Assalamu’alaikum Warhmatullahi Wabarakatuh...
Salam Pramuka....!!!
Puja mari kita panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wata’ala pemilik alam semesta, serta Puji kita panjatkan pula kepada Allah pemilik langit dan Bumi, yang mana selalu memberikan kepada kita beribu-ribu nikmat, sehingga kita bisa berkumpul dalam acara ALASCA ini. Sholawat berangkaikan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan alam yakni habibana Wanabiyyana Muhammad saw.
Dewan juri yang saya hormati, yang mudah-mudahan selalu Allah muliakan.
Para pembina yang saya hormati, mudah-mudahan selalu diberkan kesabaran dalam mendidik kami para anggota pramuka, serta mudah-mudahan apa yang telah di berikan oleh para pembina di catat menjadi amal sholeh oleh Allah SWT.
Tak lupa kepada rekan-rekan seperjuangan yang saya hormati.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah...
Pada kesempatan yang terbatas ini, izinkanlah saya berdiri di hadapan hadirin sekalian, untuk menyampaikan sedikit dalam pengetahuan saya yang bertema, “HIKMAH KEBERSAMAAN.”
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah...
Allah swt. telah menganugerahkan kepada kita manusia daya pikir dan nalar untuk memahami sesuatu. Namun, daya pikir dan nalar itu mempunyai keterbatasan. Bila saja dalam memahami sesuatu kita sampai kepada sebuah kesimpulan yang memuaskan keingintahuan kita, maka berbahagialah, meski belum tentu itu yang dimaksudkan Allah. Tetapi bilamana kita tidak kunjung menemukan sebuah kesimpulan karena keterbatasan daya pikir dan nalar kita, yakinlah Allah punya maksud sendiri tentang hakikat yang diinginkan-Nya di balik sesuatu.
Penciptaan kita manusia dapat menjadi sebuah contoh. Firman Allah dalam surat al-Hujarat ayat 13 ,
َلٕٕىۤاَبَقّو اًبْوُعُش ْمُكٰنْلَعَجَو ىٰثْنُاّو ٍرَكَذ ْنّم ْمُكٰنْقَلَخ اّنٕا ُساّنلا اَهّيَآٰي
“Hai sekalian manusia, sesungguhnya kami telah ciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan Kami telah jadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku.”
Meski dilahirkan sama-sama dari rahim ibu, kita muncul sebagai manusia yang berbeda. Ada yang berkulit putih, ada yang hitam, ada yang bermata sipit, ada yang bermata biru, ada yang rambut keriting, ada pula yang berambut pirang. Demikian pula halnya, ada yang lahir di daerah tropis, ada pula di daerah bersalju, ada yang di pegunungan, ada yang di pesisir pantai, bahkan ada yang dilahirkan di daerah gurun pasir.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah...
Dewan Juri yang mulia
Mencermati penomena ini, tentunya menimbulkan sebuah pertanyaan dalam hati kita. Kenapa tidak Allah jadikan saja kita satu? Tidak sanggupkah Allah? Sanggup!! Pasti Allah sanggup!!
Dalam al-Qur’an, surat Hud ayat 118 Allah berfirman:
ًةَدٕحاّو ًةّمُا َساّنلا َلَعَجَل َكّبَر َءۤاَش ْوَلَو
“Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan sekalian manusia menjadi umat yang satu.”
Allah sanggup kok menjadikan seluruh manusia menjadi umat yang satu, menganut satu agama saja dan tunduk dengan sendirinya kepada Allah seperti halnya para malaikat. Tetapi Allah tidak menghendaki yang demikian, sehingga manusia tidak menjadi satu umat saja. Kita menjadi
heterogen. Allah memberikan kita kebebasan untuk memilah dan memilih. Bagaikan sebuah taman, tidaklah ia akan menyejukkan pandangan mata bila hanya sekuntum bunga yang tumbuh. Semakin banyak ragam bunga semakin senang mata memandang. Itulah pula mungkin di antara maksud Allah menjadikan kita berbeda satu dengan lainnya. Namun, kadang nalar kita tak sanggup mencapai hakikat itu.
Hanya saja sangat disayangkan, Ma’asyiral muslimin rahimakumullah, Dewan Juri yang mulia, di ujung ayat Allah katakan:
َۙنْيٕفٕلَتْخُم َنْوُلاَزَي َلّو
“Tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat.”mereka senantiasa bersilang kata, yang kadangkala menyangkut persoalan pokok agama yang mestinya tidak diperselisihkan. Mereka berselisih menurut kecenderungan, cara berfikir, kepentingan dan hawa nafsu masing-masing. Tiap kubu bersikeras bertahan dengan pendapatnya tanpa mau bertarik ulur. Jika ini yang terjadi, di sinilah awal mula tumbuh permasalahan. Mereka bersaing menjadi yang ter dalam segala hal. Terkaya, terkenal, tertinggi pangkat, jabatan, dan kedudukannya, terbanyak hartanya! Dan untuk mendapatkan semua itu jika perlu sikat atas, sikat atas, jika perlu injak bawah, injak bawah, jika perlu sikut kiri kanan, sikut kiri kanan, asal tujuan tercapai cara apapun saja halal!! Na’uzubillahi man zalik! Mereka berselisih, bertengkar, dan jika perlu berperang untuk sesuatu yang tidak akan dibawa mati!
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah...
Dewan Juri yang mulia
Pada hakikatnya dalam Islam, istilah perselisihan, pertengkaran, apalagi peperangan bukanlah pakaian orang beriman. Kenapa? Allah swt. berfirman dalam al-Quran surat al-Hujarat ayat 9:
ۚاَمُهَنْيَب اْوُحٕلْصَاَف اْوُلَتَتْقا َنْيٕنٕمْؤُمْلا َنٕم ٕنٰتَفٕٕىۤاَط ْنٕاَو
“Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kalian damaikan antara keduanya!” Dalam kajian tafsir, kata “ٕإ
ْن
” menunjukkan sesuatu yang jarang terjadi. Ini bermakna bahwa pertikaian antara kelompok orang beriman sebenarnya diragukan atau jarang terjadi. Kenapa? Pertama, karena mereka adalah orang-orang yang memiliki keimanan yang sama sehingga visi dan tujuan mereka tentu juga sama. Kedua dan ini yang terpenting, karena orang-orang yang beriman itu bersaudaraٌةَوْخٕإ
َنوُنٕم ْؤُمْلا اَمّنٕإ
Semestinya mereka sesakit sesenang, seiya setidak, saciok bak ayam, sadanciangbak basi. Bukankah demikian orang yang bersaudara?? Dalam hadits, Rasulullah pun bersabda :
“Tarol mukminiina fii taroohimihim wa tawaadihim wa ta’aathufihim, kamatsalil jasadi, izasytakaa ’adhwa tadaa’iy saairu jasadihi bissahri wal humaa.” “Kamu, kata Rasulullah, akan melihat kaum mukminin dalam kasih sayang dan cinta-mencintai, pergaulan mereka bagaikan satu badan, jika satu anggotanya sakit maka menjalarlah kepada anggota lainnya sehingga badannya terasa panas dan tidak dapat tidur (HR. Bukhari).
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah...
Dewan Juri yang mulia
Jika demikian adanya maka semestinya muncul suatu kefahaman kepada kita, walau belum tentu selaras dengan maksud Allah, bahwa hikmah kita diciptakan berbeda-beda ini untuk menumbuhkan persaudaraan. Untuk merasakan indahnya kebersamaan dalam perbedaan.
Saling cinta-mencintai, saling kasih mengasihi, dan saling mengalah untuk kepentingan yang lain. Dan ujung dari semua itu memunculkan syukur dalam diri kita kepada Allah, meski Ia telah jadikan kita berbeda namun ia telah jadikan kita bersaudara dan indah dalam kebersamaan, sebagaimana lirik sebuah lagu:
Alhamdulillah wa syukru lillah.. bersyukur padamu ya Allah..
Kau jadikan kami saudara.. hilanglah semua perbedaan..
Alhamdulillah wa syukru lillah.. bersyukur padamu ya Allah..
Kau jadikan kami saudara.. indah dalam kebersamaan.
Semuanya Semoga Allah membukakan hati kita untuk saling menerima satu dengan yang lainnya.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah...
Dewan Juri yang mulia
Demikian sedikit pengetahuan saya yang dapat saya syarahkan. Mohon maaf atas segala kesalahan. Terima kasih atas segala perhatian. Wa billaahi taufiiq wal hidayah.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh....
Salam Pramuka....!!!