsi para perempuan itu sendiri yang melihat pada sektor samping saja (sektor samping maksudnya perempuan hanya didiskriminasi, ditindas dan diperlakukan tidak adil). Padahal perempuan dalam realitanya berkedudukan yang setara dengan laki-laki. Disinilah letak perdebatan mulai terjadi dan masalah tersebut secara tidak langsung menjustifikasi bahwa perempuan dan laki- laki memang perlu diperlakukan berbeda. Dan perlakuan yang berbeda disini bukanlah dimaksudkan untuk membatasi ruang gerak perempuan karena sekarang bukan jamannya asumsi tradisonal melainkan sudah memasuki pada asumsi modern yang memberikan kesempatan yang sama kepada perempuan dalam mengakses pendidikan. Contoh nyata sekarang lebih banyak tenaga pendidik perempuan dalam pendidikan formal (sekolah) dan terbukti bahwa perempuan memang lebih unggul dalam ranah ini. Dengan bukti dalam sejarah mayoritas kasus “pelecehan seksual” adalah laki-laki. Dan yang melibatkan perempuan atau perempuan terkait dengan kasus “Pelecehan Seksual” sangat sedikit dan rata- rata peristiwa tersebut terjadi di dalam sektor pendidikan. Berdasarkan latar belakang di atas maka di atas maka yang menjadi rumusan masalah dalam jurnal ini yaitu bagaimana kedudukan perempuan dalam perspektif islam.

PEMBAHASAN

1. Pengertian Perempuan

Pengertian Perempuan sendiri secara etimologis berasal dari kata empu yang berarti “tuan”, orang yang mahir atau berkuasa, kepala, hulu, yang paling besar. Namun dalam bukunya Zaitunah Subhan perempuan berasal dari kata empu yang artinya dihargai. Lebih lanjut Zaitunah menjelaskan pergeseran istilah dari wanita ke perempuan.

Kata wanita dianggap berasal dari bahasa Sanskerta, dengan dasar kata Wan yang berarti nafsu, sehingga kata wanita mempunyai arti yang dinafsuai atau merupakan objek seks.

Secara simbolik mengubah penggunaan kata wanita ke perempuan adalah megubah objek jadi subjek. Tetapi dalam bahasa Inggris wan ditulis dengan kata want, atau men dalam bahasa Belanda, wun dan schen dalam bahasa Jerman. Kata tersebut

(4)

mempunyai arti like, wish, desire, aim. kata want dalam bahasa Inggris bentuk lampaunya wanted. Jadi, wanita adalah who is being wanted (seseorang yang dibutuhkan) yaitu seseorang yang diingini. Sementara itu feminisme perempuan mengatakan, bahwa perempuan merupakan istilah untuk konstruksi sosial yang identitasnya ditetapkan dan dikonstruksi melalui penggambaran. Dari sini dapat dipahami bahwa kata perempuan pada dasarnya merupakan istilah untuk menyatakan kelompok atau jenis dan membedakan dengan jenis lainnya.

Para ilmuan seperti Plato, mengatakan bahwa perempuan ditinjau dari segi kekuatan fisik maupun spiritual, mental perempuan lebih lemah dari laki‑laki, tetapi perbedaan tersebut tidak menyebabkan adanya perbedaan dalam bakatnya. Sedangkan gambaran tentang perempuan menurut pandangan yang didasarkan pada kajian medis, psikologis, dan sosial, terbagi atas dua faktor, yaitu faktor fisik dan psikis.

Sementara Kartini Kartono mengatakan, bahwa perbedaan fisiologis yang alami sejak lahir pada umumnya kemudian diperkuat oleh struktur kebudayaan yang ada, khususnya oleh adat istiadat, sistem sosial‑ekonomi dan pengaruh-pengaruh pendidikan.

Pengaruh kultural dan pedagogjs tersebut diarahkan pada perkembangan pribadi perempuan menurut satu pola hidup dan satu ide tertentu. Perkembangan tadi sebagian disesuaikan dengan bakat dan kemampuan perempuan, dan sebagian lagi disesuaikan dengan pendapat‑pendapat umum atas tradisi menurut kriteria‑kriteria, feminis tertentu.

Seorang tokoh feminis, Mansour Fakih mengatakan bahwa manusia baik laki‑ laki dan perempuan diciptakan mempunyai ciri biologis (kodrati) tertentu. Manusia jenis laki‑laki adalah manusia yang memiliki penis, memiliki jakala (Jawa: kala menjing) dan memproduksi sperma. Sedangkan perempuan memiliki alat reproduksi seperti, rahim dan saluran untuk melahirkan, memproduksi telur, memiliki vagina, dan mempunyai alat menyusui (payudara). Alat‑alat tersebut secara biologis melekat pada manusia jenis laki‑

laki dan perempuan selamanya dan tidak bisa ditukar.

Secara mendasar, Hak Asasi Manusia meliputi, hak untuk hidup, hak untuk merdeka, hak untuk memiliki sesuatu, serta hak untuk mengenyam pendidikan. Ketiga hak tersebut merupakan kodrat manusia. Siapapun tidak boleh mengganggu dan harus dilindungi. Dalam ajaran Islam, seluruh umat manusia adalah makhluk Tuhan yang satu, memiliki derajat yang sama, apapun latar belakang kulturnya, dan karena itu memiliki penghargaan yang sama dari Tuhan yang harus dihormati dan dimuliakan. Maka, diskriminasi yang berlandaskan pada perbedaan jenis kelamin, warna kulit, kelas, ras,

(5)

teritorial, suku, agama dan sebagainya tidak memiliki dasar pijakan sama sekali dalam ajaran Tauhid. Hanya tingkat ketaqwaan kepada Allah yang menjadi ukuran perbedaan kelak dihari pembalasan.

2. Kedudukan Perempuan Dalam Perspektif Islam

Pada zaman Jahiliyah perempuan tak berarti apa-apa, dia hanyalah sampah yang tak ada gunanya, yang merupakan pelampiasan nafsu arab jahiliyah pada waktu itu, perempuan tidak memiliki hak otonom terhadap dirinya sendiri. Hak-haknya dirampas, Mereka diperjualbelikan layaknya budak belian, perempuan dilarang mempelajari ilmu- ilmu atau membaca kita-kitab suci, karena mereka tidak memiliki kewenangan dan kelayakan disana. Tidak berhak berpendapat dalam hal apapun, sekalipun dalam proses pernikahan dimana mereka dipaksa dan ditekan seakan-akan mereka tidak bernyawa layaknya seperti boneka.

Pada Kitab Hindu Brahman misalnya menganggap bahwa perempuan tidak memiliki wewenang (ahliyyah) penuh, dan laki-lakilah yang menjadi penguasa atas dirinya sepanjang zaman. Dengan demikian perempuan menurut kitab tersebut tidak memiliki sedikitpun kewenangan (ahliyyah) dan kehendak yang memperkenalkannya melakukan hal-hal dan tindakan-tindakan yang dijamin hukum. Dan Yunani kuno yang sempat menjadi negeri pusat pemikiran dan peradaban, serta tempat lahirnya tokoh-tokoh besar ilmu dan filsafat. Salah satu dari mereka yaitu Aristoteles pernah mengatakan bahwa posisi perempuan dihadapan laki-laki menyerupai posisi hamba dihadapan tuan, pekerja dihadapan ilmuwan. Dan orang barbar dihadapan orang Yunani, bahwa derajat laki-laki jauh lebih unggul diatas perempuan.

Sehingga bisa kita tarik kesimpulan umum mengenai kedudukan perempuan pada era Pra-Islam bahwa perempuan dianggap sebagai subordinat laki-laki, sebagai benda warisan tapi tidak memegang hak waris, perempuan senantiasa di bawah kekuasaan dan wewenang penuh laki-laki, tidak memiliki kemerdekaan maupun kehendak, dan yang terakhir yaitu perempuan dikubur dalam keadaan hidup. Dan kita tarik lagi kesimpulan yang lebih sederhana bahwa kedudukan perempuan pra-Islam sangatlah menyedihkan tidak ada sedikitpun keadilan yang berpihak sedikit pun pada perempuan. Dan akhirnya Islam datang mengangkat derajat mereka yang merupakan syaqaiq arrijal.

Kata almar’ah memang indah kedengarannya, tapi di balik kalimat tersebut ada hal yang perlu dijaga. Syariat sudah menjelaskan bahwa perempuan adalah tulang punggung, jika ia baik maka baiklah semuanya. Dengan hal itu laki-lakilah sebagai qawamah bagi perempuan (baca surat surah An-Nisa ayat 34 ). Maka seyogyanya kaum

(6)

laki-lakilah yang menjadi pendidik pertama bagi perempuan. Baginda Rasulullah SAW selalu mengingatkan kepada ummatnya, bahwa perempuan perlu menjaga dirinya ya’ni iffah, mulai dari pakain, pergaulan, tutur kata, dan sebagainya. Dan kedudukan perempuan dimata Rasulullah merujuk pada Al-Quran, tanpa ada keraguan sedikitpun, mengajarkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan.

Menurut mereka, tidak pernah ada pertikaian mengenai hal ini. Laki-laki dan perempuan adalah setara. Namun kenyataannya yang ada, sangat berbeda dengan kondisi ideal yang disampaikan yang disampaikan Al-Quran dan Hadits tentang perempuan. Dan disini untuk memperjelas bagaimana kedudukan perempuan dalam perspektif Islam kita perlu mengkaji tentang Al-Qur’ân sendiri yang sebenarnya sangat banyak membahas perempuan. Perempuan dalam Al-Qur’ân diekspresikan dengan kata An-Nisa’, al- Zaujah, al-Umm, al-Bint, al-Untsâ, kata sifat yang disandarkan pada bentuk mu’annats dan berbagai kata ganti yang menunjuk jenis kelamin perempuan.

Dengan demikian, anggapan rendah terhadap perempuan yang didasarkan pada An-Nisâ’ ayat 1 adalah tidak tepat sama sekali. Diciptakannya perempuan dan laki-laki sama sekali tidak bisa dijadikan legitimasi lebih tingginya derajat kemanusiaan laki-laki atas perempuan, karena al-Qur’ân berkali-kali menegaskan persamaan laki-laki dan perempuan. Karena laki-laki berasal dari laki-laki dan perempuan, begitu juga perempuan berasal dari laki-laki dan perempuan. Kedua jenis kelamin ini sama-sama manusia, tak ada kelebihan satu sama lain dalam penilaian iman dan amalnya. Bahkan keduanya akan selalu saling membutuhkan, terutama dalam proses reproduksi untuk mempertahankan eksistensinya mereka. Atas dasar persamaan keduanya dalam kapasitasnya sebagai hamba Allâh SWT, yang mana disini kedudukan perempuan bisa disetarakan dengan laki-laki lihat.

Jelaslah, Al-Qur’ân ternyata sangat adil dalam memandang perempuan. Al- Qur’ân juga sangat bijak dalam menempatkan posisi perempuan sesuai tabiatnya dan sangat memanjakannya. Maka sangat tidak layak apabila masih ada perasaan iri antara satu sama lain. Allâh SAW berfirman bahwa surat al-Nisâ’ [4]: 32, “Dan janganlah kamu iri hari terhadap apa yang dikaruniakan Allâh kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian kamu lebih banyak dari sebagian mereka. (karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan dan bagi perempuan ada bagian dari apa yang mereka usahakan”.

Salah satu hak yang paling penting yang diberikan Islam kepada perempuan adalah hak pendidikan. Dan Tuhan menghendaki agar setiap orang yang beriman di didik

(7)

agama dengan baik, memiliki kebijaksanaan dan ilmu pengetahuan serta intelektualitas yang luas. Juga dijelaskan bahwa Islam mendorong adanya pendidikan bagi perempuan baik dalam wilayah agama maupun dalam wilayah sosial. Pendidikan perempuan dan pembelajaran budaya dihargai sebagai dimensi perkembangan sosial yang integral. Tidak ada prioritas bagi laki-laki di atas perempuan sehubungan dengan hak pendidikan. Laki- laki dan perempuan sama-sama didorong untuk memperoleh pendidikan.

Adapun beberapa tokoh perempuan dibidang pendidikan di Indonesi yakni Raden Ajeng Kartini, Raden Ajeng Dewi Sartika, Butet Manurung. yang sangat menjunjung tinggi harkat dan martabat kaum feminis yang ada di Indonesia. Dengan mereka melakukan berbagai cara untuk mencerdaskan kaum perempuan dijamannya. Melalui mendirikan sekolah, kesenian, dan aktivitas lainnya yang membangun para perempuan pada era tersebut. pada dasarnya konteks Pendidikan dan sosial perempuan di Indonesi sudah berkembang dan menghormati apa yang menjadi pendapat dan tindakan yang seharusnya dilakukan perempuan.

Peran dan status perempuan dalam hal pendidikan ini dapat terlihat melalui keterlibatan perempuan itu sendiri dalam ikatan kesatuan pada kelompok-kelompok sosial yang diikutinya dalam kehidupan masyarakat, antara lain dalam kehidupan rumah tangga, keluarga, pembangunan dan pendidikan. Perempuan pada masyarakat modern dewasa ini dituntut untuk berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan, karena status perempuan di Indonesia telah mencapai perkembangan yang cukup tinggi. Dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) misalnya mengungkap bahwa hampir 30% usulan untuk PNPM Perdesaan berasal dari inisiatif kaum perempuan.

Perempuan, dinilai mampu mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang tidak terpikirkan oleh laki-laki seperti misalnya kebutuhan di bidang kesehatan, pendidikan, simpan pinjam, air bersih atau jembatan penghubung ke desa lain. Selain itu, perempuan dinilai dapat bersikap lebih obyektif dalam menentukan prioritas kebutuhan.

3. Pandangan Islam Tentang perempuan

Islam sebagai agama rahmatan lil alamin membawa perubahan besar bagi perempuan. Sebelum islam datang perempuan seperti tidak ada harga nya sama sekali.

Perempuan seakan-akan hanya barang pemuas nafsu bagi laki-laki. Bahkan orang-orang jahiliyah tega mengubur bayi perempuan secara hidup-hidup karna dianggap aib bagi keluarga. Setelah islam datang segala bentuk kedzaliman pada perempuan telah di hapuskan dan islam mengembalikan kedudukannya, dan menjadikan mereka sebagai mitra lelaki yang berkedudukan sejajar dalam urusan pahala, siksa dan semua hak,

(8)

kecuali perkara yang memang di khusus kan untuk wanita. Kesempurnaan eksistensi manusia hanya terjadi pada perpaduan sinergis antara perempuan dan laki-laki dalam relasi yang harmonis namun, sering sekali kita jumpai pandangan-pandangan yang merendahan kaum perempuan misalnya seperti, seperti perempuan sumber segala dosa, perempuan tidak secerdik laki-laki, perempuan tidak dapat melewati tahap-tahap pencerahan spiritual seperti laki-laki, dan masih banyak lainnya.

Dalam al quran tidak ada satu ayat pun yang menjelaskan atau pun menunjukkan adanya penciptaan perempuan dari bahan yang lebih rendah daripada bahan untuk laki- laki, tidak ada ayat yang menjelaskan bahwa harkat, martabat dan derajat perempuan itu parasit dan lebih rendah daripada laki-laki, dan tidak ada yang menjelaskan perbedaan watak dan struktur fisiologis nya.

Untuk mensucikan Al-Quran dari tuduhan -tuduhan tersebut, sejumlah besar ayat mengatakan bahwa pahala kehidupan di akhirat dan kedekatan kepada Allah tidak di tentukan oleh jenis kelamin, tetapi oleh amal dan kadar ketaqwaan masing-masing individu. Sejarah islam pun mencatat beberapa nama perempuan yang istimewa dan unggul, hal ini membuktikan bahwa potensi untuk terjerumus kedalam lembah kejahatan dan terangkat nya derajat manusia di mata Allah tergantung kadar iman dan taqwa masing-masing individu, dan Allah telah memberikan potensi-potensi tersebut baik kepada perempuan dan laki-laki.

4. Peran Perempuan di Era Revolusi Industri 4.0

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa dampak pada peran perempuan yang semakin kompleks. Era Revolusi Industri 4.0 ditandai dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Pengaruh positif perkembangan teknologi informasi dan komunikasi terhadap segala aspek kehidupan manusia seperti mempermudah melakukan komunikasi dan mendapatkan informasi yang semakin luas, dapat mendorong pertumbuhan ekonomi serta dapat mengoptimalkan efisiensi tenaga kerja. Penguasaan teknologi informasi dan komunikasi memberikan peluang yang lebih luas untuk maju dan meningkatkan kualitas hidup. perempuan sebagai partner dalam pembangunan dewasa ini harus meningkatkan kemampuannya di segala aspek termasuk dalam penguasaan teknologi informasi dan komunikasi.

Pentingnya akses dan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi bagi perempuan karena perempuan memiliki peran yang sangat strategis, sebagai ibu rumah tangga dan sekaligus juga memiliki peran dalam masyarakat. Menyadari hal tersebut dalam meningkatkan kemampuan peran perempuan dalam pembangunan pemerintah

(9)

telah melaksanakan melalui pemberdayaan perempuan. Pengakuan terhadap kesetaraan antara perempuan dan laki-laki sudah menjadi issu global, namun kesenjangan akses dan penguasaan teknologi informasi dan komunikasi antara perempuan dan laki-laki masih cukup besar. Data dari International Telecommunication Union (ITU), menunjukan bahwa presentase pengguna teknologi informasi dan komunikasi kaum perempuan masih lebih rendah dari laki-laki.

Hafkinn dan Taggart (2001) faktor-faktor penghambat perempuan dinegara berkembang dalam penguasaan teknologi informasi dan komunikasi adalah pendidikan, keaksaraan, bahasa, waktu, biaya, norma sosial dan budaya. Hal ini berdampak pada tingkat partisipasi perempuan dalam pembangunan sangat kurang. Pandangan masyarakat yang masih memandang ranah kaum perempuan ada dalam keluarga, menjebak perempuan untuk tidak mengambil bagian pada pekerjaan diluar rumah.Tiap individu secara hakiki memiliki kemerdekaan dan kebebasan dan setara, mereka tidak boleh dibatasi oleh kondisi kelahiran (biologis) dan memiliki potensi yang tidak terbatas untuk berkembang.

Berdasarkan semangat kesetaraan dewasa ini minat kaum perempuan untuk memperoleh gelar terkait industri sains,teknologi,engineering,dan matematik cukup besar, terbukti dari banyaknya minat perempuan untuk bisa belajar dijurusan-jurusan teknologi dan sains. Hal ini merupakan perkembangan yang positif bagi kaum perempuan untuk mengambil posisi strategis dalam pembangunan bangsa. Pendidikan memberi pengaruh signifikan terhadap kesenjangan antara perempuan dan laki-laki, hal ini terbukti dari hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2016 menemukan venetrasi internet tertinggi ada pada kelompok mahasiswa 89,70% dan pelajar 69,70% Hal ini berarti bahwa pendidikan dapat mempersempit kesenjangan antara perempuan dan laki-laki. Pemerataan pendidikan sangat diperlukan bagi seluruh masyarakat termasuk perempuan. Wajib belajar yang dicanangkan oleh pemerintah memberi peluang bagi kaum perempuan untuk mampu memberdayaakan dirinya sehingga dapat mengambil peran yang setrategis dalam pembangunan bangsa.

Peran strategis perempuan dalam pembangunan bangsa tidak bisa dipandang sebelah mata.

Hubeis mengatakan, perempuan memegang peranan strategis yakni sebagai pekerja rumah tangga (mengatur rumah, membesarkan dan mengasuh anak), berperan sebagai pekerja transisi (bekerja dalam bidang usaha keluarga) dan sebagai pekerja diluar rumah tangga sebagai perempuan karier. Sesungguhnya perempuan memiliki potensi

(10)

luarbiasa yang dapat dimanfaatkan untuk kemajuan bangsa. Mendidik generasi penerus bangsa sebagai pemberi pendidik yang pertama dan utama bagianak-anaknya, sehingga perempuan perlu memiliki wawasan dan pengalaman yang luas dibidang teknologi informasi dan komunikasi agar dalam menjalankan perannya tersebut bisa secara optimal.

Hal ini akan berdampak pada lahirnya generasi penerus bangsa yang cerdasdan memiliki hati nurani. Perempuan diera digital tidak cukup berkiprah hanya sebagai ibu rumah tangga, tertapi dituntut juga harus mampu berkiprah dalam usaha keluarga maupun di dunia karier. Peran teknologi informasi dan komunikasi dalam menjalankan tugas dalam keluarga dapat memberi wawasan dalam mendidik dan mengatur rumah tangga secara modern, dapat sebagai sarana untuk mencari cara menyelesaikan persoal- persoalan dalam mendidik anak dan mengurus rumah tangga. Dalam bidang sosial peran teknologi informasi dan komunikasi bagi perempuan dapat dijadikan sarana penting dalam pemberdayaan ekonomi, yang saat ini kegiatan ekonomi bisa dilakukan secara online disamping itu juga dapat mendorong lebih banyak kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan.

KESIMPULAN

Ajaran Islam tidak pernah mengajarkan perlakuan diksriminatif antara perempuan dan laki-laki. Islam menempatkan perempuan pada posisi yang sangat mulia. Hal ini terbukti banyaknya teks-teks suci yang menggambarkan hal-hal tersebut. Di antara bukti Islam menghargai dan menghormati perempuan, dalam Al-Qur‟an secara khusus terdapat sebuah surat bernama Surat an-Nisa‟, wasiat terakhir Nabi Muhammad SAW adalah berkaitan dengan perlakuan yang baik terhadap perempuan, serta banyak kesempatan di dalam Al- Quran dan As-Sunnah yang memerinci penempatan mulia serta menjunjung martabat perempuan. Namun faktanya bersumber ajaran agama di kalangan masyarakat memandang rendah perempuan dan bahkan menindas mereka. Pemahaman yang sangat harfiah dan tanpa melihat latar belakang sejarah atau konteks turunnya teks-teks suci baik yang tercantum dalam Al-Quran maupun hadits tersebut adalah penyebab utama terjadinya distorsi tersebut.

Oleh karena itu perlu adanya upaya-upaya untuk meluruskan interpretasi yang salah terhadap ajaran agama Islam.

(11)

DAFTAR PUSTAKA A. Buku dan Jurnal

Dewi, K.,R. (2021), Peran wanita sebagai pendorong ekonomi dan keuangan syariah ditanah air. Jurnal kajian gender dan anak.Vol 5(1).

Gaib, H., & Dkk, (2017), Profil Perempuan Indonesia 2017, Jakarta: KP3A.

Rahmawati, D.Nu, & Lukitasari, (2017), Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2017.

Ni Wayan Suarmini, Siti Zahrok, Dyah Satya Yoga Agustin, Peluang dan tantangan peran perempuan di era revolusi industri 4.0, Jurnal Strategi Pembangunan Nasional Menghadapi Revolusi Industri 4.0

Wibowo, D. E. (2011), Peran Ganda Perempuan dan Kesetaraan Gender, Jakarta:

KP3A.

Widyastuti,(et.al), (2016). Literasi Digital Pada Perempuan Pelaku Usaha. Jurnal ASPIKOM.

Anisa Wira Setyati, (2016), Peran Perempuan Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga, Jurnal.

Forddanta, D.H, (2012) Peranan Wanita Dalam Menunjang Ekonomi Keluarga Miskin Diukur Dari Sisi Pendapatan.

Ratna Nurhandayani, (2014), Peran Istri Dalam Upaya Meningkatkan Perekonomian Rumah Tangga: Ditinjau Dari Ekonomi Islam, Jurnal.

Zaitunnah, Subhan, (2015), Al-Qur’an dan Perempuan Menuju Kesetaraan Gender dalam Penafsiran, Jakarta: Kencana.

Referensi

Dokumen terkait

Artikel ini mengkaji bagaimana kedudukan dan peran perempuan Minangkabau berdasarkan adatnya dan Islam dalam hal: 1) waris; 2) pengambil keputusan dalam keluarga;

Peran modal sosial dikalangan perempuan pekerja dalam penguatan manajemen UIK Kacang Hai Jessivar terlihat dalam hal (1) tanggung jawab pekerja pada kegiatan produksi kacang

Hasil penelitian yang dilakukan penulis adalah peran perempuan dalam proses pembentukan qanun hanya sebagai anggota yang mengusulkan, member pendapat dan kritikan, jarang

Contoh nyata dalam praktek kehidupan masyarakat di Cina kuno berkaitan dengan pembagian peran tersebut misalnya terlihat dalam bidang pendidikan yang menunjukkan hak perempuan

Ketiga tokoh ini dihadirkan sebagai sosok perempuan yang memiliki peranan dalam perspektif sosial, terutama yang berkaitan dengan pendidikan.. Kenanga dihadirkan

Para feminis tidak menerima bahwa sifat, peran, dan fungsi sosial yang selama ini dimainkan oleh laki-laki dan perempuan dimasukkan sebagai identitas khusus bagi masing-masing kedua

Kepemimpinan perempuan dalam perspektif pendidikan Islam sendiri dapat digambarkan dengan pemahaman bahwa yang dimaksud dengan hal tersebut adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang

Walaupun terbilang baru, majelis taklim khusus perempuan yang diisi oleh pendakwah perempuan dari kelompok Hadhrami para alumni institusi pendidikan di Hadhramaut ini menandai