Bahan Kuliah Iklim dan Musim Indonesia Prodi Klimatologi Semester II
STMKG
1) Atmosfer
2) Sistem Cuaca/ Iklim 3) Fenomena Cuaca
LINGKUP BAHASAN
A. STRUKTUR DAN KOMPOSISI
B. PEREDARAN UMUM ATMOSFER
C. SISTEM PEREDARAN REGIONAL – LOKAL
Komposisi :
Campuran bermacam-macam gas yang menyelimuti bumi, dan merupakan bagian yang takterpisahkan dari bumi karena adanya pengaruh dari gaya tarik bumi. Struktur Atmosfer :
Berdasarkan profil suhunya, atmosfer dibagi menjadi beberapa lapisan. Mulai dari lapisan paling bawah yaitu > Troposfer : 8 – 18 km, suhu umumnya menurun terhadap ketinggian, dimana proses cuaca berlangsung, >Stratosfer : diatas tropopause hingga sekitar 50 – 55 km, suhu mula-mula tetap hingga ketinggian 20 km, naik secara lambat hingga 32 km, kemudian naik secara cepat di atas 32 km, > Mesosfer : mulai dari stratopause hingga ketinggian 80 km, suhu turun terhadap ketinggian hingga mencapai -90° C, > Thermosfer : lapisan di atas mesopause, temperatur naik terhadap ketinggian. Terjadi proses ionisasi, merupakan lapisan yang dipergunakan untuk memantulkan gelombang radio.
“ ATMOSFER = SELIMUT BUMI YANG BERLAPIS-
LAPIS, TERDIRI DARI BERBAGAI MACAM
CAMPURAN GAS”
ATMOSFER BUMI DILIHAT DARI ANGKASA LUAR
PEREDARAN UMUM ATMOSFER
DISTRIBUSI ENERGI MATAHARI YANG TIDAK MERATA DI PERMUKAAN BUMI SEBAGAI PEMICU PERGERAKAN UMUM ATMOSFER
FAKTOR
PERBEDAAN SUHU DAN TEKANAN UDARA SEBAGAI PEMICU POLA
PEREDARAN UMUM
ATMOSFER
DAERAH PERTEMUAN ANGIN ANTAR TROPIS (ITCZ
DAERAH SABUK TEKANAN TINGGI SUB TROPIS
DAERAH SABUK TEKANAN TINGGI SUB TROPIS
SKEMATIK
POLA UMUM
PEREDARAN
ATMOSFER
PEREDARAN UMUM ATMOSFER
SINAR MATAHARI YANG JATUH TIDAK MERATA KE PERMUKAAN BUMI > MENYEBABKAN PERBEDAAN TEKANAN UDARA > MENIMBULKAN PERGERAKAN ATMOSFER (ANGIN)
UDARA MENGALIR DARI TEKANAN YANG LEBIH TINGGI MENUJU KE DAERAH YANG TEKANANYA LEBIH RENDAH
ALIRAN UDARA DEKAT PERMUKAAN BUMI DIPENGARUHI OLEH :
1. GAYA TEKANAN,
2. GAYA KORIOLI,
3. GAYA GESEKAN
H
(DAERAH TEKANAN TINGGI)
L
(DAERAH TEKANAN RENDAH)
GAYA GRADIENT
GAYA GESEK PERMUKAAN
GAYA KORIOLI
ARAH ANGIN
BBU
BBU
POLA ALIRAN UDARA DI DEKAT PERMUKAAN BUMI
GAYA GRADIEN TEKANAN
GAYA KORIOLI
GAYA GESEK PERMUKAAN
POLA PEREDARAN UDARA RATA-RATA
DI WILAYAH INDONESIA DAN SEKITARNYA
Peredaran atmosfer pada skala lokal biasanya disebut Sirkulasi Lokal. Perbedaan pemanasan permukaan bumi pada malam dan siang hari, menyebabkan perbedaan panas pada skala lokal,
yang memicu peredaran pada skala lokal, misal adanya angin darat dan angin laut, angin lereng, angin lembah, angin orografi, dll.
PERBEDAAN PEMANASAN PERMUKAAN BUMI PADA SIANG DAN MALAM HARI MENIMBULKAN
PERUBAHAN TEKANAN UDARA HARIAN >
MENGGERAKAN PEREDARAN UDARA (ANGIN) PADA
SKALA LOKAL
ANGIN LAUT PADA SIANG HARI
ANGIN DARAT
PADA MALAM HARI
ANGIN GUNUNG DAN ANGIN LEMBAH
SKALA BEAUFORT
NO KRITERIA KECEPATAN ANGIN
(knot)
KETERANGAN
1 Teduh (calm) < 1 Calm, asap naik secara vertikal
2 Light Air 1 – 3 Arah angin dapat dilihat dri condongnya asap, tetapi belum dapat ditentukan dengan alat wind vane 3 Light breeze 4 - 6 Angin terasa pada muka, daun bergoyang. Biasanya
wind vane mulai dapat digerakan oleh angin 4 Gentle breeze 7 -10 Daun dan ranting kecil bergerak, anginb mengibarkan
bendera ringan
5 Moderate breeze 11 - 16 Debu dan kertas berterbangan, cabang kecil bergerak 6 Freez breeze 17 - 21 Pohon kecil berdaun berayun. Terjadi puncak gelombang
kecil pada permukaan air
7 Strong breeze 22 – 27 Cabang besar bergerak terdengar desingan kawat telpon atau yang lain, sukar memakai payung
8 Near Gale 28 - 33 Seluruh pohon bergerak terasa susah berjalan melawan angin
9 Gale 34 – 40 Cabang patah dan lepas dari pohon, biasanya
menghalangi gerak maju
10 Strong Gale 41 - 47 Kerusakan ringan atas bangunan (atap berterbangan) 11 Storm (Badai) 48 - 55 Pohon terbongkar, terjadi kerusakan bangunan
12 Violent Storm 56 - 63 Kerusakan meluas
13 Huricane/Cyclone >64 Kerusakan hebat
Angin Laut – Angin Darat
Angin laut–angin darat adalah sistem peredaran udara lokal yang terdapat di kawasan pantai. Peredaran tersebut termasuk dalam klasifikasi skala meso (lokal) bercirikan dengan variasi harian. Pada siang hari bertiup dari arah laut menuju darat (angin laut), dan pada malam hari dari arah darat menuju laut (angin darat).
Sebagai contoh, Sumatera Barat terletak dalam kawasan pantai; oleh karena itu sebagai umumnya kawasan pantai, juga terdapat peredaran angin laut dan angin darat tersebut. Namun demikian “angin laut sering tidak terlihat jelas pada waktu monsun barat daya” karena arah angin laut searah dengan angin musim. Demikian pula “angin darat juga sulit dibedakan dengan angin musim timur laut”
karena arah angin darat sejajar dengan arah angin musim timur laut
tersebut.
Angin Lembah – Angin Gunung
Angin lembah dan angin gunung “terdapat di pegunungan”; angin lembah terjadi pada siang hari dari lembah ke arah puncak gunung ketika lereng gunung mendapat banyak penyinaran matahari dan suhunya lebih tinggi dari suhu udara di sekitarnya pada ketinggian yang sama, sehingga udara naik sepanjang lereng gunung; sedangkan “angin gunung terjadi pada malam hari” dari puncak gunung menuju lembah. ketika udara di atas gunung menjadi lebiih dingin daripada udara di sekitarnya pada ketinggian sama dan rapat massanya lebih besar dibandingkan dengan yang ada di lembah.
Angin gunung juga disebut “angin katabatik”, dan angin lembah juga disebut
“angin anabatik”.
Sebagai contoh, di Sumatera Barat terdapat barisan pegunungan sebagai bagian dari Bukit Barisan yang membujur sejajar pantai. Karena posisi pegunungan yang tegak lurus arah angin musim, baik angin musim timur laut maupun angin musim baratdaya maka seperti halnya angin laut-angin darat, “angin lembah dan angin gunung juga sulit dibedakan dengan angin musim”.
2. SISTEM CUACA/ IKLIM
A. MASSA UDARA
B. PIAS PUMPUN ANTAR TROPIK
C. PASANGAN LAUT- DARAT- ATMOSFER
D. El Nino/ La Nina
A. MASSA UDARA
Dari aspek geografi, Indonesia terletak di sekitar khatulistiwa, dalam lingkungan Samudera Hindia, laut Cina Selatan, benua Asia, Samudera Pasifik, dan benua Australia.
Masing-masing lingkungan tersebut membentuk sifat massa udara di atasnya, yakni sifat udara lautan, sifat udara benua, sifat udara khatulistiwa, sifat udara monsun.
Dengan posisi kawasan yang demikian, maka massa udara yang memberi andil bagi pembentukan sistem cuaca di kawasan Indonesia (Watt-1955) adalah jenis :
massa udara kutub kontinental yang telah dimodifikasi lautan Pasifik Barat dan laut Cina Selatan yang panas (nKbl panas),
massa udara tropis (T) kontinental yang telah termodifikasi daratan Tibet (nTB) dan India (nTI);
massa udara tropis kontinental yang telah termodifikasi daratan Australia (nTA);
massa udara tropis lautan Pasifik Utara (TPU),
massa udara tropis lautan India bagian selatan (TIS),
massa udara tropis lautan Pasifik Selatan yang telah termodifikasi sepanjang khatulistiwa (nTPS).
Bagan interaksi berbagai jenis massa udara tersebut dalam skala besarnya seperti pada gambar. Namun demikian kadar pertukaran dan fenomena yang timbul selain bergantung kepada kadar massa udaranya masih pula bergantung kepada banyak faktor, antara lain arah dan kecepatan aliran.
Bagan pertemuan massa udara
Sumber : Soerjadi, W.H, 2004, Sistem Cuaca hal.3
B. Pias Pumpun Antartropik (PPAT)
Batas antara kedua peredaran antisiklonal utara dan selatan dikenal dengan nama “ekuator meteorologi”. Ekuator meteorologi dikenal dengan nama “pias pumpun antartropik, atau diskontinuitas antartropik, atau perenggan antartropik, atau perenggan monsun, atau palung monsun.
Dari berbagai nama tersebut yang lebih sesuai adalah pias pumpun antartropik.
Posisi PPAT paling selatan (Perry H. and Walker J.M.1977)
Posisi PPAT paling utara (Perry H. and Walker J.M.1977)
Posisi PPAT tidak tetap dan tidak tepat di khatulistiwa atau sejajar garis lintang geografi, melainkan bergeser secara tahunan ke utara dan ke selatan mengikut gerak matahari. Namun demikian pergeseran tahunan tersebut tidak sama di setiap tempat.
The Intertropic Convergence Zone (ITCZ)
Pias Pumpun Antartropik (PPAT)
Di atas lautan Atlantik dan Pasifik hampir sepanjang tahun terdapat di belahan bumi utara dan pergeserannya kecil.
Pergeseran tahunan yang paling besar terdapat pada bagian di atas Asia selatan – Lautan India. Besarnya pergeseran tersebut karena berkaitan dengan monsun.
Gerakan setiap harinya tidak tetap dalam satu arah; pada suatu saat bergerak ke utara, pada saat berikutnya dapat terus ke utara atau berbalik ke selatan.
Pada PPAT udara cenderung bergerak ke atas, sehingga di daerah pias tersebut terdapat “banyak awan golakan dan hujan”. Hujan di daerah PPAT dapat diklasifikasikan dalam “tiga jenis”, yakni :
1) Hujan jenis golakan tunggal, ialah hujan yang ditimbulkan oleh awan golakan yang terpisah-pisah dan tidak berhubungan. Jenis tersebut hampir terdapat di mana-mana.
2) Hujan jenis garis gebos, ialah hujan yang ditimbulkan oleh kelompok awan golakan dalam bentuk barisan. Sekitar 80% jenis tersebut terdapat di kawasan lintang 10 – 15 derajat utara. Jenis tersebut juga sering terjadi di selat Malaka, dan dikenal dengan nama “Sumatra”
3) Hujan jenis monsun, ialah hujan yang terjadi di suatu tempat yang dilewati PPAT. Hujan tersebut umumnya terdapat di kawasan antara 10 oLU dan 10
oLS. Hujan di Sumatra Barat termasuk jenis monsun tersebut.
(3) FENOMENA CUACA
A.HIDRO METEOR B.CURAHAN
C.LITOMETEOR D.FOTOMETEOR
E. ELEKTROMETEOR
A. HIDROMETEOR
1. KABUT
2. MIST
3. EMBUN
B. CURAHAN
ADALAH AIR ATAU ES YANG JATUH DARI AWAN
KE PERMUKAAN BUMI
C. LITHOMETEOR
BADAI DEBU
UDARA KABUR
AKIBAT ASAP
PELANGI
TIANG MATAHARI
KILAT / PETIR