Oleh karena itu, kami berharap panduan pengajaran ini dapat bermanfaat bagi para dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Matematika Realistik. Beban SKS pada mata kuliah Pendidikan Matematika Realistik setara dengan 2 SKS dan diprogramkan pada semester genap tahun kedua (semester 4).
METODE PERKULIAHAN
PENGALAMAN BELAJAR MAHASISWA
3 Membuat tinjauan kritis terhadap teori PMR dan menuliskan hasil tinjauan tersebut dalam catatan peta pikiran dan dipresentasikan pada pertemuan berikutnya. 4 Membuat tinjauan kritis terhadap teori HLT dan menuliskan hasil tinjauan tersebut dalam catatan peta pikiran dan dipresentasikan pada pertemuan berikutnya.
SISTEM PENILAIAN PERKULIAHAN
- Matematisasi Horizontal dan Vertikal
- Pemodelan Matematika
- Realistik ≠ Kontekstual
- Karakteristik PMR
Singkatnya, Mathematisasi Horizontal mengacu pada aktivitas pemodelan matematika dari suatu masalah matematika yang diberikan. Penggunaan model, yaitu pengembangan model dan alat matematika yang dilakukan siswa terhadap permasalahan matematika yang diberikan (model of dan model for).
MODUL PERKULIAHAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK
Orientasi pembelajaran menurut Bloom
Menurut Bloom (Bloom, 1956; Anderson et al., 2000), kompetensi yang menjadi tujuan pembelajaran digolongkan menjadi tiga bidang, yaitu bidang pengembangan pengetahuan atau kecerdasan (kognitif), bidang pengembangan keterampilan ( psikomotorik) dan ranah pengembangan sikap dan perilaku (afektif). Orientasi belajar Bloom digunakan baik oleh negara berkembang maupun maju sebagai rujukan utama ketika merancang kurikulum dan perangkat pengajaran. Bidang kemampuan ini mempunyai enam tingkatan dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks, yaitu kemampuan mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta.
Bidang kemampuan ini mempunyai tujuh tingkatan dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi, yaitu kemampuan persepsi, kesiapan mental, fisik, dan emosional untuk bertindak, kemampuan mekanisme, kemampuan respons terbimbing (meniru), keterampilan, kemampuan adaptasi, dan kemampuan originasi (penciptaan melalui adaptasi). .. Domain ini berkaitan dengan pengembangan kemampuan yang berkaitan dengan sikap, nilai, kesenangan/ketertarikan, apresiasi dan adaptasi terhadap perasaan sosial.
Orientasi pembelajaran menurut UNESCO
Tujuan dari orientasi pembelajaran ini adalah untuk mengenalkan siswa pada nilai-nilai yang berkaitan dengan hak asasi manusia, prinsip-prinsip demokrasi dan pemahaman antar budaya bangsa, rasa hormat dan perdamaian pada seluruh elemen masyarakat dan hubungan antar manusia, sehingga tercipta individu atau komunitas yang dapat hidup. bersama dalam damai. dan harmoni. Proses pembelajaran yang mengarahkan peserta didik pada empat pilar pokok pendidikan diyakini akan menghasilkan peserta didik yang lebih baik dalam aspek pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor), kepribadian (pengembangan diri) dan sosial. (afektif) sebagai bekal dalam menghadapi kompleksitas permasalahan dunia saat ini. Pertanyaannya kemudian adalah bagaimana menciptakan suasana pembelajaran matematika yang diarahkan pada keempat keterampilan tersebut.
Orientasi pembelajaran matematika menurut NCTM
memecahkan masalah yang muncul baik dalam konteks matematika maupun dalam konteks lain; Memahami bahwa kegiatan penalaran dan pembuktian merupakan hal yang mendasar dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam perkembangan matematika; Mengorganisasikan dan menggabungkan kemampuan berpikir matematisnya melalui kegiatan mengkomunikasikan ide-ide matematisnya;
Mengenali hubungan antar ide dalam matematika dan menggunakannya untuk memecahkan masalah terkait; Memahami bagaimana ide-ide dalam matematika berhubungan satu sama lain untuk membangun sistem matematika utuh yang koheren; Membuat dan menggunakan representasi/model (tulisan, simbol, gambar, grafik, dll) untuk mengatur, mencatat, dan mengkomunikasikan ide matematika;
Tujuan pembelajaran matematika menurut kurikulum nasional
Menggunakan representasi untuk memodelkan dan menafsirkan fenomena/peristiwa yang bersifat matematis, fisika, dan sosial. Menggunakan penalaran tentang pola dan sifat, melakukan manipulasi matematis dalam membuat generalisasi, menyusun pembuktian atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematis (penekanan pada penalaran, manipulasi, pembuktian matematis); Pemecahan masalah yang mencakup kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh (penekanan pada pemecahan masalah dan pemodelan matematika);
Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu rasa ingin tahu, perhatian dan minat mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam memecahkan masalah (penekanan pada sikap ilmiah). Tujuan pembelajaran matematika setiap mata pelajaran dan jenjang pendidikan berdasarkan kurikulum pendidikan nasional Indonesia dapat ditinjau lebih detail pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SK/KD) pada KTSP atau Kurikulum 2013.
Implikasi Teori Perkembangan Kognitif Piaget
Skema adalah struktur kognitif (struktur pengetahuan) yang digunakan oleh orang-orang untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dan mengatur lingkungan tersebut secara intelektual. Proses ini bersifat subyektif karena seseorang akan cenderung mengubah pengalaman atau informasi yang diperolehnya agar sesuai dengan skema yang sudah ada sebelumnya. Akomodasi adalah bentuk penyesuaian lain yang melibatkan perubahan atau penggantian skema sebagai akibat dari informasi baru yang tidak sesuai dengan skema yang ada.
Pembelajaran tidak hanya terfokus pada hasil belajar saja, namun juga pada proses berpikir siswa. Siswa hendaknya terlibat aktif dalam proses pembelajaran, mengingat siswa mempunyai kemampuan untuk melakukan tindakan sendiri. Tujuan utama dari suatu proses pembelajaran adalah untuk memastikan bahwa siswa dapat berpikir seperti orang dewasa.
Implikasi Teori Perkembangan Kognitif Vygotsky
Vygotsky mengatakan bahwa individu sering kali menggunakan percakapan orang lain untuk membantu mereka memecahkan masalah. ZPD diartikan sebagai wilayah kemampuan seseorang yang terletak tepat di antara wilayah tugas yang mampu diselesaikan individu secara mandiri dan wilayah tugas yang dapat diselesaikan dengan bantuan orang lain. Misalnya, tugas-tugas yang termasuk dalam wilayah ZPD adalah jenis tugas yang tidak dapat diselesaikan oleh individu secara mandiri, namun dapat diselesaikan dengan bantuan rekan kerja atau orang lain yang lebih kompeten.
Ide ZPD ini kemudian mengilhami pendekatan pembelajaran sosiokultural, karena melibatkan peran orang lain dan seluruh sistem budaya di dalamnya (bahasa, tulisan, simbol, dll) dalam perkembangan kognitif individu. Oleh karena itu, proses pembelajaran yang baik mencakup kegiatan pemecahan masalah yang tidak dapat diselesaikan siswa secara mandiri, tetapi dapat diselesaikan dengan bantuan teman lain atau dengan bantuan guru. Masalah yang khas seperti ini adalah masalah dimana kita dapat membayangkan situasi dan arah penyelesaian masalah tersebut, namun orang yang terlibat membutuhkan bantuan orang lain untuk menyelesaikannya.
Filosofi
Ide dalam PMR ini dikenal dengan nama self-developed model (pengembangan mandiri model matematika). Melalui kegiatan pemodelan ini dikenal dua jenis proses pemodelan (matematisasi) dalam PMR, yaitu matematisasi horizontal dan.
Matematisasi Horizontal dan Vertikal (Perkembangan Kompetensi Matematis)
Lebih jelasnya, matematisasi horizontal menyangkut aktivitas perpindahan dari dunia fenomena/peristiwa ke dunia simbol-simbol yang merepresentasikan peristiwa-peristiwa tersebut, sedangkan matematisasi vertikal diartikan sebagai proses bermain-main dengan dunia simbol untuk menemukan pola, kaidah. , rasio dan sebagainya, guna menyelesaikan permasalahan yang ada dan juga sebagai sarana untuk mencapai pemahaman matematika yang lebih abstrak dan formal. Proses pemodelan masalah seperti ini disebut proses matematisasi horizontal karena siswa mencoba memodelkan masalah yang dipelajarinya, dengan menggunakan alat-alat matematika yang familiar baginya dan membantunya mengorganisasikan informasi yang terkandung dalam masalah tersebut. Ketika menyelesaikan masalah matematika yang diberikan, siswa tidak hanya mengembangkan pemahamannya, tetapi juga mengembangkan keterampilannya dalam mengembangkan model dan alat matematika.
Dari contoh Bis di atas, Gambar 3 dan 4 dapat dikategorikan sebagai proses pemodelan pada tataran model dari masalah yang diberikan (Model of). Terakhir, model pemecahan masalah yang mempunyai karakter yang sama ini membantu siswa mengembangkan model pemecahan masalah secara umum yang memungkinkan siswa sampai pada bentuk matematika yang lebih formal. Alasan penggunaan kata “realistis” dalam PMR bukan hanya untuk menghubungkan dengan dunia nyata, namun dimaknai sebagai penekanan pada proses pembelajaran yang menghadirkan permasalahan matematika yang “dapat dibayangkan siswa”.
Realistik vs Mekanistik
Persamaan lain antara PMR dan sosio-konstruktivis dalam pembelajaran matematika adalah pentingnya proses pembelajaran yang memberikan ruang kepada siswa untuk berbagi pengalaman belajarnya dengan siswa lain (pembelajaran kolaboratif/kolaborasi). Penggunaan konteks, yaitu eksplorasi masalah matematika dalam konteks yang dapat dibayangkan siswa sebagai titik awal pembelajaran. Pemanfaatan hasil karya siswa dan konstruksinya, yaitu penggunaan model solusi dan kontribusi siswa sebagai dasar untuk mengembangkan pengetahuan matematika siswa ke tingkat yang lebih tinggi atau lebih formal (matematika progresif).
Proses pembelajaran berbasis interaktivitas, yaitu proses pembelajaran yang membuka ruang diskusi dan interaksi antara siswa dengan siswa; dan siswa dan guru (koperasi). Mengaitkan dengan berbagai pengetahuan lainnya, yaitu proses pembelajaran yang terbuka dan holistik, dimana pengetahuan baik di dalam maupun di luar matematika dapat memberikan kontribusi dalam proses pembelajaran. Contoh desain pembelajaran berbasis PMR dapat dilihat pada file terlampir untuk membantu lebih memahami pendekatan ini.
Apa itu Perancangan Pembelajaran?
Selain itu, penting untuk melakukan pengkajian yang berkaitan dengan hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan muatan pendidikan, baik yang bersifat didaktik (pengajaran) maupun ilmiah, sehingga rumusan kegiatan dan isi desain pendidikan dirancang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan saat ini. Secara umum pemahaman terhadap teori-teori perancang desain pembelajaran yang berkaitan dengan metode desain pembelajaran, psikologi, pedagogi, didaktik, dan bidang keilmuan yang dirancang akan sangat membantu dalam merancang model pembelajaran yang ideal untuk terciptanya guru profesional. Kerangka Perancangan Pembelajaran Matematika Dengan Paradigma PMR Salah satu permasalahan dalam dunia pendidikan saat ini adalah bagaimana caranya.
Kerangka Kerja Perancangan Pembelajaran Matematika berparadigma PMR Salah satu persoalan dunia pendidikan dewasa ini adalah bagaimana
- Validasi Isi
- Validasi Konstruksi
- Efektifitas
- Kepraktisan
Menyajikan permasalahan realistis bagi siswa sebagai titik awal pengembangan pemahaman siswa terhadap konsep nilai perkotaan. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara kolaboratif dan interaktif mengembangkan berbagai strategi pemecahan masalah terkait nilai tempat. Mengungkapkan solusi permasalahan yang ditemukan siswa sebagai dasar pengenalan konsep nilai tempat pada sistem bilangan desimal.
Apabila siswa masih belum mengetahui konsep nilai tempat, guru dapat melanjutkan pembahasan yang sama pada tabel survei siswa lainnya. Untuk setiap jenis kerikil, guru meminta siswa menjelaskan arti angka yang tertera pada kolom 'jumlah kerikil' untuk menguji pemahaman siswa terhadap nilai tempat. Dengan pemahaman siswa terhadap konsep nilai tempat pada kegiatan konferensi kelas, kemungkinan besar siswa dapat menyelesaikan permasalahan tersebut dengan mudah.
TUJUAN PEMBELAJARAN
PRASYARAT SISWA SASARAN
HIPOTESIS LINTASAN BELAJAR
Kemudian siswa secara berkelompok (2 siswa per kelompok) diminta berdiskusi untuk menentukan jumlah kaki meja di setiap kelas. Dalam strategi ini, siswa menghitung akar tabel menggunakan pendekatan perkalian dengan menerapkan sifat distributif perkalian pada penjumlahan atau pengurangan. Misalnya pada kelas A, siswa memahami bahwa jumlah kaki meja pada kelas tersebut adalah 12 x 4, sehingga mereka melihat jumlah kaki meja adalah 10 x 4 + 2 x 4 (sifat distributif penjumlahan).
Strategi serupa juga digunakan di kelas B, yaitu dengan menganggap jumlah kaki meja di kelas tersebut adalah 19 x 4 sebagai 20 x 4 – 1 x 4 (sifat distributif pengurangan). Jika siswa masih menggunakan strategi berhitung, guru akan berusaha mendorong siswa untuk menggunakan strategi yang lebih maju, misalnya menyuruh siswa menggunakan strategi penjumlahan dengan mendorong setiap meja mempunyai jumlah kaki meja yang sama. Selain itu, ketika siswa menggunakan strategi perkalian, guru berusaha memberikan rangsangan kepada siswa agar siswa dapat melihat bahwa operasi perkalian dapat dilihat secara parsial (kelompok demi kelompok), misalnya pada penentuan jumlah kaki meja di kelas A. bertujuan untuk menentukan jumlah kaki meja pada 10 meja terlebih dahulu (10 x 4) kemudian pada 2 meja sisanya (2 x 4), sehingga jumlah kaki meja seluruhnya adalah (10 x 4) + (2 x 4 ), dimana jumlah kaki meja adalah 12x4.