• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRAKTIKUM PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI

N/A
N/A
Alvin Rahmad

Academic year: 2023

Membagikan "PRAKTIKUM PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

LABORATORIUM PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI SEMESTER GANJIL TAHUN AJARAN 2016/2017

PRAKTIKUM PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI MODUL : Koagulasi dan Flokulasi

PEMBIMBING : Ir. Endang Sri Rahayu, MT

Oleh : Kelompok : III

Nama : 1. Dahliana Alami 141424008 2. Desi Bentang W 141424009 3. Dini Oktvianti P 141424010 4. Elis Sri Wahyuni 141424011

Kelas : 3A-TKPB

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TEKNIK KIMIA PRODUKSI BERSIH JURUSAN TEKNIK KIMIA

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 2017

Praktikum : 23 Februari 2017 Penyerahan: 27 Februari 2017

(Laporan)

(2)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Sebagian air baku untuk penyediaan air bersih diambil dari air permukaan seperti sungai, danau,limbah industri ataupun domestik. Salah satu langkah penting pengolahan untuk mendapatkan air bersih adalah menghilangkan kekeruhan dari air baku tersebut.

Kekeruhan disebabkan adanya partikel-partikel kecil dan koloid, seperti kuarsa, tanah liat sisa tanaman, ganggang dan sebagainya yang berukuran 10 nm sampai 10 μm. Kekeruhan dihilangkan melalui pembubuhan sejenis bahan kimia dengan sifat-sifat tertentu yang disebut koagulan, seperti tawas, garam Fe (III), atau suatu polielektrolit organis. Selain pembubuhan koagulan diperlukan pengadukan sampai flok-flok terbentuk. Flok-flok ini mengumpulkan partikel-partikel kecil dan koloid tersebut (bertumbukan) dan akhirnya sama-sama mengendap.

Air baku yang digunakan oleh praktikan yaitu limbah air laundry. Air laundry sangat berkontribusi pada peningkatan penggunaan air tanah dan pemakaian deterjen sehingga menghasilkan limbah cair yang dapat mencemari lingkungan. Oleh karena itu, dibutuhkan sistem pengolahan limbah laundry menjadi air bersih.

1.2. Tujuan

1. Dapat mempraktikan dan mengamati proses koagulasi dan flokulasi

2. Mengetahui pengaruh penambahan koagulan terhadap nilai kekeruhan (turbidity),dan volume endapan pada air baku.

3. Menentukan dosis koagulan terbaik pada proses pengolahan air baku dengan metode koagulasi flokulasi.

(3)

BAB II DASAR TEORI 2.1. Definisi Koagulasi-Flokulasi

Koagulasi adalah proses penambahan koagulan pada air baku yang menyebabkan terjadinya destabilisasi dari partikel koloid agar terjadi agregasi dari partikel yang telah terdestabilisasi tersebut. Dengan penambahan koagulan, kestabilan koloid dapat dihancurkan sehingga partikel koloid dapat menggumpal (Benefield,1982) dan membentuk partikel dengan ukuran yang lebih besar, sehingga dapat dihilangkan pada unit sedimentasi. Terdapat 4 mekanisme destabilisasi partikel, yaitu

1. Pemampatan lapisan ganda, 2. Adsorpsi untuk netralisasi muatan,

3. Penjebakan partikel dengan koagulan, serta

4. Adsorpsi dan pembentukan jembatan antar partikel melalui penambahan polimer.

Menurut Steel dan McGhee (1985), koagulasi diartikan sebagai proses kimia fisik dari pencampuran bahan kimia ke dalam aliran limbah dan selanjutnya diaduk cepat dalam bentuk larutan tercampur. Suatu proses menggumpalkan partikel-partikel koloid menjadi partikel- partikel kecil dengan penambahan bahan kimia (koagulan). Koagulan memiliki muatan listrik yang berlawanan dengan muatan listrik partikel koloid, sehingga mengalami gaya tarik menarik saling mendekat dan menggumpal. Dengan bantuan pengadukan, proses destabilisasi koloid tersebut akan membentuk gumpalan-gumpalan kecil. Namun, gumpalan ini terkadang belum cukup besar untuk dapat mengendap dengan cepat sehingga dibutuhkan flokulasi.

Flokulasi adalah proses penambahan flokulan pada pengadukan lambat untuk meningkatkan saling hubung antar partikel yang goyah sehingga meningkatkan penyatuannya (aglomerasi). Proses menggumpalkan partikel-partikel kecil menjadi gumpalan yang cukup besar dan mudah untuk mengendap dengan penambahan bahan kimia (flokulan).

Gumpalan/flok dalam pejalanan pengendapannya juga akan menabrak partikel-partikel koloid / gumpalan (flok) lainnya sehingga menghasilkan gumpalan yang lebih besar dan berat lagi.

(4)

Tabel 2.1. Pengendapan Partikel dalam Air

Ukuran Partikel

(mm) Tipe Partikel

Waktu Pengendapan pada Kedalaman 1 Meter

10 1 10-1 10-2 10-3 10-4 10-5 10-6

Kerikil Pasir Pasir Halus Lempung Bakteri Koloid Koloid Koloid

1 detik 10 detik 2 menit 2 jam 8 hari 2 tahun 20 tahun 200 tahun Sumber: Water Treatment Handbook Vol. 1 (1991)

Menurut Hammer (1986), dua gaya yang menentukan kekokohan koloid adalah

1. Gaya tarik menarik antar partikel yang disebut dengan gaya Van der Walls, cenderung membentuk agregat yang lebih besar,

2. Gaya tolak menolak yang disebabkan oleh pertumpangtindihan lapisan tanda elektrik yang bermuatan sama yang mengakibatkan kekokohan dispersi koloid.

Koagulasi dan flokulasi merupakan proses yang sangat berkaitan erat dimana keberhasilan proses flokulasi sangat bergantung dari proses koagulasi yang merupakan rangkaian proses pembentukan flok-flok. Pada kedua proses ini dibutuhkan flocculating agent yaitu bahan kimia tertentu yang membantu proses pembentukan flok.

Derajat keasaman (pH) adalah salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi proses koagulasi. Bila proses koagulasi dilakukan tidak pada rentang pH optimum, maka akan mengakibatkan gagalnya proses pembentukan flok dan rendahnya kualitas air yang dihasilkan. Kisaran pH yang efektif untuk koagulasi dengan alum pada pH 5,5 – 8,0 (Schulz, 1984).

Menurut S.W,Rachmawati(2009) Dosis Koagulan Secara umum juga dapat dilihat bahwa penurunan kekeruhan berbanding lurus dengan dosis koagulan. Semakin tinggi dosis koagulan diperoleh tingkat penurunan kekeruhan yang semakin baik. Selain itu juga,bahwa kenaikan dosis koagulan dapat memperlebar rentang pH operasi dalam penurunan kekeruhan.

Penambahan dosis koagulan dapat menyebabkan adanya :

1. peningkatan pembentukan presipitat, yang akan diikuti dengan

(5)

2. peningkatan frekuensi tumbukan antar partikel sehingga dapat membentuk flok yang lebih besar. Sehingga dosis yang lebih tinggi akan memperlebar rentang pH operasi.

Metcalf dan Eddy (1991), menyatakan bahwa untuk mendorong pembentukan agregat pertikel, harus diambil langkah-langkah tertentu guna mengurangi muatan atau mengatasi pengaruh muatan partikel. Pengaruh muatan dapat diatasi dengan :

1. Penambahan ion berpotensi menentukan muatan sehingga terserap atau bereaksi dengan permukaan koloid untuk mengurangi muatan permukaan, atau penambahan elektrolit yang akan memberikan pengaruh mengurangi ketebalan lapisan difusi listrik sehingga mengurangi zeta potensial,

2. Penambahan molekul organik berantai panjang (polimer) yang sub-bagiannya dapat diberi muatan sehingga disebut polielektrolit, hal ini menyebabkan penghilangan partikel melalui adsorbsi dan pembuatan penghubung (bridging), dan

3. Penambahan bahan kimia yang membentuk ion-ion yang terhidrolisis oleh logam.

Tabel 2.2 . Beberapa Jenis Koagulan

Sumber : Qasim, dkk. (2000)

(6)

2.2. Tawas (alum)

Tawas atau alum adalah sejenis koagulan dengan rumus kimia Al2(SO4)3 11H2O atau 14 H2O atau 18 H2O, umumnya yang digunakan adalah 14 H2O. Tawas merupakam bahan koagulan yang paling efektif pada pH antara 4 – 8. Jumlah pemakaian tawas tergantung kepada turbiditas (kekeruhan) dari air baku. Semakin tinggi turbiditas air baku maka semakin besar jumlah tawas yang dibutuhkan. Pemakaian tawas juga tidak terlepas dari sifat-sifat kimia yang terkandung dalam air baku tersebut. Semakin banyak dosis tawas yang ditambahkan maka pH akan semakin turun, karena dihasilkan asam sulfat sehingga perlu dicari dosis tawas yang efektif antara 5,8 – 7,4. Koagulan yang berbasis aluminium seperti aluminium sulfat digunakan pada pengolahan air minum untuk memperkuat penghilangan materi partikulat, koloidal dan bahan-bahan terlarut lainnya melalui proses koagulasi.

Pemakaian alum sebagai koagulan pengolahan air, sering menimbulkan konsentrasi aluminium yang lebih tinggi dalam air yang diolah dari pada air mentah (Nainggolan, H.

2011).

(7)

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan yan digunakan

Alat yang digunakan

No Nama Alat Jumlah

1. Alat Jartes 1

2. Turbidimeter 1

3. pH meter 1

4. Kerucut Imhoff 6

5. Gelas Kimia 1000 mL 6

6. Gelas Kimia 100 mL 2

7. Pipet Ukur 3

8. Bola Hisap 3

9. Spatula 1

10. Neraca Analitik 1

Bahan yang digunakan

No Nama Bahan Jumlah

1. Air Baku ( Limbah Laundry) 5000 mL

2. Tawas (Al2(SO4)3) 500 mg

(8)

3.2. Prosedur Kerja

Setelah semua dilakukan, selanjutkan membersihkan semua peralatan yang telah digunakan.

Melakukan pengukuran akhir pada ke 6 larutan air baku dengan koagulan yang berbeda yaitu melakukan pengukuran kekeruhan, pH, temperatur dan Daya Hantar listri (HDL).

selama proses pengendapan setiap 5 menit sekali melakukan pencatatan tinggi endapan yang dihasilkan serta setiap 15 menit sekali larutan di ambil dan di periksa kekeruhannya.

Mematikan alat JARTES, dan memindahkan air baku pada kerucut imhoff dan dibiarkan mengendap selama 60 menit.

Melakukan pengadukan selama 14 menit dengan kecepatan pengadukan 60 rpm ( proses flokulasi).

Pengadukan selama 1 menit dengan kecepatan 100 rpm ( proses koagulasi).

Melakukan pengadukan 6 gelas kimia yang berisi air baku dan telah di tambahkan koagulan dengan alat JARTES.

Koagulan dengan konsentrasi yang berbeda dimasukan ke dalam 6 gelas kimia yang masing masing telah berisi air baku (kocok).

Melakukan pengukuran awal dari salah satu air baku pada gelas kimia yaitu kekeruhan , pH, Temperatur dan Daya hantar listrik (DHL) .

Memindahkan air baku dari jerigen kedalam 6 gelas kimia 1000 mL, masing masing diisi air baku sebanyak 800 mL.

Persiapan alat serta pembuatan larutan koagulan dengan variasi konsentrasi koagulan yaitu sebesar 200,275, 350,425,500 dan 575 (ppm)

(9)

BAB IV

DATA PENGAMATAN 4.1. Pengamatan Awal Air Baku

Jenis Air Baku : Air Limbah Laundry PH awal : 6.09

Suhu : 24.6 ºC Turbiditi : 17.97 NTU Total Dissolved Solid (TDS) : 0.449 mS

4.2. Data Pengamatan Proses Koagulasi dan Flokulasi

Tabel 4.1 Pengamatan Dosis Koagulan Terhadap Volume Endapan

No .

Dosis Koagulan

(ppm)

Volume Endapan (mL) 5

meni t

10 meni

t

15 meni

t

20 meni

t

25 meni

t

30 meni

t

35 meni

t

40 meni

t

45 meni

t

50 meni

t

55 meni

t

60 meni

t

1 200 0 0 0 0 0 0 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1

2 275 0 0 0 0 0 0 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1

3 350 0 0 0 0 0 0 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1

4 425 0 0 0 0 0 0 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1

5 500 0 0 0 0 0 0 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1

6 575 0 0.1 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.3 0.3

Tabel 4.2 Kecepatan Pengendapan

Dosis Koagulan (ppm)

Volume Endapan Awal

(mL)

Volume Endapan Akhir (mL)

Waktu Pengendapa

n (s)

Kecepatan Pengendapa

n (mL/s)

200 0 0.1 3600 2.77778E-05

275 0 0.1 3600 2.77778E-05

350 0 0.1 3600 2.77778E-05

425 0 0.1 3600 2.77778E-05

500 0 0.1 3600 2.77778E-05

575 0 0.3 3600 8.33333E-05

Tabel 4.3 Pengamatan Dosis Koagulan Terhadap Kekeruhan No. Dosis Koagulan

(ppm)

Kekeruhan (NTU)

15 30 45 60

(10)

menit menit menit menit

1 200 19.19 25.93 23.36 22.38

2 275 22.25 25.8 25.62 23.69

3 350 23.41 24.82 27.06 22.91

4 425 25.54 28.78 29.44 23.78

5 500 25.08 28.16 28.53 26.12

6 575 25.1 27.71 29.06 26.51

4.3.Grafik Penentuan Dosis Koagulan

150 200 250 300 350 400 450 500 550 600

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35

0.1 0.1 0.1 0.1 0.1

0.3

0.1 0.1 0.1 0.1 0.1

0.3

0.1 0.1 0.1 0.1 0.1

0.2

0.1 0.1 0.1 0.1 0.1

0.2

0.1 0.1 0.1 0.1 0.1

0.2

0.1 0.1 0.1 0.1 0.1

0.2

0 0 0 0 0

0.2

0 0 0 0 0

0.2

0 0 0 0 0

0.2

0 0 0 0 0

0.2

0 0 0 0 0

0.1

0 0 0 0 0 0

Grafik Dosis Koagulan Terhadap Volume Endapan

5 Menit 10 Menit 15 Menit 20 Menit 25 Menit 30 Menit 35 Menit 40 Menit 45 Menit 50 Menit 55 Menit 60 Menit

Dosis Koagulan (ppm)

Volume Endapan (mL)

Gambar 4.1 Pengaruh Dosis Koagulan Terhadap Volume Endapan

(11)

150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 0

5 10 15 20 25 30 35

Grafik Dosis Koagulan Terhadap Kekeruhan

15 Menit 30 Menit 45 Menit 60 Menit

Dosis Koagulan (ppm)

Kekeruhan (NTU)

Gambar 4.2 Pengaruh Dosis Koagulan Terhadap Kekeruhan

4.4. Data Pengamatan Akhir Koagulasi dan Flokulasi

Tabel 4.3 Pengamatan Akhir Koagulasi dan Flokulasi

No. Parameter Ukur

200 ppm

275 ppm

350 ppm

425 ppm

500 ppm

575 ppm

1 pH 6.92 6.82 6.75 6.73 6.68 6.66

2 Suhu (Celcius) 24.9 24.9 24.9 24.9 24.9 24.9

3 DHL (mS) 0.441 0.426 0.45 0.451 0.452 0.453

BAB V

PEMBAHASAN & KESIMPULAN

(12)

5.1. Pembahasan Dahliana Alami (141424008)

Pada praktikum ini, dilakukan proses koagulasi dan flokulasi untuk mengurangi kekeruhan dari air baku. Air baku yang digunakan adalah air laundry dari daerah Ciwaruga, dengan kekeruhan awal yaitu 17,97 NTU. Kekeruhan pada air laundry berasal dari zat warna baju yang dicuci dan sabun sehingga dapat menyebabkan adanya buih didalam air baku.

Koagulan yang ditambahkan yaitu tawas atau alum sulfat [Al2(SO4)3. 18 H2O], alasanya karena jika menggunakan tawas pada praktikum ini tawas akan terionisai akan membentuk Al+3 yang dapat menarik partikel-partikel koloid bermuatan negatif lebih banyak. Menurut (Nainggolan, H. 2011), Tawas merupakan bahan koagulan yang paling efektif pada pH antara 4 – 8, sehingga pada kondisi awal dapat diketahui kandungan pH dari air baku yaitu 6,09 dan pH akhir setelah proses koagulasi dapat dilihat pada Tabel 4.3 pH air baku tidak berubah.

Air baku yang digunakan sebanyak 5 L dengan variasi dosis koagulan yang digunakan adalah 200 ppm ; 275 ppm; 350 ppm; 425 ppm; 500 ppm dan 575 ppm. Variasi dosis koagulan dilakukan untuk mencari dosis yang paling baik pada proses koagulasi. Saat memindahkan air baku dari wadah penyimapanan ke dalam gelas kimia, hal yang harus diperhatikan adalah tidak boleh ditempatkan di wadah lain, harus langsung dipindahkan ke gelas kimia. Hal tersebut harus dilakukan, untuk menghindari adanya partikel-partikel lain yang terlarut di wadah lain. Air baku dilakukan pada proses koagulasi dan flokulasi di Jartest setelah itu akan disedimentasi di kerucut imhoff selama 60 menit. Pada saat sedimentasi dilakukan pengukuran terhadap nilai kekeruhan (NTU) dan volume endapan untuk mengetahui laju pengendapan sehingga dapat diketahui dosis koagulan yang baik.

Berdasarkan hasil data pengamatan yang diperoleh pada tabel 4.2 dan 4.3 dapat diketahui bahwa pada dosis koagulan 575 ppm kekeruhan yang dihasilkan selama 60 menit sebesar 26,51 NTU dan endapan yang terjadi 0,3 mL. Endapan yang dihasilkan untuk masing-masing dosis koagulan sangat sedikit, padahal dosis yang ditambahkan sudah 10x lebih besar dari dosis yag digunakan. Sehingga hal ini, sangat sulit untuk menentukan dosis terbaik. Kekeruhan awal diperoleh sebesar 17,97 NTU, sedangkan kekeruhan akhir yang diperoleh setelah ditambahakan variasi dosis hasil yang didapatkan lebih besar, dapat dilihat pada Tabel 4.3, hal ini dapat disebabkan karena flok-flok besar yang diharapkan dapat mengurangi kekeruhan,tetapi justru belum terbentuk sehingga partikel koloid masih stabil didalam larutan. Pada kasus ini, dapat terjadi kemungkinan yaitu pemilihan jenis koagulan yang kurang tepat, atau harus ditambahkan flokulan.

(13)

Desi Bentang Widiyanti (141424009)

Pada percobaan ini dilakukan pengolahan limbah pada air limbah laundry di ciwaruga dengan menggunakan koagulan tawas atau alum sulfat [Al2(SO4)3. 18 H2O]. Dengan penambahan koagulan, partikel partikel koloid dari air limbah dapat terendapkan sehingga air limbah dapat dijernihkan dan partikel partikel pencemar dapat berkurang. Penambahan koagulan pada pengolahan air limbah dikarenakan sifat koloid yang stabil sehingga sulit mengendap secara alami sehingga waktu pengendapan sangat lama. Hal tersebut disebabkan adanya gaya van der walls dan elektrostatik pada koloid, sehingga sangat sulit stabil. Pada tingkat kekeruhan rendah, destabilisasi sulit terjadi. Jadi akan lebih mudah jika koagulasi dilakukan pada tingkat kekeruhan yang tinggi. Pada limbah laundry ini memiliki kadar kekeruhan sebesar 17.97 NTU.

Proses koagulasi dinyatakan dapat berjalan baik jika pH air yang diolah sekitar 5-8 dengan penambahan koagulan berupa tawas. Jika air olahan tidak dalam kisaran tersebut maka penambahan koagulan ke dalam air baku tidak ekonomis karena koagulan tidak bekerja optimal. Limbah laundry yang diolah praktikan memiliki pH 6,09 sehingga penambahan koagulan tawas sangat cocok dalam pengolahan. Alum akan bereaksi dengan bahan yang bersifat basa dan membentuk alumunium hidroksida yang tidak dapat larut dan mengkoagulasi partikel koloid. Penggunaan koagulan tawas juga dikarenakan harganya murah dan mudah didapat serta ketika tawas terionisasi akan terbentuk Al3+ yang dapat menarik partikel-partikel koloid bermuatan negatif lebih banyak. Dengan penambahan koagulan, partikel-partikel koloid yang sebelumnya melayang-layang dalam air akan diikat menjadi partikel besar yang disebut flok. Dengan ukuran partikelnya yang besar, flok dapat mengendap karena gaya gravitasi.

Air limbah laundry dilakukan proses koagulasi-flokulasi pada alat Jartest dan sedimentasi pada kerucut imhoff selama 60 menit. Selama proses sedimentasi dilakukan pengukuran terhadap nilai kekeruhan dan volume endapan untuk mengetahui laju pengendapan sehingga dapat diketahui dosis optimum koagulan. Pada proses koagulasi flokulasi faktor yang sangat penting salah satunya adalah pengadukan. Pada proses koagulasi dilakukan pengadukan cepat (kecepatan pengaduk 100 rpm) selama 90 detik dihitung sejak penambahan koagulan. Pengadukan cepat ini bertujuan untuk menghasilkan dispersi yang seragam dari partikel-partikel koloid dan untuk meningkatkan kesempatan partikel untuk kontak dan bertumbukan satu sama lain. Jika pengadukan terlalu lambat, koagulan tidak dengan cepat menyebar dan mengurangi kesempatan partikel untuk kontak dan bertumbukan, sehingga flok yang terbentuk juga sedikit dan akibatnya proses penjernihan tidak maksimal.

Demikian halnya jika pengadukan berlangsung terlalu cepat, maka kemungkinan flok yang terbentuk akan terurai kembali bukannya malah bergabung.

Pada proses koagulasi dilakukan pengadukan lambat dengan waktu pengadukan selama 870 detik yang dimulai tepat setelah pengadukan cepat selesai. Pengadukan lambat ini bertujuan untuk menggumpalkan partikel-partikel terkoagulasi berukuran mikro menjadi partikel-partikel flok yang lebih besar. Flok-flok ini kemudian akan beragregasi dengan

(14)

partikel-partikel tersuspensi lainnya. Pada saat percobaan gumpalan masih belum terlihat, gumpalan akan terlihat pada proses sedimentasi pada kerucut inhoff.

Proses koagulasi flokulasi dilakukan pada alat jartest untuk mengetahui dosis koagulan yang paling baik dalam pengolahan air laundry ciwaruga. Air limbah yang digunakan sebanyak 800 mL pada setiap gelas kimia 1000mL (untuk menghindari terjadi tumpahan saat proses pengadukan), dengan variasi percobaan pada dosis koagulan yang digunakan adalah 200;275; 350; 425; 500 dan 575 ppm. Setelah proses koagulasi dan flokulasi selesai, kemudian Air baku tersebut dimasukan kedalam kerucut inhoff dan dilakukan pengamatan selama 60 menit, yaitu nilai kekeruhan setiap 15 menit sekali dan tinggi endapan setiap 5 menit sekali.

Berdasarkan grafik hasil percobaan, semakin banyak konsentrasi koagulan maka semakin banyak pula endapan yang dihasilkan, semakin lama waktu pengendapan juga semakin banyak volume endapan yang dihasilkan walaupun pengamatan terkandala dengan endapan yang terbentuk sangat sedikit sekali sehingga sulit diamati. Pada dosis koagulan 200;275; 350; 425 dan 500 ppm selama 35 menit, volume endapan belum dapat diukur karena tidak ada endapan yang dihasilkan, baru dihasilkan endapan pada saat menit ke 35 sebanyak 1mL (sangat sedikit). Pada dosis koagulan 575 pada menit ke-10 mulai terbentuk endapan sebanyak 0,1 mL dan pada menit ke 60 terbentuk 0,3 mL.

Pembentukan endapan yang sangat sedikit disebabkan karena ketidak sempurnaan dalam pengadukan juga bisa mempengaruhi tinggi endapan yang terbentuk karena masih ada pengotor yang membentuk flok-flok selain itu tingkat kekeruhan rendah mengakibatkan destabilisasi sulit terjadi. Akan tetapi dari hasil percobaan ini dapat diketahui semakin banyak jumlah dosis yang ditambahkan maka semakin banyak endapannya hal tersebut sesuai dengan teoritis. Dari percobaan ini terlihat semakin lama waktu sedimentasi maka tinggi endapan semakin banyak. Hal ini dikarenakan semakin lama waktu yang diberikan untuk partikel partikel kontak dan mengendap. Pada data pengamatan kekruhan didapatkan kekeruhan akhir lebih besar dibandingkan kekeruhan pada awal sebelum proses koagulasi flokulasi, hal tersebut dapat disebabkan pada proses baru membentuk flok flok kecil dan belum terjadi endapan yang cukup banyak sehingga nilai kekeruhannya menjadi lebih besar.

Berdasarkan volume yang terbentuk, dosis koagulan yang paling baik dalam mengolah air limbah laundry daerah ciwaruga adalah 500 ppm, namun dalam mempertimbangkan segi ekonomi pengolahan tersebut kurang efektif karena biayanya mahal.

Dini Oktavianti Putri (141424010)

(15)

Praktikum koagulasi ini dilakukan dengan menggunakan 1 macam koagulan yaitu KAl(SO4)2·12H2O (tawas). Koagulasi tersebut dilakukan menggunakan metode jartest untuk menentukan dosis koagulan optimum dan analisis beberapa parameter untuk menentukan sifat fisik dan kimia yang terdapat dalam air limbah. Hal-hal yang dianalisis meliputi kekeruhan, pH, ketinggian endapan, dan daya hantar listriknya (DHL). Air baku yang digunakan pada proses ini adalah air limbah laundry dengan kekeruhan awal sebesar 17,97 NTU, pH 6,09, dan TDS 0.449 mS.

Koagulasi dilakukan dengan proses pengadukan cepat dan lambat. Pada proses pengadukan cepat, koagulan (tawas) ditambahkan dalam air baku. Sedangkan pada proses pengadukan lambat, air limbah diaduk pada kecepatan sedang supaya membentuk flok-flok besar sehingga mudah diendapkan.

Berdasarkan hasil pengendapan menggunakan koagulan tawas, dilakukan pengamatan terhadap volume endapan turbiditas larutan. Grafik menunjukkan bahwa kekeruhan cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya volume koagulan yang ditambahkan ke dalam air baku. Hal ini terjadi karena ketidak seragamann partikel yang belum terdegradasi sehingga meningkatnya jumlah partikel dala air baku. Sedangkan hasil penagamatan volume koagulan tawas terhadap tinggi endapan, menujukan adanya peingkatan seiring dengan waktu dan dosis koagulan yang ditambahkan namun nilai peningkatannya hanya sedikit sekali, itu pun yang terlihat peningkatannya hanya pada penambahaan koagulan dengan dosis tertinggi.

Hal ini disebabkan karena partikel tersuspensi didalam air baku (limbah air lundry) sangat banyak sehingga dosis koagulan yang ditambahkan masih kurang sehingga koagulasi berlangsung lambat dan penggumpalan partikel belum sempurna. Melalui grafik volume koagulan tawas terhadap ketinggian endapan pun, dapat disimpulkan bahwa dosis optimum belum tercapai karena belum terjadi peningkatan ketinggian endapan secara optimum.

Pada pengukuran pH didapatkan rentang yang berbeda-beda namun berkisar pada pH 6.

Pada pengukuran DHL, nilai yang didapat cenderung meningkat seiring meningkatnya volume koagulan yang ditambahkan meskipun semuanya ada pada rentang 4 mS.

Berdasarkan perbandingan turbiditas dan pH air limbah sebelum dan sesudah ditambahkan koagulan, dapat disimpulkan bahwa koagulan memiliki pengaruh besar pada penurunan turbiditas dan pH air limbah laundry.

Elis Sri Wahyuni (141424011)

(16)

Air baku yang akan diolah pada proses koagulasi dan flokulasi ini adalah air limbah laundry. Kekeruhan pada air limbah laundry berasal dari zat warna baju yang dicuci dan sabun sehingga menyebabkan adanya buih didalam air baku. Pengukuran awal pada air baku menunjukkan pH sebesar 6.09 dan kekeruhan sebesar 17.97 NTU. Nilai awal ini menjadi acuan dalam perhitungan untuk melihat besar efisiensi proses dengan membandingkannya dengan nilai akhir yang akan didapat. Koagulan yang ditambahkan adalah tawas.

Pertimbangan ini berdasarkan karakteristik tawas yang bekerja pada rentang pH 5-7, selain itu tawas juga merupakan koagulan yang popular digunakan karena kemudahan dan ketersediaannya yang memadai. Dosis koagulan yang digunakan adalah sebesar 200 ppm, 275 ppm, 350 ppm, 425 ppm, 500 ppm dan 575 ppm.

Proses pertama yang dilakukan adalah memindahkan air baku dari wadah penyimpanan (dirigen) kedalam gelas kimia. Hal yang harus diperhatikan pada saat pemindahan air baku adalah tidak boleh ditempatkan di wadah lain, harus langsung pada gelas kimia. Cara ini dilakukan untuk menghindari adanya partikel-partikel lain yang terlarut dari wadah lain. Selain itu proses homogen dilakukan pada dirigen sebelum dituang ke gelas kimia untuk menyeragamkan partikel didalam air baku. Air baku di tuangkan kedalam 6 gelas kimia 1000 mL dengan volume air baku 800 mL untuk masing-masing gelas kimia. Ini dilakukan untuk menghindari tumpahnya air baku pada saat proses pengadukan.

Koagulasi dilakukan dengan kecepatan pengadukan 100 rpm selama 1 menit serta flokulasi dilakukan pada kecepatan pengadukan 80 rpm selama 10 menit. Pengadukan dilakukan pada Jartest. Kemudian diendapkan didalam kerucut Inhoff selama 1 jam untuk diamati kekeruhan setiap 15 menit dan volume endapannya setiap 5 menit. Menurut teori, semakin lama waktu pengendapan maka kekeruhan akan semakin kecil dan volume endapan akan semakin besar. Hal ini menunjukkan proses koagulasi dan flokulasi telah mengikat partikel-partikel koloid dan mengendapkannya menjadi flok-flok besar, sehingga air baku menjadi jernih kembali.

Berdasarkan hasil data pengamatan pada table 4.1 dan table 4.2 dapat diketahui bahwa pada dosis koagulan 575 ppm, endapan yang dihasilkan selama 1 jam adalah sebanyak 0.3 mL dan kekeruhannya sebesar 26.5 NTU. Kemudian hasil setiap waktu untuk setiap dosis diinterpretasikan didalam grafik pada gambar 4.1 untuk hubungan dosis koagulan dan tinggi endapan dan gambar 4.2 untuk hubungan dosis koagulan dengan kekeruhan. Analisis pada

(17)

grafik tersebut dilakukan untuk mengetahui dosis terbaik untuk pengolahan air baku limbah laundry.

Endapan yang dihasilkan selama 1 jam untuk masing-masing dosis koagulan terbilang sangat sedikit, padahal dosis yang digunakan sudah besar (10x lebih besar dari dosis yang digunakan untuk mengolah air sungai). Hal ini membuat sulit untuk menentukan dosis terbaik untuk pengolahan air laundry. Aspek ekonomis juga sangat mempengaruhi pertimbangan dalam memilih dosis dan jenis koagualan yang seharusnya digunakan. Sementara untuk nilai kekeruhan bila dibandingkan dengan nilai kekeruhan awal, cenderung lebih besar untuk setiap dosisnya. Hal ini disebabkan karena flok-flok besar yang diharapkan dapat mengurangi nilai kekeruhan justru belum terbentuk sehingga partikel koloid masih stabil didalam larutan.

Salah satu kekurangan penggunaan proses-proses kimiawi dibandingkan dengan unit operasi secara fisis adalah bahwa proses kimiawi merupakan proses aditif yang pada umumnya mengakibatkan terjadinya peningkatan kandungan terlarut dalam air baku. Salah satu contohnya adalah ketika bahan-bahan kimiawi ditambahkan untuk meningkatkan efisiensi penyisihan sedimentasi partikel, konsentrasi padatan terlarut dalam air baku akan bertambah.

Dalam kasus ini bisa terjadi 2 kemungkinan, yaitu pemilihan jenis koagulan yang tidak tepat dan harus dilakukan proses pengendapan dengan waktu lebih lama. Dengan pertimbangan aspek ekonomi dan waktu, maka jenis koagulan tawas untuk mengolah limbah laundry tidak tepat.

Di akhir praktikum, semua peratalan gelas yang digunakan harus dibersihkan. Tidak terkecuali juga pada paddle Jartest. Harus dilakukan pembersihan dengan cara mencelupkannya kedalam air bersih selama beberapa menit untuk menghindari korosi pada paddle akibat sifat korosif dari tawas.

(18)

5.2. Kesimpulan

 Limbah laundry yang diolah praktikan memiliki pH 6.09 sehingga penambahan koagulan tawas sangat cocok dalam pengolahan.

 Penggunaan koagulan tawas juga dikarenakan harganya murah dan mudah didapat serta ketika tawas terionisasi akan terbentuk Al3+ yang dapat menarik partikel-partikel koloid bermuatan negatif lebih banyak.

 Semakin banyak jumlah dosis yang ditambahkan maka semakin banyak endapannya hal tersebut sesuai dengan teoritis.

 Semakin lama waktu sedimentasi maka tinggi endapan semakin banyak.

Dosis koagulan yang paling baik dalam mengolah air limbah laundry daerah ciwaruga adalah 500 ppm, namun dalam mempertimbangkan segi ekonomi pengolahan tersebut kurang efektif karena biayanya mahal.

(19)

DAFTAR PUSTAKA

A. Amirtharajah, K.M. Mills, Jour. Amer. Water Works Assoc. 74 (1982) 210

C.R. Schulz, D.A. Okun, Surface Water Treatment For Communities In Developing Countries, John Wiley & Son Inc., Canada, 1984.

Cornwell, D. A dan Davis, L. 1998. Environmental Engineering. The McGrawHill Companies.Singapore

Hammer, M.J. 1986. Water and Wastewater Technology. New Jersey: Prentice-Hall Int. Inc.

L.D. Benefield, Process Chemistry For Water and Waswater Treatment, Prentice Hall Inc., New Jersey, 1982.

Metcalf dan Eddy. 1991. Wastewater Engineering. Third Edition. Singapore: McGraw-Hill International Edition.

Qasim, Syed R, Edward M. Motley, dan Guang Zhu, Water Works Engineering: Planning, Design dan Operation, Prentice Hall PTR, Upper Saddle River, NJ 07458, 2000.

Steel, E.W. dan McGhee. 1985. Water Supply and Sewerage. New York: McGraw-Hill Inc.

W.W.Jr. Eckenfelder, Industrial Water Pollution Control, McGraw – Hill Co., New York, 1989.

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh variasi dosis yang diberikan pada presipitasi hidroksida terhadap efisiensi penyisihan nilai kekeruhan limbah cair penyamakan kulit. Dengan pemakaian kalsium

Peneli tian ini dilakukan sehagai upaya untuk menurunkan beban pencemaran limbah cair industri kertas budaya dengan penambahan koagulan-flokulan disertai dengan kecepatan

Terdapat korelasi antara dosis koagulan dan kecepatan pengadukan yang diberikan terhadap efisiensi penurunan kadar BOD, COD dan TSS dengan biji asam sebagai koagulan memperoleh

Tujuan penelitian ini adalah melihat pengaruh dosis koagulan pada proses pengolahan limbah cair pabrik kecap secara koagulasi dan flokulasi untuk dapat memenuhi kadar limbah

Terdapat korelasi antara dosis koagulan dan kecepatan pengadukan yang diberikan terhadap efisiensi penurunan kadar BOD, COD dan TSS dengan biji asam sebagai koagulan memperoleh

Pengaruh dosis koagulan (biji asam jawa dan aluminium sulfat) terhadap penurunan COD Pada gambar 5 terlihat bahwa penyisihan COD tertinggi diperoleh pada dosis koagulan

Tulisan ini merupakan skripsi dengan judul “Pengaruh Kadar Air, Dosis, dan Lama Pengendapan Koagulan Serbuk Biji Kelor Sebagai Alternatif Pengolahan Limbah Cair Industri

Pengaruh Koagulan PAC Terhadap Efisiensi Removal Warna Gambar 3 pengaruh koagulan PAC terhadap efisiensi removal warna dengan variasi dosis koagulan 30 mg/L hingga 40 mg.L dengan