• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS PRAKTIKUM PENYULUHAN KEHUTANAN DIFUSI INOVASI DAN PERAN AGEN PERUBAHAN DALAM PENYULUHAN KEHUTANAN DIFUSI INOVASI DAN PERAN AGEN PERUBAHAN DALAM PENYULUHAN KEHUTANAN

N/A
N/A
Fariz Ikhsan

Academic year: 2024

Membagikan "TUGAS PRAKTIKUM PENYULUHAN KEHUTANAN DIFUSI INOVASI DAN PERAN AGEN PERUBAHAN DALAM PENYULUHAN KEHUTANAN DIFUSI INOVASI DAN PERAN AGEN PERUBAHAN DALAM PENYULUHAN KEHUTANAN "

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS PRAKTIKUM PENYULUHAN KEHUTANAN DIFUSI INOVASI DAN PERAN AGEN PERUBAHAN DALAM PENYULUHAN KEHUTANANDIFUSI INOVASI DAN PERAN AGEN

PERUBAHAN DALAM PENYULUHAN KEHUTANAN

Oleh : Nama : Fariz Ikhsan

NIM : 22/497581/SV/21142 Co. Ass : Candra Wigati Kelompok : 2

Dosen : Wiyono, S.Hut., M.Si.

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN PENGELOLAAN HUTAN DEPARTEMEN TEKNOLOGI HAYATI DAN VETERINER

SEKOLAH VOKASI UNIVERSITAS GADJAH MADA

2024

(2)

TUGAS PRAKTIKUM PENYULUHAN KEHUTANAN DIFUSI INOVASI DAN PERAN AGEN PERUBAHAN DALAM PENYULUHAN KEHUTANANDIFUSI INOVASI DAN PERAN AGEN

PERUBAHAN DALAM PENYULUHAN KEHUTANAN Pembahasan

Proses difusi, seperti yang dijelaskan oleh Rogers dan Shoemaker (1971), adalah bagian dari proses perubahan sosial. Proses ini melibatkan komunikasi ide baru kepada anggota sistem sosial, dengan konsekuensi berupa perubahan dalam sistem sosial akibat adopsi atau penolakan inovasi. Perubahan sosial terjadi melalui tahapan penemuan, difusi, dan konsekuensi, di mana ide baru dikembangkan, disebarkan, dan mengakibatkan perubahan dalam sistem sosial. Difusi merupakan suatu proses di mana inovasi disampaikan melalui saluran khusus dalam periode waktu tertentu di antara anggota sistem sosial. Komponen-komponen dari proses difusi meliputi keberadaan inovasi, penyampaian melalui saluran tertentu, periode waktu yang ditentukan, dan interaksi di antara anggota sistem sosial. Inovasi dari inovator kemudian diteruskan melalui pengguna lain hingga menjadi bagian dari kegiatan produktif yang umum diterima. Teori difusi inovasi mengindikasikan bahwa komunikator yang menerima pesan dari media massa memiliki kekuatan yang signifikan untuk mempengaruhi individu. Dengan demikian, penemuan baru yang didifusikan melalui media massa memiliki potensi besar untuk memengaruhi massa untuk mengadopsinya. Pada awalnya, teori ini menyoroti peran pemimpin opini dalam memengaruhi sikap dan perilaku masyarakat. Ini menandakan bahwa media massa memiliki dampak yang besar dalam menyebarkan penemuan baru, terutama jika didukung oleh tokoh-tokoh masyarakat. Namun, proses difusi inovasi juga dapat langsung mempengaruhi audiensnya tanpa perantaraan yang signifikan (Rahmanita, 2016).

Proses Difusi Inovasi merupakan penyebaran adopsi inovasi dari satu individu yang telah mengadopsi ke individu lain dalam sistem sosial masyarakat sasaran yang sama. Menurut Musyafak & Ibrahim (2017), difusi adalah perembesan adopsi inovasi dari individu yang telah mengadopsi ke individu lain dalam sistem sosial masyarakat sasaran yang sama. Perbedaan antara proses difusi inovasi dan proses adopsi inovasi terletak pada sumber informasi, di mana dalam difusi inovasi, sumber informasi berasal dari dalam sistem sosial masyarakat sasaran, sedangkan dalam proses adopsi inovasi, pembawa inovasi bersumber dari luar sistem sosial masyarakat sasaran. Dimensi waktu sangat penting dalam proses difusi, terkait dengan proses pengambilan keputusan, penilaian terhadap karakteristik inovasi, dan tingkat adopsi yang biasanya diukur dengan jumlah individu yang mengadopsi inovasi dalam sistem masyarakat tertentu. Salah satu faktor yang memengaruhi percepatan adopsi dan difusi inovasi adalah keberhasilan dalam menerapkan metode penyuluhan yang efektif. Penggunaan metode yang efektif akan memudahkan pemahaman bagi petani. Seringkali orang menganggap bahwa komunikasi pertanian sama dengan penyuluhan pertanian, padahal keduanya memiliki perbedaan yang mendasar seperti yang dijelaskan oleh Adawiyah, C. R.

(2018). Adopsi inovasi di bidang pertanian merupakan hasil dari interaksi dalam

(3)

komunikasi pertanian, yang melibatkan interaksi sosial antara individu, kelompok masyarakat, dan antar kelompok. Proses adopsi inovasi di kelompok tani pada dasarnya merupakan akumulasi dari adopsi individual, sehingga tahapan-tahapan adopsi inovasi pada individu juga berlaku bagi kelompok. Komunikasi memiliki cakupan yang lebih luas daripada penyuluhan, di mana dalam penyuluhan selalu terjadi komunikasi, tetapi tidak selalu terdapat unsur penyuluhan dalam komunikasi. Perbedaan lainnya terletak pada keberadaan unsur pendidikan dalam penyuluhan, yang tidak selalu hadir dalam komunikasi. Oleh karena itu, penyuluhan pertanian memerlukan persiapan materi dan pendekatan penyampaian yang terstruktur. Materi penyuluhan biasanya berupa inovasi-inovasi dalam bidang pertanian, yang perlu disampaikan dengan metode yang sistematis agar pesan inovasi dapat diterima dan diimplementasikan oleh target sasaran.

Model difusi inovasi menggambarkan proses penyebaran inovasi dari suatu sumber inovasi kepada anggota sistem sosial. Dengan referensi pada sumber inovasi yang berasal dari lembaga penelitian, terdapat tiga model difusi inovasi yang umum, yaitu Model Top Down, Model Feed Back, dan Model Farmer to Farmer. Model Top Down dikembangkan berdasarkan penelitian di India, di mana ilmu pengetahuan dan teknologi dihasilkan dari sekolah, laboratorium, dan stasiun percobaan. Model ini dianggap sebagai model penyuluhan pertanian konvensional, di mana peneliti melakukan penelitian di laboratorium dan stasiun penelitian serta menghasilkan rekomendasi yang disebarkan kepada seluruh petani. Model Feed Back, yang dikenal sebagai sistem pelatihan dan kunjungan, dianggap sebagai perbaikan dari model Top Down dengan mempertimbangkan mekanisme umpan balik antara peneliti dan penyuluh pertanian. Model ini populer dan mengarah pada pengembangan penelitian pertanian ke dalam metode penelitian pertanian yang lebih dalam, seperti Sistem Penelitian Sistem Pertanian. Model Farmer to Farmer, dikembangkan oleh Rhoades dan Booth, mengasumsikan bahwa penelitian harus dimulai dan diakhiri di tingkat petani. Model ini menekankan partisipasi aktif petani dalam proses penelitian, menganggap petani sebagai pakar pada usaha pertanian mereka sendiri karena pengalaman dan pengetahuan yang luas tentang kondisi tanah, sosial, ekonomi, dan pasar lokal.

Proses adopsi inovasi adalah suatu proses psikologis yang terjadi ketika individu menghadapi suatu inovasi. Proses ini melibatkan penerapan ide baru mulai dari pengenalan hingga penerapannya. Tahapan-tahapan dalam proses adopsi meliputi kesadaran, perhatian, penilaian, percobaan, adopsi, dan konfirmasi (Mundy, 2000). Proses ini juga melibatkan aspek mental dalam menerima atau menolak inovasi setelah diperkenalkan kepada masyarakat. Tahap adopsi melibatkan sasaran yang sudah meyakini kebenaran inovasi dan merasakan manfaatnya. Pada tahap inisiasi, sasaran menerapkan dalam skala yang lebih luas karena keyakinan akan kebenaran atau keunggulan hal baru tersebut. Oleh karena itu, anjuran untuk menerapkan inovasi dilakukan secara luas dan berkelanjutan, meskipun bisa saja beberapa tahapan dilewati karena proses mental yang berbeda- beda pada setiap individu. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses ini termasuk kepuasan pada pengalaman sebelumnya, kemampuan dalam mengelola usaha, ketersediaan dana dan sarana, analisis keberhasilan, serta tujuan dan minat keluarga.

(4)

Salah satu faktor yang memengaruhi percepatan adopsi dan difusi inovasi adalah keberhasilan dalam menerapkan metode penyuluhan yang efektif.

Penggunaan metode yang efektif akan memudahkan pemahaman bagi petani.

Seringkali orang menganggap bahwa komunikasi pertanian sama dengan penyuluhan pertanian, padahal keduanya memiliki perbedaan yang mendasar seperti yang dijelaskan oleh Adawiyah, C. R. (2018). Adopsi inovasi di bidang pertanian merupakan hasil dari interaksi dalam komunikasi pertanian, yang melibatkan interaksi sosial antara individu, kelompok masyarakat, dan antar kelompok. Proses adopsi inovasi di kelompok tani pada dasarnya merupakan akumulasi dari adopsi individual, sehingga tahapan-tahapan adopsi inovasi pada individu juga berlaku bagi kelompok. Komunikasi memiliki cakupan yang lebih luas daripada penyuluhan, di mana dalam penyuluhan selalu terjadi komunikasi, tetapi tidak selalu terdapat unsur penyuluhan dalam komunikasi. Perbedaan lainnya terletak pada keberadaan unsur pendidikan dalam penyuluhan, yang tidak selalu hadir dalam komunikasi. Oleh karena itu, penyuluhan pertanian memerlukan persiapan materi dan pendekatan penyampaian yang terstruktur. Materi penyuluhan biasanya berupa inovasi-inovasi dalam bidang pertanian, yang perlu disampaikan dengan metode yang sistematis agar pesan inovasi dapat diterima dan diimplementasikan oleh target sasaran.

Inovasi merujuk pada gagasan, metode, atau objek baru yang dianggap inovatif. Adopsi inovasi adalah keputusan untuk menerapkan inovasi tersebut, dan ini melibatkan perubahan dalam pengetahuan, sikap, dan keterampilan individu (Rogers dan Shoemaker, 1971). Inovasi dapat berupa ide, praktek, atau produk baru yang dianggap baru oleh individu atau kelompok relevan (Simamora, 2003; Kottler, 2003). Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan adopsi termasuk kesesuaian inovasi dengan kondisi biofisik, sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat penerima.

Aktivitas penyuluhan dalam mempromosikan inovasi melalui saluran komunikasi yang tepat dapat mempercepat adopsi inovasi oleh sasarannya. Menurut Wangke et al. (2016), kecepatan adopsi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain karakteristik inovasi, karakteristik calon pengguna, pengambilan keputusan adopsi, saluran atau media yang digunakan, serta kualifikasi fasilitator. Faktor-faktor yang memengaruhi kecepatan adopsi inovasi juga termasuk luasnya usahatani, tingkat pendapatan, keberanian mengambil risiko, usia, tingkat partisipasi dalam kelompok atau organisasi di luar lingkungan, aktivitas mencari informasi dan ide-ide baru, serta sumber informasi yang dimanfaatkan. Rogers dan Shoemaker (1971) juga menyatakan bahwa kecepatan adopsi dipengaruhi oleh sifat-sifat inovasi, jenis keputusan inovasi, saluran komunikasi, sifat-sifat sistem sosial, dan pelayanan penyuluhan. Sifat-sifat inovasi yang mempengaruhi kecepatan adopsi meliputi keuntungan relatif, kompatibilitas, kompleksitas, trialabilitas, dan observabilitas.

Kesesuaian inovasi dengan konteks lokal sangat tergantung pada pengetahuan lokal. Jika inovasi tersebut tidak cocok dengan cara hidup dan pengetahuan lokal, maka akan sulit diterima oleh masyarakat setempat. Proses adopsi inovasi merupakan perubahan perilaku dan pola pikir seseorang setelah menerima informasi dari penyuluh, yang memungkinkannya untuk membuat keputusan sendiri. Penerimaan inovasi tidak hanya berarti mengetahui, tetapi juga benar-benar memahami dan mampu menerapkannya dalam praktik sehari-hari,

(5)

terutama dalam kegiatan kehutanan. Beberapa alasan mengapa petani sering kali kurang berpartisipasi atau bahkan menolak inovasi yang didukung secara ilmiah adalah karena inovasi yang diajukan tidak selalu menyelesaikan masalah yang dihadapi petani, sulit diterapkan, tidak sesuai dengan teknologi lokal yang sudah ada, menciptakan masalah baru, memerlukan biaya tinggi tanpa imbalan yang memadai, dan kurangnya efektivitas dalam penyuluhan untuk menyampaikan pesan dengan tepat.

Daftar Pustaka

Adawiyah, C. R. (2018). Urgensi komunikasi dalam kelompok kecil untuk mempercepat proses adopsi teknologi pertanian. Forum Penelitian Agro Ekonomi, 35(1), 59-74.

Kottler Philip. (2003). Marketing Management. 11th ed. New Jersey: Prentice hall.

Mundy, P. (2000). Adopsi dan Adaptasi Teknologi Baru. PAATP3. Bogor.

Musyafak, A., & Ibrahim T. M. (2005). Strategi Percepatan Adopsi dan Difusi Inovasi Pertanian Mendukung Prima Tani. Analisis Kebijakan Pertanian.

3(1).20 – 37.

Rahmanita, M. (2016). Peran Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) sebagai Opinion Leader dalam Meningkatkan Hasil Tani Kelompok Tani di Giri Rejo Kelurahan Lempake Samarinda. eJournal Ilmu Komunikasi, 4(2): 460 – 472.

Rogers, E. M., & Shoemaker, F. F. (1971). Communication of innovation. (2nd ed.).

New York, NY: The Free Press.

Simamora, Heny. (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: YKPN Wangke, W. M., Olfe, B., & Suzana, L. (2016). Adopsi Petani Terhadap Inovasi TanamanPadi Sawah Organik di Desa Molompar Kecamatan Tombatu Timur, KabupatenMinahasa Tenggara. AGRI-SOSIOEKONOMI, 12(2), 143 – 152.

Referensi

Dokumen terkait

(Studi Deskriptif Peran Rumah Pintar Petani sebagai Saluran Komunikasi Petani dalam Proses Difusi dan Adopsi Inovasi Pertanian di Desa Pulosari, Kecamatan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran penyuluh kehutanan dalam perubahan sosial masyarakat di Desa Tunggul Boyok dan hubungan antara faktor tingkat

Maka dirumuskan generalisasi (11) „Keberhasilan agen pembaharu berhubungan positif dengan besarnya usaha untuk bekerja sama dengan pemuka pendapat. Waktu bagi agen

Inovasi perubahan yang akan dilakukan dalam program agen perubahan di kampus IAIN Bengkulu adalah menciptakan inovasi perubahan dalam pembelajaran baca al-quran

Memahami keuntungan penggunaan TIK dalam pengembang pendidikan di daerah 3T yang akan berdampak postif, maka penggunaan teori jejaring difusi, opini kempemimpinan dan agen perubahan

RENCANA AKSI Rencana Aksi disiun untuk mengukur target capaian yang akan di rencanakan sebagai agen perubahan dalam peningkatan prestasi mahasiswa seperti ditampilkan dalam tabel

INOVASI TAMAN BACAAN MASYARAKAT TBM SEBAGAI AGEN PERUBAHAN SOSIAL DI TBM ABBIMANYU LIBRARY SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu

Selain itu, penyuluhan bertujuan membangun masyarakat pedesaan dalam aspek ekonomi, sosial, dan budaya melalui pendidikan non formal, serta mendampingi masyarakat dalam mengidentifikasi