• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of Perlindungan Hukum Kekerasan Seksual Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak Di Polsek Kampar Kiri Hilir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of Perlindungan Hukum Kekerasan Seksual Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak Di Polsek Kampar Kiri Hilir"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning, Jalan Yos Sudarso KM 8 Rumbai Pekanbaru, Riau, Kode Pos 28266. Telp: (+62761)-51877

E-mail:[email protected]

Website:https://journal.unilak.ac.id/index.php/semnashum/index

Perlindungan Hukum Kekerasan Seksual Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak Di Polsek Kampar Kiri Hilir

Amanatun Alfifah, Hasnati, Sandra Dewi

a Fakultas Hukum, Universitas Lancang Kuning, Indonesia, Email: [email protected]

b Fakultas Hukum, Universitas Lancang Kuning, Indonesia, Email: [email protected]

c Fakultas Hukum, Universitas Lancang Kuning, Indonesia, Email: [email protected]

Abstract

This research is very relevant because sexual violence against minors is a serious problem that requires serious attention from law enforcement agencies and society at large. Legal protection for victims of sexual violence is very important to ensure that victims get their proper rights and that perpetrators of violence are subject to appropriate sanctions. The research method used, namely sociological legal research using primary data, is an appropriate method for collecting data and analysis in this research. In this method, researchers use data collected from respondents through interviews, surveys, and questionnaires to gain a better understanding of the issues studied. It is hoped that the results of this research can make a positive contribution in increasing awareness and understanding of legal protection for victims of sexual violence among law enforcement agencies, the public, and other related parties. This is expected to help improve the effectiveness of services and protection provided to victims of sexual violence, most of whom are minors.

Abstrak

Penelitian ini sangat relevan karena kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur merupakan masalah serius yang membutuhkan perhatian serius dari pihak penegak hukum dan masyarakat secara luas. Perlindungan hukum terhadap korban kekerasan seksual menjadi sangat penting untuk memastikan bahwa korban mendapatkan hak- haknya yang seharusnya dan bahwa pelaku kekerasan dikenakan sanksi yang setimpal. Metode penelitian yang digunakan, yaitu penelitian hukum sosiologis dengan menggunakan data primer, adalah metode yang tepat dalam mengumpulkan data dan menganalisis penelitian ini. Dalam metode ini, peneliti mengenakan data yang dikumpulkan dari responden melalui wawancara, survei, dan kuesioner untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang isu yang diteliti. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi positif dalam meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang perlindungan hukum terhadap korban kekerasan seksual di kalangan pihak penegak hukum, masyarakat, serta pihak-pihak terkait lainnya. Hal ini diharapkan dapat membantu meningkatkan efektivitas pelayanan dan perlindungan yang diberikan kepada korban kekerasan seksual yang kebanyakan adalah anak di bawah umur.

Prosiding SEMNASHUM Universitas Lancang Kuning 1

(2)

PENDAHULUAN

hak asasi perempuan adalah hak asasi manusia yang harus diakui dan dihormati, dan harus tercermin dalam kebijakan dan peraturan perundang- undangan yang ada. Pelanggaran hak asasi perempuan dapat terjadi di semua bidang kehidupan, baik itu dalam lingkungan privat maupun publik, dan dapat dilakukan oleh individu, masyarakat, atau bahkan negara.

Beberapa contoh pelanggaran hak asasi perempuan yang sering terjadi diantaranya adalah kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan seksual, diskriminasi dalam pendidikan, pekerjaan, atau pengakuan hukum, mutilasi genital perempuan, serta pembatasan kebebasan berbicara dan berorganisasi.

Upaya untuk mengakhiri pelanggaran hak asasi perempuan perlu dilakukan secara komprehensif dan terintegrasi, melalui pengadopsian kebijakan dan peraturan yang mengakui dan melindungi hak-hak perempuan, serta mendorong perubahan sosial yang mendukung kesetaraan gender dan penghapusan diskriminasi. Hal ini juga perlu didukung dengan upaya untuk meningkatkan kesadaran dan pendidikan tentang hak asasi perempuan, baik di lingkungan keluarga, masyarakat, maupun lembaga pendidikan.1

Ada beberapa yang menjadi hak perempuan yaitu hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan dihadapan hukum, untuk menjamin hak tersebut makan salah satu usaha yang digunakan oleh kepolisian dalan melakukan pemeriksaan atau penyidikan menerapkan kekhususan terhadap pemeriksaan atau penyidikan perempuan yang merupakan pelaku ataupun korban tindak pidana. Setiap negara hukum memiliki aparat penegak hukum termasuk kepolisian yang secara universal tugas dan fungsi menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat sesuai dengan ketentuang-ketentuan hukum yang berlaku untuk mewujudkan kepastian hukum dan eadilan. Fungsi dan tugas kepolisian negara republik Indonesia. Sebagaimana penegak huku, polri merupakan institusi terdepan. Bagi polri penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya demi tegak atau fungsinya

1 Woman, Law & Development International Dan Humas Rights Watch Women’s Rights Project, Hak Asasi Manusia Kaum Perempuan Langkah Demi Langkah,( Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001), Hlm. 22.

2

(3)

norma-norma secara nyata, sebagi pedoman perilaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Salah satu tindak pidana yang melibatkan perempuan yaitu kekerasan ataupun perbuatan asusila. Kekerasan dapat dilakukan oleh orang-orang dan setiap tingkatan Pendidikan, ekonomi, budaya, agama, maupun suku bangsa. Yang mana kasus tindak pidana yang melibatkan perempuan itu berupa kekerasan seksual, Kekerasan terjadi akibat faham dunia yang masih didominasi. Sehingga manusia sebagai pribadi akan memilih arti serta dapat mengembangkan hidupnya apabila ia berada Bersama-sama dengan manusia lainnya sehingga tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa manusia sebagai makhluk sosial.

Namun sering sekali orang melakukan perbuatan asusila atau melakukan hubungan biologis diluar jalur perkawinan yang sah, yakni melanggar norma agama dan perundang-undangan dapat membawa dampak buruk bagi individu dan masyarakat. Yang mana salah satu pihak tepatnya pihak perempuan tidak menginginkan hal itu terjadi namun pihak laki-laki dengan pemaksaan dan daya usaha menyebabkan terjadinya persetubuhan yang pada dasarnya bertentangan dengan norma hukum yaitu hukum pidana.

Pemerkosaan dapat diartikan suatu perbuatan hubungan seksual yang dapat dilakukan secara paksa tanpa dikehendaki oleh pihak perempuan. Biasanya pelaku tersebut adalah laki-laki yang bermoral bejat, dan pelaku pemerkosaan itu tidak pandang bulu, siapapun bisa jadi korbannya baik itu anak-anak, remaja putri maupun ibu-ibu, dimana pelaku hanya sekedar pelampiasan nafsu dan Hasrat biologisnya. Pada kasus-kasus perkosaan yang muncul dimedia masa sering digambarkan bahwa si korban sudah berusaha menolak ataupun meronta-ronta ketika akan diperkosa. 2

Kasus-kasus lain yang sering terjadi dimasyarakat adalah perkosaan terhadap anak- anak di bawah umur (berusia di bawah 15 tahun). Modusnya dengan mengiming-imingi sesuatu kepada korban yang membuat korban tertarik dan menuruti apa saja kehendak pemerkosa. Jika korban meronta, menolak, si

2 Ekotama Suryono, 2000, Abortus Provocatus Bagi Korban Pemerkosaan Perspektif Viktimologi Kriminologi dan Hukum Pidana, Universitas Atmajaya: Yogyakarta, Hlm 114.

(4)

pelaku biasanya mengeluarkan jurus mautnya dengan mengancam si korban.

Ketakutan ancaman pelaku inilah yang membuat korban menyerah, padahal ada kemungkinan ancaman seperti itu hanya gertakan belaka. Korban pemerkosaan juga dapat berkedudukan sebagai saksi kunci dari tindak pidana yang telah dialaminya.

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang- undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak pada Pasal 1 angka 2 diberikan pengertian tentang “Perlindungan Anak” yaitu sebagai berikut: “Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi Anak dan hak-hak nya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpatisipasi secara optimal sesuai dengan Hasrat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”

Berkaitan dengan perlindungan anak maka adalah menjadi tanggung jawab dan kewajiban dari orang tua, masyarakat umum dan Lembaga-lembaga yang diberi wewenang oleh pengadilan serta pemerintah baik pusat maupun daerah, ketentuan ini diatur dalam pasal 20 sampai dengan pasal 26 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002. Kekrasan sering terjadi terhadap anak, yang dapat merusak, berbahaya dan menakutkan. Anak menjadi korban kekrasan menderita kerugian, tidak hanya bersifat material, tetapi juga bersifat immaterial seperti goncangan emosional dan psikologis, yang dapat mempengaruhi kehidupan masa depan anak. Bentuk-bentuk kekerasan anak dapat berupa Tindakan kekerasan baik secara fisik, psikis maupun seksual.3

RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masaalah dalam permasalahan dalam artikel ini adalah:

1. Pelaksanaan Perlindungan Hukum Kekerasan Seksual Berdasarkan Undang- Undang Perlindungan Anak di Polsek Kampar Kiri Hilir?

3 Hasan Maulana Wadong, Pengantar Advokasi Dan Perlindungan Anak, (Jakarta: Grasasinda, 2000), Hlm.

1.

(5)

2. Faktor-Faktor Penghambat Perlindungan Hukum Kekerasan Seksual Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak di Polsek Kampar Kiri Hilir?

3. Upaya mengatasi hambatan Perlindungan Hukum Kekerasan Seksual Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak di Polsek Kampar Kiri Hilir?

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum sosiologis yang berdasarkan pada hasil observasi, wawancara, serta peraturan perundang-undangan seperti Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perindungan Anak, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), keterangan para ahli, jurnal-jurnal, dan buku pendukung dalam penelitian ini.

A. Perlindungan Hukum Kekerasan Seksual Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak di Polsek Kampar Kiri Hilir.

UPTD PPA Kota Kampar didirikan berdasarkan Permenppa No. 4 Tahun 2018 tentang Pedoman Pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan Dan Anak. Sangat baik bahwa adanya UPTD PPA telah memberikan dampak positif dalam meningkatkan pelaporan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat semakin menyadari pentingnya melaporkan kasus-kasus kekerasan yang terjadi dan juga semakin percaya dengan layanan yang disediakan oleh UPTD PPA.

Selain itu, peningkatan pelaporan juga dapat diartikan sebagai upaya dalam menyelesaikan masalah kekerasan secara lebih efektif. Dengan melaporkan kasus tersebut, pihak UPTD PPA dapat memberikan bantuan dan perlindungan kepada korban, serta mengambil tindakan terhadap pelaku kekerasan.

Namun, perlu diingat bahwa peningkatan pelaporan juga dapat mengindikasikan bahwa masih banyak kasus kekerasan yang belum dilaporkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya-upaya lebih lanjut untuk meningkatkan

(6)

kesadaran masyarakat dalam melaporkan kasus kekerasan dan juga memberikan edukasi mengenai tindakan preventif untuk menghindari terjadinya kekerasan tersebut.4

UPTD PPA (Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak) merupakan lembaga yang bertugas untuk memberikan perlindungan dan membantu korban kekerasan terutama perempuan dan anak. Masyarakat, terutama perempuan dan anak, diharapkan tidak takut atau malu melapor jika mengalami kekerasan fisik atau psikis, diskriminasi, atau masalah lainnya, dan segera melapor ke UPTD PPA Kota Kampar agar dapat dibantu dan didampingi.

Penting untuk diingat bahwa korban kekerasan tidak salah dan tidak perlu merasa malu atas apa yang terjadi pada mereka. Dengan melapor ke UPTD PPA, korban bisa mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan, seperti penanganan medis, konseling psikologis, dan perlindungan hukum. UPTD PPA juga akan membantu korban untuk mengajukan laporan ke polisi atau pengadilan, serta memberikan informasi tentang hak-hak korban kekerasan.

Dalam menghadapi kasus kekerasan, penting juga untuk tidak mengambil tindakan sendiri atau melakukan balas dendam. Sebaiknya korban mengambil langkah-langkah yang aman dan efektif untuk melindungi diri sendiri dan meminta bantuan dari orang yang dapat dipercaya atau lembaga yang berwenang. UPTD PPA dapat membantu korban untuk merencanakan tindakan yang aman dan efektif, serta memberikan informasi tentang cara menghindari bahaya dan menyelesaikan konflik dengan cara yang damai.

Semoga informasi ini bermanfaat bagi masyarakat, khususnya bagi perempuan dan anak yang mengalami kekerasan atau diskriminasi. Jangan ragu untuk menghubungi UPTD PPA Kota Kampar jika membutuhkan bantuan atau informasi lebih lanjut tentang perlindungan perempuan dan anak.

4 Irawan Harsono, Tedjo Soelarso, Syafi’il Nazar. Pengetahuan Praktis Tentang Perlindungan Terhadap Perempuan Korban Kekerasan Jakarta, 2000, Kantor Meneg Pemberdayaan Wanita. Hlm. 9.

(7)

Pada masa-masa setelah mengalami perkosaan, korban membutuhkan dukungan emosional dan psikologis yang kuat dari lingkungannya. Hal ini karena korban akan mengalami berbagai perasaan negatif, seperti rasa takut, khawatir, cemas, dan gelisah.

Dukungan emosional yang diberikan dapat berupa penerimaan diri korban oleh lingkungan, kepercayaan orang lain terhadap dirinya, dan sentuhan psikis yang dapat menentramkan hatinya.

Selanjutnya, korban juga akan mengalami ketakutan yang cukup hebat, seperti takut hamil atau terkena penyakit kelamin, takut pada kekerasan fisik ataupun kematian, takut pada orang banyak, takut kalau ia didekati dari belakang, takut pada hubungan seksual meskipun dengan suami sendiri, dan takut pada sesuatu yang sukar diduga. Hal ini dapat mengakibatkan korban menjadi cemas dalam mengantisipasi pemeriksaan medis maupun pemeriksaan pengadilan. Bahkan, korban dapat merasa khawatir apabila harus berhadapan dengan sepemerkosa dan secara ekstrim ia dapat khawatir apabila harus bertemu dengan suami atau kekasihnya.

Selain itu, secara fisik, korban dapat mengalami gangguan perut, menjadi mual-mual atau kehilangan nafsu makan. Setelah rasa sakit dan memar dibadannya mulai hilang, ia akan mengalami sakit kepala sebagai akibat dari ketegangan emosional yang berkaitan dengan perkosaan.

Oleh karena itu, korban perkosaan membutuhkan dukungan emosional, psikologis, dan fisik yang kuat dari lingkungannya. Korban juga dapat membutuhkan bantuan profesional dari dokter dan psikolog untuk membantu mengatasi rasa takut, cemas, dan ketegangan emosional yang berkaitan dengan perkosaan.

Korban membutuhkan waktu yang cukup lama untuk dapat mengintegrasikan kepribadiannya. Biasanya ia akan Kembali ke aktivitas seksual secara bertahap. Dia mungkin takut pada situasi yang mengingatkannya pada perkosaan dan dia akan merasa cemas dan depresi apabila ada sesuatu yang mengakibatkan

(8)

ingatannya pada perkosaan yang pernah terjadi. umumnya korban perkosaan akan memperlihatkan beberapa perilaku sebagai berikut:

1. Menunjukkan gejala fisik

Korban perkosaan mungkin mengalami cedera fisik seperti luka, memar, atau memar pada area genital. Mereka juga dapat mengalami rasa sakit, pusing, mual, atau sakit kepala.

2. Merasa terganggu secara emosional

Perkosaan dapat menyebabkan korban merasa cemas, marah, sedih, atau terganggu.

Mereka mungkin merasa malu, bersalah, atau merasa bahwa mereka tidak berdaya dan terkecilkan.

3. Menghindari situasi yang memicu kenangan

Korban perkosaan dapat menghindari situasi yang mengingatkan mereka pada peristiwa tersebut, seperti tempat atau orang yang terlibat. Mereka mungkin juga menghindari hubungan seksual atau intim karena trauma yang dialami.

4. Mengalami kesulitan tidur atau makan

Korban perkosaan dapat mengalami masalah tidur atau insomnia karena mengalami mimpi buruk atau kecemasan yang berlebihan. Mereka mungkin juga kehilangan nafsu makan atau mengalami gangguan makan karena kesulitan mengatasi stres dan trauma.

5. Merasa terisolasi dan kesulitan berinteraksi dengan orang lain

Korban perkosaan dapat merasa terisolasi atau terasing dari keluarga dan teman- teman mereka, atau kesulitan dalam membangun dan mempertahankan hubungan interpersonal.

Namun, penting untuk diingat bahwa setiap korban perkosaan akan bereaksi secara unik terhadap pengalaman mereka, dan tidak ada respons yang tepat atau salah dalam menghadapi trauma. Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal mengalami perkosaan atau trauma seksual lainnya, sangat penting untuk

(9)

mencari dukungan dan pengobatan yang tepat dari tenaga medis, psikolog, atau konselor yang terlatih dalam membantu korban trauma.

Dari gambaran situasi yang terungkap diatas kemudian penulis konfirmasikan melalui Berita Acara Pemeriksaan kasus perkosaan. Salah satu korban kasus perkosaan adalah seorang gadis Bernama Syifa kelas VI SD yang menjadi korban perkosaan yang dilakukan oleh kakung nya (suami dari adik nenek korban). Perbuatan tersebut dilakukan pada tahun 2015, sekitar pukul 09.00 WIB, saat itu ibu korban serta nenek dan kakek korban sedang pergi ke pasar dan korban berada sendirian di rumah neneknya. Yang mana rumah nenek korban letaknya bersebelahan dengan rumah pelaku, melihat korban sedang bermain sendirian di rumah, pelaku mengajak korban masuk ke dalam rumahnya, lalu setelah berada di dapur rumah pelaku, saat itu pelaku yang hanya mengenakan handuk pura-pura akan memandikan korban, setelah itu pelaku melepaskan pakaian korban dan merebahkan badan korban di atas dipan yang berada di dapur kemudian pelaku melakukan perbuatan bejat nya tersebut kepada korban. Setelah pelaku melalukan perbuatan bejat tersebut pelaku memandikan korban dan dalam keadaan masih basah dan tidak memakai baju korban di antar pelaku ke rumah nenek korban. Yang mana karena umur masih 5 (lima) tahun, korban tidak tahu dengan kejadian yang di lakukan oleh pelaku terhadap dirinya. yang korban rasakan hanya rasa perih pada kemaluan korban dan berselang beberapa hari kemudian korban ada mengeluh kesakitan pada kemaluan korban ke ibunya namun saat itu ibunya tidak paham dengan yang korban alami.

Kemudian sekitar di bulan mei 2021, saat itu secara kebetulan korban ada mendengar pembicaraan ibunya dengan ayah tirinya yang membicarakan perilaku adik nenek korban yang bernama Silan bertabiat buruk, yang mana kalau sedang datang kumatnya adik nenek bernama Silan sampai bertelanjang dan memperlihatkan alat kelaminnya ke orang-orang.

Jadi setelah mendengar ibu korban tersebut korban langung teringat dengan kejadian persetubuhan yang korban alami dulu yang di lakukan oleh kakung korban (pelaku).

Mendengar cerita saksi, saat itu ibu saksi kaget dan tidak menyangka kakung korban (pelaku)

(10)

tega melakukan perbuatan bejat tersebut terhadap anaknya. Dan saat itu ibu korban memberitahu kejadian tersebut ke ayah tiri korban. Namun karna menimbang pelaku masih ada hubungan keluarga, saat itu ibu korban berusaha menahan dan memendam permasalahan tersebut. Namun sekitar di bulan juli 2021 sekitar pukul 22.00 WIB, karena kakung korban (pelaku) Kembali mengulangi lagi mencabuli korban, ibu korban tidak terima dan akhirnya melaporkkan ke pihak perangkat desa dan akhirnya permasalahan tersebut dilaporkan ke kantor polisi.

Akibat yang korban alami atas perbuatan yang dilakukan oleh pelaku (kakung korban) tersebut adalah korban kehilangan keperawanan, serta pada awal-awal kejadian persetubuhan yang korban alami korban merasakan sakit pada alat kelamin korban dan saat buang air kecil alat kelamin korban terasan pedih. Kemudian setelah permasalahan persetubuhan yang korban alami tersebar, korban menjadi minder dan malu untuk keluar rumah. 5

Tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak adalah masalah serius yang membutuhkan perhatian dan tindakan segera. Kekerasan ini tidak hanya melanggar hak asasi manusia, tetapi juga merusak kehidupan korban secara fisik dan emosional. Ada beberapa faktor yang memicu terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak, seperti ketidakadilan gender, kemiskinan, ketimpangan kekuasaan, budaya patriarki, dan kurangnya pendidikan dan kesadaran mengenai hak asasi manusia.

Pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama untuk mengatasi masalah kekerasan ini. Pemerintah harus memberikan perlindungan hukum yang memadai bagi korban kekerasan, dan menindak tegas pelaku kekerasan. Selain itu, pemerintah juga harus meningkatkan pendidikan dan kesadaran masyarakat mengenai hak asasi manusia dan pentingnya mencegah kekerasan terhadap perempuan dan anak.

5 Ibid.

(11)

Masyarakat juga perlu berperan aktif dalam mengatasi masalah kekerasan ini.

Masyarakat harus memperhatikan tanda-tanda kekerasan dan melaporkannya ke pihak berwenang. Selain itu, masyarakat juga harus memperkuat jaringan sosial dan dukungan untuk korban kekerasan, dan mendukung kampanye yang mengedukasi dan menghentikan kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Kita semua harus berkomitmen untuk mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak, dan memastikan bahwa mereka mendapatkan perlindungan dan keamanan yang layak sebagai warga negara. Hal ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga tanggung jawab kita semua sebagai individu dan anggota masyarakat. Sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, UPTD PPA memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan perlindungan, dukungan, dan bantuan psikologis kepada korban pemerkosaan. Langkah strategis yang perlu dilakukan oleh UPTD PPA antara lain adalah:

1. Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya melindungi perempuan dan anak dari kekerasan, termasuk pemerkosaan. Dengan meningkatkan kesadaran masyarakat, diharapkan akan tercipta lingkungan yang lebih aman bagi perempuan dan anak.

2. Memberikan bantuan psikologis yang memadai kepada korban pemerkosaan. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan konseling, terapi trauma, atau dukungan emosional kepada korban. Dalam memberikan bantuan psikologis, petugas UPTD PPA harus memastikan bahwa korban merasa nyaman dan terbuka.

3. Memberikan informasi yang jelas dan akurat kepada korban tentang proses hukum dan hak-hak mereka sebagai korban pemerkosaan. Petugas UPTD PPA harus memberikan informasi yang mudah dipahami oleh korban, agar mereka tidak merasa tertekan dan cemas.

4. Menjamin kerahasiaan dan keamanan korban. UPTD PPA harus memastikan bahwa identitas korban tidak bocor dan tidak diungkapkan kepada pihak yang tidak berwenang.

(12)

5. Melakukan koordinasi dengan lembaga dan instansi terkait dalam penanganan kasus pemerkosaan. UPTD PPA harus bekerja sama dengan kepolisian, rumah sakit, dan lembaga lainnya untuk memastikan penanganan kasus pemerkosaan dapat dilakukan dengan cepat dan efektif.

Dengan melakukan langkah strategis tersebut, diharapkan korban pemerkosaan dapat merasa nyaman dan terbuka saat berbicara dengan petugas UPTD PPA. Hal ini sangat penting untuk membantu korban mengatasi trauma dan menghindari terjadinya diskriminasi atau stigma negatif terhadap korban pemerkosaan.

B. Hambatan Dalam Perlindungan Hukum Kekerasan Seksual Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak di Polsek Kampar Kiri Hilir

Pelaksanaan perlindungan unit pelayanan perempuan dan anak sebagai pengayom masyarakat sangat mempunyai pengaruh besar bagi keamanan masyarakat. Peran kepolisian polsek Kampar kiri hilir dalam upaya memberikan perlindungan hukum terhadap korban pemerkosaan berusaha memberikan pertolongan dengan berusaha mengungkap kasus tersebut. Apalagi didalam suatu kasus perkosaan, korban selalu mengalami stress dan trauma sehingga besar kemungkinan akan memproyeksikan sikap dan emosi negatifnya pada kaum kali- laki. Dengan kondisi korban seperti demikian menjadi kendala dalam proses pemeriksaan dan penyidikan oleh polisi jika yang memeriksa polisi pria.

Korban pemerkosaan pada umumnya banyak mengalami tekanan seperti ganguan mental, trauma, psikis dan dihadirkan psikolog bagi korban yang sudah mengalami trauma.

Sesuai dengan pemeparan Kepala UPTD PPA Kabupaten Kampar Linda Wati mengatakan

“korban yang mengalami pemerkosaan seharusnya mendapat perlindungan dari pemerintah dan selama masa penyidikan berlangsung dibuat dirumah aman adanya rumah aman ini bagi korban pemerkosaan akan membawa dampak yang baik dalam ketenangan jiwa baik perbaikan fisik maupun mental korban dimana korban merasa dibayang-bayangi oleh kejahatan pelaku saat ditempat kejadian tetapi karena saat ini belum ada

(13)

rumah aman di wilayah di kabupaten Kampar maka korban tinggal Bersama keluarganya, dan aparat kepolisian meminta keluarga untuk lebih memperhatikan korban kemudian polisi juga melakukan konseling kepada korban untuk memberikan semangat dan motivasi sebagai pemicu hidupnya kedepan karena kejadian ini terjadi bukan berdasarkan kemauan korban, tetapi kejadian ini terjadi karena perbuatan pelaku kejahatan yang tidak mempunyai akal yang sehat”.6

Berdasarkan wawancara bersama AKP Elva Hendri, S.H.,M.H mengatakan “ Hambatan yang sering ditemukan oleh pihak kepolisian adalah keterlambatan korban dalam memberikan laporan kepada kepolisian atas tindak pidana pemerkosaan yang di alaminya karena keluarga korban khawatir akan aib yang dialaminya tersebar ke masyarakat.

Dengan mempunyai sikap diam saja atau tidak melaporkan dengan secepat mungkin kepada kepolisian terkadang di sebabkan oleh:

1. Korban malu karena telah mencemarkan dirinya secara fisik, psikologi maupun sosiologis

2. Korban merasa berkewajiban melindungi nama baik keluarganya, terutama jika pelaku adalah anggota keluarga sendiri

3. Korban merasa bahwa proses peradilan terlalu ribet dan tidak dapat membuat dipidananya si pelaku

4. Korban khawatir adanya pembalasan dari pelaku kejahatan

Sikap korban dengan terlambatnya dalam memberikan laporan kepada kepolisian akan mengurangi barang bukti secara fisik seperti bertambahnya pemderitaan korban dan bekas yang tidak akan pernah bisa terobati oleh siapapun. Bahkan jika korban tidak nelaporkannya maka akan semakin bertambahnya angka pemerkosaan apabila pelakunya tidak segera di tangkap. Selain itu dengan sikap korban yang diam dan tidak mau melaporkan

(14)

berdampak pada bentuk-bentuk perlindungan dan pelayanan lainnya sehingga menjadi hambatan / kedala pada proses penyidikan perkara.7

Permasalahan internal juga menjadi penghambat kinerja petugas unit PPA dalam memberikan perlindungan dan pelayanan kepada korban. Dalam memberikan jaminan keamanan dan keselamatan korban dilakukan dengan sistem pengawasan secara langsung dengan menemui korban maupun tidak langsung dengan menghubungi korban, akan tetapi sistem pengawasan seperti itu masih memberi peluang yang sangat besar bagi pelaku untuk melakukan intervensi bahkan melakukan ancaman-ancaman, dikatakan demikian karena berdasarkan hasil pengamatan yang membuktikan bahwa sistem pengawasan yang dilakukan petugas PPA masih belum bisa menjamin keamanan dan keselamatan korban.

Untuk itu penulis menanyakan kepada pihak PPA mengenai kendala dalam melaksanakan pengawasan untuk menjamin keamanan dan keselamatan korban diantaranya:

a. Kurangnya dukungan dana dalam meningkatkan pelayanan. Dengan adanya beberapa kasus pemerkosaan yang dialam oleh perempuan dewasa dan anak yang masih di bawah umur membuat petugas kewalahan dalam memberikan jaminan keamanan kepada korban dengan pengawasan dengan sistem berkala yang mana membutuhkan dana yang banyak.

Terkadang kekurangan dana inilah yang menjadi permasalahan petugas PPA sehingga berdampak kepada kualitas pelayanan yang diberikan PPA.

b. Kurangnya kepercayaan korban terhadap Lembaga PPA terutama anak- anak yang takut untuk di beri pelayanan berupa rehabititasi dikarenakan anak-anak yang tidak mau jauh dari rumah atau keluarga mereka sehingga berdampak Lembaga PPA kesulitan untuk memberikan pelayanan kepada korban.

Dengan adanya hambatan-hambatan diatas maka dengan demikian diperlukan upaya- upaya konkrit unit PPA untuk mengatasi kendala / hambatan

7 AKP Elva Hendri, S.H., M.H, selaku Kapolsek Kampar Kiri Hilir, wawancara, pada hari senin, 5 Desember 2022, pada pukul 13.51 WIB.

(15)

pemberian perlindungan dan pelayanan yang berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak.

a. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan dalam Perlindungan Hukum Kekerasan Seksual Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak di Polsek Kampar Kiri Hilir

Polsek Kampar Kiri Hilir dan UPTD PPA kota Kampar dalam memberikan / melakukan upaya konkrit guna mengatasi kendala-kendala dalam pelaksaan bentuk perlindungan korban terhadap korban kekerasan seksual.

5. Upaya Polsek Kampar Kiri Hilir dan UPTD PPA dalam penyelesaian dengan melakukan:

a. Sosialisasi

Upaya Polsek Kampar Kiri Hilir terus melakukan sosialisasi akan keberadaan UPTD PPA Kota Kampar maupun kinerja nya dalam melindungi dan melayani perempuan dan anak dari tindak pidana kekerasan seksual dengan ini daoat mengubah sikap para korban yang selama ini tidak mau melaporkan kejadian yang dialaminya. Polsek Kampar Kiri Hilir dan UPTD PPA Kota Kampar mengelar penyuluhan dengan mengundang masyarakat seperti ibu-ibu wirit dan anak-anak sekolah.8 Yang mana sosialisasi tersebut bertujuan untuk memberikan wawasan dan pandangan kepada kaum perempuan, sosialisasi yang dilakukan ini nantinya akan memberikan wawasan dan pandangan kepada perempuan yang ada dikota Kampar Kiri Hilir agar senantiasa untuk dapat berhati-hati dan senantiasa menambah wawasan untuk kemajuan kamu perempuan dan senantiasa berkoordinasi dengan UPTD PPA Kota Kampar. Apabila para korban telah mengetahui kinerja dan pelayanan yang dilakukan oleh UPTD PPA Kota Kampar dalam memberikan perlindungan maka akan sangat membantu dalam memperoleh

8 Wawancara dengan Ibuk Linda Wati, SKM selaku Kepala UPTD PPA, pada hari Jum’at tanggal 16 Desember 2022, pukul 10.42 WIB, bertempat di UPTD PPA kabupaten Kampar.

(16)

alat bukti baik keterangan korban maupun petunjuk-petunjuk lain seperti visum et repertium, menurut Kapolsek Kampar Kiri Hilir beberapa kasus pemerkosaan sering kali kandas dikarenakan kurangnya alat bukti apabila korban segera melaporkan setelah kekerasan yang dialaminya maka bekasnya masih akan sangat jelas terlihat.

6. Seminar atau Lokakarya

Seminar atau lokakarya bertujuan untuk memberikan informasi tentang ketentuan / peraturanyang terkait dengan masalah hukum terhadap perempuan dan anak, serta bagaimana upaya pencegahan dan menangani pelanggarnya. Tujuangnya untuk mengungkapkan dan mengidentifikasikan permasalahan atau kasus-kasus pelanggaran hukum terhadap perempuuan dan anak dan mencari solusi pemecahanya, sehingga dapat menjamin upaya perlindungan hukum terhadap perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan seksual. Dengan adanya seminar atau lokakarya bertujuan untuk mengiventaris peraturan-peraturan yang terkait dengan masalah perlidnungan hukum terhadap perempuan dan anak, menggali permasalahan pelanggaran hukum terhadap perempuan dan anak, baik dari kalangan aparat penegakan hukum maupun dari kalangan non aparat penegak hukum, menggugah kesadaran akan perlunya peningkatan perlindungan hukum terhadap perempuan dana nak dalam rangka menciptakan keluarga dan masyarakat yang sejahtera, mendorong semua pihak untuk berpatisipasi dan menyebarluaskan informasi perlunya perlindungan hukum terhadap perempuan dan anak dan berusaha untuk memberikan sosusi secara yuridis dan non yuridis terhadap kasus-kasus pelanggaran hukum terhadap perempuan dan anak.

Faktor yang internal yang menghambat pemberian pelayanan dan perlindungan pada korban dengan menjamin keamanan dan keselamatan korban, upaya yang dilakukan UPTD PPA adalah:9

9 Ibid.

(17)

Sistem pengawasan yang dilakukan belum berjalan dengan sempurna disebabkan adanya kendala pendanaan, mengatasi kendala itu UPTD PPA melakukan bantuan peran sebagai keluarga, kepedulian lingkungan masyarakat dengan memberikan penjelasan bahwa keberadaan korban ditengah-tengah lingkungan masyarakat dengan memberikan beberapa penjeleasan bahawa kebaradaan korban ditengah-tengah lingkungan masyarakat bukan lagi menjadi masalah, sehingga ddapat menimbulkan kepedulian maupun empati terhadap korban.

Sebagai Lembaga PPA, ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kepercayaan korban terhadap layanan yang diberikan, antara lain:

a. Transparansi: Lembaga PPA harus transparan dalam melakukan tugas dan tanggung jawabnya. Ini dapat dilakukan dengan memberikan informasi yang jelas dan terbuka tentang kebijakan, prosedur, dan hasil yang dicapai. Informasi ini dapat diberikan secara online atau melalui publikasi di media massa.

b. Responsif: Lembaga PPA harus responsif terhadap kebutuhan dan harapan korban. Ini dapat dilakukan dengan memberikan layanan yang cepat dan tepat, serta merespon keluhan atau masukan dengan cepat dan efektif

c. Kompeten: Lembaga PPA harus memiliki staf yang kompeten dan terlatih dalam memberikan layanan kepada korban. Ini dapat dicapai dengan memberikan pelatihan dan pengembangan keterampilan secara teratur kepada staf

d. Bersikap ramah: Lembaga PPA harus bersikap ramah dan sopan dalam berinteraksi dengan korban. Hal ini dapat meningkatkan kepercayaan korban terhadap lembaga dan meredakan kecemasan atau ketakutan yang mungkin mereka rasakan.

e. Evaluasi dan perbaikan: Lembaga PPA harus melakukan evaluasi rutin terhadap kinerjanya dan melakukan perbaikan jika ditemukan kekurangan atau kesalahan. Ini dapat dilakukan melalui survei kepuasan korban atau audit internal.

(18)

Dengan melakukan upaya-upaya tersebut, diharapkan Lembaga PPA dapat meningkatkan kepercayaan korban dan mencapai tujuan pemberian layanan, yaitu kepuasan korban terhadap kinerja UPTD PPA.10

Diharapkan di masa yang akan datang Polsek Kampar Kiri Hilir dan UPTD PPA dapat lebih mengawasi dan memberi perlindungan yang lebih maksimal kepada korban kekerasan terhadap perempuan dan anak sesuai dengan Undang- Undang Perlindungan Anak.

KESIMPULAN

Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah penulis uraikan diatas, maka penulis mengambil kesimpulan dari penelitian ini:

1. Perlindungan Hukum Kekerasan Seksual Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak di Polsek Kampar Kiri Hilir adalah pihak kepolisian sebagai penegak hukum belum dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dalam memberikan perlindungan dan pelayanan hukum pihak kepolisian kepada korban kekerasan seksual dan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) belum dapat melaksanakan tugasnya dalam memberikan perlindungan maupun pelayanan dalam melayani korban kekerasan seksual.

2. Hambatan yang dihadapi dalam Perlindungan Hukum Kekerasan Seksual Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak di Polsek Kampar Kiri Hilir ini adalah:

a. Hambatan yang sering ditemukan oleh pihak kepolisian adalah keterlambatan korban dalam memberikan laporan kepada kepolisian atas tindak pidana pemerkosaan yang di alaminya karena keluarga korban khawatir akan aib yang dialaminya tersebar ke masyarakat.

10 Irawan Harsono, Tedjo Soelarso, Syafi’il Nazar. Pengetahuan Praktis…Op.Cit., hlm.15.

(19)

b. Dengan adanya beberapa kasus pemerkosaan yang dialami oleh perempuan dewasa dan anak yang masih dibawah umur membuat petugas kewalahan dalam memberikan jaminan keamanan kepada korban dengan pengawasan dengan sistem berkala yang mana membutuhkan dana yang banyak. Terkadang kekurangan dana inilah yang menjadi permasalahan petugas PPA sehingga berdampak kepada kualitas pelayanan yang diberikan PPA.

c. Kurangnya kepercayaan korban terhadap Lembaga PPA terutama anak- anak yang takut untuk di beri pelayanan berupa rehabititasi dikarenakan anak-anak yang tidak mau jauh dari rumah atau keluarga mereka sehingga berdampak Lembaga PPA kesulitan untuk memberikan pelayanan kepada korban.

3. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan dalam Perlindungan Hukum Kekerasan Seksual Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak di Polsek Kampar Kiri Hilir adalah upaya tersebut dalam mengubah sikap korban yang tidak mau melapor diadakan sosialisasi dan seminar lokakarya sehingga masyarakat dan korban dapat menambah wawasannya tentang kinerja Kepolisian dan Lembaga Perlindungan Perempuan dan Anak.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Ekotama Suryono, 2000, Abortus Provocatus Bagi Korban Pemerkosaan Perspektif Viktimologi Kriminologi dan Hukum Pidana, Universitas Atmajaya: Yogyakarta.

Hasan Maulana Wadong, 2000, Pengantar Advokasi Dan Perlindungan Anak, Jakarta, Grasasinda.

Irawan Harsono, 2000, Tedjo Soelarso, Syafi’il Nazar. Pengetahuan Praktis Tentang Perlindungan Terhadap Perempuan Korban Kekerasan, Jakarta, Kantor Meneg Pemberdayaan Wanita.

(20)

Woman, Law & Development International Dan Humas Rights Watch Women’s Rights Project, 2001, Hak Asasi Manusia Kaum Perempuan Langkah Demi Langkah, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

E-Jurnal

Burgess dan Holmstrom. Rape Trauma Syndrome.American Journal of Psychiatry Dalam Sindrome Traumatik Perkosaan 1974 Bejana Perempuan.

Ni Putu Rai Yuliartini, 2021, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Kekerasan Seksual, Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (online),http://journal2.um.ac.id/index.php/jppk, diakses pada tanggal 14 April 2023.

Referensi

Dokumen terkait

Ada 3 permasalahan pokok, yaitu: (1) Pola pelaku kekerasan seksual; (2) Aspek perlindungan hukum; (3) Upaya-upaya yang dilakukan dalam pencegahan agar anak-anak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari data mengenai upaya kepolisian dalam memberikan perlindungan terhadap anak sebagai korban kejahatan kekerasan seksual. Penelitian

Dalam memberikan perlindungan pada anak yang menjadi korban kekerasan seksual, kepolisian melakukan upaya-upaya sebagai berikut:a. Memberikan akses pada lembaga dan/atau

Undang-Undang PKDRT, UU Perlindungan Anak, KUHP bahkan UU Pornografi memang telah mengatur perlindungan bagi korban kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan, namun

Yayasan Kepedulian untuk Anak (Yayasan Kakak) adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak dalam isu perlindungan anak dari kekerasan seksual dan eksploitasi

Penelitian ini mengambil judul “Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan Korban Kekerasan Seksual” dan studi yang dilakukan di Dinas Pemberdayaan Perempuan dan

Upaya untuk mengatasi hambatan Dewan Pengupahan Kabupaten Rokan Hilir dalam menetapkan kebijakan upah minimum di Kabupaten Rokan Hilir berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020

Pengaturan perlindungan korban dalam Hukum pidana Positif Indonesia diatur dalam: Dalam KUHP terdapat beberapa pasal yang memberikan perlindungan bagi anak terhadap kekerasan seksual,