• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prinsip Dasar Etika Auditor

N/A
N/A
Syaifullah Ahmad

Academic year: 2024

Membagikan "Prinsip Dasar Etika Auditor"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Apa itu Etika Auditor? Pahami Pengertiannya di Sini!

Pada dasarnya, terdapat lima prinsip dasar dari etika auditor, yaitu?

1. Integritas

Setiap auditor harus mempunyai sikap yang adil, jujur, dan tepat dalam melakukan proses audit. Mereka juga harus bisa memberikan penilaian yang bisa dipercaya, baik, dan menaati berbagai hukum yang berlaku.

2. Objektivitas

Seorang auditor juga harus bisa selalu bersikap netral saat menjalankan kegiatan audit, interpretasi bukti audit, serta laporan keuangan yang telah diteliti secara bersama. Penilaian dari seorang auditor harus bersifat objektif atau seimbang tanpa dihubungkan dengan masalah pribadi apapun.

3. Kompetensi Profesional dan Kecermatan

Seorang auditor harus mempunyai tingkat pengetahuan dan juga keterampilan yang sesuai dengan profesinya dalam memberikan jasa auditor. Seorang auditor pun harus bisa meningkatkan pelayanannya dengan keterampilan dan pengetahuan dalam bidangnya.

4. Kerahasiaan

Seorang auditor harus bisa menjaga kerahasiaan informasi ataupun hubungan dengan klien. Mereka sangat tidak diperbolehkan untuk membocorkan

informasi tanpa izin dari klien, kecuali terdapat ketentuan hukum yang mewajibkan auditor untuk mengungkapkan informasi tersebut.

Seorang auditor harus selalu berhati-hati dalam

menggunakan serta menjaga informasi organisasi untuk kepentingan pribadinya, apapun bentuknya.

5. Perilaku Profesional

Seorang auditor harus bisa menahan diri dari setiap perilaku yang mampu merusak citra profesi dari auditor, seperti kelalaian dalam melakukan tugas,

membandingkan citra dari setiap klien, atau melecehkan pihak lain.

Masalah yang Sering Dilakukan Oleh Auditor

Seorang auditor pasti akan menemukan banyak masalah selama mereka melakukan proses kerja. Masalahnya pun sangat beragam, mulai dari masalah etis, hingga masalah tidak etis yang berkaitan dengan profesi auditor.

Kesalahan yang sering terjadi adalah seorang auditor melakukan masalah kecil dan menganggapnya sepele, sehingga masalah tersebut jadi menumpuk dan

menggunung. Hal tersebut membuat auditor berada di dalam kesulitan.

Berikut ini adalah beberapa contoh masalah etika yang banyak dijumpai oleh auditor yang mencakup permintaan ataupun tekanan untuk:

Melakukan tugas yang sebenarnya bukan menjadi kompetensi dari auditor

Mengungkapkan informasi rahasia milik klien

Membahayakan integritas auditor dengan cara penggelapan, pemalsuan, penyuapan, dan lain sebagainya.

Mendistorsi objektivitas dengan cara menerbitkan berbagai laporan yang menyesatkan.

Etika profesi auditor ini sebenarnya telah diatur di dalam undang-undang, yakni peraturan menteri

pendayagunaan aparatur nomor PER/04/M.PAN/2008 tanggal 31 Maret 2008 yang mana di dalamnya berisi:

1. Tindakan yang tidak tepat ataupun melanggar kode etik tidak bisa ditoleransi walaupun

tindakan tersebut dilakukan secara tidak sengaja ataupun dalam perintah pimpinan suatu

organisasi.

2. Auditor tidak diperbolehkan untuk meminta ataupun memaksa karyawan lain untuk melakukan berbagai tindakan yang melawan hukum.

3. Pimpinan aparat pengawasan internal pemerintah akan melaporkan tindakan pelanggaran etik oleh seorang auditor pada pimpinan organisasi tersebut.

Pasal UU Tentang Gratifikasi, Pengertian, dan Kriterianya

Gratifikasi adalah tindakan memberi uang, barang, atau fasilitas kepada penyelenggara negara atau pegawai negeri. Pemberian ini dilakukan dalam konteks tugas atau pekerjaan mereka.

Pengertian dan kriteria gratifikasi tercantum dalam Undang-undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001. Menurut UU tersebut gratifikasi mencakup berbagai bentuk pemberian, seperti uang, barang, diskon, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, wisata, pengobatan gratis, dan fasilitas lainnya.

Pemberian ini bisa dilakukan baik di dalam maupun di luar negeri, dengan atau tanpa menggunakan sarana

(2)

elektronik. Secara umum gratifikasi memiliki makna netral, sehingga tidak semua bentuk gratifikasi dianggap salah atau dilarang.

Gratifikasi sendiri dapat dibagi menjadi dua kategori, yakni gratifikasi yang dianggap suap dan gratifikasi yang tidak dianggap suap. Adapun gratifikasi yang boleh diterima diantaranya adalah pemberian dari keluarga dengan syarat tidak memiliki benturan kepentingan dengan posisi penerima.

Selain itu, pemberian terkait musibah atau bencana dan penerimaan hadiah atau tunjangan terkait dengan peningkatan prestasi kerja dianggap bukan tindakan suap. Lantas, apa saja kriteria gratifikasi yang dilarang?

Kriteria Gratifikasi Apa Saja Dilarang?

Merujuk Buku Mengenal Gratifikasi yang dipublikasikan KPK, gratifikasi sebenarnya merupakan bentuk "suap yang tertunda". KPK mendefinisikan gratifikasi sebagai suap terselubung.

Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang terbiasa menerima gratifikasi ilegal bisa secara bertahap terlibat dalam bentuk korupsi lain. Tindak korupsi yang dimaksud termasuk suap, pemerasan, dan korupsi lainnya, sehingga gratifikasi dianggap sebagai akar dari praktik korupsi.

Gratifikasi dilarang karena bisa membuat pegawai negeri atau penyelenggara negara menjadi tidak obyektif, tidak adil, dan kurang profesional. Akibatnya, mereka tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik.

Selaras dengan hal tersebut, KPK dalam bukunya menyebutkan ada dua kriteria gratifikasi yang dilarang, antara lain:

1. Pemberian yang berhubungan dengan jabatan Pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas

penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya yang terkait dengan jabatan

seseorang

2. Bertentangan dengan kewajiban atau tugas Pemberian yang melanggar peraturan yang berlaku, bertentangan dengan kode etik, memiliki konflik kepentingan, atau merupakan penerimaan yang tidak patut/tidak wajar.

Contoh Gratifikasi Menurut KPK

Tindakan gratifikasi bisa dilakukan dalam pemberian barang, uang, maupun hadiah non-fisik lainnya. Menurut KPK ada beberapa contoh gratifikasi terlarang yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugas serta kewajiban pegawai negeri atau

penyelenggara negara.

Beberapa contoh gratifikasi yang dilarang, antara lain:

Pemberian terkait layanan masyarakat di luar penerimaan yang sah.

Pemberian terkait tugas dalam penyusunan anggaran di luar penerimaan yang sah.

Pemberian terkait proses pemeriksaan, audit, monitoring, dan evaluasi di luar penerimaan yang sah.

Pemberian terkait pelaksanaan perjalanan dinas di luar penerimaan resmi dari instansi.

Pemberian dalam proses penerimaan, promosi, atau mutasi pegawai.

Pemberian dalam proses komunikasi, negosiasi, dan pelaksanaan kegiatan dengan pihak lain terkait tugas dan kewenangan.

Pemberian sebagai akibat dari perjanjian kerja sama, kontrak, atau kesepakatan dengan pihak lain.

Pemberian sebagai ungkapan terima kasih sebelum, selama, atau setelah pengadaan barang dan jasa.

Hadiah atau suvenir bagi pegawai, pengawas, atau tamu selama kunjungan dinas.

Fasilitas hiburan, wisata, atau voucher yang diberikan kepada pejabat atau pegawai dalam kegiatan yang tidak relevan dengan tugas yang diterima.

Pemberian dalam rangka memengaruhi

kebijakan, keputusan, atau perlakuan pemangku kewenangan.

Pemberian terkait pelaksanaan pekerjaan yang bertentangan dengan tugas dan kewajiban pejabat atau pegawai.

Undang-undang Tentang Gratifikasi di Indonesia

(3)

Pemerintah Indonesia telah membuat undang-undang tentang gratifikasi untuk mencegah tindak pidana korupsi yang melibatkan penyelenggara negara atau pegawai negeri. Berdasarkan regulasi yang ada, penyelenggara negara serta masyarakat dapat mengambil langkah yang tepat, seperti menolak atau segera melaporkan gratifikasi yang diterima.

Masih berdasarkan Buku Saku Memahami Gratifikasi (2014) berikut ini pasal dalam undang-undang yang mengatur tentang gratifikasi.

1. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Pasal 12B

1. Setiap gratifikasi yang diterima pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap sebagai suap jika berkaitan dengan jabatannya dan bertentangan dengan tugas atau kewajibannya. Ketentuan ini diatur sebagai berikut:Jika nilai gratifikasi mencapai Rp10.000.000 atau lebih, penerima harus membuktikan bahwa gratifikasi tersebut bukanlah suap.Jika nilai gratifikasi kurang dari Rp10.000.000 , penuntut umum bertanggung jawab untuk membuktikan bahwa gratifikasi tersebut adalah suap.

2. Sanksi bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang terbukti melanggar ketentuan ini adalah hukuman penjara seumur hidup atau penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, serta denda antara Rp200.000.000 hingga Rp1.000.000.000.

Pasal 12C

1. Ketentuan dalam Pasal 12B ayat (1) tidak berlaku jika penerima gratifikasi melaporkannya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK). Laporan harus disampaikan paling lambat 30 hari kerja setelah penerimaan gratifikasi.

2. KPK wajib menetapkan status gratifikasi—apakah menjadi milik penerima atau milik negara—paling lambat 30 hari kerja setelah menerima laporan.

3. Tata cara penyampaian laporan dan penentuan status gratifikasi diatur dalam Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

B. UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal 16

Setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi wajib melaporkannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tata cara pelaporan adalah sebagai berikut:

1. Laporan harus disampaikan secara tertulis dengan mengisi formulir yang ditetapkan oleh KPK dan melampirkan dokumen terkait gratifikasi.

2. Formulir laporan harus memuat informasi berikut:

Nama dan alamat lengkap penerima dan pemberi gratifikasi;

Jabatan pegawai negeri atau penyelenggara negara;

Tempat dan waktu penerimaan gratifikasi;

Uraian jenis gratifikasi yang diterima;

Nilai gratifikasi yang diterima.

(4)

Apa itu Risiko Audit (Audit Risk)?

Risiko Audit atau Audit Risk (AR) adalah kemungkinan risiko salah saji bersifat material dan/atau penggelapan (fraud) yang bisa lolos dari proses audit jika auditor tidak melakukan tugasnya secara cermat.

Mengingat risiko itu maka, auditor harus melakuka pemeriksaan risiko (risk assessment) sebelum menjalankan proses audit, tepatnya pada fase perencanaan audit (audit planning).

Tujuannya: Untuk mengukur dan memetakan risiko audit yang mungkin timbul thus bisa menentukan dimana proses pemeriksaan dilaksanakan secara ketat dan dimana agak longgar, dimana audit penuh (full audit) dan dimana secara acak (random audit).

Jenis-Jenis Risiko Audit

Ada 3 jenis risiko audit yang wajib diuji dan dipertimbangkan oleh seorang auditor sebelum menjalankan proses audit, yaitu: (1) risiko inherent (inherent risk), (2) risiko pengendalian (control risk) dan (c) risiko deteksi (detection risk).

Audit Risk (AR) terdiri dari Inherent Risk (IR), Control Risk (CR) dan Detection Risk (DR)

Untuk lebih jelasnya kita lihat satu per satu:

1. Risiko Inherent – Atau ‘Inherent Risk’ (IR) Risiko Inherent adalah risiko yang mungkin timbul akibat karakter bawaan dari suatu transaksi, entah karena:

kompleksitas transaksi dan klas transaksi; atau (b) kompleksitas perhitungan; atau (c) aset yg mudah tercuri/digelapkan; atau (d) ketiadaan informasi yang sifatnya obyektif.

Sudah menjadi pemahaman publik bahwa inherent risk adalah diluar jangkauan auditor dalam melakukan pencegahan. Bahkan, juga diluar kendali pihak auditee sendiri. Dengan kata lain, auditor hanya bisa

menemukan tetapi tidak bisa melakukan apa-apa.

Ciri IR Tinggi

Beberapa ciri IR yg tinggi, antara lain:

Terjadi profitabilitas (dan indikator kinerja kunci lainnya) yang terus menurun;

Terjadi kekurangan modal kerja; dan

Tingginya asset menganggur (tidak menghasilkan)

Contoh Pemeriksaan IR

Saat memeriksa “Pendapatan,” sebagai seorang auditor anda melihat 4 faktor penting berikut ini dalam mengukur Risiko Inherent (Inherent Risk):

Usaha Sejenis – Pertimbangkan persaingan di lingkungan usaha sejenis yang mungkin mempengaruhi pendapatan dan aliran kas auditee. Misalnya: faktor persaingan

(mungkinkah auditee kalah dalam persaingan sehingga revenue nya menurun?)

Kompleksitas Pengakuan Pendapatan – Periksa metode pengakuan pendapatannya, apakah mengandung kompleksitas yang berpotensi menjadi risiko? Contoh pengakuan pendapatan dengan perhitungan kompleks dan berpotensi mengandung risiko bawaan adalah

“metode persentase penyelesaian” yang biasa digunakan oleh jenis usaha real estate atau developer ATAU metode pengakuan pendapatan atas kontrak lainnya yang lamanya melewati satu tahun buku.

Kesulitan dalam Menakar Akurasi

Perhitungan Revenue – Periksa besarnya nilai revenue dipengaruhi oleh perhitungan yang akurasinya sulit diukur? Misal: menggunakan

“Cadangan Bad Debt” dan yang angka persentasenya menggunakan estimasi (termasuk write off nya).

Salah Saji Pada Audit Sebelumnya – Anda juga dapat menggunakan

laporan hasil audit priode sebelumnya sebagai tambahan bahan pertimbangan; akun-akun yang kerap mengandung salah saji pada periode- periode sebelumnya besar kemungkinannya mengandung risiko inherent.

Faktor yang Memengaruhi Tingkat IR

Faktor berikut ikut menentukan tingginya tingkat IR:

Penugasan audit pertama kalinya untuk klien yang sama oleh auditor dihitung sebagai faktor IR yang penting. Misalnya PT AKL baru IPO tanggal 1 Juni 2015, maka audit yang diselenggarakan pertama kali (untuk

Laporan Keuang Per 31 Desember 2015) diasumsikan mengandung IR yang tinggi, sebab auditor tidak memiliki informasi valid mengenai kondisi keuangan PT AKL yang bisa dipercaya.

Perusahaan yang memiliki anak/cabang dalam jumlah banyak dan melibatkan banyak mata uang asing, diasumsikan mengandung IR yang tinggi. Sebab model perusahaan seperti ini

(5)

cenderung menghasilkan laporan keuangan yang kompleks dan besar kemungkinan terjadi banyak kesalahan dalam proses konsolidasi laporan yang disebabkan oleh kompleksitas data transaksi yang terlibat di dalamnya.

2. Risiko Pengendalian – Atau ‘Control Risk’ (CR) Risiko Pengendalian adalah risiko yang bisa timbul akibat kelemahan sistim pengendalian intern (SPI) auditee, entah karena desainnya yang lemah atau pelaksanaanya yang tidak sesuai desain—thus tidak mampu mencegah potensi salahsaji bersifat material dan/atau penggelapan (fraud).

CR tidak bisa dikendalikan oleh auditor akan tetapi bisa dikendalikan oleh auditee jika mereka mau. Karakter perusahaan ber CR tinggi, antara lain:

Struktur Organisasi (SO), tidak jelas dengan pembagian tugas yang juga tidak jelas. Jika ini terjadi maka bisa dipastikan CR nya tinggi;

Lemahnya pengawasan manajemen (para manager) terhadap operasional perusahaan (ciri ini bisa dilihat dari beberapa hal, misal: tidak ada level otorisasi transaksi yang jelas, semua orang bisa mengakses semua data/informasi, tidak ada aktivitas supervisi, tidak pernah ada audit fisik, tidak ada performance review, tidak ada budgeted financial statement). Kalau ini yang terjadi maka angka persentase CR sudah pasti tinggi.

Tidak memiliki auditor internal dan komite audit.

Jika ini yang tejadi maka bisa dipastikan angka CR juga tinggi.

Sistim Pengendalian Internal lemah atau tidak efektif (semua aspek SPI perlu diperiksa terlebih dahulu untuk menentukan faktor ini, perhatikan contoh dibawah.

Contoh Pemeriksaan SPI: Yang paling klasik, anda memeriksa faktor “Pemisahan Tugas” pada departemen- departemen yang berpotensi terjadi “Asset Fraud.” Dua jenis asset dimana kerap terjadi fraud adalah wilayah

“Persediaan” dan “Kas.”

Katakanlah anda sedang memeriksa Persediaan. Di sini anda memeriksa apakah ada 2 pekerjaan terkait atau lebih dirangkap oleh satu orang petugas? Misal:

Pegawai Purchasing merangkap sebagai petugas yang penerima barang atau pekerjaan gudang persediaan lainnya (ini buruk); atau Pegawai Shipping merangkap sebagai petugas gudang yang mengurus persediaan barang jadi (ini juga buruk).

Foreman di bagian produksi (yang biasa request persediaan untuk keperluan produksi) diijinkan bebas keluar-masuk gudang persediaan bahan baku atau bahan penolong (ini buruk).

Pegawai admin yang input Receipt of Goods (ROG) memiliki kemampuan akses ke dalam data-data accounting terkait seperti Accounts Payable (Utang)

Pegawai admin yang input picking sheet di Shipping memiliki kemampuan akses ke dalam data-data accounting terkait seperti Accounts Receivable (Piutang).

Selain aspek pemisahan tugas anda juga memeriksa akurasi saldo Persediaan yang disajikan pada “Laporan Posisi Keuangan” (Neraca.) Ada 2 hal yang bisa anda lakukan di sini, yaitu:

Menelusuri dokumen penerimaan barang

‘masuk-dan-keluar’ gudang untuk tanggal- tanggal yang mendekati tanggal tutup buku (jika tutup buku dilakukan tanggal 31 Desember misalnya, maka periksa dokumen barang masuk- dan-keluar tanggal 30 hingga 31). Dari hasil pemeriksaan ini mungkin anda menemukan barang persediaan yang harusnya tidak diperhitungkan sebagai penambah saldo (atau pengurang saldo) akan tetapi diikutkan oleh aduitee, atau sebaliknya.

Melakukan perhitungan fisik secara acak (random physical counts). Hasil penghitungan ini kemudian dibandingkan dengan hasil

perhitungan yang dilakukan oleh auditee, apakah sama? Jika beda, maka uji dengan physical count terus dilakukan.

Jika auditee menggunakan peralatan teknologi dalam mengelola persediaan misalnya “Self- alarming antitheft tags” atau “Electronic Cash Register” (ECR), maka anda perlu memeriksa apakah peralatan tersebut berfungsi dengan baik atau rusak atau tidak konsisten?

Catatan:

Kombinasi IR dengan CR disebut “Risiko Salahsaji Bersifat Material” (material misstatement risk) Baik IR dan CR bisa diuji secara bersamaan atau terpisah.

Baca tentang Jenis-Jenis Audit dan contoh.

3. Risiko Deteksi – Atau ‘Detection Risk’ (DR), Risiko Deteksi adalah risiko yang bisa timbul akibat kegagalan auditor dalam menedeteksi adanya salahsaji

(6)

bersifat material dan/atau penggelapan (fraud). DR ada dalam kendali auditor.

Karena DR sepenuhnya ada pada kendali auditor, maka sudah pasti mereka harus berupaya untuk menekan risiko ini hingga ke tingkatakan yang paling minimal (tidak mungkin menghilangkan risiko ini sepenuhnya).

Faktor yang Mempengaruhi DR

Ada 4 faktor yang berpotensi menghasilkan DR yang tinggi, yaitu:

Salah Mengaplikasikan Prosedur Audit – Contoh kesalahan fatal, misalnya: anda menggunakan rasio untuk mengukur tingkat akurasi angka saldo, dan ternyata anda menggunakan rasio yang salah.

Salah Menginterpretasikan Hasil Audit – Contoh (lanjutan yang tadi): mungkin sudah

menggunakan rasio yang benar, namun anda salah dalam menginterpretasikan hasil

perhitungan (misal: anda menyatakan inventory sudah disajikan dengan semestinya padahal sebenarnya mengandung salahsaji bersifat material).

Salah Memilih Metod Uji – Setiap saldo akun yang disajikan pada

Laporan Keuangan seharusnya diuji dengan menggunakan metode yang paling sesuai dengan nature nya masing-masing. Anda ingin memastikan apakah suatu penjualan memang seharusnya diakui (atau tidak diakui), maka anda mengujinya dengan melihat tanggal transaksi yang kemudian disandingkan dengan periodisasi pelaporan (bukan dengan menguji hitungan matematisnya)

Pengujian CR Yang Kurang Intensive – DR juga meningkat bila pengujian terhadap DR kurang intensif (beberapa wilayah pengendalian lemah namun lolos dari pengujian karena anda tidak tahu wilayah tersebut ternyata lemah), sehingga ada salahsaji atau fraud yang tidak terdeteksi selama proses pengujian anda jalankan.

Agar hal itu tidak terjadi, maka auditor—pada fase perencanaan audit (audit planning)—memperkirakan besaran angka DR yang akan dihadapi untuk kemudian diantisipasi dengan prosedur, teknik dan mote audit yang akan diterapkan. Untuk lebih jelasnya, lanjut ke paragraf berikut in

Baca tentang 10 Standar Audit yang harus dipahami auditor.

Model Perhitungan Risiko Audit

Model Risiko Audit (audit risk) yang paling lumrah digunakan (dan diajarkan) adalah:

AR = IR x CR x DR Dimana:

AR = Audit Risk IR = Inherent Risk CR = Control Risk DR = Detection Risk

Model Risiko Audit ini bisa diterapkan dengan 3 langkah berikut ini:

Pertama, Kantor Akuntan Publik (KAP) biasanya sudah mematok besaran angka persentase Audit Risk (AR) yang bisa diterima (biasanya tak boleh lebih dari 10%).

Kedua, menentukan IR dan CR. Inherent risk (IR) diukur dengan mempertimbangkan faktor eksternal dan internal seperti yang sudah saya jelaskan di atas. Sedangkan CR diukur dengan menilai desain dan implementasi sistim pengendalian internal yang dimiliki oleh auditee seperti yang sudah saya jelaskan di atas.

Ketiga, menentukan DR dengan menggunakan persamaan di atas, sehingga menjadi:

DR = AR/(IR x CR)

Nah, besaran DR inilah yang nantinya akan dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam merancang prosedur audit, substantive test dan rencana audit secara keseluruhan.

Jenis-jenis Pengawasan dalam Manajemen Pengawasan bisa dibedakan berdasarkan jenisnya.

Berikut tiga jenis pengawasan dalam manajemen:

1. Pengawasan Intern dan Esktern

Pengawasan intern dilakukan oleh pihak yang ada di dalam perusahaan. Sementara pengawasan ekstern dilakukan oleh pihak yang ada di luar perusahaan.

2. Pengawasan Preventif dan Represif

Pengawasan preventif dilakukan sebelum karyawan menjalankan tugas mereka demi mencegah terjadinya penyelewengan.

Sementara pengawasan represif merupakan

pengawasan yang dilakukan setelah karyawan selesai menjalankan tugas mereka. Pengawasan ini biasanya dilakukan akhir tahun melalui laporan.

3. Pengawasan Aktif dan Pasif

Pengawasan aktif adalah pengawasan yang dilakukan langsung di tempat karyawan bekerja, sementara pengawasan pasif dilakukan sebaliknya yaitu berupa

(7)

bukti penerimaan-pengeluaran, bukti surat izin kehadiran, dan lain sebagainya.

Metode Pengawasan Manajemen

Metode pengawasan dalam manajemen dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian, di antaranya:

1. Metode pengawasan kualitatif

Metode pengawasan jenis ini dapat digunakan untuk mengawasi prestasi seseorang secara menyeluruh.

Caranya adalah dengan menggunakan teknik berikut:

Pengamatan atau observasi terhadap kegiatan objek

Melakukan inspeksi secara berkala untuk melihat secara langsung bagaimana objek melakukan tugasnya

Membuat laporan lisan berisi informasi kinerja objek, jika ada kekurangan dan kelebihan, silakan ditulis sebagai bentuk feedback

Lakukan evaluasi, bisa berupa diskusi antara atasan dengan bawahan ketika menyelesaikan suatu proyek

2. Metode pengawasan kuantitatif

Pengawasan ini dilakukan dengan cara menilai prestasi objek menggunakan satuan angka.

Teknik yang dipakai adalah berupa perhitungan

anggaran, audit, analisis break-even, analisis rasio, dan teknik perencanaan lain seperti Bagan Gant, PERT, dan CPM.

Standar Pengawasan dalam Manajemen Standar merupakan kriteria yang ditetapkan pihak manajemen saat melakukan evaluasi perusahaan.

Standar ini mencakup target, toleransi terhadap target, hingga waktu untuk memenuhi target.

Umumnya ada delapan jenis standar yang dipakai dalam suatu organisasi, contohnya standar pengawasan yang ditetapkan oleh General Electric, di antaranya:

Standar profitabilitas: Menunjukkan berapa banyak keuntungan yang harus didapat dalam kurun waktu tertentu.

Standar posisi pasar: Menunjukkan berapa persen produk harus lebih unggul dalam penjualan dibanding produk merek saingan.

Standar produktivitas: Menunjukkan berapa tingkat produksi yang harus diperoleh.

Standar kepemimpinan produk: Menunjukkan tingkat inovasi produk bisa sampai menguasai pasar.

Standar pengembangan personel: Berapa orang yang berkembang yang dapat diterima dari kemajuan produk.

Standar sikap karyawan: Sikap yang harus ditunjukkan oleh karyawan.

Standar tanggung jawab publik: Kewajiban untuk masyarakat sebagai suatu perusahaan.

Standar tujuan jangka panjang dan jangka pendek.

Unsur-unsur Pengawasan dalam Manajemen Bambang (1999), seorang pakar, menguraikan komponen pengawasan yang terdiri dari:

1. Lingkungan pengawasan, merupakan unsur dasar dari proses pengawasan, di mana di dalam lingkungan tersebut sikap disiplin dan struktur organisasi sangat dijunjung tinggi.

2. Kegiatan pengawasan, kegiatan pengawasan ini merupakan kebijakan perusahaan yang

dilakukan sesuai prosedur.

3. Komunikasi dan informasi, meliputi berbagai komponen seperti sistem akuntansi berupa laporan keuangan perusahaan.

4. Pemantauan atau monitoring, merupakan proses penilaian kinerja karyawan yang merupakan bagian dari pengawasan.

Objek Pengawasan dalam Manajemen Terdapat lima jenis objek pengawasan dalam manajemen, di antaranya:

1. Kuantitas dan kualitas barang 2. Keuangan

3. Objek yang sifatnya strategis 4. Pelaksanaan program di lapangan

5. Pelaksanaan kerja sama dengan pihak lain Fungsi Pengawasan dalam Manajemen

Beberapa pakar seperti Ernie, Saefullah, dan Maringan mengidentifikasi fungsi pengawasan dalam manajemen ke dalam poin-poin berikut:

Pengawasan berfungsi mengevaluasi target dan pencapaian, apakah sesuai dengan yang diinginkan atau tidak.

(8)

Pengawasan bisa membantu perusahaan mengambil keputusan dan koreksi terhadap penyimpanan.

Pengawasan berfungsi meningkatkan rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas dan wewenang yang diberikan oleh perusahaan.

Pengawasan berfungsi mendidik level manajemen agar mereka menjalankan tugas sesuai prosedur.

Pengawasan berfungsi mencegah adanya penyimpangan, penyelewengan, dan kelalaian karyawan yang bisa merugikan perusahaan.

Hambatan dalam Melaksanakan Pengawasan Manajemen

Ada beberapa hambatan yang biasanya dirasakan ketika pengawasan dalam suatu perusahaan

berlangsung. Hambatan ini juga bisa datang karena faktor dalam atau faktor luar yang mempengaruhi pihak pengawas.

Biasanya hambatan terjadi karena ada hal-hal berikut:

Kurang pengetahuan tentang organisasi

Minim pengetahuan tentang lingkungan

Tidak kompeten dalam melakukan peramalan

Tergoda dengan sogokan sehingga tujuan dihiraukan

Selain itu, hambatan-hambatan yang muncul juga bisa terjadi karena adanya faktor berikut:

Tidak jelasnya penyampaian petunjuk pada pihak pengawas terkait sistem kerja mereka

Tanggung jawab pengawas tidak dirumuskan dengan jelas

Kurang informasi tentang data produktivitas objek yang akan diawasi

Manfaat Pengawasan dalam Manajemen

Ada tiga manfaat fungsi pengawasan dalam manajemen, yaitu:

1. Sebagai media perubahan

Pengawasan bisa membuat perusahaan lebih peka pada perubahan dalam dunia bisnis.

Sehingga perusahaan akan siap bersaing dengan produk baru, persaingan yang lebih ketat, peraturan baru di lapangan, dan lain sebagainya.

2. Kompleksitas perusahaan

Pengawasan membawa perusahaan menjadi semakin kompleks apalagi ketika organisasi berkembang menjadi lebih besar setiap tahunnya.

Perusahaan akan semakin banyak bergantung pada pihak ketiga demi memenuhi kebutuhan konsumen.

3. Mengantisipasi kesalahan

Pengawasan yang baik diperlukan agar perusahaan tidak harus menghadapi banyaknya kesalahan-

kesalahan yang terjadi di kemudian hari. Dengan adanya pengawasan, potensi terjadinya kesalahan akan mudah terlacak dan perusahaan bisa mengatasinya lebih dini sebelum masalah meledak.

Tujuan Pengawasan dalam Manajemen

Setidaknya ada 5 tujuan controlling atau pengawasan dalam manajemen, di antaranya:

1. Untuk mencegah adanya tindakan pemborosan bahan dan atau penyelewengan terhadap fasilitas perusahaan saat karyawan menjalankan tugas.

2. Memberikan jaminan kualitas agar konsumen puas terhadap produk barang maupun jasa yang dihasilkan.

3. Memberikan pembinaan kepada karyawan.

4. Melakukan koordinasi perihal pekerjaan apa saja yang harus dilakukan.

5. Untuk memberikan jaminan pada bos bahwa karyawan yang bekerja di bawahnya

melaksanakan tugas sesuai kapasitas mereka.

Tahap-tahap Proses Pengawasan dalam Manajemen Pengawasan dalam manajemen ini penting dilakukan agar kesalahan yang terjadi dapat segera diperbaiki.

Ada 3 langkah dalam melaksanakan hal tersebut:

1. Membuat standar

Standar adalah kriteria yang bisa anda gunakan untuk mengukur hasil sebuah pekerjaan. Standar dibuat berdasarkan kemampuan kerja pada keadaan normal.

Bentuk standar ini dibagi menjadi 2:

Standar kuantitatif: Standar yang dinyatakan dalam satuan-satuan tertentu seperti jam kerja mesin, jam kerja tenaga langsung, dan satuan barang, investasi, dll

Standar kualitatif: Standar yang berbentuk pendapat umum, langgangan, buruh, dsb.

2. Membandingkan kegiatan standar

(9)

Langkah ini dilakukan untuk mengetahui besarnya penyimpangan yang terjadi. Langkah ini bisa anda gunakan sebagai alarm untuk mengetahui gejala-gejala menyimpangan yang mungkin saja terjadi.

3. Tindakan perbaikan

Tindakan ini dilakukan untuk memperbaiki aktivitas, kegiatan, atau kebijakan yang tidak sesuai dengan standarnya.

Sebelum melakukan hal di atas, anda harus

mendapatkan informasi mengenai kemajuan yang telah dicapai serta adanya penyimpangan.

Misalnya anda memiliki usaha bakery. Langkah awal yang perlu anda buat adalah membuat standar, misalnya dengan membuat standar kuantitatif seperti ini:

Masuk kerja jam 07.30

Pulang kerja jam 16.00

Mempersiapkan adonan sebanyak 40 porsi per hari

Memanggang adonan yang sudah siap

Melakukan pengepakan pada produk yang sudah jadi

Kemudian langkah selanjutnya adalah membandingkan kegiatan karyawan dengan standar yang sudah anda buat:

Masuk jam 07.30 [sudah ok]

Pulang kerja 16.00 [sudah ok]

Membuat adonan sebanyak 40 porsi [hanya 42 porsi, kurang 8 porsi]

Memanggang adonan yang sudah siap [ok]

Melakukan pengepakan produk yang sudah jadi [karyawan sudah melakukan pengepakan dengan baik]

Dari 5 standar yang anda buat, hanya ada 1 yang tidak sesuai, yaitu membuat adonan.

Langkah pengawasan yang harus dilakukan adalah melakukan tindakan perbaikan atau koreksi. Memberi teguran karyawan anda dan mendorong mereka untuk membuat adonan hingga 40 porsi.

Adapun pengawasan dan pengendalian dalam manajemen harus memperhatikan hal-hal berikut ini:

Mendukung sifat dan kebutuhan kegiatan

Melaporkan setiap penyimpangan

Mempunyai visi ke depan

Objektif, teliti, dan sesuai standar yang digunakan

Luwes dan fleksibel

Sesuai dengan pola organisasi

Ekonomis

Mudah dimengerti

Diikuti dengan tindakan koreksi Contoh Pengawasan dalam Manajemen Contoh kegiatan yang dilakukan saat melakukan pengawasan dalam sebuah perusahaan atau organisasi adalah sebagai berikut.

Melakukan evaluasi apakah target perusahaan berhasil dicapai atau tidak. Evaluasi dilakukan dengan melihat indikator yang telah ditentukan seperti jumlah SDM yang bekerja sama memenuhi target, waktu memenuhi target, dan dukungan perusahaan agar target terpenuhi.

Melakukan tindakan koreksi ketika penyimpangan ternyata ditemukan di perusahaan. Tindakan koreksi juga bisa berupa teguran, somasi, atau bahkan sanksi.

Memberikan solusi ketika ada masalah yang menimpa perusahaan, yang mana masalah tersebut memiliki potensi mengancam tercapainya target perusahaan di kurun waktu itu.

Perbedaan Pengawasan dan Pengendalian dalam Manajemen

Sering disalahartikan sebagai istilah yang sama, ternyata ada banyak perbedaan antara pengawasan dan

pengendalian, di antaranya:

1. Pengawasan tujuannya untuk mencari kepastian dari kegiatan yang dilakukan objek, sementara pengendalian hanya menjamin bahwa

perencanaan sesuai dengan realisasi.

2. Pengawasan dilakukan secara berkala dan ditentukan dengan jelas kapan waktunya, sementara pengendalian bisa dilakukan setiap saat agar perusahaan bisa mencapai target.

3. Pengawasan merupakan proses mengukur kinerja objek dalam sebuah proyek atau tugas tertentu, sementara pengendalian hanya dilakukan jika masih saja ada kinerja yang tidak beres setelah pengawasan dilakukan.

4. Pengawasan dilakukan oleh pihak atau badan khusus baik dari dalam maupun luar organisasi, sementara pengendalian hanya bisa dilakukan oleh pihak internal.

(10)

Audit Plan: Pengertian, Contoh Soal dan Hal-hal Yang Harus Dipertimbangkan

Audit plan sebagai dasar perencaan pemeriksaan yang dibuat akuntan publik. Pengertian, pertanyaan tentang perencaan pemeriksaan dan hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam membuat audit plan sebaiknya dijadikan sebagai contoh soal audit plan dan audit program dalam satu kasus.

Contoh soal penerimaan perikatan dan perencanaan audit memungkinkan auditor diberikan jumla dan tipe bukti audit. Audit plan adalah penerapan strategi pemeriksaan audit yang dilakukan oleh akuntan publik dalam bentuk penyelesaian masalah yang potensial terjadi secara tepat waktu.

Perbedaan audit plan dan audit program akan membuat auditor dapat menilai kualitas pengendalian internal perusahaan klien. Pertanyaan tentang audit plan biasanya berkiatan dengan penetapan tingkat risiko minimal terhadap tujuan audit terhadap laporan keuangan yang harus disesuaikan.

Isi Pokok Audit Program

Isi pokok audit program berkaitan dengan hal-hal tentang klien dan yang mempengaruhi klien beserta rencana yang digunakannya. Akuntan publik seharusnya penerapkan strategi audit yang dapat mengatur ruang lingkup pemeriksaan beserta waktu yang tepat untuk melaksanakan pemeriksaan pos laporan keuangan.

Isi pokok audit program berkaitan dengan jumlah dan tipe bukti audit yang digunakannya. Bukti audit akan berguna sebagai dasar untuk memberikan keyakinan tentang ada dan tidak adanya salah saji material dalam laporan keuangan.

Isi pokok audit program terdiri dari informasi tentang perusahaan klien seperti status hukum perusahaan dan kebijakan akuntansi, peraturan pemerintah akan membuat audit mengubah rencana pemeriksaan yang telah ditetapkan. Berikut ini dari audit plan sebagai berikut.

1. Stuffing

2. Waktu pemeriksaan 3. Jenis jasa yang diberikan 4. Bantuan dari klien

Perbedaan Audit Plan dan Audit Program Perbedaan audit plan dan audit program berkaitan dengan waktu adalah audit plan disusun sebelum audit program dijalankan. Audit program menjadi prosedur audit yang digunakan untuk memeriksa laporan

keuangan berdasarkan contoh soal perencanaan pemeriksaan.

Contoh soal audit plan dan audit program dalam satu kasus dapat terjadi karena audit program akan

mencantumkan tujuan pemeriksaan dan prosedur yang dilakukan guna menghasilan laporan keuangan.

Mengapa auditor membutuhkan pemahaman mengenai bisnis klien tentunya untuk memenuhi standar audit yang berlaku.

Perbedaan audit plan dan audit program akan membantu auditor dalam memberikan instruksi kepada asisten tentang pekerjaan dan tanggungjawab yang akan dilakukan. Kertas kerja pemeriksaan tahun sebelumnya akan memberikan informasi tentang struktur organisasi dan pos laporan keuangan yang terindikasi bertambah atau berkurang.

Audit Universe: Kolaborasi Pemeriksa Intern dengan Pemeriksa Ekstern dalam Membangun Transparansi dan Akuntabilitas Pemerintah Daerah

Audit Universe merupakan salah satu pendekatan dalam audit yang dikembangkan sebagai usaha untuk

melakukan audit yang lebih efektif berdasarkan konsep risk-based audit. Audit Universe adalah sekumpulan kompenen atau unit dalam suatu organisasi atau program kegiatan yang dapat diaudit (auditable

components) untuk dapat mendukung perencanaan audit dalam mengidentifikasi cakupan pemeriksaan yang paling sesuai.

Auditable components adalah komponen dalam suatu organisasi seperti area bisnis, proses, struktur atau unit organisasi, atau kegiatan yang mengandung risiko sehingga memerlukan audit. Kriteria apakah suatu komponen tersebut auditable diantarnya adalah

kontribusi dan signifikasi terhadap tujuan organisasi dan pertimbangan antara biaya dan manfaat jika dilakukan audit (CIIA, 2020).

Setiap organisasi atau kegiatan memiliki risiko yang berbeda-beda sehingga pendekatan Audit Universe harus disesuaikan dengan struktur, proses, dan tingkat maturitas risiko di organisasi tersebut. /There is no ‘one size fits all’. Oleh karena itu, auditable components dalam Audit Universe di suatu entitas bisa berisi puluhan bahkan ratusan komponen atau unit. Tergantung dari skala, kompleksitas, dan tingkat risiko dari organisasi atau area bisnis tersebut.

Audit Universe sudah banyak dipraktikkan oleh pemeriksa intern. Salah satu manfaat Audit Universe adalah kegiatan pemeriksaan menjadi jelas terkait dengan lingkup area yang harus diaudit, sehingga strategi pemeriksaan menjadi efektif. Audit Universe juga memetakan risiko, pengendalian, dan peraturan-

(11)

peraturan pada setiap unit bisnis sehingga pemahaman komprehensif atas seluruh aktivitas dapat dinilai dengan baik. Audit Universe memberikan tingkat transparansi pada area yang tidak diaudit dan area yang yang berisiko yang akan diaudit, sehingga dapat membantu

pengambilan keputusan untuk menggunakan sumber daya yang optimal yang dibutuhkan dalam pelaksanaan audit.

Sistem Pengendalian Intern Pemerintah

Sistem Pengendalian Intern Pemerintah diatur dalam PP No 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Sistem Pengendalian Intern Pemerintah menurut PP No 60 Tahun 2008 adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Selain itu, SPIP diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Sedangkan pengawasan intern adalah seluruh proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik. Aparat yang melaksanakan pengawasan intern pemerintah yang bertanggung jawab langsung kepada presiden adalah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Peran Pemeriksa Ekstern

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah pemeriksa ekstern di Indonesia. Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006, tugas BPK adalah memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga negara lainnya, Bank Indonesia, badan usaha milik negara, badan layanan umum, badan usaha milik daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara. Berdasarkan UU Nomor 15 Tahun 2004 dan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN), terdapat tiga jenis audit keuangan negara, yaitu:

pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pengaruh pengalaman auditor dan etika profesi terhadap penyelesaian dilema etika yang dilakukan pada Auditor

Nilai konstanta sebesar 1,960 menunjukan bahwa jika variabel independen yaitu Independensi, Time Budget Pressure , Skeptisisme Profesional Auditor , Etika Auditor,

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan membuktikan pengaruh Independensi, Time Budget Pressure , Skeptisisme Profesional Auditor, Etika Auditor dan Pengalaman

PENGART]H ORIENTASI ETIKA DAN KOMITMEN PROFESIONAL TERHADAP SENSITTYITAS ETIKA AUDITOR (Studi Empiris Pada Auditor di Kantor Akuntan Publik Kota Surakarta).. Yang

ANALISIS PENGARUH INDEPENDENSI AUDITOR, ETIKA AUDITOR, DAN KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP KINERJA AUDITOR.. DI KANTOR AKUNTAN PUBLIK

Penelitian ini akan menguji pengaruh variabel independen yang terdiri dari etika auditor, pengalaman auditor, fee audit, dan motivasi auditor terhadap variabel

Etika Wirausahawan Etika usaha adalah prinsip-prinsip atau pandangan-pandangan dalam kegiatan bidang usaha dengan segala persoalannya untuk mencapai suatu tujuan serta melaksanakan

Dokumen ini membahas tentang beberapa prinsip etika bisnis yang meliputi otonomi, kejujuran, dan