LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH
Analisa COD
Kelompok IX Zandhika Alfi P. NRP. 2313 030 035 Angga Septian E. NRP. 2313 030 059 Nurul Qiftiyah NRP. 2313 030 067 Tanggal Percobaan 4 November 2015 Dosen PembimbingProf. Dr. Ir. Soeprijanto, M.Sc.
Asisten Laboratorium
Umi Iskrima
PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga perlu dilindungi agar dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia serta mahluk hidup lainnya. Namun, dari hari ke hari jumlah pencemaran air semakin bertambah dan terjadi dimana-mana. Pencemaran air menyebabkan berkurangnya kualitas dan kuantitas air. Sebagai contoh, pencemaran pada air menyebabkan berkurangnya oksigen terlarut dalam air, sehingga berpengaruh negatif terhadap kehidupan biota perairan dan kesehatan penduduk yang memanfaatkan air tersebut (Ramdan, 2011).
Tingkat pencemaran air limbah, dapat ditunjukkan oleh nilai parameter air limbah. Parameter air limbah meliputi Biochemical Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), kekeruhan. BOD dan COD merupakan parameter dalam pemantauan air limbah, khususnya pencemaran oleh bahan-bahan organik. COD adalah jumlah oksigen yang digunakan untuk mendegradasi bahan organik yang terkandung di dalam air melalui proses kimiawi. Besar kecilnya konsentrasi BOD dan COD dipengaruhi oleh banyak sedikitnya beban pencemaran, dalam hal ini bahan organik yang terdapat dalam limbah (Ramdan, 2011).
Analisa COD merupakan salah satu percobaan dalam praktikum teknologi pengolahan limbah. Melalui percobaan ini, diharapkan dapat dipelajari dan diketahui
Bab I Pendahuluan
nilai COD dalam air limbah sehingga dapat menentukan kualitas air limbah tersebut.
I.2 Rumusan Masalah
Bagaimana cara menentukan kandungan bahan organik yang terdapat dalam air limbah pengolahan tempe UD. Asem Payung dan air limbah pengolahan tahu UD. Kencana Dinoyo?
I.3 Tujuan Percobaan
Tujuan percobaan ini adalah untuk mempelajari cara menentukan kandungan bahan organik yang terdapat dalam air limbah pengolahan tempe UD. Asem Payung dan air limbah pengolahan tahu UD. Kencana Dinoyo yang dinyatakan dalam satuan COD.
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dasar Teori II.1.1 Pengertian COD
Limbah adalah bahan, sisa pada suatu kegiatan atau dari suatu proses produksi, dimana tidak lagi berguna atau bermamfaat bagi yang melakukan proses. Biasanya limbah tersebut dibuang ke lingkungan dan akan mempengaruhi lingkungandimana limbah tersebut di buang. Dari segi sumbernya limbah ini ada yang berasal dari industri yang disebut dengan limbah industri, ada yang berasal dari kegiatan pertanian disebut dengan limbah pertanian, ada yang berasal dari pemukiman disebut dengan limbah domestik dan ada yang berasal dari peternakan disebut dengan limbah peternakan dan lain– lain. Karakteristik dari limbah tersebut dapat meliputi meliputi BOD dan COD (Juandi, 2009).
Limbah industri dapat digolongkan kedalam tiga kelompok yaitu limbah cair, limbah padat dan limbah gas yang dapat mencemari lingkungan sekitar pabrik. Adapun parameter yang dijadikan indikator dalam penilaian mutu limbah adalah BOD dan COD(Juandi, 2009).
COD (Chemical Oxygen Demand) atau Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) adalah jumlah oksigen (mg O2) yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam satu liter sampel air, dimana pengoksidasi Kalium Dikromat (K2Cr2O7) digunakan sebagai sumber oksigen
(oxidizing agent)(Alaerts, 1984).
Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alami dapat
Bab II Tinjauan Pustaka
dioksidasikan melalui proses mikrobiologis, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air
(Alaerts, 1984).
Menurut Alaerts (1984), analisa COD berbeda dengan analisa BOD namun perbandingan antara COD dengan angka BOD dapat ditetapkan. Perbandingan antara COD dan BOD adalah berbanding lurus.Semakin tinggi nilai COD maka semakin tinggi nilai BOD. Sebenarnya hal ini disebabkan, apabila nilai COD tinggi maka dalam air buangan tersebut terdapat banyak bahan organik, jika dilakukan analisa BOD maka hasilnya juga akan tinggi. II.1.2 Bahan Organik
Sumber utama karbon di perairan adalah aktivitas fotosintesis. Selain itu, fiksasi karbon oleh bakteri juga merupakan sumber karbon organik di perairan. Berbagai jenis bahan organik yang terdapat di alam ini dirombak atau didekomposisi melalui proses oksidasi yang dapat berlangsung dalam suasana aerob (keberadaan oksigen) maupun anerob (tanpa oksigen). Produk akhir dari dekomposisi atau oksidasi bahan organik pada kondisi aerob adalah senyawa-senyawa stabil. Sedangkan produk akhir dari dekomposisi pada kondisi anaerob selain karbondioksida dan air juga berupa senyawa-senyawa yang tidak stabil dan bersifat toksik, misalnya amonia, metana dan hidrogen sulfida (Gunamantha, 2012).
Danau atau sungai biasanya memiliki kadar bahan anorganik terlarut sepuluh kali lebih besar daripada bahan organik. Air tanah memiliki kadar bahan organik terlarut seratus kali lebih besar daripada kadar bahan organik. Air laut memiliki kadar bahan organik terlarut 30.000 kali
Bab II Tinjauan Pustaka
lebih besar daripada kadar bahan organik. Sebaliknya, perairan rawa memiliki kadar bahan organik yang lebih besar daripada kadar bahan anorganik terlarut
(Gunamantha, 2012).
Indikasi keberadaan bahan organik dapat diukur dengan parameter, misal kebutuhan oksigen biokimiawi atau BOD (Biochemical Oxygen Demand) dan kebutuhan oksigen kimiawi atau COD (Chemical Oxygen Demand), nilai COD biasanya lebih besar daripada nilai BOD, meskipun tidak selalu demikian (Gunamantha, 2012).
Keberadaan bahan organik dapat berasal dari alam ataupun dari aktivitas rumah tangga dan industri, misalnya pabrik bubur kertas (pulp), pabrik kertas dan industri makanan. Perairan yang memiliki nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan perikanan dan pertanian. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/liter, sedangkan pada perairan yang tercemar dapat lebih dari 200 mg/liter dan pada limbah industri mencapai 60.000 mg/liter (Gunamantha, 2012).
II.1.3 Analisis COD
Menurut Alaerts (1984), sebagian besar zat organik melalui tes COD ini dioksidasi oleh larutan K2Cr2O7 dalam
keadaan asam yang mendidih dengan reaksi kimia yang terjadi sebagai berikut.
CaHbOc + Cr2O72- + H+ → CO2 + H2O + Cr3+ + Ag2SO4
Selama reaksi yang berlangsung kurang lebih 2 jam ini, uap direfluks dengan kondensor, agar zat organik volatil tidak lenyap keluar. Perak sulfat Ag2SO4
Bab II Tinjauan Pustaka
reaksi. Sedang merkuri sulfat ditambahkan untuk menghilangkan gangguan klorida yang pada umumnya ada pada air buangan.
Untuk memastikan bahwa hampir semua zat organik habis teroksidasi maka zat pengoksidasi K2Cr2O7
masih harus tersisa sesudah direfluks. K2Cr2O7 yang
tersisa didalam larutan tersebut digunakan untuk menentukan berapa oksigen yang telah habis terpakai. Sisa K2Cr2O7 tersebut ditentukan melalui titrasi dengan ferro
ammonium sulfat (FAS), dimana reaksi adalah sebagai berikut.
6Fe2+ + Cr2O72- + 14H+ → 6Fe3+ + 2Cr3+ + 7H2O
Indikator feroin digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi, yaitu disaat warna hijau-biru larutan berubah menjadi coklat-merah. Sisa K2Cr2O7 awal, karena
diharapkan blanko tidak mengandung zat organik yang dapat dioksidasi oleh K2Cr2O7.
I.1.4 Oksidator Kalium Permanganat
Titrasi permanganometri adalah salah satu bagian dari titrasi redoks (reduksi-oksidasi). Reaksinya adalah merupakan serah terima elektron yaitu elektron diberikan oleh pereduksi (proses oksidasi) dan diterima oleh pengoksidasi (proses reduksi). Oksidasi adalah pelepasan elektron oleh suatu zat, sedangkan reduksi adalah pengambilan elektron oleh suatu zat. Reaksi oksidasi ditandai dengan bertambahnya bilangan oksidasi sedangkan reduksi sebaliknya (Hamdani, 2012).
Kalium permanganat secara luas digunakan sebagai larutan standar oksidimetri dan ia dapat bertindak sebagai indikatornya sendiri (autoindikator). Perlu diketahui
Bab II Tinjauan Pustaka
bahwa larutan kalium permanganat sebelum digunakan dalam proses permanganometri harus distandarisasi terlebih dahulu, untuk menstandarisasi kalium permanganat dapat dapat dipergunakan zat reduktor seperti asam oksalat, natrium oksalat, kalium tetra oksalat, dan lain-lain (Hamdani, 2012).
Larutan Kalium permanganat yang telah distandarkan dapat dipergunakan dalam 3 jenis titrasi, yaitu:
a. Dipergunakan dalam suasana asam untuk titrasi langsung kation-kation atau ion-ion yang dapat dioksidasi. Zat-zat tersebut antara lain adalah Fe2+, Sn2+, Vo2+, C2O42-,
SO3, H2O2, Mo3+,Ti3+, As3+. Dalam suasana asam reaksi
paro kalium permanganat adalah sebagai berikut: MnO4 + 8H+ + 5e ↔ Mn2+ + 4H2O
b.
Dipergunakan dalam suasana asam untuk titrasi tidaklangsung zat-zat yang dapat direduksi (oksidator). Di dalam tiap-tiap penentuan, sejumlah tertentu reduktor ditambahkan dengan larutan oksidator yang akan dianalisa, setelah reduksi sempurna, kelebihan reduktor dititrasi dengan larutan kalium permanganat standar, beberapa zat yang dapat digunakan dengan cara ini antara lain : MnO4, Cr2O7, MnO2, Mn3O4, PbO2, PbO3, PbO4.
c. Digunakan dalam suasana netral atau basa untuk menitrasi beberapa zat. Dalam hal ini permanganat direduksi menjadi MnO2 yang berbentuk endapan.
Beberapa zat yang dapat ditentukan dengancara ini adalah Mn2+ dan HCOOH.
Bab II Tinjauan Pustaka
Dalam membuat larutan baku kalium permanganat harus dijaga faktor-faktor yang dapat menyebabkan penurunan yang besar dari kekuatan larutan baku tersebut, antara lain dengan pemanasan dan penyaringan untuk menghilangkan zat-zat yang mudah dioksidasi
(Hamdani, 2012).
II.1.5 Kelebihan dan Kekurangan Analisa COD Dalam analisa COD memiliki kelebihan dan kekurangan, antara lain :
1. Kelebihan Analisa COD
a. Memakan waktu ± 3 jam, sedangkan BOD memakan waktu 5 hari.
b. Untuk menganalisa COD antara 50 – 800 mg/l, tidak dibutuhkan pengenceran sampel, sedangkan BOD selalu membutuhkan pengenceran.
c. Ketelitan dan ketepatan (reproduceabilty) tes COD
adalah 2 sampai 3 kali lebih tinggi dari tes BOD.
d. Gangguan zat yang bersifat racun tidak menjadi masalah.
(Goelanz, 2013).
2. Kekurangan Analisa COD
Kekurangan dari tes COD adalah tidak dapat membedakan antara zat yang sebenarnya yang tidak teroksidasi (inert) dan zat-zat yang teroksidasi secara biologis. Hal ini disebabkan karena tes COD merupakan suatu analisa yang menggunakan suatu oksidasi kimia yang menirukan oksidasi biologis, sehingga suatu pendekatan saja. Untuk tingkat ketelitian pinyimpangan baku antara laboratorium adalah 13 mg/l. Sedangkan penyimpangan maksimum dari hasil analisa dalam suatu
Bab II Tinjauan Pustaka
laboratorium sebesar 5% masih diperkenankan.Senyawa kompleks anorganik yang ada di perairan yang dapat teroksidasi juga ikut dalam reaksi, sehingga dalam kasus-kasus tertentu nilai COD mungkin sedikit ‘over estimate’ untuk gambaran kandungan bahan organik (Goelanz, 2013).
II.1.6 Penanggulangan Kelebihan dan Kekurangan COD 1. Penanggulangan Kelebihan COD
Pada Trickling filter terjadi penguraian bahan organik yang terkandung dalam limbah. Penguraian ini dilakukan oleh mikroorganisme yang melekat pada filter media dalam bentuk lapisan biofilm. Pada lapisan ini bahan organik diuraikan oleh mikroorganisme aerob, sehingga nilai COD menjadi turun (Goelanz, 2013).
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa semakin lama waktu tinggal, maka nilai COD akhir semakin turun (prosentase penurunan COD semakin besar). Hal ini disebabkan semakin lama waktu tinggal akan memberi banyak kesempatan pada mikroorganisme untuk memecah bahan-bahan organik yang terkandung di dalam limbah. Di sisi lain dapat diamati pula bahwa semakin kecil nilai COD awal (sebelum treatment dilakukan) akan menimbulkan kecenderungan penurunan nilai COD akhir sehingga persentase penurunan COD nya meningkat. Karena dengan COD awal yang kecil ini, kandungan bahan organik dalam limbah pun sedikit, sehingga bila dilewatkan trickling filter akan lebih banyak yang terurai akibatnya COD akhir turun. Begitu pula bila diamati dari sisi jumlah tray (tempat filter media). Semakin banyak tray, upaya untuk menurunkan kadar COD akan semakin baik. Karena dengan
Bab II Tinjauan Pustaka
penambahan jumlah tray akan memperbanyak jumlah ruang atau tempat bagi mikroorganisme pengurai untuk tumbuh melekat. Sehingga proses penguraian oleh mikroorganisme akan meningkat dan proses penurunan kadar COD semakin bertambah. Jadi prosen penurunan COD optimum diperoleh pada tray ke 3 (Goelanz,, 2013).
2. Penanggulangan Kekurangan COD
Senyawa organik yang terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen dengan elemen aditif nitrogen, sulfur, fosfat, dll cenderung untuk menyerap oksigen-oksigen yang tersedia dalam limbah air dikonsumsi oleh mikroorganisme untuk mendegredasi senyawa organik akhirnya oksigen. Konsentrasi dalam air limbah menurun, ditandai dengan peningkatan COD, BOD, TSS dan air limbah juga menjadi berlumpur dan bau busuk. Semakin tinggi konsentrasi COD menunjukkan bahwa kandungan senyawa organik tinggi tidak dapt terdegredasi secara biologis (Goelanz, 2013).
II.1.7 Industri Pengolahan Kedelai
Kedelai merupakan sumber protein nabati yang diketahui aman dan sehat bagi semua umur. Kandungan protein dalam kedelai sangat tinggi yaitu 35-45%, bahkan pada varitas unggul kadar proteinnya dapat dikategorikan komoditi strategis karena harganya yang murah sehingga dapat dijangkau semua lapisan masyarakat. Selama ini hasil olahan kedelai yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat adalah tahu, tempe, kecap, minuman bubuk kedelai, susu sari kedelai, dan olahan lanjutannya seperti keripik, tempe, kerupuk tahu, yoghurt kedelai, kembang tahu kedelai, dll. Bahan baku yang melimpah dan murah
Bab II Tinjauan Pustaka
dapat menjadi jaminan kontinuitas bagi industri pengolahan (Yustina, 2012).
Ampas kedelai merupakan hasil samping dari pengolahan kedelai yang bertujuan untuk mendapatkan sari kedelai seperti pada pembuatan tahu dan susu kedelai serta menyisakan ampas. Pemanfaatan limbah pengolahan merupakan salah satu upaya mendukung zero waste.
Untuk mendukung pemanfaatan kedelai secara optimal maka dapat dilakukan pengolahan limbah pengolahan kedelai pada pembuatan tahu dan susu kedelai berupa ampas kedelai (Yustina, 2012).
Jumlah aliran air limbah yang berasal dari industri sangat bervariasi tergantung dari jenis dan besar kecilnya industri, pengawasan pada proses industri, derajat penggunaan air, derajat pengolahan air limbah yang ada. Puncak tertinggi aliran selalu tidak akan dilewati apabila menggunakan tangki penahan dan bak pengaman. Sebagai patokan dapat dipergunakan pertimbangan bahwa 85-95% dari jumlah air yang dipergunakan adalah berupa air limbah apabila industri tersebut memanfaatkan kembali air limbahnya, maka jumlahnya akan lebih kecil lagi
(Rosnida, 2008).
Limbah yang dihasilkan harus memenuhi standart baku mutu limbah dan sesuai dengan baku mutu lingkungan yang berlaku bagi kondisi lingkungan dimana kegiatan industri sedang berlangsung.Karena itu setiap parameter harus tersedia nilainya sebelum masuk sistem pengolahan dan setelah limbah keluar sistem pengolahan harus diterapkan nilai-nilai parameter kunci yang harus dicapai. Artinya harus diungkapkan kualitas limbah
Bab II Tinjauan Pustaka
sebelum dan sesudah limbah diolah dan apakah limbah ini memenuhi syarat baku mutu(Rosnida, 2008).
Salah satunya yaitu baku mutu Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 72 Tahun 2013 tentang air limbah industri pengolahan kedelai sebagai berikut : Tabel II.1 Baku Mutu Air Limbah Kecap, Tahu dan Tempe
Parameter Kadar Maksimum (mg/l) Kecap Tahu Tempe BOD 150 150 150 COD 300 300 300 TSS 100 100 100 Volume air limbah
maksimum (m3/ton kedelai)
10 20 10
Bab II Tinjauan Pustaka
II.2 Aplikasi Industri
Perbedaan Kadar BOD, COD, TSS, Dan MPN Coliform Pada Air Limbah, Sebelum Dan Sesudah
Pengolahan Di RSUD Nganjuk
Rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan rujukan serta dapat berfungsi sebagai tempat pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian. Dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, tentunya rumah sakit menghasilkan bahan-bahan yang bersifat infeksius ataupun yang bersifat non infeksius berupa gas, cair, dan padat. Efek negatif yang mungkin timbul sebagai akibat dari kondisi lingkungan yang tidak sehat karena pengelolaan air limbah rumah sakit yang kurang sempurna, diantaranya : adanya bakteri patogen penyebab penyakit. Air limbah rumah sakit memiliki potensi yang berbahaya bagi kesehatan maka perlu penanganan air limbah yang baik dan benar, yaitu dengan adanya instalasi pengelolaan air limbah.
Prosedur pemeriksaan yaitu pemeriksaan BOD, MPN dan COD. Pemeriksaan parameter COD ini menggunakan oksidator potasium dikromat yang berkadar asam tinggi da n dipertahankan pada temperatur tertentu. Penambahan oksidator ini menjadikan proses oksidasi bahan organik menjadi air dan CO2, setelah pemanasan
maka sisa dikromat diukur. Pengukuran ini dengan jalan titrasi, oksigen yang ekifalen dengan dikromat inilah yang menyatakan COD dalam satuan ppm.
Hasil pemeriksaan sebelum pengolahan kadar BOD pada air limbah sebelum pengolahan menunjukkan nilai rata-rata 52,71 mg/l. Untuk kadar COD nilai rata-rata
Bab II Tinjauan Pustaka
127,14 mg/l. Kadar TSS dari hasil pemeriksaan nilai rata-ratanya sebesar 0,16 mg/l. Sedangkan hasil sesudah pengolahan untuk MPN Coliform hasil pemeriksaan nilai rata-rata 10.486 koloni per 100 ml air limbah. Sedangkan Hasil pemeriksaan laboratorium kadar BOD rata –ratanya sebesar 30,71 mg/l. Untuk kadar COD 0,16 mg/l, TSS 0,13 mg/l dan MPN Coliform 9.943 koloni per 100 ml air limbah
METODOLOGI PERCOBAAN
III.1 Variabel Percobaan
1. Sampel Air Limbah Pengolahan Tahu UD. Kencana Dinoyo
2. Sampel Air Limbah Pengolahan Tempe UD. Asem Payung
III.2 Bahan yang Digunakan 1. H2C2O4 0,01 N
2. H2SO4 6 N
3. KMnO4 0,01 N
4. Aquadest
III.3 Alat yang Digunakan 1. Batang Pengaduk 2. Buret dan Statif 3. Erlenmeyer 4. Gelas Ukur
5. Pemanas Elektrik 6. Pipet Tetes
7. Termometer
III.4 Prosedur Percobaan
III.4.1 Standarisasi larutan KMnO4
1. Memanaskan 100 ml air suling dengan Asam Sulfat 6 N di dalam bejana erlenmeyer sampai suhu 600C.
Bab III Metodologi Percobaan
2. Menambahkan 10 ml Asam Oksalat 0.01 N dan di titrasi dengan larutan KMnO4 yang akan di
standarkan.
3. Menghitung normalitas KMnO4 yang sebenarnya.
III.4.2 Prosedur Analisa
1. Mengambil 100 ml sampel ke dalam erlenmeyer 300 ml. Menambahkan 5 ml H2SO4 6 N dan
memanaskan campuran tersebut pada suhu 700C.
2. Menambahkan 10 ml larutan standar KMnO4 dan
meneruskan memanaskan sampai mendidih. 3. Menambahkan segera asam oksalat 0,01 N
sebanyak 10 ml.
4. Menitrasi kelebihan asam dengan standar KMnO4
0,01 N sampai timbul warna merah muda.
5. Apabila memerlukan larutan standar KMnO4 0.01
N lebih dari 7 ml dengan toleransi 10 ml, maka pemeriksaan di ulangi dengan volume contoh air yang lebih sedikit dan di encerkan menjadi 100 ml.
Bab III Metodologi Percobaan
III.5 Diagram Alir Percobaan
III.5.1 Standarisasi Larutan KMnO4
Memanaskan 100 ml air suling dengan Asam Sulfat 6 N di dalam bejana erlenmeyer sampai suhu 600C
Menambahkan 10 ml Asam Oksalat 0.01 N dan di titrasi dengan larutan KMnO4 yang akan di standarkan
Menghitung normalitas KMnO4 yang sebenarnya
Mulai
Bab III Metodologi Percobaan
III.5.2 Prosedur Analisa
Mengambil 100 ml sampel ke dalam erlenmeyer 300 ml. Menambahkan 5 ml H2SO4 6 N dan memanaskan
campuran tersebut pada suhu 700C
Menambahkan 10 ml larutan standar KMnO4 dan
meneruskan memanaskan sampai mendidih Menambahkan segera asam oksalat 0,01 N sebanyak
10 ml Mulai
Selesai
Menitrasi kelebihan asam dengan standar KMnO4 0,01 N
sampai timbul warna merah muda
Apabila memerlukan larutan standar KMnO4 0.01 N
lebih dari 7 ml dengan toleransi 10 ml, maka pemeriksaan di ulangi dengan volume contoh air yang
Bab III Metodologi Percobaan
III.6 Gambar Alat Percobaan
Gelas Ukur Termometer
Buret dan Statif
Erlenmeyer
Timbangan Elektrik Batang Pengaduk
Bab III Metodologi Percobaan
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Percobaan dan Perhitungan
Berdasarkan percobaan yang terlah dilakukan, didapatkan data sebagai berikut :
Tabel IV.1 Hasil Analisa Limbah Cair Industri Pengolahan Kedelai Sampel Volume rata-rata KMnO4 Normalitas KMnO4 sebenarnya COD Air Limbah Tempe
UD. Asem Payung 0,77 ml 0,0115 N 7,084 mg/l Air Limbah Tempe
UD. Kencana Dinoyo
0,167 ml 0,0115 N 1,5364 mg/l
IV.2 Pembahasan
Tujuan percobaan ini adalah untuk mempelajari cara menentukan kandungan bahan organik yang terdapat dalam air limbah pengolahan tempe UD. Asem Payung dan air limbah pengolahan tahu UD. Kencana Dinoyo yang dinyatakan dalam satuan COD.
Pada percobaan yang telah dilakukan yaitu untuk menentukan nilai COD. Mula-mula yang dilakukan adalah mengambil 100 ml sampel kemudian menambahkan 5 ml H2SO4 6 N dan dipanaskan. Menurut Nhunu (2015),
memanaskan larutan sampai mendidih berfungsi untuk mempercepat reaksi .
Bab IV Hasil Percobaan dan Pembahasan
Selain penambahan KMnO4 10 ml kedalam larutan
contoh juga ditambahkan asam oksalat 0,01 N sebanyak 10 ml. Penambahan ini berfungsi sama seperti pada penambahan KMnO4 yaitu sebagai oksidator yang
meremoval zat organik dalam sampel air limbah pengolahan tempe UD. Asem Payung dan air limbah pengolahan tahu UD. Kencana Dinoyo. Dalam percobaan oksidasi KMnO4 dilakukan dalam keadaan asam
(penambahan H2SO4).
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: 2KMnO4 + 3H2SO4 → MnO4 + K2SO4 +3H2O + 5On
Menurut Anonim (2004), untuk reaksi oksidasinya terhadap zat organik sendiri (misalnya: glukosa) dapat ditunjukkan dengan reaksi sebagai berikut:
nC6H12O6 + 12On + 6n CO2 + 6n H2O
Selanjutnya larutan dalam keadaan panas dititrasi dengan larutan KMnO4, dimana penambahan ini berfungsi
untuk mengoksidasi kelebihan asam oksalat yang ditambahkan untuk mereduksi KMnO4 yang digunakan
untuk mengoksidasi zat organik dalam sampel.
Nilai COD sebanding dengan kebutuhan titrasi limbah dengan KMnO4 yang didapat dari penurunan
rumus berikut.
Ek O2 (pada sampel) = Ek. MnO
4-= N KMnO4 x V KMnO4 (liter)
Mol O2 = ¼ x Ek. O2
Massa O2 (gram) = mol O2 x BM O2
COD = massa O2 (mg)
Bab IV Hasil Percobaan dan Pembahasan
Sehingga rumus COD menjadi :
COD = (
1
4 x N KMnO4 x V KMnO4 x BM O2)
V sampel
Tabel IV.2 Baku Mutu Air Limbah Industri Pengolahan Kedelai
Parameter Kadar Maksimum (mg/l) Kecap Tahu Tempe BOD 150 150 150 COD 300 300 300 TSS 100 100 100 Volume air limbah
maksimum (m3/ton kedelai)
10 20 10
Sumber : Pergub Jatim Nomor 72 Tahun 2013
Dari analisa untuk sampel air limbah pengolahan tempe didapatkan nilai COD sebesar 7,084 mg/l, sedangkan untuk sampel air limbah pengolahan tempe didapatkan nilai COD sebesar 1,5364 mg/l. Apabila dibandingkan dengan Pergub Jatim Nomor 72 Tahun 2013 tentang baku mutu air limbah industri pengolahan kedelai menyebutkan bahwa kadar maksimum COD yang diperbolehkan dalam air limbah pengolahan tempe dan tahu sebesar 300 mg/L. Dari hasil percobaan dapat diketahui bahwa air limbah pengolahan tempe dan tahu telah memenuhi baku mutu air limbah industri pengolahan kedelai.
KESIMPULAN
Dari percobaan analisa nilai COD yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa didapatkan nilai COD pada sampel air limbah pembuatan tempe UD. Asem Payung sebesar 7,084 mg/l dan sampel air limbah pembuatan tahu UD. Kencana Dinoyo sebesar 1,5364 mg/l. Sampel air limbah pembuatan tempe UD. Asem Payung memiliki nilai COD yang lebih besar dibandingkan dengan sampel air limbah pembuatan tahu UD. Kencana Dinoyo. Nilai COD pada sampel air limbah pembuatan tempe UD. Asem Payung dan sampel air limbah pembuatan tahu UD. Kencana Dinoyo yang didapatkan telah sesuai dengan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 72 Tahun 2013 tentang baku mutu air limbah bagi industri pengolahan kedelai, dimana kadar maksimum COD untuk industri tempe dan tahu sebesar 300 mg/l.
1. Membuat larutan KMnO4 0,01 N BM KMnO4 = 158 gram/mol V larutan = 500 ml M = N/e = 0,01/1 = 0,01 M M = (Massa/BM) x (1000/volume ml) 0,01 = (Massa/158) x (1000/500) Massa = 0,79 gram
Untuk membuat larutan KMnO4 0,01 N, dibutuhkan
0,79 gram padatan KMnO4 dan dilarutkan dalam 500 ml
aquadest. 2. Membuat larutan H2SO4 6 N BM H2SO4 = 98 gram/mol V larutan = 500 ml ρ H2SO4 = 1,84 gram/ml Konsentrasi H2SO4 = 98% M = N/e = 6/2 = 3 M M = (ρ x % x 10)/BM = (1,84 x 98 x 10)/98 = 18,4 M M1 x V1 = M2 x V2 18,4 x V1 = 3 x 500 V1 = 81,52 ml
Untuk membuat larutan H2SO4 6 N, dibutuhkan 81,52
ml H2SO4 98% lalu dilarutkan dengan aquadest dalam
3. Membuat larutan H2C2O4 0,01 N BM H2C2O4 = 90 gram/mol V larutan = 500 ml M = N/e = 0,01/2 = 0,005 M M = (Massa/BM) x (1000/volume ml) 0,005 = (Massa/90) x (1000/500) Massa = 0,225 gram
Untuk membuat larutan H2C2O4 0,01 N, dibutuhkan
0,225 gram padatan H2C2O4 dan dilarutkan dalam 500
ml aquadest.
4. Menghitung normalitas KMnO4 melalui standarisasi
KMnO4 dengan asam oksalat
Volume asam oksalat = 10 ml Normalitas asam oksalat = 0,01 N Volume KMnO4 = 8,67 ml N1 x V1 = N2 x V2 N KMnO4 = 10 x 0,01 8,67 = 0,0115 N % Error = Na - Nt Nt
x
100% = 0,0115 – 0,01 0,01x
100% = 15%5. Menghitung COD pada sampel air limbah pembuatan tempe
BM O2 = 32 gram/mol Volume KMnO4 = 0,00077 liter
Normalitas KMnO4 = 0,0115 N
Volume sampel = 0,01 liter Ekivalen MnO4- = Ekivalen O2
Ekivalen MnO4- = N KMnO4 x V KMnO4
= (0,0115 mol/liter) x (0,00077 liter) = 0,000008855 mol Mol O2 = 1 4
x (
0,000008855 mol) = 0,00000221 mol Massa O2 = mol O2 x BM O2 = (0,00000221 mol) x (32 gram/mol) = 0,0000707 gram COD = massa O2 volume sampel = 0,0000707 gram 0,01 liter = 0,007084 gram/l = 7,084 mg/lDengan cara yang sama menghitung COD pada sampel air limbah pembuatan tahu.