• Tidak ada hasil yang ditemukan

perlindungan hukum bagi pengguna pemutih badan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "perlindungan hukum bagi pengguna pemutih badan"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen yang mengalami kerugian akibat penggunaan produk pemutih badan ilegal ditinjau dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK). Untuk mengetahui dan memahami bagaimana pelaku usaha bertanggung jawab terhadap konsumen yang menggunakan produk pemutih badan ilegal dan menderita kerugian.

Rumusan Masalah

Tujuan Penelitian

Manfaat Penelitian

Kajian Pustaka / Kerangka Teori

Selain itu, pelaku usaha juga mempunyai kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, antara lain: 6. Tanggung jawab pelaku usaha atas kerugian konsumen akibat konsumsi barang yang diperdagangkan tercantum dalam Pasal 19 UU No. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan”.

Metode Penelitian

Oleh karena itu, untuk melindungi kesehatan dan keselamatan konsumen terkait pangan dan kosmetika yang beredar, Badan Pengawas Obat dan Makanan berada di garis depan dalam melakukan deteksi, pencegahan, dan pengawasan terhadap produk yang beredar baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Jenis metode penelitian hukumnya adalah melalui penelitian hukum Normatif, karena mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian skripsi ini terbagi menjadi berbagai bahan hukum yang terdiri dari:

Bahan hukum yang digunakan dalam penulisan tugas ini merupakan bahan hukum yang dapat memberikan interpretasi terhadap bahan hukum primer berupa literatur hukum yang ada. Dalam penelitian ini, proses pengumpulan bahan metode penelitian ini adalah dengan memperoleh bahan hukum dari literatur dengan cara membaca, mempelajari, menganalisis dan menggabungkan bahan primer yaitu peraturan hukum dan bahan sekunder berupa literatur atau buku atau media internet yang berkaitan dengan kasus tersebut. . berkaitan dengan pokok-pokok permasalahan pokok dalam penulisan tugas ini. Analisis bahan hukum yang digunakan bersifat deduktif, yaitu suatu cara menarik kesimpulan dari satu atau beberapa dalil yang bersifat umum guna mencapai suatu kesimpulan dan membuktikan suatu kebenaran baru yang diperoleh dari kebenaran-kebenaran yang sudah ada dan diketahui.

Sistematika Penulisan

Konsumen bukan hanya pembeli (pembeli atau pembeli koper), melainkan semua orang (perorangan atau badan hukum) yang mengkonsumsi suatu barang dan/atau jasa. Barang dan/atau jasa yang ditawarkan kepada masyarakat harus tersedia di pasar (tercantum dalam pasal 9 ayat (1) huruf 3 UU Perlindungan Konsumen. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur ​​mengenai kondisi dan jaminan barang. dan/atau jasa;.

Aspek ini bertujuan untuk melindungi konsumen dari pemasaran barang dan/atau jasa yang membahayakan keselamatan jiwa konsumen. Memberikan ganti rugi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau digunakan tidak sesuai dengan perjanjian. Pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan perubahan terhadap barang dan/atau jasa;

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN YANG

Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Konsumen

Konsumen diartikan sebagai setiap orang yang mempunyai status sebagai pengguna barang dan/atau jasa. Artinya Anda sebagai konsumen tidak harus selalu menunjukkan kinerja Anda dengan mengeluarkan uang untuk memperoleh barang dan/atau jasa. Hak atas ganti rugi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak memuaskan;

Dalam mengkonsumsi suatu produk, konsumen mempunyai hak untuk memutuskan apakah ia ingin membeli suatu produk dan/atau jasa. Hak untuk menerima pembayaran sesuai dengan kesepakatan mengenai syarat dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; Hak untuk memulihkan nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen bukan disebabkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

Pemberian ganti kerugian, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian yang diakibatkan oleh penggunaan, pemanfaatan dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang dimaksudkan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai:.

Tugas, Fungsi dan Kewenangan Badan Pengawas Obat dan Makanan

Tugas, Fungsi dan Wewenang Badan Pengawas Obat dan Makanan Badan Pengawas Obat dan Makanan atau disingkat BPOM adalah a. Badan Pengawasan Obat dan Makanan mempunyai tugas melaksanakan tugas negara di bidang pengawasan obat dan bahan makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan b. Obat dan makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas. obat dan bahan obat, narkotika, psikotropika, prekursor, zat adiktif, obat tradisional, suplemen gizi, kosmetika, dan makanan olahan.

Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawasan Obat dan Makanan mempunyai fungsi pokok sebagai berikut: 18. Koordinasi pelaksanaan tugas, pelatihan dan pemberian dukungan administratif kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan Pengawasan; Berdasarkan Pasal 4 Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawasan Obat dan Makanan, kewenangan Badan Pengawasan Obat dan Makanan adalah sebagai berikut: 19.

Upaya Perlindungan Hukum Konsumen

Untuk membuktikan ada tidaknya unsur bersalah dalam tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 22, dan Pasal 23 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha. Tanggung jawab atas produk, barang, dan jasa menempatkan beban tanggung jawab pembuktian produk tersebut pada pelaku usaha yang membuat produk tersebut (produsen) (strict tanggung jawab). Hal ini terlihat pada ketentuan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang mengatur bahwa untuk membuktikan ada tidaknya unsur kesalahan dalam hal ini menjadi beban dan tanggung jawab pelaku usaha.

Oleh karena itu, tanggung jawab atas produk cacat berbeda dengan tanggung jawab pelaku usaha produk pada umumnya. Asas tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan atau kelalaian (culpable orfault-basedliability). Prinsip tanggung jawab mutlak (strictibility) sering disamakan dengan prinsip tanggung jawab mutlak.

PERTANGGUNG JAWABAN PELAKU USAHA TERHADAP

Tanggung Jawab Bagi Pelaku Usaha terkait Pemutih Badan Ilegal

Konsumen yang mengkonsumsi suatu barang dan/atau jasa kemudian menimbulkan kerugian bagi konsumen tersebut dapat menuntut atau meminta ganti rugi kepada pihak yang menyebabkan kerugian tersebut. Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, tanggung jawab pelaku usaha diatur dalam Pasal 19 sampai dengan 28 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Ketentuan ganti rugi tersebut dapat dilakukan dalam bentuk pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau nilainya setara, atau pelayanan kesehatan dan/atau pemberian ganti rugi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Badan usaha yang menolak dan/atau tidak menanggapi dan/atau tidak memberikan imbalan atas permintaan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dapat digugat melalui badan usaha. penyelesaian perselisihan konsumen atau pengajuan kepada otoritas kehakiman di tempat tinggal tetap konsumen. Badan usaha lain tidak mengetahui adanya perubahan pada barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh badan usaha tersebut, atau tidak sesuai dengan sampel, mutu, dan komposisi. Badan usaha yang memperdagangkan jasa wajib memenuhi jaminan dan/atau penjaminan yang disepakati dan/atau dijanjikan.

Kerugian Akibat Cacat Barang dan Berbahaya

Dimana kekecewaan diungkapkan konsumen karena kualitas dan kualitas produk yang tidak memenuhi standar. Apabila kerugian itu disebabkan oleh perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang dan kerugian itu disebabkan oleh sesuatu yang bukan perbuatan manusia, maka tanggung jawab ada pada orang yang mengawasi barang itu dan bertanggung jawab untuk mengganti kerugian yang terjadi. Peraturan perundang-undangan dan pelaksanaan kewenangan administratif oleh aparat pemerintah masih belum mendukung pemenuhan kebutuhan hidup konsumen.

Rendahnya kesadaran hukum di kalangan pejabat pemerintah yang kurang cermat dalam mengawasi barang-barang konsumsi yang diproduksi oleh produsen. Terdapat kebijakan resmi pemerintah mengenai penggunaan barang berbahaya atau cacat yang bertentangan dengan peraturan yang berlaku mengenai keselamatan dan keamanan masyarakat. Adanya kesengajaan produsen untuk mengedarkan barang cacat dan berbahaya, baik karena menyadari kelemahan konsumen, lemahnya pengawasan, maupun demi mengejar keuntungan atau profit.

Tanggung Jawab Produk (Product Liability)

Faktanya, dapat dilihat bahwa Konvensi ini juga mencakup orang/badan yang terlibat dalam rangkaian komersial penyiapan atau distribusi produk. Tanggung jawab ini berkaitan dengan produk cacat yang menimbulkan atau turut merugikan pihak lain (konsumen), baik cedera badan, kematian, maupun harta benda. Tanggung jawab atas produk cacat berbeda dengan tanggung jawab atas hal-hal yang selama ini kita ketahui.

Tanggung jawab atas produk cacat terletak pada tanggung jawab atas cacat produk yang mengakibatkan orang lain, orang lain atau barang lain, sedangkan tanggung jawab pelaku usaha, karena perbuatan melawan hukum adalah tanggung jawab atas kerusakan atau tidak berfungsinya produk itu sendiri.

Prinsip-prinsip Tanggung Jawab

Secara umum, prinsip tanggung jawab ini dapat diterima karena merupakan hak bagi pelaku kesalahan untuk memberikan kompensasi kepada korban atas kerugian yang mereka alami. Asas ini menyatakan bahwa terdakwa selalu dianggap bertanggung jawab (asas praduga tanggung jawab), sampai ia dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah. Asas praduga selalu bertanggung jawab (asas praduga tidak bertanggung jawab) hanya diakui dalam lingkup transaksi konsumen yang terbatas, dan pembatasan tersebut biasanya dapat dibenarkan dengan akal sehat.

Kehilangan atau kerusakan tas jinjing/kabin yang biasa dibawa oleh penumpang (konsumen) dan dijaga dalam pengawasan menjadi tanggung jawab penumpang. Ada pendapat yang mengatakan pertanggungjawaban ketat adalah asas tanggung jawab yang menyatakan bahwa kesalahan bukanlah faktor penentu. Asas tanggung jawab mutlak dalam undang-undang perlindungan konsumen pada umumnya digunakan untuk menjerat para pelaku usaha, khususnya produsen barang, yang memasarkan produknya sehingga merugikan konsumen.

Studi Kasus Penggunaan Pemutih Badan Ilegal atau Abal-Abal

Ia menulis bahwa lotion pemutih tubuh yang digunakan jelas tidak disetujui oleh Food and Drug Administration. Hal itu juga akan dikenakan Pasal 62 UU No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara dan denda 2 miliar. Berdasarkan undang-undang no. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen “Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang memberikan kepastian hukum untuk menjamin perlindungan konsumen.”

Hukum konsumen merupakan upaya penting untuk memberikan kepastian hukum yang melindungi konsumen, khususnya terhadap peredaran produk pemutih badan ilegal. Tanggung jawab badan usaha tercantum dalam Pasal 19 sampai dengan 28 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pelaku usaha juga harus memberikan ganti rugi jika konsumen mengalami kerusakan atau kerugian akibat mengkonsumsi produk pemutih badan ilegal yang diperdagangkannya.

PENUTUP

Kesimpulan

Perlindungan hukum terhadap konsumen akan mencegah adanya praktik atau tindakan tidak adil yang dapat merugikan konsumen dalam mengonsumsi produk pemutih badan ilegal. Pelaku usaha pemutih badan sebagai produsen produk harus memastikan bahwa produk yang dihasilkan aman dikonsumsi dan berkualitas baik. Apabila sewaktu-waktu timbul keluhan kerusakan produk dan mengakibatkan hilangnya harta benda atau kesehatan konsumen, maka pelaku usaha harus bertanggung jawab penuh atas beban kerugian yang diderita konsumen.

Saran

Referensi