65
AL-QISTH LAW REVIEW
VOL 7 NO. 1 (2023)
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KORBAN PELECEHAN SEKSUAL MENURUT PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NO.
12 TAHUN 2022 TENTANG TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL
Desi Puspita Sari1 , Siti Ayu Resa Purwati2 , Muhamad Fadly Darmawan3 , Muhamad Syahrul Maulana4 , Irfan Maulana5 , Herli Antoni6
[email protected], [email protected], [email protected], [email protected], [email protected], [email protected]
Fakultas Hukum Universitas Pakuan Bogor
Jl. Pakuan, Tegallega, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Jawa Barat.
Abstrak
Di Indonesia kasus pelecehan seksual sering kali terjadi, kasus ini terus bertambah setiap tahunnya, mulai dari pelecehan seksual yang berbentuk verbal, bahkan sampai pelecehan seksual berbentuk fisik .hal ini mendorong pemerintah untuk dapat membuat regulasi baru guna mencegah terjadinya kekerasan seksual ditengah masyarakat sehingga, diterbitkanlah Undang- Undang NO. 12 Tahun 2022 pada 9 Mei 2022 Tentang tindak pidana kekerasan seksual. Penelitian ini berfokus pada perlindungan hukum terhadap korban kekerasan/pelecehan seksual yang dialami oleh korban, Penelitian ini menggunakan metode Yuridis Normatif. Dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, mengacu pada norma hukum positif yang berlaku diindonesia guna menjawab isu yang di hadapi. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan adanya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual membawa angin segar bagi masyarakat dalam hal pencegahan dan penanganan terhadap korban kekerasan seksual dengan cara
1 Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Pakuan Bogor
2 Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Pakuan Bogor
3 Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pakuan Bogor
4 Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pakuan Bogor
5 Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pakuan Bogor
6 Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Pakuan Bogor
66
AL-QISTH LAW REVIEW
VOL 7 NO. 1 (2023)
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta p-ISSN: 2579-3691
e-ISSN: 2580-2372
Desi Puspita Sari Siti Ayu Resa Purwati Muhamad Fadly Darmawan Muhamad Syarul Maulana Irfan Maulana Herli Antoni
pemulihan hak-hak korban melalui restitusi, kompensasi, serta rehabilitasi tanpa menghentikan proses hukum yang berjalan agar regulasi ini dapat diimplementasikan dan terlaksana dengan efektif perlu adanya pengawasan dari pemerintah guna melaksanakan hak dasar yang harus diperoleh setiap warga negara.
Kata Kunci: kekerasan seksual; pelecehan terhadap perampuan; perlindungan hukum
Abstract
In Indonesia, cases of sexual harassment often occur, and these cases continue to increase every year, ranging from sexual harassment in the form of verbal harassment to physical sexual harassment. This encourages the government to be able to make new regulations to prevent sexual violence in society, so it issued Law No. 12 of 2022 on May 9, 2022, concerning crimes of sexual violence. This research focuses on legal protection for victims of sexual violence and harassment. This research uses a normative juridical method. By using a statutory approach, referring to the positive legal norms that apply in Indonesia, we can answer the issues at hand. Based on the results of the research, it shows that the existence of the Sexual Violence Crime Law brings fresh air to the community in terms of prevention and handling of victims of sexual violence by restoring the rights of victims through restitution, compensation, and rehabilitation without stopping the ongoing legal process so that regulations This can be implemented and carried out effectively, but it is necessary to have supervision from the government in order to carry out the basic rights that must be obtained by every citizen.
Keywords : Sexual violence; harassment of women ;legal protection.
.
67
AL-QISTH LAW REVIEW
VOL 7 NO. 1 (2023)
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta p-ISSN: 2579-3691
e-ISSN: 2580-2372
Desi Puspita Sari Siti Ayu Resa Purwati Muhamad Fadly Darmawan Muhamad Syarul Maulana Irfan Maulana Herli Antoni
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia arti pelecehan seksual bermakna Merendahkan, Menghina oran lain, di Indonesia sendiri kasus pelecehan seksual sering kali terjadi, kasus ini terus bertambah setiap tahunnya, mulai dari pelecehan seksual yang berbentuk candaan, verbal, bahkan sampai pelecehan seksual melalui fisik. Pelecehan seksual dapat dialami oleh banyak kelompok, baik pada anak-anak, remaja, hingga laki- laki juga dapat mengalami pelecehan seksual, dari berbagai banyak kasus pelecehan korban yang paling banyak ditemukan adalah perempuan. Ada banyak faktor yang menyebabkan kerentanan perempuan menjadi korban pelecehan seksual Baik dilakukan dalam ruang public maupun domestic.
(Paradiaz & Soponyono, 2022)
Meskipun sudah ada peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah dan DPR RI, namun perlindungan terhadap hak korban belum sepenuhnya terlindungi sehingga seringkali hanya mendapatkan pendampingan dari tingkat kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. Selain itu, pemulihan fisik dan mental terhadap korban kekerasan seksual belum terakomodasi sepenuhnya, termasuk dalam hal mendapatkan jaminan kehidupan yang layak guna meringankan trauma mereka. Sehingga diperlukan regulasi untuk mengakomodasi perlindungan terhadap
68
AL-QISTH LAW REVIEW
VOL 7 NO. 1 (2023)
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta p-ISSN: 2579-3691
e-ISSN: 2580-2372
Desi Puspita Sari Siti Ayu Resa Purwati Muhamad Fadly Darmawan Muhamad Syarul Maulana Irfan Maulana Herli Antoni
korban kekerasan seksual salah satunya dengan menghadirkan Undang- Undang No. 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual.
Pada dasarnya, pelecehan seksual adalah kenyataan yang terjadi pada saat ini, dimana kejadian tindak pidana pelecehan/kekerasan seksual ini dapat terjadi dimanapun dan kapanpun, kekeerasan/pelecehan seksual pada perempuan ini tergolong dalam pelanggaran hak asasi manusia, padahal perempuan mempunyai hak dalam menikmati serta mendapatkan perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan asasi dalam seluruh aspek. Karnanya kekerasan seksual sendiri memiliki dampak negatif tidak hanya dirasakan secara fisik tetapi juga memiliki dampak untuk kesehatan mental para korbannya. Salah satu kasus pelecehan seksual yang pernah terjadi yaitu kasus dugaan pelecehan terhadap Mahasiswi UGM saat melaksanakan KKN dipulau Seram, Maluku pada pertengahan Tahun 2017 dimana Seorang mahasiswa Fakultas Teknik UGM, diduga melakukan pelecehan seksual terhadap mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM hal ini Kembali naik ke permukaan setelah kasusnya muncul di pemberitaan Badan Penerbitan dan Pers Mahasiswa(BPPM) Balairung UGM. Meski demikian, UGM akan menindak lanjuti keluhan penyintas yang disampaikan dalam pemberitaan Badan Penerbitan dan Pers Mahasiswa Balairung dengan membantu serta mengawal kasus ini untuk mendapatkan keadilan, Sanksi dan langkah hukum yang akan diambil terhadap pelaku adalah penundaan wisuda bagi pelaku serta tuntutan penyintas agar pelaku di-
69
AL-QISTH LAW REVIEW
VOL 7 NO. 1 (2023)
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta p-ISSN: 2579-3691
e-ISSN: 2580-2372
Desi Puspita Sari Siti Ayu Resa Purwati Muhamad Fadly Darmawan Muhamad Syarul Maulana Irfan Maulana Herli Antoni
DO mengigat hal ini adalah masalah sentif HS mengaku menyesal dan meminta maaf terhadap perkara yang telah terjadi sehingga para pihak memutuskan untuk damai dan menyelesaikan perkara secara internal ( Non- Litigasi )
Undang-Undang pelecehan seksual ini datur dalam UU No.12 Tahun 2022 tentang TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual) dalam pasal 4 ayat 2 disebutkan bahwasanya seseorang yang melakukan tindakan non fisik seperti isyarat, tulisan, dan/atau perkataan kepada orang lain yang berkaitan dengan bagian tubuhnya serta kemauan seksual, maka dapat dijatuhkan pidana sebab pelecehan seksual non fisik. Pelaku yang terbukti melakukan pelanggaran ini akan dihukum penjara paling lama sembilan bulan dan/atau denda maksimal Rp10 juta.
Undang-Undang mengenai pelecehan/kekerasan seksual tidak dijelaskan secara rinci dalam KUHP melainkan hanya menggunakan istilah perbuatan cabul yang mana diatur dalam KUHP pada pasal (Pasal 289 s.d. Pasal 296 KUHP) pada pasal 289 menjelaskan tentang “ Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun”. Sehingga pelecehan seksual ditafsirkan sebagai perbuatan yang melanggar norma atau kesusilaan.
70
AL-QISTH LAW REVIEW
VOL 7 NO. 1 (2023)
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta p-ISSN: 2579-3691
e-ISSN: 2580-2372
Desi Puspita Sari Siti Ayu Resa Purwati Muhamad Fadly Darmawan Muhamad Syarul Maulana Irfan Maulana Herli Antoni
Salah satu kasus ketidak adilan yang pernah terjadi terhadap pelecehan adalah kasus Baiq Nuril, dimana awal mula Baiq nuril melaporkan tidak pelecehan secara verbal yang dialaminya tapi malah di putuskan bersalah. Nuril dikatakan bersalah karena menyebarkan informasi berbau seksual yang melanggar UU ITE. Nuril adalah salah satu staf pengajar di SMAN 7 Mataram, dimana pelaku pelecehan seksual itu sendiri adalah seorang atasan yakni kepala sekolah yang melakukan pelecehan secara verbal dimana hal ini tidak pantas dilakukan dalam dunia Pendidikan yang seharusnya mengajarkan nilai moral bagi anak bangsa, Alasan nuril merekam percakapannya dengan kepsek adalah untuk dijadikan bukti bahwa ia tidak memiliki hubungan apapun dengan kepsek, kemudian Nuril dan Kuasa hukumnya melaporkan mantan atasannya dengan pasal 294 Ayat 2 ke 1 KUHP yang salah satu bunyinya
“pegawai negeri yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang di bawah perintahnya atau dengan orang yang dipercayakan atau diserahkan kepadanyauntuk dijaga”, yang dimana tindakan yang melanggar pasal ini akan dijatuhi hukuman penjara paling lama 7 tahun.
Namun kuasa hukum dari terduga pelaku membantah bahwa kliennya tidak pernah melakukan hal tersebut sehingga dalam Kasasi MA pada 21 November 2018 baik nuril divonis hukuman 6 bulan penjara dan denda 500 Juta rupiah.
Kasus diatas menunjukan bahwa ketidak adilan dinegri ini masih terjdi yang mana korban pelecehan seksual yang seharusnya dilindungi
71
AL-QISTH LAW REVIEW
VOL 7 NO. 1 (2023)
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta p-ISSN: 2579-3691
e-ISSN: 2580-2372
Desi Puspita Sari Siti Ayu Resa Purwati Muhamad Fadly Darmawan Muhamad Syarul Maulana Irfan Maulana Herli Antoni
atas ketidak adilan yang dialaminya namun pada realitanya malah berbanding terbalik dimana hal ini seperti fenomena gunung es yang sulit untuk diungkap yang seharusnya Nuril dinyatakan sebagai korban namun malah menjadi Tersangka atas penyebaran informasi berupa rekaman yang berbau asusila. Cukup hanya satu Nuril saja tidak boleh ada nuril yang lainnya oleh karna itu diperlukan instrument hukum yang kuat untuk menjamin hak- hak korban pelecehan seksual.
Menurut data statistik peluncuran catatan tahunan Komnas perempuan tahun 2022 terhadap prilaku pelecehan seksual yang menunjukkan terjadinya peningkatan jumlah kasus dalam kurun waktu 10 tahun (2012-2021) yakni kekerasan berbasis gender (KGB) yang menigkat sebanyak 50% dibanding tahun sebelumnya (2020) yaitu sebanyak 338.496 kasus. Dimana bentuk kekerasan seksual yang dialami perempuan dalam lima tahun terakhir. meliputi; kekerasan psikis sebanyak 36%, kekerasan seksual 33%,kekerasan fisik 18% dan kekerasan ekonomi sebanyak 13%.
Dan pelaku biasanya merupakan seseorang yang memiliki hubungan dekat dengan korban.
Pelecehan seksual tidak serta merta terjadi begitu saja, awal mula pelecehan seksual ini terjadi karena dianggap biasa, lama-lama bermuara pada kejahatan. Pelecehan seksual disebabkan banyak hal. Mulai dari pakaian perempuan yang terbuka kemudian mengundang hasrat lelaki, sampai film porno yang dengan mudahnya di akses saat ini. Pelecehan seksual biasanya terjadi sebab pelaku memiliki keinginan serta terdapat
72
AL-QISTH LAW REVIEW
VOL 7 NO. 1 (2023)
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta p-ISSN: 2579-3691
e-ISSN: 2580-2372
Desi Puspita Sari Siti Ayu Resa Purwati Muhamad Fadly Darmawan Muhamad Syarul Maulana Irfan Maulana Herli Antoni
kesempatan untuk melakukan pelecehan dan adanya stimulus dari korban yang memancing terjadinya pelecehan. Pelecehan seksual terjadi saat pelaku memiliki lebih banyak kekuasaan daripada korban. Dalam kehidupan sosial, posisi perempuan nyatanya masih belum setara dengan posisi laki-laki, walaupun usaha penyetaraan itu sudah dilakukan sejak lama. Alasan utamanya adalah kuatnya faktor sosial dengan budaya yang mengutamakan posisi laki-laki di atas perempuan.
Kurangnya prosedur hukum serta kejelasan peraturan tentang pelecehan seksual di Indonesia menyebabkan masalah ini tidak tertangani dengan baik. Pada akhirnya korban pelecehan seksual mengambil penyelesaian masalah di luar jalur hukum. Oleh karna itu diperlukan regulasi hukum untuk menjamin perlindungan terhadap para korban pelecehan sehingga adanya Undang-Undang No. 12 Tahun 2022 diharapkan mampu menekan tingkat pelecehan seksual yang terjadi di indonesia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan penelitian yang sudah dipaparkan di atas, maka penelitian ini berfokus pada 2 permasalahan:
1. Bagaimana penerapan perlindungan hukum bagi korban pelecehan seksual menurut perspektif UU No. 12 tahun 2022 serta dampak psikologis yang ditimbulkan terhadap korban pelecehan seksual?
73
AL-QISTH LAW REVIEW
VOL 7 NO. 1 (2023)
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta p-ISSN: 2579-3691
e-ISSN: 2580-2372
Desi Puspita Sari Siti Ayu Resa Purwati Muhamad Fadly Darmawan Muhamad Syarul Maulana Irfan Maulana Herli Antoni
2. Apakah Upaya preventif bagi korban kekerasan seksual terhadap prilaku yang menyimpang?
C. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Metode Yuridis Normatif . Dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, mengacu pada norma hukum positif yang berlaku diindonesia guna menjawab isu yang di hadapi. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan adanya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual membawa angin segar bagi masyarakat dalam hal pencegahan dan penanganan terhadap korban kekerasan seksual dengan cara pemulihan hak-hak korban melalui restitusi, kompensasi, serta rehabilitasi tanpa menghentikan proses hukum yang berjalan agar regulasi ini dapat diimplementasikan dan terlaksana dengan efektif perlu adanya pengawasan dari pemerintah guna melaksanakan hak dasar yang harus diperoleh setiap warga negara.
PEMBAHASAN A. Pelecehan seksual
Menurut Komnas Perempuan, sebenarnya pelecehan seksual merujuk pada kegiatan yang memiliki nuansa seksual yang diungkapkan melalui kontak fisik atau non fisik yang menyimpang seksualitas seseorang. Perbuatan tersebut antara lain bersiul, menggoda, melontarkan
74
AL-QISTH LAW REVIEW
VOL 7 NO. 1 (2023)
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta p-ISSN: 2579-3691
e-ISSN: 2580-2372
Desi Puspita Sari Siti Ayu Resa Purwati Muhamad Fadly Darmawan Muhamad Syarul Maulana Irfan Maulana Herli Antoni
komentar atau kata-kata berbau seksual, memperlihatkan materi pornografi beserta hasrat seksual, menusuk ataupun menyentuh bagian- bagian tubuh, gerakan ataupun gestur seksual, yang selanjutnya menimbulkan kondisi tidak nyaman, cedera atau perasaan terhina dan selanjutnya menimbulkan berbagai gangguan kesehatan dan keamanan.
Pelecehan seksual umumnya dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian utama, yaitu; pemaksaan, perhatian seksual yang tidak diinginkan, dan pelecehan berbasis gender. Pemaksaan seksual didefinisikan sebagai permintaan atau persyaratan langsung untuk melakukan tindakan seksual dengan imbalan keuntungan yang terkait dengan pekerjaan atau sekolah.
Kemudian Pelecehan gender adalah tindakan merendahkan perempuan secara langsung ataupun tidak langsung oleh kelompok-kelompok seperti memposting gambar objek perempuan sebagai objek seks atau membuat lelucon tentang perempuan sebagai objek seks. Terakhir, perhatian seksual Yang tidak diinginkan adalah degradasi individu perempuan secara ilegal, seperti memperlakukan perempuan sebagai objek seks dengan mengirim email atau pesan pribadi yang tidak pantas, meraba-raba atau menyentuh yang tidak pantas, dan pandangan sekilas dengan maksud seksual.
Adanya perasaan segan atau benci terhadap segala bentuk perilaku atau perilaku yang bersifat seksual merupakan komponen esensial dari definisi pelecehan seksual. (Dewi, 2019)
Saat ini banyak sekali kasus kekerasan seksual yang terjadi dindonesia baik secara verbal maupun Non verbal, seperti halnya kasus
75
AL-QISTH LAW REVIEW
VOL 7 NO. 1 (2023)
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta p-ISSN: 2579-3691
e-ISSN: 2580-2372
Desi Puspita Sari Siti Ayu Resa Purwati Muhamad Fadly Darmawan Muhamad Syarul Maulana Irfan Maulana Herli Antoni
Baiq Nuril yang mendapatkan pelecehan secara verbal namun malah dinyatakan bersalah dan dihukum 6 bulan serta denda 500 juta rupiah, kemudian kasus Herry wirawan yang melakukan pelecehan seksual kepada para santrinya bahkan hingga memiliki anak dimana hal ini dilakukan didunia dalam dunia pendidikan yang seharusnya tempat yang aman pada anak dan permpuan justru malah berbanding terbalik, ironis memang namun hal ini nyata terjadi sehingga peraturan perundang- undangan yang ada dinilai belum cukup optimal dalam mencegah serta melindungi hak-hak korban pelecehan seksual selain itu belum ada peraturan secara komprehensif yang mengatur mengenai tindak pidana kekerasan seksual Oleh karena itu, diterbitkanlah UU NO. 12 Tahun 2022 pada 9 Mei 2022 diundangkan untuk mencegah dan memberantas kekerasan seksual dalam segala bentuk tindak pelecehan diIndonesia.
B. Perlindungan Hukum Bagi Korban Pelecehan Seksual Dalam UU No.12 tahun 2022
Pelecehan seksual adalah tindakan seksual yang dilakukan terhadap korban dalam kondisi pemaksaan. Pelecehan seksual biasanya adalah kejahatan yang dilakukan oleh orang dewasa dan biasanya terjadi pada perempuan. Dengan adanya perlindungan hukum adalah upaya melindungi yang dilakukan pemerintah atau pengusa melalui perundang undangan yang berlaku. Tujuan perlindungan hukum untuk memastikan
76
AL-QISTH LAW REVIEW
VOL 7 NO. 1 (2023)
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta p-ISSN: 2579-3691
e-ISSN: 2580-2372
Desi Puspita Sari Siti Ayu Resa Purwati Muhamad Fadly Darmawan Muhamad Syarul Maulana Irfan Maulana Herli Antoni
subjek hukum memperoleh hak nya serta dapat memberikan perlindungan penuh pada subjek hukum yang jadi korban.
Philipus M Hadjon mengartikan perlindungan hukum sebagai suatu tindakan guna melindungi harkat dan martabat kemanusiaan individu dan mengakui hak asasi manusia berdasarkan ketentuan undang-undang terhadap aktivitas sewenang-wenang atau merupakan aturan yang bisa menjadi pelindung atas sebuah hal (Hadjon, 1987).
Beberapa instrument hukum guna mencegah serta menanggulangi terjadinya pelecehan yakni pada kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) tidak di kenal istilah pelecehan seksual, tetapi di kenal dengan perbuatan cabul. Yang dimaksud tindakan pencabulan dalam KUHP semua aktivitas yang bersangkutan dengan kejahatan keasusilaan berupa perbuatan yang melanggar norma yang hidup dimasyarakat. Terhadap pelaku tindakan pelecehan seksual bisa dikenakan pasal pencabulan sebagaimana diatur dalam pasal 289 hingga pasal 296 KUHP.
Dalam UU No. 12 tahun 2022 tentang (TPSK) juga mengatur mengenai hak bagi setiap orang untuk mendapatkan perlindungan dari perlakuan yang merendahkan martabat, upaya preventif serta pemulihan bagi korban pelecehan seksual dimana undang-undang ini berperan sebagai payung hukum dalam terjadinya suatu tindak pidana kekerasan seksual.
77
AL-QISTH LAW REVIEW
VOL 7 NO. 1 (2023)
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta p-ISSN: 2579-3691
e-ISSN: 2580-2372
Desi Puspita Sari Siti Ayu Resa Purwati Muhamad Fadly Darmawan Muhamad Syarul Maulana Irfan Maulana Herli Antoni
Dalam pasal 1 ayat (1) juga menerangkan definisi mengenai kekerasan seksual yaitu seluruh aktivitas yang didalamnya ada unsur tindak pidana yang terpenuhi sebagai mana diatur dalam Undang-undang ini serta perbuatan seksual lainnya yang diatur dalam undang-undang selama tidak ditetapkan dalam undang-undang ini. Terdapat 10 poin penting yang tercantum dalam undang-undang ini mengenai bentuk kekerasan seksual yang tercantum pada pasal 2 ayat (1) antara lain :
a. Pemerkosaan;
b. Perbuatan cabul
c. Persetubuhan, perbuatan cabul, dan/atau eksploitasi seksual terhadap anak;
d. Perbuatan melanggar kesusilaan yang berlawanan dengan keinginan korban;
e. Pornografi yang melibatkan anak atau pornografi yang secara eksplisit mengandung kekerasan serta eksploitasi seksual;
f. Pemaksaan pelacuran;
g. Tindak pidana perdagangan orang yang ditunjukkan untuk eksploitasi seksual;
h. Kekerasan seksual di lingkungan rumah tangga ;
i. Tindak pidana pencucian uang yang asalnya adalah tindak pidana kekerasan seksual; dan
78
AL-QISTH LAW REVIEW
VOL 7 NO. 1 (2023)
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta p-ISSN: 2579-3691
e-ISSN: 2580-2372
Desi Puspita Sari Siti Ayu Resa Purwati Muhamad Fadly Darmawan Muhamad Syarul Maulana Irfan Maulana Herli Antoni
j. Tindak pidana lainnya yang secara tegas dikatakan sebagai tindak pidana kekerasan seksual yang diatur dalam peraturan undang- undang.
Kehadiran undang-undang ini diharapkan bisa menjadi instumen hukum utama guna mengatasi terjadinya tindak pidana pelecehan seksual dan menjadi pelengkap untuk instrument hukum sebelumnya yang belum secara komperhansif dan optimal dalam penerapannya.
C. Kasus pelecehan yang pernah terjadi diindonesia
Kasus pelecehan seksual terhadap 13 sanriwati pondok pesantren dibandung kasus ini teruangkap pada tahun 2021 yang pada kenyataannya berlangsung sejak sejak 5 tahun terakhir yang mana hal ini dilakukan oleh pendidik dalam institusi Pendidikan yang berbasis islami, umumnya seorang guru seharusnya mengayomi, mendidik serta membimbing para santriwati untuk tumbuh dan berkembang namun lain halnya dengan Herry Wirawan merupakan orang yang memperkosa 13 orang santriwati sejak tahun 2016 sampai 2021. Saat ini, pelaku telah divonis oleh pengadilan dengan hukuman mati. Pada awalnya, Herry Wirawan mendirikan Yayasan Panti Asuhan Manarul Huda di Antapani Tengah, Kota Bandung pada tahun 2016. Kemudian ia juga mendirikan Pesantren Madani di Cibiru dan Pesantren Tahfidz Madani di Sukanagara, Antapani Kidul.
79
AL-QISTH LAW REVIEW
VOL 7 NO. 1 (2023)
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta p-ISSN: 2579-3691
e-ISSN: 2580-2372
Desi Puspita Sari Siti Ayu Resa Purwati Muhamad Fadly Darmawan Muhamad Syarul Maulana Irfan Maulana Herli Antoni
Dalam Putusan Pengadilan Nomor 86/PID.SUS/2022/PT BDG, Herry mendirikan yayasan serta pondok pesantren dengan maksud memenuhi keinginannya. Di tahun 2021, keluarga semakin menyadari kelakuan buruk Harry saat salah satu korban mulai bertingkah aneh.
menjadi pendiam, menolak makan, bahkan terus menangis. Terakhir, korban Pesantren Madani mengaku menjadi target seksual Hari.
Kemudian, pada tahun 2021, keluarga melaporkan kejadian tersebut ke Polda Jabar. Situasi yang mirip dengan Herry ternyata dilaporkan oleh 12 korban, termasuk seorang pendiri dan guru di tiga sekolah yang juga melaporkannya. Fakta bahwa delapan wanita yang diperkosa oleh Hurley melahirkan sembilan anak.
Pada 16 Desember 2021, kasus kebobrokan Herry akhirnya sampai ke pengadilan setelah dilakukan penyelidikan secara ekstensif. Hakim memanggil 21 saksi selama persidangan. Selain itu, pada 11 Januari 2022, jaksa penuntut umum meminta agar Herry dijatuhi hukuman eksekusi suntik kebiri. Herry menawarkan pembelaan setelah hukuman mati diminta. Herry menyatakan penyesalan dan meminta maaf kepada keluarga dan korban saat pembacaan nota pembelaan atau pledoi yang diajukan di Pengadilan Negeri (PN) Bandung pada 20 Januari 2022.majelis hakim memutuskan Herry harus dipenjara seumur hidup pada Selasa, 15 Februari 2022, di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Kota Bandung.
Namun jaksa mengajukan banding atas vonis tersebut sehingga pada 4 April 2022 herry tetap dijatuhi hukuman mati Kemudian Herry
80
AL-QISTH LAW REVIEW
VOL 7 NO. 1 (2023)
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta p-ISSN: 2579-3691
e-ISSN: 2580-2372
Desi Puspita Sari Siti Ayu Resa Purwati Muhamad Fadly Darmawan Muhamad Syarul Maulana Irfan Maulana Herli Antoni
mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung namun ditolak sehingga herry tetap menjalani hukuman sebagai terpidana Mati.
Berdasarkan Analisa kasus diatas kejahatan yang dilakukan Herry wirawan termasuk kedalam Extra ordinary crime (kejahatan luar biasa) yang melibatkan 12 anak perempuan dibawah umur serta seorang pendiri sekaligus guru dipesantren tersebut dimana hal tersebut dapat berpotensi merusak Kesehatan korban baik fisik maupun psikis sehingga mengenai penjatuhan hukuman mati peneliti dalam hal ini setuju jika diterapkan karna agar dapt memberikan efek jera terhadap pelaku tindak kekerasan seksual dan mencegah adanya kasus tersebut terulang Kembali serta untuk memeliharanya ketertiban hukum dan terjaminnya kepentingan hukum terhadap para korban.
D. Faktor yang mempengaruhi terjadinya pelecehan seksual
Berdasarkan analisis diatas ada beberapa factor yang mempengaruhi kekerasan/pelecehan seksual.
a. Faktor keluarga. Mayoritas korban kekerasan seksual adalah anak dari keluarga broken home atau keluarga yang tidak utuh, serta mereka yang terkena dampak kesulitan ekonomi dan kondisi lingkungan yang kurang baik.serta perceraian orang tua sehingga keluarga ikut andil sebagai pemicu terjadinya pelecehan seksual.
81
AL-QISTH LAW REVIEW
VOL 7 NO. 1 (2023)
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta p-ISSN: 2579-3691
e-ISSN: 2580-2372
Desi Puspita Sari Siti Ayu Resa Purwati Muhamad Fadly Darmawan Muhamad Syarul Maulana Irfan Maulana Herli Antoni
b. Faktor lingkungan. Perilaku seksual yang merendahkan martabat juga dapat disebabkan oleh faktor lingkungan yang kurang baik.
Selain itu, kita sering mengamati betapa banyak anak-anak saat ini terlibat dalam pergaulan bebas yang tidak etis, berani bertindak di luar kendalinya.
Bisa juga karena dukungan yang dia terima dari teman- temannya. Akibatnya, kita harus berhati-hati saat berinteraksi dengan orang lain, dapat memilih lingkungan yang menyenangkan, dan memilih teman atau anggota keluarga yang dapat dipercaya.
Faktor individu. Faktor ini disebabkan oleh kepribadian anak sendiri dari segi eksternal yakni mudah terhasut akan perkataan orang lain, terlalu bergantung kepada orang dewasa serta mengikuti pergaulan bebas sedangkan dari segi internal terjadi akibat fsktor lingkungan dan keluarga yang buruk sehingga timbul ketidaknyamanan dan mencari pelampiasan. (Ahyun et al., 2022)
E. Upaya pencegahan terhadap pelecehan seksual.
Kejahatan kekerasan seksual dapat dicegah, dibantu, dipulihkan, dan dipantau dengan partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam pencegahan dimungkinkan dengan:
a. mendidik orang-orang dari segala usia tentang kejahatan kekerasan seksual sehingga mereka tidak menjadi korban atau pelaku dan bahwa kekerasan seksual tidak terjadi;
82
AL-QISTH LAW REVIEW
VOL 7 NO. 1 (2023)
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta p-ISSN: 2579-3691
e-ISSN: 2580-2372
Desi Puspita Sari Siti Ayu Resa Purwati Muhamad Fadly Darmawan Muhamad Syarul Maulana Irfan Maulana Herli Antoni
b. menyebarkan kesadaran tentang hukum dan peraturan yang mengatur kekerasan seksual; dan
c. Membuat keadaan lingkungan yang bisa mencegah kejahatan kekerasan seksual terjadi.
Dalam upaya pencegahan terjadinya pelecehan seksual dapat memulainya dari unit terkecil di masyarakat yaitu keluarga yang justru memiliki peranan amat penting dalam mengurangi tindakan pelecehan seksual. Keluarga dapat melakukan langkah-langkah berikut untuk mengurangi kekerasan seksual: melakukan sosialisasi tentang dampak dan ancaman kekerasan seksual, memberikan informasi kepada anak sesuai Batasan usia tentang batasan tubuh yang tidak boleh disentuh tanpa persetujuan dan mendidik anak tentang peran dan sosialisasi kekerasan seksual dalam memberikan pengetahuan tentang hal tersebut, terutama bagi kaum muda. Mengajak mereka untuk mengenal lingkungannya sekaligus memberikan informasi tentang nilai-nilai, adat istiadat dan budaya daerah serta mengarahkan kaum muda untuk berkata tidak ataupun berteriak apabila berada diposisi yang mengancam. (Nurchahyati
& Legowo, 2022).
Partisipasi keluarga dalam penanggulangan kejahatan kekerasan seksual dilakukan melalui:
a. Membentengi pembinaan dalam keluarga, mengenai etika, moral, agama, dan budaya;
83
AL-QISTH LAW REVIEW
VOL 7 NO. 1 (2023)
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta p-ISSN: 2579-3691
e-ISSN: 2580-2372
Desi Puspita Sari Siti Ayu Resa Purwati Muhamad Fadly Darmawan Muhamad Syarul Maulana Irfan Maulana Herli Antoni
b. Meningkatkan keterampilan berkomunikasi anggota keluarga;
c. Memperkuat ikatan emosional di antara anggota keluarga;
d. Memudahkan ayah, ibu, dan anggota keluarga lainnya untuk memainkan perannya sehingga anak mengembangkan sifat protektif;
e. menjaga anggota keluarga dan mencegah mereka mengakses informasi yang berbau pornografi dan terpengaruh oleh pornografi;
Dan terakhir,
f. Melindungi anggota keluarga dari pergaulan bebas dan pengaruh berbahaya lainnya dari dunia luar. (DJPb, 2022)
Upaya pemerintah dalam menanggulangi terjadinya kekerasan seksual pada perempuan adalah dengan bekerjasama dengan badan terkait seperti Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap perempuan yang disingkat Komnas Perempuan Guna meredam atau mengurangi kasus kebrutalan terhadap perempuan dan anak muda, diperlukan strategi yang matang. Semua pihak dan kelompok perlu bekerja sama untuk memerangi kekerasan dan mencegahnya. Kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah daerah untuk memerangi kekerasan terhadap anak dan perempuan juga tidak kalah pentingnya. Membangun “Kota Layak Anak” (KLA) adalah salah satu cara guna menekan jumlah kasus kekerasan terhadap anak.
Setiap daerah di Indonesia mendambakan predikat “Kota Layak Anak”
(KLA). Kota yang memiliki sistem pembangunan berdasarkan pada hak anak dengan mengintegrasikan komitmen serta sumber daya dari
84
AL-QISTH LAW REVIEW
VOL 7 NO. 1 (2023)
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta p-ISSN: 2579-3691
e-ISSN: 2580-2372
Desi Puspita Sari Siti Ayu Resa Purwati Muhamad Fadly Darmawan Muhamad Syarul Maulana Irfan Maulana Herli Antoni
pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha dikenal sebagai “Kota Layak Anak” (KLA). Sistem ini dirancang secara menyeluruh serta berkesinambungan dalam kebijakan, program, dan kegiatan guna menjamin perlindungan dan pemenuhan hak anak. Guna memastikan terpenuhinya hak-hak anak, masyarakat, swasta, dan pemerintah harus bekerja sama secara efektif.
Dalam UU No. 12 Tahun 2022 tentang TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual) juga menerangkan mengenai upaya pemerintah dalam menanggulangi pelecehan seksual pada perempuan yakni terdapat pada pasal 79 S.d pasal 84 pada pasal 79 ayat (1) menjelaskan mengenai
“Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib menyelenggarakan Pencegahan Tindak Pidana Kekerasan Seksual secara cepat, terpadu, dan terintegrasi.” Sehingga dengan adanya undang-undang ini diharapkan dapat terciptanya ruang public yang ramah khususnya pada perempuan dan anak.
PENUTUP A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian diatas maka bisa diambil kesimpulan bahwa kasus pelecehan seksual bertambah setiap tahunnya dan korban pelecehan seksual paling banyak ditemukan adalah perempuan. Dalam UU No. 12 tahun 2022 tentang (TPSK) juga mengatur tentang Pencegahan segala
85
AL-QISTH LAW REVIEW
VOL 7 NO. 1 (2023)
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta p-ISSN: 2579-3691
e-ISSN: 2580-2372
Desi Puspita Sari Siti Ayu Resa Purwati Muhamad Fadly Darmawan Muhamad Syarul Maulana Irfan Maulana Herli Antoni
bentuk kekerasan seksual; Mengelola, menjaga, serta memulihkan hak-hak korban; koordinasi antar pemerintah daerah dan pusat; serta kerja sama internasional untuk memastikan pengobatan beserta pencegahan yang efektif bagi korban kekerasan seksual. Kehadiran undang-undang ini diharapkan bisa menjadi instumen hukum utama guna mengatasi terjadinya tindak pidana pelecehan seksual dan menjadi pelengkap untuk instrument hukum sebelumnya yang belum secara komperhansif dan optimal dalam penerapannya
86
AL-QISTH LAW REVIEW
VOL 7 NO. 1 (2023)
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta p-ISSN: 2579-3691
e-ISSN: 2580-2372
Desi Puspita Sari Siti Ayu Resa Purwati Muhamad Fadly Darmawan Muhamad Syarul Maulana Irfan Maulana Herli Antoni
DAFTAR PUSTAKA
Erika Vivian N, M. L. (n.d.). peran keluarga dalam meminimalisir tingkat kekerasan seksual pada anak . Jurnal Hawa: studi pengurus utamaan gender dan anak, Vol.4, No 1(e-ISSN: 2686-3308.).
Harahap, M., Pratitis, S. A., & Rehulina, R. (2023). Perlindungan Hukum Terhadap Hak-Hak Korban Kejahatan Seksual Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. ARBITER: Jurnal Ilmiah Magister Hukum, 5(1), 53-68.
faizah qurotul ahyun, s. p. (n.d.). faktor penyebab terjadinya pelecehan seksual serta dampak psikologis yang dialami korban. ; Jurnal Pendidikan Anak, Vol 3 (ISSN 2723-24X).
Safitri, S. S., Ardiansah, M. D., & Prasetyo, A. (2023). Quo Vadis Keadilan Restoratif pada Perkara Tindak Pidana Kekerasan Seksual Pasca Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (Studi Terhadap Pasal 23 UU TPKS). Jurnal Hukum dan HAM Wara Sains, 2(01), 29- 44.
felicia Elfriestha, d. d., & Depresi hingga bunuh dir”, K. m. (2020, Agustus 17).
Dampak psikologis korban pelecehan seksual; Depresi hingga bunuh diri.
Kesehatan mental,.
komnas perempuan . (2022, maret 30). Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Industri Film Nasional: Sebuah Kemendesakan. Retrieved from
87
AL-QISTH LAW REVIEW
VOL 7 NO. 1 (2023)
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta p-ISSN: 2579-3691
e-ISSN: 2580-2372
Desi Puspita Sari Siti Ayu Resa Purwati Muhamad Fadly Darmawan Muhamad Syarul Maulana Irfan Maulana Herli Antoni
https://komnasperempuan.go.id/siaran-pers-detail/tentang-hari-film- nasional-tahun-2022
rosiana Paradiaz, E. s. (Tahun 2022). ”perlindungan hukum terhadap korban pelecehan seksual. jurnal pembangunan hukum Indonesia, Hal 62.
Sumandi. (n.d.). pencegahan tindak pelecehan /kekerasan seksual. sumber; 12/2022, UU No. Retrieved from https://djpb.kemenkeu.go.id/kppn/klaten/id/data- publikasi/berita-terbaru/2894-pencegahan-tindakan-pelecehan-kekerasan- seksual.html
sumera, M. (tahun 2013, april-juni). perbuatan kekerasan/pelecehan seksual terhadap perempuan. lex et societatis, Vol 1.