• Tidak ada hasil yang ditemukan

profil kesulitan anak tunalaras dalam menjala}ii

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "profil kesulitan anak tunalaras dalam menjala}ii"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

l-l

PROFIL KESULITAN ANAK TUNALARAS DALAM MENJALA}II KEHIDUPAN BERMASYARAKAT DI KAMPUNG DUKU

KENAGARIAN DUKU BENTENG KECAMATAN KOTO XI TARUSAN KABUPATEN

PESISIR SELATAN

ARTIKEL

FINA AI\IGRAINI SILITIA

I\IPM:12060O70

PROGRAM STUDI BIMBINGAI\T DAN KONSELING SEKOLAH TINGGI KEGURUAN I}AN ILMU PENDIDIKAN

(STKIP) PGRI SUMATERA BARAT PADAITG

2016

(2)

PROFIT 1

KESUI-ITAN ANAK TUNALAR/.S DALAM MENJALANI KEHIDUPAN BERMASYARAKAT DI KAMPUNG DUKU

KENAGARIAN DUKU BENTEN(; KECAMATAN KOTO XI TARI.ISAN KABUPATEN

PESISIR SELATAN

Rila

*Student

** Lecturers

Oleh:

Fina Angraini Silvia*

,\lfaiz,

S. Psi.I, M.Pd"*

Rahma Mulyani, M.Psi., Psikolog**

Program Bimbingan dan Konseling, STKIP PGRI Sumatera Barat, htto : //www. s tkio -o sri- sum b u r, ac. id

ABSTRAK

Fina Angraini Silvia (NPM: 12060,J70), The Profil Difficultes Unsosiable Child In Life Society

At

Kampung Duku Kenagarian Duku Benteng Kecamatan

Koto XI

Tarusan

Kabupaten Pesisir Selatan, Thesis, Study program

of

Guidance and Counseling STKIP PGRI Sumatera Barat, 2017.

This research is based by difficulties unsociable child in sicial lif'e. The purpose of this research to describe:

l)

The profile difficulties child unsociable be seen from the adjustment social, 2) The profile difficulties child unsociable be seen fiom too long emotion. The research was conductcd by kualitative approachment that are descriptive. As for informant research, they are three people informants key that is, parent of the child unsor:iable. Instruments resedrch use in the research is guidelines interview and guideliaes cbservation, Techniques of analysis data used in the processing file throught reduction data, display data, arrd verification. The result of research revealed that:

l)

The profile difficulties child unsociable be seen from the adjustment social it is known that child unsociable heve trcuble in society, and less able to take advantage of the time the empty furthemore, 2) The profile difficulties child unsociablt: be seen from the emotional disorders

it is known that child unsociable less able to control emotion, have behaviors that are less good.

Keywords: child unsociable, society life

PENDAHUilUAN membedakannya. Menurut Marlina (2009 : 29)

.

Sering kali anak-anak yang

berkelainan

anak derrgan gangguan pemusatan perhatian

atau anak yang

membuiuhkan

perhatian dan

hrperaktivitas

(GPPH)

rnerupakan

khusus diperlakukan selayaknya

anak-anak

perilaku

yang

berkembang secara tidak yang normal pada umumnya, atav

sebalilorya

sempurna dan timbul pada anak-anak dan anak-anak yang normal diperlakukan

layaknya

orang ciewasa. Penderita hiperaktif trdak

anak yang berkebutuhan khusus

sehingga

memahami apa yang dia lakukan, dan tidak membuat anak mendapatkan kesulitan

dalam

melal<ukan sesuatu ya.ng orang

lain

tidak bernrasyarakat. Hal tersebut' dapat

dijumpai

paham dia melakukan itu.

pada anak-anak

memiliki

kelainan

pada

P:ndapat

lain

dikemukakan oleh

perilaku yang ditampilkan pada

kehidupan

Sarrtrock 2002 (Mar1ina2009:29) menyatakan sehari-hari. Kelainan perilaku ini bisa

d:lihat

bahwa (iPPH sebagai suatu kelainan berupa pada auak yang nakal, anak hiperaktif

atau

rentang perhatian yang pendel<, perhatian GPPH dan anak tunalaras. .Iika dilihat

secara

mudah beralih dan tingkat kegiatan flsik yang garis besar bisa dikatakan ketigajenis ini

tidak

tinggi.

memiliki perbedaan karakter. Namun,

ketiga

_.

Kedua pendapat diatas

dapat

sebutan ini memilki arti ciri khusus yang

dapat

disirnpulkan bahvra anak hiperaktif merupakan

(3)

2 mudah beralih dan tingkat kegiatan fisik yang tinggi.

Kedua pendapat diatas memiliki dapat disimpulkan bahwa anak hiperaktif merupakan perilaku yang berkembang secara tidak sempurna yang disebut juga sebagai suatu kelainan berupa rentang perhatian yang pendek, perhatian mudah beralih dan tingkat kegiatan fisik yang tinggi yang dapat timbul pada anak-anak dan orang dewasa, hiperaktif juga tidak mengetahui apa yang dilakukan orang lain orang lain, maupun sebaliknya yaitu orang lain tidak mampu mengetahui apa yang dilakukan oleh anak hiperaktif.

Kartono (Liana 2010: 11) mendefinisikan anak nakal adalah anak-anak muda (biasanya di bawah usia 18 tahun) yang selalu melakukan kejahatan dan melanggar hukum, yang dimotivir oleh keinginan mendapatkan perhatian, status sosial, dan penghargaan dari lingkungannya.

Liana (2010: 19) menyatakan bahwa anak nakal adalah individu yang berperilaku menyimpang yang melakukan pelanggaran terhadap hukum, nilai-nilai, dan norma-norma yang berlaku di masyarakat yang disebabkan lemahnya kontrol dari orang tua dan pengaruh kondisi lingkungan yang tidak baik.

Kesimpulan dari beberapa pendapat di atas yaitu anak nakal merupakan anak yang memiliki perilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma-norma dan aturan yang telah ditetapkan, perilaku yang ditampilkan tersebut dimotivir oleh keinginan mendapatkan perhatian, status sosial, dan penghargaan dari lingkungan sekitar.

Selain sebutan terhadap anak hiperaktif dan anak nakal ada juga yang namanya anak tunalaras. Dalam kehidupan sehari-hari, sering mencoba untuk memahami orang lain, dan ternyata hal itu bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilakukan, bahkan untuk perilaku yang sederhana atau biasa-biasa saja. Masyarakat awam tidak bisa selalu mengerti mengapa diri sendiri merasa dan bertindak seperti ini.

Karena itu mempelajari perilaku yang berkelainan atau anak yang memiliki kelainan pada perilaku (tunalaras) yang merupakan suatu tantangan yang lebih sulit lagi.

Sumekar (2009: 211) menyatakan bahwa anak bergangguan perilaku adalah anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuian diri dan bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan kelompok usia maupun masyarakat pada umumnya, sehingga merugikan dirinya maupun orang lain, dan karenanya memerlukan pelayanan pendidikan khusus

demi kesejahteraan darinya maupun lingkungannya.

Efendi (2005: 144) menyatakan sumber pemicu tumbuhnya perilaku menyimpang pada anak tunalaras dapat diklasifikasikan menjadi penyimpangan tingkah laku ekstrem sebagai bentuk kelainan emosi dan penyimpangan tingkah laku sebagai bentuk kelainan penyimpangan sosial.

Kesimpulan dari definisi di atas yaitu bahwa anak (tunalaras) merupakan salah satu bagian dari anak-anak yang berkebutuhan khusus yang perilaku atau sikap yang ditampilkan dalam kehidupan bermasyarakat tidak sesuai dengan hal yang seharusnya, baik pada bidang emosi dengan sesama maupun dengan diri pribadinya sendiri dan bidang sosial dalam masyarakat baik berupa hukum maupun peraturan yang telah ada atau ditetapkan sebelumnya.

Heward dan Orlansky 1988: 190 (Sumekar 2009: 209) menyatakan bahwa:

Gangguan emosi yang menunjukkan satu atau lebih karakteristik yaitu : 1) Ketidak mampuan belajar yang bukan atau yang tidak dapat dijelaskan berdasarkan faktor intelektual, sensori atau kesehatan, 2) Ketidak mampuan menjalani hubungan antar pribadi dengan teman dan guru secara baik, 3) Tipe tingkah laku atau perasaan yang tidak sesuai di bawah batas keadilan yang normal, 4) Suatu suasana hati yang tidak bahagia atau tertekan, dan

5) Suatu kecenderungan

mengembangkan gejala-gejala fisik atau rasa takut yang berkaitan dengan masalah-masalah personal atau sekolah.

Nevid, dkk (2003: 141) menyatakan banyak masalah yang pertama kali teridentifikasi pada saat anak masuk sekolah.

Masalah tersebut mungkin sudah muncul lebih awal tetapi masih ditoleransi, atau tidak dianggap sebagai masalah ketika di rumah.

Kadang-kadang stres karena pertama kali masuk sekolah ikut mempengaruhi kemunculannya (onset). Namun, perlu diingat bahwa apa yang secara sosial dapat diterima pada usia tertentu, menjadi tidak dapat diterima di usia yang lebih besar. Banyak pola perilaku yang mungkin dianggap abnormal pada masa dewasa, dianggap normal pada usia tertentu. Sehingga pada Perkembangan sosial dan emosi perilaku anak yang tidak sesuai dengan semestinya, maka akan mendapatkan hukuman yang sesuai dengan kesalahan yang dilakukan. Hukuman tersebut tidak hanya

(4)

didapat dari pengadilan atau penguasa hukum lainnya, namun juga didapat dari masyarakat setempat. Hukuman juga tidak didapatkan oleh anak-anak yang normal saja namun juga diberikan pada oleh anak yang berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus yang diberikan hukuman yaitu anak tunalaras (anak berkelainan perilaku).

Kesimpulan dari perkembangan sosial dan perkembangan emosi yang ditampikan oleh anak dalam kehidupan sehari-hari sangat dibutuhkan dan memiliki pengaruh yang besar demi menjalin hubungan dengan diri sendiri maupun orang lain.

Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan di lingkungan masyarakat pada tanggal 25 Januari 2016 sampai 28 Januari 2016 ditemukan adanya anak yang mengalami kesulitan penyesuaian diri dengan sosial seperti anak yang suka mengganggu teman, anak yang suka berkelahi, anak yang suka mencela, anak yang suka berkata-kata kasar pada adiknya sendiri, anak yang sangat pemalu, dan ditemukan adanya gangguan emosi tehadap anak seperti adanya anak yang merasa takut berlebihan dan adanya anak yang mudah marah.

Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 30 Januari 2016 dengan salah satu masyarakat sekitar dikemukakan bahwa anak yang tunalaras suka mengganggu teman, suka berkelahi, sehingga teman yang baru dia kenal merasa malas untuk mendekatinya, dan masyarakat sudah berusaha untuk menasehati tetapi mereka sangat sukar untuk dinasehati.

Berdasarkan latar belakang inilah yang mendorong penulis untuk mengadakan penelitian tentang: “Profil Kesulitan Anak Tunalaras dalam Menjalani Kehidupan Bermasyarakat di Kampung Duku Kenagarian Duku Benteng Kecamatan Koto XI Tarusan Kabupatan Pesisir Selatan”.

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka disini terlihat identifikasi permasalahan yaitu:

1. Adanya anak yang suka mengganggu teman.

2. Adanya anak yang suka berkelahi.

3. Adanya anak yang suka mencela.

4. Adanya anak yang suka berkata-kata kasar pada adiknya sendiri.

5. Adanya anak yang sangat pemalu.

6. Adanya anak yang merasa takut berlebihan.

7. Adanya anak yang mudah marah.

Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka fokus masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah:

1. Profil kesulitan anak tunalaras dilihat dari penyesuaian sosial.

2. Profil kesulitan anak tunalaras dilihat dari kelainan emosi.

METODE PENELITIAN

Berdasarkan permasalahan dan tujuan penelitian, maka penelitian yang dilakukan termasuk penelitian kualitatif yang menghasilkan data deskriptif. Menurut Iskandar (2009: 11):

“Penelitian kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden, dan melakukan studi pada situasi yang dialami. Pendekatan kualitatif menekankan pada makna, penalaran, defenisi suatu situasi tertentu (dalam konteks tertentu)”.

Informan penelitian ini adalah orang tua kampung duku kenagarian duku benteng kecamatan koto XI tarusan kabupaten pesisir selatan. Dalam penelitian ini, objek peneliti ialah informan kunci dan informan tambahan dengan jumlah 4 orang.

Teknik pengumpulan data adalah cara- cara yang ditempuh peneliti untuk memperoleh data, dalam penelitian ini peneliti langsung melakukannya dengan melihat ke lapangan untuk mendapatkan sejumlah data yang dibutuhkan yaitu; obsrvasi dan wawancara.

Adapun teknik keabsahan dapat dilakukan dengan cara sebagaimana dikemukakan Sugiyono (2011: 369) yaitu : 1. Kepercayaan (Credibility)

2. Keteralihan (Transferability) 3. Dapat dipercaya (Depenability)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Profil Kesulitan Anak Tunalaras dalam Menjalani Kehidupan Bermasyarakat Dilihat dari Penyesuaian Sosial

a. Anak Agresif yang Sukar Bersosialisasi

Berdasarkan hasil penelitian bahwa anak tunalaras dalam menjalani kehidupan bermasyarakat kurang mampu dalam berinteraksi dengan baik, baik itu dengan anggota keluarga maupun dengan lingkungan masyarakat yang lain. anak tunalaras dalam kehidupan

(5)

4 bermasyarakat belum mampu untuk menciptakan hubungan yang baik dikarenakan anak tunalaras tersebut lebih senang menyendiri dan menarik diri dari lingkungan sekitar. Menurut Sundari (2005: 40) hubungan yang terlihat baik antara individu yang satu dengan yang lain ditandai dengan:

1) Bisa dan mampu memenuhi kebutuhan, tanpa melebihkan yang satu dan mengurangi yang satu.

2) Tidak mengganggu individu lain dalam memenuhi kebutuhan dan sejenisnya.

3) Bisa dalam bertanggung jawab terhadap masyarakat dimana ia berada (saling menolong secara positif)

Penyesuaian diri sebagai usaha manusia untuk mencapai keharmonisan pada dirinya dan lingkungannya.

Memenuhi kebutuhan yang tidak berlebihan, tidak merugikan orang lain dan wajib menolong orang lain yang membutuhkan.

Jadi berdasarkan kesimpulan di atas hubungan yang baik dengan lingkungan sekitar perlu untuk diaplikasikan antara individu yang satu dengan yang lain agar tercipta suasana dan hubungan yang harmonis.

b. Anak Agresif yang Mampu Bersosialisasi

Berdasarkan hasil penelitian bahwa kehidupan anak tunalaras dalam bermasyarakat memiliki sosial yang kurang bagus dengan masyarakat luas, namun memiliki hubungan baik dengan kelompok tertentu yang dianggap memiliki nasip yang sama dan mampu memiliki keyakinan yang sama.

Menurut Sundari (2005: 41) sosial atau masyarakat merupakan kumpulan individu, keluarga, masyarakat dan lain- lainya. Agar terjadi keharmonisan dalam lingkungan sekitar, maka harus ada kesadaran dari diri sendiri untuk bisa bertindak sesuai dengan penyesuaian diri yang efektif dalam kematangan sosial:

1) Adanya kesanggupan mengadakan relasi yang sehat terhadap masyarakat.

2) Adanya kesanggupan bereaksi secara efektif dan harmonis terhadap lingkungan sosial ditempat individu itu berada.

3) Kesanggupan menghargai hak dan kepentingan antar individu.

4) Adanya simpati terhadap kesejahteraan oranglain, berupa memberi pertolongan pada orang lain, bersikap jujur, cinta, kebenaran, rendah hati dan sejenisnya.

Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri individu memerlukan kematangan sosial agar tercipta kehidupan yang saling tolong menolong dan saling membantu antara individu yang satu dengan yang lainnya.

c. Anak yang Menutup Diri Berlebihan

Berdasarkan hasil penelitian bahwa kehidupan anak tunalaras dalam bermasyarakat terlihat kurang mampu dalam menunjukkan bagaimana dirinya seharusnya, apa kelebihan dan kemampuannya serta kurang mampu dalam bertindak objektif sesuai dengan kondisi diri yang sebenarnya.

Dalam kehidupan sehari-hari, penyesuaian diri merupakan suatu persyaratan penting bagi terciptanya kesehatan mental dan jiwa individu.

Banyak individu yang tidak mampu mencapai kebahagian dalam hidupnya karena ketidak mampuannya dalam menyesuaikan diri, baik dalam kehidupan keluarga dan dalam lingkungan sekolah pada umumnya.

Tidak jarang pula ditemui orang-orang mengalami depresi disebabkan oleh kegagalan mereka untuk menyesuaikan diri dengan kondisi yang pernah tertekan.

Sehubungan dengan hal ini menurut Kartono, 1974 (Fatimah, 2010: 90) mental yang sehat adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan diri sendiri, dengan masyarakat, dan dengan lingkungan dimana ia hidup.

Disimpulkan bahwa individu harus bisa melakukan penyesuaian diri yang baik supaya individu tersebut dapat bertindak secara objektif agar kehidupan individu tersebut dapat berjalan dengan baik.

2. Profil Kesulitan Anak Tunalaras dalam Menjalani Kehidupan Bermasyarakat Dilihat dari Kelainan Emosi

a. Kecemasan yang Tidak Menentu Berdasarkan hasil panenelitian kehidupan anak tunalaras dalam kehidupan bermasyarakat memiliki perilaku yang tidak menentu sehingga anak tunalaras kurang mampu

(6)

mengontrol perilaku yang ditampilkannya, anak tunalaras dapat terihat ketakutan tanpa alasan.

Menurut Hambali dkk (2013: 85) kecemasan dasar adalah konsep fundamental dalam teori kepribadian Horney. Horney mendefinisikannnya sebagai “kebutuhan hati yang meningkat, yaitu meliputi keseluruhan perasaan kesepian dan ketidakberdayaan di dunia yang fana. ketidak mampuan anak dalam menghadapi lingkungan yang luas membuat anak menjadi mudah untuk menyerah dengan situasi atau keadaan tertentu sehingga anak akan memilih untuk diam tanpa mampu melakukan apapun.

Disimpulkan bahwa individu harus bisa melakukan penyesuaian diri dengan keadaan apapun yang akan terjadi pada lungkungan masayarakat dan berusaha untuk melawan rasa tekut atau cemas yang ada pada dirinya tersebut.

b. Keluhan pada Jasmani dan Rohani

Berdasarkan hasil penelitian kehidupan anak tunalaras dalam kehidupan bermayarakat memiliki kecenderungan merasakan ketidak nyamanan pada dirinya baik secara jasmani (fisik) maupun secara rohani (pikis), perasaan tersebut cenderung dilakukan untuk menghindarakan tugas yang diberikan sehingga anak memiliki tugas perkembangan yang ada pada dirinya tidak terpenuhi dengan baik.

Menurut Yusuf (2009: 15) perkembangan adalah perubahan- perubahan yang dialami individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya (maturation) yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan baik menyangkut fisik (jasmani) maupun psikis (rohani).

dengan adanya keluhan yang dirasakan oleh anak untuk menyelesaikan setiap tugas yang ada pada dirinya baik dalam jasmani dan rohaninya maka anak tidak akan mampu untuk beradaptasi dengan lingkungan mayarakat.

Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa seseorang harus mampu mengendalikan sikap dalam memenuhi setiap perkembangan yang ada pada diri sehingga individu terebut mampu untuk beradaptasi dengan lingkungan masayarakat tanpa

merasakan adanya keluhan yang dirasakan dari dalam diri individu tersebut.

c. Perilaku Balas Dendam

Berdasarkan hasil penelitian kehidupan anak tunalaras dalam kehidupan bermasyarakat kurang memiliki kematangan emosional, anak tunalaras menjadi sulit untuk mengontrol dirinya sendiri, ia menjadi mudah tersinggung, mudah marah dan perasaannya menjadi berubah-ubah.

Menurut Sundari (2005: 43) Penyesuaian yang positif ditandai dengan tidak adanya ketegangan emosi, bila individu menghadapi masalah, emosinya tetap tenang, tidak panik, sehingga dalam memecahkan masalah dengan menggunakan rasio dan emosinya terkendali. Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu melakukan penyesuaian diri agar tercapai keseimbangan ditandai dengan tidak adanya ketegangan emosi yaitu bila individu menghadapi masalah, emosinya tetap tenang, tidak panik, sehingga dalam memecahkan masalah dengan menggunakan rasio dan emosionalnya terkendali.

Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa seseorang harus bisa mengendalikan emosinya dengan baik, agar tidak terjadi problema yang membuat seseorang tersebut jatuh dan tidak bisa untuk berfikir dan bertindak secara rasional tanpa ada sikap dendam atau ingin membalas perbuatan yang diterimanya.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut:

1. Profil kesulitan anak tunalaras dalam menjalani kehidupan bermasyarakat dilihat dari penyesuaian sosial adalah kehidupan anak tunalaras kurang mampu menyesuaikan diri dengan masyarakat dan lingkungan sekitar tempat tinggal.

2. Profil kesulitan anak tunalaras dalam menjalani kehidupan bermasyarakat dilihar dari kalainan emosi adalah anak tunalaras dalam bermasyarakat kurang mampu dalam bersikap dan berinteraksi dengan baik sehingga masyarakat sekitar tempat tinggalnya kurang menyenangi sikap anak tunalaras tersebut, dan akibatnya anak tunalaras tidak bisa membangun keakraban dengan kehidupan bermasyarakat.

(7)

6 SARAN

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penelitian ini menyarankan kepada berbagai pihak yang terkait sebagai berikut:

1. Orangtua

Agar orangtua bisa lebih memperhatikan keadaan dan tingkah laku anaknya dirumah, lebih memberikan perhatian dan kasih sayang agar anaknya tidak merasa kekurangan kasih sayang sehingga anak tidak merasa sendiri.

2. Masyarakat

Agar masyarakat mampu dalam berfikir positif supaya tidak terjadi kesalah pahaman yang mengakibatkan ketidak nyamanan lingkungan tempat tinggal sehingga tidak adanya perilaku menarik diri dari anak terhadap lingkungan sekitar yang seharusnya bisa dijadikan sebagai tempat anak belajar mengenal banyak hal.

3. Pengelola Program Studi Bimbingan dan Konseling

Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan mutu lulusan dalam mengaplikasikan ilmu di lapangan dan agar selalu berusaha mempersiapkan tenaga konselor yang profesional serta siap membantu permasalahan kliennya.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Agar dapat dijadikan pedoman dan sumber informasi untuk melakukan penelitian selanjutnya dengan variabel yang berbeda.

KEPUSTAKAAN

Efendi, Muhammad. (2005). Pengantar Psikolopedagogik Anak Berkelainan.

Jakarta: Bumi Aksara.

Fatimah, Enung. 2010. Psikologi Perkembangan. Bandung: Pustaka Setia.

Hambali, Adang & Ujam Jaenudin. (2013).

Psikologi Kepribadian (lanjutan) Studi atas Teori dan Toko Psikologi Kepribadian. Bandung: Pustaka Setia.

Marlina. (2009). Asesmen Anak Berkebutuhan Khusus. Padang: UNP Press.

Liana Devi, Nova. (2010). Analisis Terhadap Pengertian Anak Nakal yang Diatur dalam Pasal 1 Angka (2) Huruf b Undang-undang No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Skripsi.

Fakultas Hukum Universitas Lampung, Bandar Lampung.

Nevid, Jeffrey. S., Rathus, Spences A., &

Greene, Reverly. (2003). Psikologi Abnormal. Jakarta: Erlangga.

Yusuf LN, Syamsu. (2009). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.

Bandung: Remaja Rosdakarya.

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Wardani, dkk (2022) dalam buku pendidikan anak berkebutuhan khusus, kebutuhan khusus terjadi karena peserta didik atau anak mengalami kelainan yang

Regulation 12 is hereby amended by the insertion of Regulation 12B Registration for diagnostic testing for controlled and notifiable animal diseases 12B 1 A person or a laboratory