• Tidak ada hasil yang ditemukan

PKN Kelompok 4 (UUD 1945 Periode 1959-1999)

N/A
N/A
Zainul Arifin

Academic year: 2025

Membagikan "PKN Kelompok 4 (UUD 1945 Periode 1959-1999)"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

UUD NRI 1945 periode 5 Juli 1959 SAMPAI 19 OKTOBER 1999

Disusun Oleh:

Surya Anindita Ikhwani Wanda Gastiran Sasaki

Jocelyn Bonis Arbiona Nur Latifah Hasanah Andreas Rizki Daffarel

M Darajatun Aulia M Mujaddid Al Hilali Putra

Kurnia Aditia Yuliadi

SMA NEGERI 1 SELONG

Jl. TGH. UMAR NO. 17 SELONG, KELAYU SELATAN, SELONG, LOMBOK TIMUR,KABUPATEN LOMBOK TIMUR,NUSA TENGGARA BARAT

TAHUN AJARAN 2024/2025

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala Rahmat-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang mungkin sangat sederhana. Makalah ini berisikan tentang informasi mengenai UUD NRI 1945 periode 5 Juli 1959 SAMPAI 19 OKTOBER 1999

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh karena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan

masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu pedoman dan juga berguna untuk menambah pengetahuan bagi para pembaca.

Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Selong, Ahad 26 Januari 2025

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... 2

DAFTAR ISI... 3

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BLAKANG MASALAH... 4

B. RUMUSAN MASALAH... 4

C. TUJUAN... 5

D.MANFAAT...5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.UUD 1945... ... 6

B. SISTEM PEMERINTAHAN... ... 6

C. ORDE BARU...7

D. REFORMASI 1998...7

E.AMANDEMEN UUD 1945...8

BAB III PEMBAHASAN A. DEKRIT PRESIDEN 5 JULI 1959 DAN KEMBALNYA UUD 1945... 9

B.IMPLEMENTASI UUD 1945 PADA MASA ORDE BARU .... ... 9

C.PENYIMPANGAN DARI UUD 1945...12

D.REFORMASI DAN AMANDEMEN UUD1945...15

KESIMPULAN A.RINGKASAN TEMUAN ...19

B.JAWABAN ATAS RUMUSAN MASALAH... ...19

C.IMPLIKASI...20

D.SARAN...21

DAFTAR PUSTAKA... 22

(4)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Indonesia, negara yang lahir dari revolusi, telah melewati berbagai babak penting dalam perjalanan konstitusinya. Salah satu babak yang paling krusial adalah periode 1959-1999, masa di mana UUD 1945 mengalami interpretasi dan implementasi yang kompleks. Pasca

kemerdekaan, Indonesia menghadapi tantangan berat berupa ketidakstabilan politik yang akut.

Seringnya pergantian kabinet, persaingan ideologis antar partai politik, dan munculnya gerakan separatis seperti PRRI/Permesta, mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Di tengah situasi yang genting ini, Konstituante yang bertugas menyusun UUD baru justru mengalami kebuntuan.

Perdebatan yang alot dan perbedaan ideologi yang mendalam antar fraksi, membuat Konstituante gagal mencapai konsensus. Kekhawatiran akan disintegrasi bangsa pun semakin menguat. Dalam konteks inilah, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, sebuah keputusan kontroversial yang mengembalikan berlakunya UUD 1945. Dekrit ini tidak hanya mengubah sistem pemerintahan dari parlementer menjadi presidensial, tetapi juga menandai dimulainya sebuah era baru yang penuh dinamika. Periode yang kemudian dikenal sebagai Orde Baru ini, di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto, menawarkan stabilitas politik dan pembangunan ekonomi yang pesat. Namun, di balik capaian tersebut, terdapat praktik-praktik otoritarianisme yang membatasi kebebasan sipil dan berpotensi menyimpang dari nilai-nilai demokrasi yang terkandung dalam UUD 1945. Pengalaman pahit ini mengingatkan kita akan pentingnya penegakan supremasi hukum dan perlindungan HAM. Reformasi 1998 menjadi momentum penting bagi bangsa Indonesia untuk mereformasi sistem politik dan melakukan amandemen terhadap UUD 1945, sebagai upaya untuk membangun demokrasi yang lebih sehat dan berkeadilan. Periode 1959-1999 menjadi studi kasus penting dalam memahami dinamika konstitusi di negara berkembang, serta memberikan pelajaran berharga bagi upaya mewujudkan cita-cita demokrasi yang sejati.

B.Rumusan Masalah

1. Bagaimana implementasi UUD 1945 pada masa Orde Baru?

2. Sejauh mana prinsip-prinsip demokrasi terwujud?

3. Apa saja penyimpangan yang terjadi terhadap UUD 1945?

4. Bagaimana amandemen UUD 1945 memperbaiki situasi?

5. Apa faktor-faktor yang mendorong tuntutan untuk melakukan amandemen UUD 1945 setelah jatuhnya Orde Baru pada tahun 1998?

(5)

C .Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis implementasi UUD 1945 pada masa Orde Baru dengan fokus pada penyimpangan-penyimpangan yang terjadi terhadap prinsip-prinsip demokrasi. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengevaluasi dampak amandemen UUD 1945 terhadap praktik pemerintahan dan upaya memperkuat demokrasi di Indonesia.

D. Manfaat

Sebagai pelajar, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman penulis dan pembaca

mengenai sejarah konstitusi Indonesia, khususnya dinamika implementasi UUD 1945 pada periode 1959- 1999. Penelitian ini juga diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran akan pentingnya nilai-nilai

demokrasi dan hukum bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, serta mendorong partisipasi aktif dalam upaya perbaikan sistem pemerintahan di masa depan.

(6)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA .

Tinjauan Pustaka 1. UUD 1945:

Sejarah Pembentukan: UUD 1945 dirancang dalam situasi yang mendesak menjelang proklamasi kemerdekaan Indonesia. Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan

Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), yang dibentuk oleh pemerintah Jepang pada tanggal 29 April 1945, bertugas merumuskan dasar negara dan rancangan UUD. Pada sidang pertama BPUPKI (28 Mei – 1 Juni 1945), Ir. Soekarno menyampaikan gagasan tentang Pancasila sebagai dasar negara. Kemudian, Panitia Sembilan dibentuk untuk merumuskan Piagam Jakarta sebagai rancangan Pembukaan UUD. Setelah beberapa perubahan, terutama penghapusan tujuh kata dalam Piagam Jakarta, UUD 1945 disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945, sehari setelah proklamasi kemerdekaan.

Isi Pokok: UUD 1945 terdiri dari tiga bagian utama:

o Pembukaan: Memuat pokok kaidah fundamental negara

(Staatsfundamentalnorm), yaitu Pancasila, serta tujuan negara. Pembukaan UUD 1945 tidak dapat diubah karena memuat dasar filosofis dan ideologis negara.

o Batang Tubuh (Pasal-Pasal): Mengatur susunan ketatanegaraan, lembaga- lembaga negara, hubungan antar lembaga negara, hak dan kewajiban warga negara, serta berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.

o Penjelasan (sebelum amandemen): Memberikan penjelasan terhadap pasal- pasal dalam Batang Tubuh. Penjelasan ini dihapuskan setelah amandemen UUD 1945.

2. Sistem Pemerintahan:

Sistem Parlementer: Dalam sistem parlementer, kepala negara (raja/presiden) umumnya berfungsi sebagai simbol. Kekuasaan eksekutif dipegang oleh perdana menteri dan kabinet yang bertanggung jawab kepada parlemen. Parlemen memiliki kekuatan besar, termasuk hak untuk menjatuhkan kabinet melalui mosi tidak percaya.

o Implikasi terhadap Kekuasaan: Kekuasaan lebih tersebar di parlemen, sehingga dapat mencegah pemusatan kekuasaan pada satu orang atau lembaga. Namun, stabilitas pemerintahan cenderung rendah karena seringnya pergantian kabinet.

Sistem Presidensial: Dalam sistem presidensial, presiden adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Presiden dipilih langsung oleh rakyat (atau melalui electoral college). Kabinet bertanggung jawab kepada presiden, dan terdapat pemisahan kekuasaan yang jelas antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif (separation of powers).

o Implikasi terhadap Kekuasaan: Kekuasaan lebih terpusat pada presiden, yang dapat memberikan stabilitas pemerintahan. Namun, potensi penyalahgunaan

(7)

kekuasaan juga lebih besar jika tidak ada mekanisme checks and balances yang efektif.

Perbandingan: Perbedaan mendasar terletak pada hubungan antara eksekutif dan legislatif. Dalam sistem parlementer, eksekutif bertanggung jawab kepada legislatif, sedangkan dalam sistem presidensial, keduanya terpisah dan saling mengawasi.

3. Orde Baru:

Karakteristik: Orde Baru merupakan rezim yang berkuasa di Indonesia dari tahun 1966 hingga 1998 di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto. Karakteristik utamanya adalah:

o Stabilitas Politik dan Keamanan: Prioritas utama rezim, dicapai melalui kontrol yang ketat terhadap partai politik, media massa, dan organisasi masyarakat.

o Pembangunan Ekonomi: Fokus pada pertumbuhan ekonomi melalui investasi asing, industrialisasi, dan program-program pembangunan.

o Dwifungsi ABRI: Peran ganda ABRI dalam bidang pertahanan keamanan dan sosial politik.

o Sentralisasi Kekuasaan: Kekuasaan terpusat di tangan Presiden Soeharto.

o KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme): Praktik KKN merajalela di semua lini pemerintahan dan perekonomian.

Kebijakan:

o Politik: Fusi partai politik, penerapan asas tunggal Pancasila, pembatasan kebebasan pers dan berpendapat.

o Ekonomi: Pembangunan Lima Tahun (Repelita), investasi asing, industrialisasi, dan stabilisasi ekonomi.

o Sosial: Program Keluarga Berencana (KB), program transmigrasi, dan pembangunan di bidang pendidikan dan kesehatan.

4. Reformasi 1998:

Latar Belakang: Krisis moneter Asia 1997-1998 berdampak parah pada ekonomi Indonesia, memicu krisis multidimensi yang meliputi bidang politik, ekonomi, sosial, dan keamanan. KKN yang merajalela, pelanggaran HAM, dan ketidakpuasan masyarakat terhadap rezim Orde Baru semakin memuncak.

Tujuan: Gerakan reformasi menuntut perubahan mendasar dalam sistem politik, ekonomi, dan hukum, termasuk:

o Penegakan supremasi hukum.

o Pemberantasan KKN.

o Penghapusan Dwifungsi ABRI.

o Penegakan HAM.

o Demokratisasi.

Dampak: Reformasi 1998 berhasil menggulingkan rezim Orde Baru dan membuka jalan bagi transisi menuju demokrasi. Dampak lainnya adalah amandemen UUD 1945,

otonomi daerah yang lebih luas, dan kebebasan pers yang lebih besar.

(8)

5.Amandemen UUD 1945:

Proses: Amandemen UUD 1945 dilakukan melalui Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR sebanyak empat tahap, yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002.

Tujuan: Tujuan utama amandemen adalah untuk menyempurnakan UUD 1945 agar lebih sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, supremasi hukum, dan HAM, serta mengakomodasi perkembangan zaman.

Perubahan Signifikan:

o Pembatasan kekuasaan Presiden.

o Penguatan DPR dan pembentukan DPD.

o Pembentukan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Komisi Yudisial (KY).

o Pengakuan dan perlindungan HAM yang lebih komprehensif (Bab XA).

o Pengaturan otonomi daerah yang lebih rinci.

(9)

BAB III PEMBAHASAN

A.Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan Kembalinya UUD 1945:

1.Analisis Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959:

Dekrit Presiden 5 Juli 1959 merupakan sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh Presiden Soekarno untuk mengatasi kemacetan politik dan ketatanegaraan yang terjadi pada masa itu. Isi pokok dekrit tersebut terdiri dari tiga poin utama:

a) Pembubaran Konstituante: Konstituante, lembaga yang dipilih melalui Pemilu 1955 dengan tugas utama menyusun UUD baru pengganti UUDS 1950, dibubarkan. Hal ini disebabkan karena Konstituante mengalami kebuntuan (deadlock) dalam perdebatan mengenai dasar negara dan bentuk negara, sehingga tidak berhasil menyelesaikan tugasnya dalam waktu yang telah ditentukan. Perdebatan sengit terjadi antara kelompok yang menginginkan dasar negara Islam dan kelompok yang menginginkan dasar negara Pancasila.

b) Berlakunya Kembali UUD 1945: UUD 1945 yang sebelumnya digantikan oleh UUDS 1950, diberlakukan kembali sebagai konstitusi negara. Keputusan ini diambil untuk mengakhiri ketidakpastian hukum dan mengembalikan stabilitas ketatanegaraan.

c) Tidak Berlakunya Kembali UUDS 1950: Sebagai konsekuensi dari pemberlakuan kembali UUD 1945, UUDS 1950 dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengan demikian, sistem pemerintahan parlementer yang dianut berdasarkan UUDS 1950 juga berakhir.

2. Implikasi Dekrit terhadap Sistem Ketatanegaraan:

Dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 membawa perubahan fundamental terhadap sistem ketatanegaraan Indonesia, antara lain:

a) Perubahan Sistem Pemerintahan dari Parlementer ke Presidensial: Dengan

berlakunya kembali UUD 1945, sistem pemerintahan Indonesia berubah dari parlementer (yang dianut berdasarkan UUDS 1950) menjadi presidensial. Dalam sistem presidensial, Presiden memiliki kedudukan yang lebih kuat sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.

b) Penguatan Kekuasaan Presiden: Dekrit ini secara signifikan memperkuat kekuasaan Presiden Soekarno. Ia tidak lagi hanya sebagai kepala negara simbolik, tetapi juga memegang kendali penuh atas pemerintahan. Hal ini menjadi landasan bagi penerapan Demokrasi Terpimpin, sebuah sistem politik yang memusatkan kekuasaan di tangan Presiden.

c) Berakhirnya Era Demokrasi Liberal: Masa Demokrasi Liberal yang ditandai dengan kebebasan multipartai dan kebebasan pers yang luas berakhir. Kebebasan berpendapat dan pers mulai dibatasi seiring dengan penerapan Demokrasi Terpimpin.

(10)

d) Meningkatnya Peran Militer (ABRI) dalam Politik: Dekrit ini juga membuka peluang bagi militer (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau ABRI) untuk berperan lebih aktif dalam bidang politik melalui konsep Dwi Fungsi ABRI, yaitu peran ganda militer sebagai kekuatan pertahanan dan keamanan serta kekuatan sosial-politik.

e) Pembentukan Lembaga-Lembaga Negara Baru yang Dikendalikan Presiden:

Dibentuk lembaga-lembaga negara baru seperti Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) yang anggotanya ditunjuk oleh Presiden. Lembaga-lembaga ini cenderung menjadi alat legitimasi kebijakan Presiden daripada menjalankan fungsi pengawasan yang efektif.

3. Evaluasi Alasan di Balik Dikeluarkannya Dekrit:

Alasan utama dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah untuk mengatasi krisis politik dan ketatanegaraan yang berlarut-larut. Berikut beberapa alasan yang lebih spesifik:

1. Kebuntuan Konstituante: Kegagalan Konstituante dalam menyusun UUD baru merupakan faktor utama pendorong dikeluarkannya dekrit. Perbedaan ideologi yang tajam antar fraksi di Konstituante, terutama mengenai dasar negara, menyebabkan perdebatan yang berkepanjangan dan tidak menghasilkan kesepakatan.

2. Ketidakstabilan Politik Akibat Kabinet yang Silih Berganti: Sistem parlementer yang diterapkan berdasarkan UUDS 1950 menyebabkan kabinet sering berganti dalam waktu singkat akibat mosi tidak percaya dari parlemen. Hal ini mengakibatkan program- program pemerintah tidak berjalan efektif dan stabilitas politik terganggu.

3. Ancaman Disintegrasi Bangsa: Pemberontakan dan gerakan separatis di berbagai daerah, seperti DI/TII, PRRI, dan Permesta, mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.

Kondisi politik yang tidak stabil memperburuk ancaman disintegrasi ini.

4. Keinginan untuk Memperkuat Kekuasaan Presiden: Terdapat juga interpretasi bahwa Dekrit Presiden dikeluarkan untuk memperkuat kekuasaan Presiden Soekarno dan mengarahkannya pada sistem Demokrasi Terpimpin yang lebih sentralistis.

B.Implements UUD 1945 pada Masa Orde Baru:

1.Pemusatan Kekuasaan di Tangan Presiden:

Salah satu ciri khas utama Orde Baru adalah pemusatan kekuasaan yang sangat kuat di tangan Presiden Soeharto. Hal ini diwujudkan melalui beberapa cara:

a) Kontrol yang Kuat terhadap Lembaga Negara: Presiden memiliki pengaruh yang besar dalam penentuan anggota lembaga-lembaga negara seperti MPR, DPR, dan lembaga tinggi negara lainnya. Hal ini memastikan bahwa lembaga-lembaga tersebut cenderung mendukung dan melegitimasi kebijakan-kebijakan Presiden, bukan sebagai pengawas yang efektif.

b) Penggunaan Kekuasaan Eksekutif yang Luas: Presiden menggunakan kekuasaan eksekutifnya secara luas untuk mengatur berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Keputusan-keputusan penting seringkali diambil melalui Instruksi Presiden

(11)

(Inpres) atau Keputusan Presiden (Keppres), yang meminimalisir peran lembaga legislatif.

c) Pengendalian terhadap Partai Politik: Sistem kepartaian disederhanakan menjadi tiga partai politik (Golkar, PDI, dan PPP) melalui fusi partai. Golkar, sebagai mesin politik pemerintah, mendominasi panggung politik dan memenangkan setiap pemilu selama Orde Baru. Hal ini membatasi oposisi politik yang efektif.

d) Kontrol terhadap Birokrasi: Birokrasi pemerintahan dikendalikan secara ketat oleh Presiden melalui mekanisme penunjukan dan promosi pejabat. Loyalitas terhadap Presiden menjadi syarat utama dalam menduduki jabatan-jabatan penting di pemerintahan.

2. Dwifungsi ABRI:

Dwifungsi ABRI merupakan doktrin yang memberikan peran ganda kepada Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) (sekarang TNI dan Polri), yaitu sebagai kekuatan pertahanan dan keamanan serta kekuatan sosial-politik. Implikasinya:

1. Peran Politik Militer yang Dominan: Militer memiliki perwakilan di MPR dan DPR, serta menduduki jabatan-jabatan penting di pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah. Hal ini memberikan pengaruh yang besar bagi militer dalam pengambilan kebijakan politik.

2. Pembatasan Ruang Gerak Sipil: Kehadiran militer dalam ranah politik membatasi ruang gerak masyarakat sipil dan organisasi-organisasi non-pemerintah. Kritik terhadap pemerintah seringkali dianggap sebagai ancaman terhadap stabilitas nasional dan ditindak tegas.

3. Kultur Militeristik dalam Masyarakat: Dwifungsi ABRI juga menanamkan kultur militeristik dalam masyarakat, di mana pendekatan keamanan dan ketertiban lebih diutamakan daripada pendekatan dialog dan musyawarah.

2. Pembatasan Kebebasan Sipil:

Orde Baru menerapkan pembatasan yang ketat terhadap kebebasan sipil, antara lain:

1. Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi Dikekang: Kritik terhadap pemerintah dibatasi dan media massa dikontrol secara ketat. Banyak media yang dibredel dan jurnalis yang ditangkap karena dianggap mengkritik pemerintah.

2. Kebebasan Berserikat dan Berkumpul Dibatasi: Organisasi-organisasi masyarakat sipil yang dianggap kritis terhadap pemerintah diawasi secara ketat dan bahkan dibubarkan. Izin keramaian untuk kegiatan-kegiatan publik juga dipersulit.

3. Kebebasan Bergerak Dibatasi: Terdapat pembatasan terhadap kebebasan bergerak, terutama bagi mereka yang dianggap sebagai lawan politik pemerintah.

3. Pelanggaran HAM:

(12)

Selama masa Orde Baru, terjadi berbagai kasus pelanggaran HAM, antara lain:

1. Peristiwa 1965-1966: Pembunuhan massal terhadap anggota dan simpatisan PKI serta orang-orang yang dituduh terlibat komunisme.

2. Operasi Militer di Aceh, Papua, dan Timor Timur: Operasi-operasi militer di daerah- daerah konflik tersebut seringkali diwarnai dengan kekerasan dan pelanggaran HAM.

3. Penangkapan dan Penghilangan Aktivis: Banyak aktivis pro-demokrasi yang ditangkap, dipenjarakan, dan bahkan dihilangkan secara paksa.

4. Tragedi Trisakti dan Semanggi (1998): Penembakan terhadap mahasiswa yang berdemonstrasi menuntut reformasi.

Dampak dari pelanggaran HAM ini sangat besar, menimbulkan trauma mendalam bagi para korban dan keluarga mereka, serta meninggalkan luka sejarah bagi bangsa Indonesia.

4. Pembangunan Ekonomi:

Orde Baru dikenal dengan keberhasilannya dalam pembangunan ekonomi, terutama dalam hal pertumbuhan ekonomi dan penurunan angka kemiskinan. Namun, terdapat juga beberapa kritik terhadap model pembangunan ekonomi Orde Baru:

1. Pertumbuhan Ekonomi yang Tidak Merata: Pertumbuhan ekonomi lebih terpusat di wilayah perkotaan dan dinikmati oleh segelintir orang, sementara kesenjangan ekonomi antara kaya dan miskin semakin lebar.

2. Ketergantungan pada Utang Luar Negeri: Pembangunan ekonomi sangat bergantung pada utang luar negeri, yang pada akhirnya membebani keuangan negara.

3. Kerusakan Lingkungan: Pembangunan ekonomi yang berorientasi pada eksploitasi sumber daya alam menyebabkan kerusakan lingkungan yang parah.

4. Korupsi yang Merajalela: Korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) merajalela di semua lini pemerintahan dan perekonomian, yang menghambat efisiensi dan efektivitas

pembangunan.

C.Penyimpangan dari UUD 1945

1. Identifikasi Bentuk-Bentuk Penyimpangan pada Masa Orde Baru (Lebih Rinci):

Penyimpangan pada masa Orde Baru merasuki berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, meliputi:

a) Bidang Ketatanegaraan dan Politik:

a) Pemusatan Kekuasaan di Tangan Presiden (Sentralisasi Kekuasaan):

Kekuasaan eksekutif sangat dominan, bahkan cenderung otoriter. Presiden Soeharto memegang kendali penuh atas pemerintahan, legislatif, dan yudikatif.

Hal ini bertentangan dengan prinsip checks and balances dalam sistem demokrasi.

(13)

b) Penyalahgunaan Kekuasaan (Abuse of Power): Kekuasaan digunakan untuk memperkaya diri sendiri, keluarga (nepotisme), dan kroni-kroni (kolusi). Korupsi merajalela di semua lini pemerintahan dan perekonomian.

c) Manipulasi Pemilu: Pemilu diselenggarakan secara tidak jujur dan tidak adil.

Golkar, sebagai partai pemerintah, selalu dimenangkan melalui berbagai cara, seperti pengerahan birokrasi, intimidasi, dan kecurangan.

d) Dwifungsi ABRI yang Berlebihan: Peran militer dalam bidang politik dan sosial terlalu besar, melampaui fungsinya sebagai kekuatan pertahanan dan keamanan.

Hal ini membatasi partisipasi politik masyarakat sipil dan menghambat perkembangan demokrasi.

e) Pemberlakuan Undang-Undang yang Represif: Undang-undang seperti UU Subversif dan UU Ormas digunakan untuk membungkam kritik terhadap pemerintah dan menekan kebebasan berpendapat, berserikat, dan berkumpul.

f) Pembodohan Politik (Depolitisasi): Masyarakat didorong untuk apatis terhadap politik dan hanya fokus pada pembangunan ekonomi. Hal ini bertujuan untuk melanggengkan kekuasaan Orde Baru.

b) Ekonomi:

a) Praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN): KKN menjadi masalah sistemik yang menggerogoti perekonomian negara. Proyek-proyek pemerintah seringkali dimenangkan oleh perusahaan-perusahaan yang dimiliki atau berafiliasi dengan keluarga dan kroni Presiden Soeharto.

b) Kesenjangan Ekonomi yang Melebar: Pembangunan ekonomi yang terpusat dan tidak merata menyebabkan kesenjangan yang sangat besar antara kaya dan miskin. Sebagian besar kekayaan hanya terkonsentrasi pada segelintir orang.

c) Ketergantungan pada Utang Luar Negeri: Pembangunan ekonomi yang didorong oleh utang luar negeri menciptakan ketergantungan yang besar dan membebani keuangan negara. Krisis moneter 1997-1998 memperlihatkan dampak buruk dari ketergantungan ini.

d) Kerusakan Lingkungan: Eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan menyebabkan kerusakan lingkungan yang parah, seperti deforestasi, pencemaran, dan bencana alam.

c)Bidang Hukum dan HAM:

e) Penegakan Hukum yang Tidak Adil: Hukum digunakan sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan dan melindungi kepentingan penguasa. Keadilan sulit ditegakkan bagi masyarakat kecil.

f) Pelanggaran HAM yang Berat: Terjadi berbagai pelanggaran HAM berat, antara lain:

Peristiwa 1965-1966: Pembunuhan massal terhadap anggota dan simpatisan PKI serta orang-orang yang dituduh terlibat komunisme.

Operasi Militer di Aceh, Papua, dan Timor Timur: Operasi militer yang diwarnai kekerasan, penyiksaan, penghilangan paksa, dan pelanggaran HAM lainnya.

Tragedi Trisakti dan Semanggi (1998): Penembakan terhadap mahasiswa yang berdemonstrasi menuntut reformasi.

(14)

Kasus Marsinah: Pembunuhan terhadap aktivis buruh.

Penangkapan dan Penghilangan Aktivis Pro-Demokrasi: Banyak aktivis yang diculik, disiksa, dan dihilangkan secara paksa.

2. Analisis Penyebab Terjadinya Penyimpangan (Lebih Rinci):

Penyimpangan pada masa Orde Baru disebabkan oleh kombinasi faktor-faktor berikut:

1. Kultur Otoritarianisme: Warisan budaya feodal dan pengalaman sejarah masa lalu membentuk kultur kepatuhan yang berlebihan dan kurangnya tradisi kritik terhadap penguasa.

2. Dominasi Kekuasaan Eksekutif: Sistem politik yang memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada Presiden tanpa mekanisme checks and balances yang efektif membuka peluang terjadinya penyalahgunaan kekuasaan.

3. Kepentingan Ekonomi dan Politik yang Saling Berkaitan: Keterkaitan antara kepentingan ekonomi para penguasa dan kroni-kroninya dengan kekuasaan politik menciptakan lingkaran setan KKN yang sulit diputus.

4. Lemahnya Masyarakat Sipil: Pembatasan kebebasan berserikat dan berkumpul melemahkan kekuatan masyarakat sipil sebagai pengawas kekuasaan.

5. Kondisi Geopolitik pada Masa Perang Dingin: Konteks Perang Dingin memberikan justifikasi bagi rezim Orde Baru untuk menerapkan pendekatan keamanan yang represif dengan dalih menjaga stabilitas nasional dari ancaman komunisme.

3. Dampak Penyimpangan terhadap Kehidupan Berbangsa dan Bernegara:

Penyimpangan pada masa Orde Baru berdampak luas dan mendalam bagi kehidupan berbangsa dan bernegara:

1. Krisis Multidimensi: Krisis ekonomi 1997-1998 memicu krisis multidimensi yang melanda berbagai aspek kehidupan, termasuk politik, sosial, dan keamanan.

2. Hilangnya Kepercayaan Publik: KKN dan pelanggaran HAM merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah dan lembaga-lembaga negara.

3. Konflik Sosial dan Kekerasan: Kesenjangan ekonomi, ketidakadilan, dan pelanggaran HAM memicu konflik sosial dan kekerasan di berbagai daerah, seperti konflik etnis dan agama.

4. Kerusakan Lingkungan yang Berkelanjutan: Kerusakan lingkungan akibat eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan berdampak pada kehidupan masyarakat dan

keberlanjutan pembangunan.

5. Trauma dan Luka Sejarah: Pelanggaran HAM meninggalkan trauma psikologis yang mendalam bagi para korban dan keluarga mereka, serta luka sejarah yang sulit

disembuhkan.

(15)

D.Reformasi 1998 dan Amandemen UUD 1945

1. Proses Amandemen UUD 1945: Tahap-Tahap dan Dinamika Politik

Amandemen UUD 1945 bukanlah proses yang instan, melainkan sebuah perjalanan panjang yang diwarnai perdebatan, negosiasi, dan kompromi politik. Berikut rincian setiap tahap dan dinamika yang menyertainya:

a) Amandemen Pertama (14-21 Oktober 1999, disahkan 19 Oktober 1999):

o Konteks Historis: Euforia Reformasi 1998, kejatuhan Orde Baru, transisi menuju demokrasi, dan tuntutan untuk membatasi kekuasaan Presiden yang dianggap terlalu besar dan cenderung otoriter.

o Fokus Utama: Pembatasan kekuasaan Presiden, penguatan fungsi pengawasan DPR, dan pengaturan mengenai pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.

o Perubahan Penting (Pasal-Pasal yang Diamandemen): Pasal 5 ayat (1), Pasal 7, Pasal 9, Pasal 13 ayat (1) dan (2), Pasal 14 ayat (1) dan (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (2) dan (3), Pasal 20 ayat (1), (2), (3), dan (4), serta Pasal 21. Perubahan ini lebih bersifat teknis dan belum menyentuh substansi yang mendasar.

o Dinamika Politik yang Menonjol:

Perdebatan mengenai sistem pemilihan Presiden, antara pemilihan langsung oleh rakyat dan pemilihan melalui MPR. Kekuatan pro- demokrasi mendorong pemilihan langsung sebagai wujud kedaulatan rakyat.

Kekhawatiran dari sebagian pihak, terutama dari kalangan militer dan kelompok status quo, bahwa amandemen akan membuka peluang disintegrasi bangsa dan melemahkan stabilitas negara.

Peran penting tokoh-tokoh reformasi dan aktivis pro-demokrasi dalam mengadvokasi amandemen.

b) Amandemen Kedua (1-18 Agustus 2000, disahkan 18 Agustus 2000):

o Konteks Historis: Konsolidasi demokrasi pasca-Reformasi, tuntutan penegakan HAM yang lebih kuat, penghapusan Dwifungsi ABRI, dan desentralisasi

kekuasaan melalui otonomi daerah.

o Fokus Utama: Penguatan HAM, penghapusan Dwifungsi ABRI, dan penguatan otonomi daerah.

o Perubahan Penting (Pasal-Pasal yang Diamandemen): Penambahan Bab XA tentang HAM (Pasal 28A sampai 28J), perubahan Pasal 18 ayat (1), (2), (4), dan (5), Pasal 18A ayat (1) dan (2), Pasal 18B ayat (1) dan (2), Pasal 20A ayat (1), (2), (3), dan (4). Amandemen ini lebih substansial dan menyentuh isu-isu krusial seperti HAM dan otonomi daerah.

o Dinamika Politik yang Menonjol:

Perdebatan sengit mengenai rumusan pasal-pasal HAM, terutama mengenai hak-hak sosial, ekonomi, dan budaya, serta perlindungan terhadap kelompok minoritas.

(16)

Perdebatan mengenai pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah dalam konteks otonomi daerah, termasuk pengelolaan sumber daya alam.

Tekanan dari masyarakat internasional untuk penegakan HAM di Indonesia.

c) Amandemen Ketiga (1-9 November 2001, disahkan 9 November 2001):

o Konteks Historis: Penguatan sistem presidensial dan pembentukan lembaga- lembaga negara yang independen.

o Fokus Utama: Bentuk dan kedaulatan negara, kewenangan MPR, pemilihan Presiden secara langsung, dan pembentukan Mahkamah Konstitusi (MK).

o Perubahan Penting (Pasal-Pasal yang Diamandemen): Perubahan pada Pasal 1 ayat (2), Pasal 3 ayat (1), (2), dan (3), Pasal 6 ayat (1), (2), dan (3), Pasal 6A ayat (1), (2), (3), (4), dan (5), Pasal 7A, Pasal 7B ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), dan (7), Pasal 7C, Pasal 8 ayat (1), (2), dan (3), Pasal 11 ayat (1), (2), dan (3), Pasal 17 ayat (1), Pasal 22C ayat (1), (2), (3), dan (4), Pasal 22D ayat (1), (2), (3), dan (4).

Amandemen ini mengubah secara signifikan sistem ketatanegaraan Indonesia.

o Dinamika Politik yang Menonjol:

Perdebatan mengenai penghapusan GBHN dan dampaknya terhadap perencanaan pembangunan nasional.

Perdebatan mengenai kewenangan MK dan mekanisme pengujian undang- undang.

Munculnya wacana mengenai perlunya pembentukan Komisi Konstitusi untuk menyusun UUD yang baru secara keseluruhan.

d) Amandemen Keempat (1-10 Agustus 2002, disahkan 10 Agustus 2002):

o Konteks Historis: Penyempurnaan sistem ketatanegaraan dan pengaturan mengenai perekonomian dan kesejahteraan sosial.

o Fokus Utama: Susunan dan kewenangan lembaga-lembaga negara, serta perekonomian dan kesejahteraan sosial.

o Perubahan Penting (Pasal-Pasal yang Diamandemen): Perubahan pada Pasal 2 ayat (1), Pasal 6 ayat (1), Pasal 8 ayat (1) dan (2), Pasal 11 ayat (1), Pasal 16, Pasal 23, Pasal 23A, Pasal 23C, Pasal 23E ayat (1), (2), dan (3), Pasal 24 ayat (1), (2), dan (3), Pasal 24A ayat (1), (2), (3), (4), dan (5), Pasal 24B ayat (1), (2), (3), dan (4), Pasal 24C ayat (1), (2), (3), (4), (5), dan (6), Pasal 31 ayat (1), (2), (3), (4), dan (5), Pasal 32 ayat (1), (2), dan (3), Pasal 33 ayat (1), (2), (3), (4), dan (5), Pasal 34 ayat (1), (2), (3), dan (4), Pasal 37 ayat (1), (2), (3), (4), dan (5).

Amandemen ini melengkapi perubahan-perubahan sebelumnya dan memperkuat sistem ketatanegaraan.

o Dinamika Politik:

Perdebatan mengenai kewenangan DPD dan hubungannya dengan DPR, termasuk dalam proses legislasi.

Perdebatan mengenai pengaturan sumber daya alam dan pengelolaan keuangan negara, terutama terkait dengan desentralisasi fiskal.

(17)

2. Isi Amandemen: Analisis Perubahan-Perubahan Signifikan pada Pasal-Pasal UUD 1945 Perubahan signifikan pada UUD 1945 setelah amandemen meliputi:

Perubahan Mendasar pada Sistem Ketatanegaraan: Dari supremasi MPR (di mana MPR merupakan lembaga tertinggi negara) menjadi sistem checks and balances yang lebih kuat antar lembaga negara (Presiden, DPR, DPD, MK, KY). Kekuasaan tidak lagi terpusat pada satu lembaga, melainkan didistribusikan dan saling mengawasi antar lembaga.

Penguatan Kedaulatan Rakyat: Penegasan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD, serta pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat merupakan perwujudan prinsip demokrasi yang lebih konkret.

Perlindungan HAM yang Lebih Komprehensif: Penambahan Bab XA yang mengatur secara rinci dan komprehensif mengenai HAM, sesuai dengan standar internasional, merupakan langkah maju dalam penegakan HAM di Indonesia.

Penguatan Otonomi Daerah: Pemberian kewenangan yang lebih besar kepada daerah untuk mengurus urusan rumah tangganya sendiri, dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemerintahan daerah dan mengakomodasi keberagaman daerah.

Pembentukan Lembaga Negara Baru: Pembentukan MK dan KY sebagai lembaga yang independen untuk menjaga konstitusi dan menegakkan keadilan merupakan bagian penting dari reformasi sistem peradilan.

3. Dampak Amandemen: Evaluasi Dampak Amandemen terhadap Praktik Pemerintahan dan Kehidupan Masyarakat

Amandemen UUD 1945 membawa perubahan yang signifikan dan multidimensional bagi Indonesia. Berikut adalah evaluasi dampak amandemen terhadap berbagai aspek:

a).Dampak terhadap Sistem Ketatanegaraan dan Praktik Pemerintahan:

Pergeseran Kekuasaan dan Checks and Balances: Perubahan mendasar dari supremasi MPR ke sistem checks and balances yang lebih proporsional antar lembaga negara (Presiden, DPR, DPD, MA, MK, KY) telah menciptakan mekanisme pengawasan yang lebih efektif. Kekuasaan tidak lagi terpusat pada satu lembaga, sehingga meminimalisir potensi penyalahgunaan kekuasaan.

Penguatan Lembaga Legislatif (DPR dan DPD): DPR memiliki peran yang lebih besar dalam legislasi, anggaran, dan pengawasan terhadap pemerintah. Pembentukan DPD memberikan representasi bagi daerah di tingkat nasional, memperkuat aspirasi daerah dalam proses pengambilan keputusan di tingkat pusat.

Independensi Lembaga Yudikatif: Pembentukan MK dan KY memperkuat

independensi kekuasaan kehakiman. MK berwenang menguji undang-undang terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga negara, dan memutus hasil pemilu. KY bertugas mengawasi perilaku hakim.

(18)

Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Secara Langsung: Pemilihan langsung memberikan legitimasi yang lebih kuat kepada Presiden dan Wakil Presiden, serta meningkatkan partisipasi politik masyarakat.

Penguatan Otonomi Daerah: Otonomi daerah yang lebih luas memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengurus urusan rumah tangganya sendiri, yang berpotensi

meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemerintahan daerah serta mengakomodasi keberagaman daerah.

b).Dampak terhadap Kehidupan Masyarakat:

Perlindungan HAM yang Lebih Terjamin: Penambahan Bab XA tentang HAM memberikan jaminan konstitusional yang lebih kuat bagi perlindungan HAM di Indonesia. Hal ini mendorong upaya penegakan HAM dan penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu.

Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi yang Lebih Luas: Pembatasan terhadap kebebasan berpendapat dan berekspresi yang terjadi pada masa Orde Baru telah dihilangkan. Masyarakat memiliki ruang yang lebih luas untuk berpartisipasi dalam wacana publik dan mengkritik pemerintah.

Partisipasi Politik yang Lebih Besar: Pemilihan umum yang lebih demokratis dan adanya kebebasan berserikat dan berkumpul meningkatkan partisipasi politik masyarakat.

Penguatan Masyarakat Sipil: Amandemen UUD 1945 telah memberikan ruang yang lebih besar bagi perkembangan masyarakat sipil dan organisasi non-pemerintah untuk berperan aktif dalam mengawasi pemerintah dan memperjuangkan kepentingan masyarakat.

c). Tantangan yang Masih Dihadapi Pasca Amandemen:

Meskipun amandemen UUD 1945 membawa dampak positif yang signifikan, masih terdapat beberapa tantangan yang perlu diatasi:

Implementasi yang Efektif: Implementasi ketentuan-ketentuan dalam UUD 1945 secara konsisten dan efektif masih menjadi tantangan. Perlu adanya peraturan perundang- undangan yang lebih rinci dan penegakan hukum yang kuat.

Kualitas Demokrasi: Kualitas demokrasi masih perlu ditingkatkan, terutama dalam hal partisipasi politik yang substantif, penegakan hukum yang adil, pemberantasan korupsi, dan perlindungan terhadap kelompok minoritas.

Koordinasi Antar Lembaga Negara: Perlu koordinasi dan komunikasi yang baik antar lembaga negara untuk mencegah terjadinya konflik kewenangan dan memastikan checks and balances berjalan efektif.

Budaya Politik yang Demokratis: Perlu adanya perubahan budaya politik yang lebih demokratis, menghargai perbedaan pendapat, dan mengutamakan musyawarah dan mufakat.

(19)

KESIMPULAN

A.Ringkasan Temuan:

Periode 1959-1999 merupakan fase krusial dalam sejarah konstitusi Indonesia, ditandai dengan dua era utama: Demokrasi Terpimpin dan Orde Baru. Kedua era ini, meskipun berlandaskan UUD 1945, menunjukkan interpretasi dan implementasi yang sangat berbeda, bahkan bertentangan dengan semangat awal UUD 1945.

Demokrasi Terpimpin (1959-1966): Kembalinya ke UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dimaksudkan untuk mengatasi kebuntuan politik dan ancaman disintegrasi.

Namun, implementasinya justru memusatkan kekuasaan di tangan Presiden Soekarno, membatasi kebebasan politik, dan meningkatkan peran militer dalam politik.

Orde Baru (1966-1998): Menawarkan stabilitas politik dan pembangunan ekonomi yang signifikan, tetapi dicapai dengan mengorbankan kebebasan sipil, praktik KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) yang merajalela, dan pelanggaran HAM berat. Terjadi distorsi dan penyimpangan sistematis terhadap prinsip-prinsip demokrasi dan supremasi hukum yang terkandung dalam UUD 1945.

Reformasi 1998 dan Amandemen UUD 1945: Krisis multidimensi yang memuncak pada tahun 1998 memicu gerakan Reformasi yang menuntut perubahan mendasar dalam sistem ketatanegaraan. Amandemen UUD 1945 menjadi agenda utama untuk

memperbaiki sistem politik, memperkuat demokrasi, dan menegakkan HAM.

B.Jawaban atas Rumusan Masalah:

1. Bagaimana implementasi UUD 1945 pada masa Orde Baru? Implementasi UUD 1945 pada masa Orde Baru bersifat pseudo-konstitusional. Artinya, UUD 1945 tetap menjadi landasan formal, tetapi interpretasi dan implementasinya disesuaikan untuk melanggengkan kekuasaan rezim. Terjadi pemusatan kekuasaan di tangan Presiden, Dwifungsi ABRI yang berlebihan, pembatasan kebebasan sipil, manipulasi pemilu, dan praktik KKN yang sistemik. Meskipun ada keberhasilan dalam pembangunan ekonomi, hal tersebut dicapai dengan mengorbankan prinsip-prinsip demokrasi dan HAM.

2. Sejauh mana prinsip-prinsip demokrasi terwujud? Prinsip-prinsip demokrasi seperti kedaulatan rakyat, checks and balances, supremasi hukum, kebebasan berpendapat dan berekspresi, serta perlindungan HAM tidak terwujud secara substansial pada masa Orde Baru. Pemilu diselenggarakan secara formalitas untuk melegitimasi kekuasaan rezim, sementara partisipasi politik masyarakat dikontrol secara ketat.

3. Apa saja penyimpangan yang terjadi terhadap UUD 1945? Penyimpangan terhadap UUD 1945 pada masa Orde Baru meliputi:

o Pemusatan kekuasaan yang melampaui batas kewenangan Presiden menurut UUD 1945.

o Pelaksanaan Dwifungsi ABRI yang merambah ke ranah politik dan sipil secara berlebihan.

(20)

o Pembatasan kebebasan sipil, termasuk kebebasan berpendapat, berserikat, dan berkumpul.

o Manipulasi pemilu dan praktik KKN yang merusak sistem demokrasi dan perekonomian.

o Pelanggaran HAM berat, termasuk pembunuhan, penghilangan paksa, penyiksaan, dan penangkapan sewenang-wenang.

4. Bagaimana amandemen UUD 1945 memperbaiki situasi? Amandemen UUD 1945 telah membawa perbaikan signifikan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia dengan:

o Membatasi kekuasaan Presiden dan memperkuat checks and balances antar lembaga negara.

o Memperkuat perlindungan HAM melalui penambahan Bab XA.

o Memperluas otonomi daerah.

o Membentuk lembaga-lembaga negara yang independen seperti MK dan KY.

o Mewujudkan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat.

5. Apa faktor-faktor yang mendorong tuntutan untuk melakukan amandemen UUD 1945 setelah jatuhnya Orde Baru pada tahun 1998? Faktor-faktor pendorong amandemen UUD 1945 pasca-Orde Baru antara lain:

o Pengalaman buruk selama Orde Baru dengan pemusatan kekuasaan, KKN, dan pelanggaran HAM.

o Tuntutan reformasi dari masyarakat sipil, mahasiswa, dan tokoh-tokoh pro- demokrasi untuk mewujudkan sistem ketatanegaraan yang lebih demokratis dan berkeadilan.

o Momentum politik yang memungkinkan terjadinya perubahan mendasar setelah jatuhnya rezim Orde Baru.

o Keinginan untuk menyesuaikan UUD 1945 dengan perkembangan zaman dan standar internasional dalam bidang demokrasi dan HAM.

C.Implikasi:

Penelitian ini memberikan implikasi penting:

Pentingnya Konstitusionalisme yang Sejati: Sekadar memiliki konstitusi (UUD) tidak menjamin terwujudnya demokrasi dan supremasi hukum. Implementasi yang sesuai dengan nilai dan prinsip konstitusi sangat krusial.

Bahaya Pemusatan Kekuasaan: Pemusatan kekuasaan pada satu tangan atau lembaga berpotensi besar disalahgunakan dan menyimpang dari prinsip-prinsip demokrasi.

Peran Masyarakat Sipil dan Kontrol Sosial: Masyarakat sipil yang kuat dan kontrol sosial yang efektif merupakan pilar penting dalam menjaga agar kekuasaan tidak disalahgunakan.

Amandemen sebagai Mekanisme Koreksi: Amandemen konstitusi merupakan mekanisme yang sah dan penting untuk mengoreksi kesalahan di masa lalu dan menyempurnakan sistem ketatanegaraan.

(21)

D.Saran:

Penguatan Pendidikan Konstitusi dan Kewarganegaraan: Pendidikan tentang konstitusi dan nilai-nilai demokrasi perlu ditingkatkan secara berkelanjutan di semua lapisan masyarakat.

Peningkatan Kapasitas Lembaga Negara: Lembaga-lembaga negara, terutama DPR, MK, dan KY, perlu terus diperkuat kapasitasnya agar dapat menjalankan fungsi

pengawasan dan penegakan hukum secara efektif.

Penguatan Partisipasi Publik dalam Pengambilan Kebijakan: Partisipasi publik dalam proses pengambilan kebijakan perlu ditingkatkan untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil sesuai dengan aspirasi masyarakat.

Mekanisme Akuntabilitas yang Transparan: Mekanisme akuntabilitas yang transparan dan efektif perlu dibangun untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan dan praktik KKN.

Penelitian Lanjutan: Penelitian lebih lanjut dapat difokuskan pada:

o Efektivitas implementasi hasil amandemen UUD 1945 dalam praktik ketatanegaraan.

o Perbandingan implementasi UUD 1945 pada periode sebelum dan sesudah amandemen.

o Peran masyarakat sipil dalam mengawal implementasi UUD 1945.

(22)

DAFTAR PUSTAKA Sumber Primer (Dokumen Asli):

1. Republik Indonesia. (2002). Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sekretariat Jenderal MPR RI.

2. Republik Indonesia. (1959). Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 75.

3. Republik Indonesia. (1956-1959). Risalah Sidang Konstituante. Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI).

4. Republik Indonesia. (1999-2002). Risalah Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat tentang Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Sekretariat Jenderal MPR RI.

5. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). (Berbagai Tahun). Laporan Tahunan Komnas HAM. Komnas HAM.

II. Sumber Sekunder (Interpretasi dan Analisis):

1. Anderson, B. R. O'G. (1991). Imagined communities: Reflections on the origin and spread of nationalism. Verso.

2. Asshiddiqie, J. (2005). Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Rajawali Press.

3. Asshiddiqie, J. (2006). Perkembangan dan Arah Penguatan Lembaga Negara Pasca Amandemen Keempat UUD 1945. Konstitusi Press.

4. Aspinall, E., & Mietzner, M. (2010). Indonesia's struggle for democracy: 1959-2008.

Allen & Unwin.

5. Budiardjo, M. (2008). Dasar-dasar Ilmu Politik. Gramedia Pustaka Utama.

6. Crouch, H. (1978). The army and politics in Indonesia. Cornell University Press.

7. Crouch, H. (1999). Negara Orde Baru. LP3ES.

8. Hefner, R. W. (2000). Civil Islam: Muslims and democratization in Indonesia. Princeton University Press.

9. Mahfud MD. (2010). Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi. Rajawali Press.

10. Poesponegoro, M. D., & Notosusanto, N. (Eds.). (1993). Sejarah Nasional Indonesia VI.

Balai Pustaka.

11. Robison, R. (1986). Indonesia: The rise of capital. Allen & Unwin.

12. Schwarz, A. (1994). A nation in waiting: Indonesia in the 1990s. Allen & Unwin.

13. Strong, C. F. (1963). Modern political constitutions: An introduction to the comparative study of their history and existing form. Sidgwick and Jackson.

III. Sumber Daring (Website):

1. Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). (n.d.). Beranda. Diakses pada 15 Januari 2024, dari https://anri.go.id/

2. Detik.com. (2022, 10 Oktober). Periode 1959 sampai 1966: Periode Demokrasi

Terpimpin dan Penyimpangannya. Detik.com. https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-

(23)

5687284/periode-1959-sampai-1966-periode-demokrasi-terpimpin-dan- penyimpangannya

3. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). (n.d.). Beranda. Diakses pada 15 Januari 2024, dari https://www.dpr.go.id/

4. Gramedia.com. (n.d.). Dekret Presiden 5 Juli 1959: Latar Belakang, Isi, dan Dampaknya. Diakses pada 15 Januari 2024, dari

https://www.gramedia.com/literasi/dekret-presiden-5-juli-1959/

5. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (n.d.). Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Ensiklopedia Sejarah Indonesia. Diakses pada 15 Januari 2024, dari

https://esi.kemdikbud.go.id/wiki/Dekrit_Presiden_5_Juli_1959

6. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). (n.d.). Beranda. Diakses pada 15 Januari 2024, dari https://www.komnasham.go.id/

7. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI). (n.d.). Berita. Diakses pada 15 Januari 2024, dari https://mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=11776

Referensi

Dokumen terkait

Menurut sistem pemerintahan negara berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen 2002, presiden dipilih oleh rakyat secara langsung3. Dengan demikian, presiden memiliki legitimasi

Satu-satunya pasal dari Perubahan Keempat UUD 1945, bahkan dari semua Perubahan Pertama, Kedua dan Ketiga UUD 1945 yang mengalami perubahan dengan pemungutan suara adalah pasal 2

HUBUNGAN PANCASILA DAN PEMBUKAAN UUD 1945 Dalam sistem tertib hukum indonesia, penjelasan UUD 1945 menyatkan bahwa pokok pekiran itu meliputi suasana kebatinan

Namun, tidak semua perubahan tersebut memberi pengurangan kekuasaan bagi Presiden, karena setelah amandemen UUD Tahun 1945 pun Presiden diberi kekuasaan untuk membentuk

Aturan prosedural tersebut kemudian dikaitkan dengan Pasal 7A UUD 1945 bahwa pertanggungjawaban Presiden setelah perubahan UUD 1945 merupakan pertanggungjawaban hukum,

25 Perubahan radikal terhadap ketentuan Pasal 5 ayat 1 dan Pasal 20 ayat 1 UUD 1945 merupakan pengurangan secara signifikan kekuasaan Presiden dalam

Penegasan Sistem Pemerintahan Presidensial Pasca Amandemen UUD 1945  Perubahan Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;  Pasal 6A ayat 1 menetapkan

PENDAHULUAN PROSES PERUBAHAN UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 Antara lain: •Amandemen UUD 1945 •Penghapusan doktrin Dwi Fungsi ABRI •Penegakan hukum, HAM, dan