KEANDALAN SISTEM PROTEKSI TEGANGAN LEBIH EKSTERNAL UNIVERSITAS OSO MENGGUNAKAN
METODE ELEKTROGEOMETRI
Proposal Penelitian untuk Skripsi Program Studi Teknik Elektro
Jurusan Teknik Elektro
Oleh:
ALEXANDER OSCAR LISTA PUTRA NIM D1021181026
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK
202
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN...Error! Bookmark not defined.
DAFTAR ISI... ii
DAFTAR GAMBAR...Error! Bookmark not defined. DAFTAR TABEL...Error! Bookmark not defined. DAFTAR KODE PROGRAM...Error! Bookmark not defined. DAFTAR LAMPIRAN...Error! Bookmark not defined. GLOSARIUM...Error! Bookmark not defined. BAB I PENDAHULUAN...1
1.1 Latar Belakang... 1
1.2 Perumusan Masalah...2
1.3 Tujuan dan Sasaran Penelitian...2
1.4 Pembatasan Masalah... 2
1.5 Sistematika Penulisan...3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 4
2.1 Tinjauan Pustaka... 4
2.2 Landasan Teori... 6
2.2.1 Petir... 6
BAB III METODOLOGI PENELITIAN...20
3.1 Xxxxxxxx Xxxxx... 20
3.2 Jadwal Penelitian...29
DAFTAR RUJUKAN... 30
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Dalam pembangunan gedung di Indonesia, cenderung banyak gedung bertingkat yang merupakan salah satu solusi sempitnya lahan semakin tingginya gedung maka keamanan gedung sangat perlu diterapkan. Gangguan bisa terjadi baik secara mekanik maupun gangguan alam.
Pontianak terletak di wilayah tropis dengan curah hujan yang cukup tinggi sepanjang tahun. Faktor-faktor ini memperkuat perlunya sistem penangkal petir yang efektif untuk melindungi bangunan dan infrastruktur di kampus.
Universitas OSO Pontianak mungkin memiliki bangunan-bangunan penting seperti gedung perkuliahan, laboratorium, perpustakaan, dan fasilitas lainnya yang perlu dilindungi dari bahaya petir. Risiko kerusakan akibat petir dapat tinggi mengingat pentingnya kontinuitas operasional dan keselamatan pengguna kampus.
Pada gedung Universitas OSO Pontianak yang berlokasi di Jl. Untung Suropati, Benua Melayu Darat, Kec. Pontianak Sel., Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Dititik koordinat 0°02'49.5"S 109°20'50.3"E.
Permasalahan yang terjadi jika petir menyambar secara langsung ke gedung. Hal ini menimbulkan bahaya dalam gedung tersebut, seperti kebakaran yang dikarenakan benda yang mudah terbakar. Kerugian dari sambaran petir bukan hanya pada gedung bisa juga makhluk hidup yang berada dalam gedung tersebut.
Akibatnya dari sambaran pertir dapat menyebabkan kerusakan pada mekanis, kerusakan pada thermal dan kerusakan pada elektrikal. Yang lebih parah sambaran petir dapat mengakibatkan korban jiwa pada manusia.
Solusi terhadap permasalahan tersebut adalah perlu dilengkapi dengan sistem penangkal petir. Sistem penangkal petir yang sesuai dengan gedung Universitas OSO Pontianak menjadi fokus untuk penelitian ini.
Salah satu cara untuk melindungi dari sambaran petir adalah dengan instalasi proteksi petir terhadap gedung. Pemasangan proteksi petir sudah diatur
dalam Standart Nasional Indoensia 03-7015-2004 dan Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir (PUIPP). Dalam aturan SNI 03-7015-2004 dan PUIPP keandalan sistem penangkal petir sudah diperhitungkan sedemikian rupa, supaya samabaran petir dari awan dapat disalurkan kedalam tanah.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana evaluasi keandalan sistem proteksi Early Streamer Emission (ESE) pada gedung Universitas OSO Pontianak ?
2. Bagaimana susunan konfigurasi sistem proteksi tegangan lebih eksternal tipe konvensional pada gedung Universitas OSO Pontianak menggunakan metode elektrogeometri agar mampu melindungi seluruh gedung dan daerah di sekitarnya dari sambaran petir?
1.3 Tujuan dan Sasaran Penelitian
Tujuan dari laporan tugas akhir ini diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Mengevaluasi serta mengetahui keandalan dari sistem proteksi Early Streamer Emission (ESE) yang akan dijadikan sebagai acuan dari keandalan sistem proteksi konvensional menggunakan metode elektrogeometri.
2. Untuk mengetahui keandalan sistem proteksi tegangan lebih eksternal, serta memberi masukan kepada pihak Uiversitas OSO Pontianak terkait susunan konfigurasi sistem proteksi tegangan lebih eksternal tipe konvensional pada Gedung Universitas OSO pontianak.
1.4 Pembatasan Masalah
Agar penelitian yang dilaksanakan lebih terarah dan tidak menyimpang dari pokok pembahasan yang ingin disampaikan, maka berikut pembatasan masalah dalam penelitian ini:
1. Penelitian yang dilakukan lebih berfokus pada sistem proteksi tegangan lebih eksternal tipe konvensional, sedangkan sistem proteksi tegangan lebih tipe Early Streamer Emission (ESE) sebagai acuan dari keandalan sistem proteksi.
2. Objek penelitian adalah gedung Universitas OSO Pontianak
3. Penentuan susunan konfigurasi sistem proteksi konvensional menggunakan metode elektrogeometri, sedangkan proteksi non konvensional menggunakan jenis Early Streamer Emission (ESE).
4. Jenis proteksi Early Streamer Emission (ESE) yang digunakan adalah jenis Viking.
5. Tidak membahas mengenai mekanisme terjadinya petir.
6. Tidak membahas perihal pemeliharaan, operasional, dan kebutuhan biaya.
7. Bagian dari sistem proteksi yang lain, seperti sistem pembumian dan kawat hantaran arus petir, diasumsikan baik dan sesuai standar yang belaku.
1.5 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dari tugas akhir disusun dalam lima yang terdiri dari:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisikan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, pembatasan masalah, dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan tentang kajian terdahulu, teori petir, sistem proteksi tegangan lebih eksternal, ruang proteksi tegangan lebih eksternal konvensional dan Early Streamer Emission (ESE), metode ruang proteksi elektrogeometri, dan peraturan instalasi tegangan lebih eksternal.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisi tentang lokasi penelitian, alat dan bahan penelitian, metode penelitian, variabel atau data penelitian, analisis hasil, serta diagram alir penelitian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Terdahulu
Terdapat beberapa kajian terdahulu yang berkaitan dengan studi keandalan sistem proteksi tegangan lebih eksternal menggunakan metode elektrogeometri, di antaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh :
Abdul Syakur et al. (2006) dengan judul “Sistem Proteksi Penangkal Petir pada Gedung Widya Puraya” yang bertujuan untuk mengetahui kebutuhan pemasangan sistem penangkal petir pada gedung bertingkat yang ada di kampus UNDIP Tembalang, dengan menggunakan metode elektrogeometri. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa jarak terjauh yang dapat terlindungi oleh penangkal petir adalah berjarak 31 meter. Sehingga penangkal petir di gedung perpustakaan UNDIP belum dapat melindungi gedung Widya Puraya [6].
Nedi Gunawan (2011) dengan judul “Evaluasi Sistem Proteksi Penangkal Petir Eksternal Gedung Bandara Fatmawati Soekarno Bengkulu dengan Metode Konvensional dan Elektrogeometri” dengan tujuan mengevaluasi sistem proteksi penangkal petir eksternal di Bandara Fatmawati Soekarno Bengkulu dengan metode elektrogeometri. Hasil dari penelitian menunjukkan pada gedung terminal utama dibutuhkan proteksi petir sebanyak 6 batang, panjang maksimal 4 m dan sudut >55° dengan luas daerah perlindungan mencapai 26.735,52 m2 [7].
Ya’ Suharnoto (2012) dengan judul “Evaluasi Sistem Proteksi Listrik Kantor Bupati Landak” dengan tujuan mengevaluasi sistem proteksi listrik kantor Bupati Landak yang meliputi proteksi eksternal dan proteksi internal menggunakan metode elektrogeometri. Hasil analisa dan evaluasi proteksi petir eksternal menunjukkan bahwa penangkal petir yang dipasang sebanyak 1 buah belum sepenuhnya dapat melindungi gedung kantor Bupati Landak yang panjang bangunannya 161,50 meter, di mana radius perlindungan yang diperoleh hanya 73,46 meter, sehingga diperlukan penambahan satu buah lagi penangkal petir [2].
Iman Budiman (2019) dengan judul “Evaluasi Sistem Proteksi Tegangan Lebih Eksternal Ayani Megamalll Kota Pontianak” yang bertujuan mengevaluasi sistem proteksi petir yang terpasang di Ayani Megamall Pontianak menggunakan metode elektrogeometri. Berdasarkan hasil perhitungan tinggi finial, radius
perlindungan gedung Ayani Megamall pada arus puncak petir, sebesar 34,79 kA menggunakan metode elektrogeometri diperoleh hasil radius perlindungan SPP1 sebesar 75,35 meter, sedangkan radius perlindungan SPP2 sebesar 72,85 meter.
Pada radius tersebut seluruh bangunan telah terlindungi. Ini berarti penyalur petir tersebut dapat menangkap petir dengan arus minimal 34,79kA [5].
Berlin Saragih et al. (2020) dengan judul “Sistem Penangkal Petir pada Gedung Kemang Gallery Medan” yang bertujuan untuk menghitung dan menentukan jarak ruang proteksi dari penangkal petir yang digunakan dan tingkat proteksi yang dibutuhkan pada gedung kemang gallery Medan. Metode yang digunakan adalah metode elektrogeometri. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa penangkal petir yang dipasang di atas gedung kemang gallery sudah dapat mampu melindungi keseluruhan area sekitar gedung kemang gallery. Jumlah terminasi udara yang dianjurkan adalah 1 terminasi udara dengan tinggi 3 meter [8].
Septino Adrian et al. (2021) dengan judul “Studi Instalasi Proteksi Tegangan Lebih pada Gedung Bupati Bengkayang” dengan tujuan mengevaluasi sistem proteksi petir pada kantor Bupati Bengkayang menggunakan metode elektrogeometri. Berdasarkan hasil perhitungan dengan arus 5 kA, diperoleh jarak sambaran petir 22,77 m, sudut perlindungan 45°, dan radius perlindungan 22,37 m, sistem proteksi yang terpasang belum mampu melindungi keseluruhan daerah gedung, sehingga perlu ditambah empat proteksi petir lagi agar mampu melindungi keseluruhan area gedung [9].
Selain itu, terdapat juga beberapa penelitian yang berkaitan dengan sistem proteksi Early Streamer Emission (ESE) di antaranya penelitian yang lakukan oleh
Yacob Liklikwatil et al. (2017) dengan judul “Analisis Luas Daerah Proteksi Petir Jenis Early Streamer pada Tower SUTT” di mana pada penelitian ini dilakukan perhitung luas proteksi menggunakan metode Early Stremer Emission (ESE) yang kemudian dibandingkan dengan metode konvensional. Pada penelitian ini didapatkan hasil luas proteksi metode Early Streamer Emission (ESE) sebesar 42251,84 m2 [10].
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Dio Suseno Wongso et al.
(2022) dengan judul “Studi Perencanaan Proteksi Tegangan Lebih Eksternal Petir
di PLTS 1,5 MW Universitas Tanjungpura” di mana pada penelitian ini digunakan metode bola bergulir yang kemudian dibandingkan dengan metode Early Streamer Emission (ESE). Hasil penelitian didapatkan bahwa pada arus 3 kA dibutuhkan dua buah proteksi jenis ESE agar mampu melindungi seluruh daerah PLTS [11].
Dari penelitian-penelitian yang sudah pernah dilakukan, maka dalam penelitian ini akan dilakukan penelitian terkait studi keandalan sistem proteksi tegangan lebih eksternal tipe konvensional yang diperlukan untuk gedung Universitas OSO Pontianak. Pada penelitian ini, penulis akan melakukan penelitian terkait studi keandalan sistem proteksi tegangan lebih eksternal pada gedung Universitas OSO Pontianak menggunakan metode elektrogeometri.
2.2 Petir
2.2.1 Pengertian Petir
Suryadi (2017) menyatakan bahwa petir merupakan peristiwa alam di mana terjadinya proses pelepasan muatan listrik (electrical discharge) yang terjadi di atmosfer. Pelepasan ini disebabkan oleh terbentuknya konsentrasi muatan positif dan negatif di dalam awan atau adanya perbedaan muatan antara awan dengan permukaan bumi.
Dio Suseno Wongso et al. (2022) menyebutkan perbedaan muatan pada awan dapat terjadi karena awan terus bergerak secara teratur, yang menyebabkan awan saling bergesekan antara awan yang satu dengan awan yang lainnya, dengan muatan negatif berada pada salah satu sisi awan baik di bawah atau di atas, dan pada sisi sebaliknya adalah muatan positif. Jika perbedaan muatan sudah signifikan, akan terjadi pelepasan muatan negatif dari awan ke bumi ataupun dari bumi ke awan agar terjadi keseimbangan muatan.
Gambar II. 1 Sambaran Petir 2.2.2 Mekanisme Terjadinya Petir
Pada penelitian yang dilakukan oleh Suhartanto et al., (2003) menjelaskan secara umum, mekanisme terbentuknya petir dibagi menjadi dua tahapan proses, yaitu :
1. Pembentukan awan bermuatan
Proses pembentukan awan bermuatan dimulai dengan aliran udara yang naik ke atmosfer yang disebabkan adanya perbedaan tekanan akibat panas matahari dan pergerakan angin yang membawa uap air dengan kandungan partikel bebas.
Semakin tinggi jarak udara dari permukaan bumi, maka temperatur udara semakin dingin sehingga uap air dan partikel bebas berubah menjadi kristal es. Di dalam awan, kristal es bermuatan positif, sedangkan tetesan air bermuatan negatif.
Gambar II. 2 Pembentukan Awan Bermuatan 2. Peluahan muatan petir
Ketika kuat medan listrik di awan melebihi nilai kuat medan tembus udara, maka akan terbentuk sebuah lidah pelopor (pilot streamer) yang menentukan arah perambatan lidah petir (leader) dari awan ke udara. Pergerakan lidah pelopor diikuti titik-titik cahaya yang jalurnya terputus (step leader). Sambaran petir selalu diawali oleh lidah-lidah petir yang bergerak turun (downward) dari awan bermuatan. Semakin besar muatan maka semakin besar beda potensial antara awan dan bumi, sehingga medan listrik yang dihasilkan semakin besar. Ketika
medan listrik yang dihasilkan melebihi kuat medan tembus udara ke bumi, maka akan terjadi pelepasan atau peluahan muatan listrik (discharge) dan peristiwa tersebut disebut kilat atau petir.
Jefaya Ginting (2012) menjelaskan bahwa ketika leader bergerak mendekati bumi, semakin besar perbedaan potensial antara ujung step leader dengan bumi yang menyebabkan terbentuk peluahan atau pelepasan awal yang disebut upward streamer pada permukaan bumi atau objek akan bergerak ke atas menuju ujung step leader. Ketika upward leader berada pada jarak sambaran atau striking distance, terbentuk petir penghubung (connecting leader) yang menghubungkan ujung step leader dengan objek yang disambar. Setelah itu akan timbul sambaran balik (return stroke) yang bercahaya sangat terang bergerak dari bumi atau objek menuju awan dan melepas muatan di awan.
Gambar II. 3 Peluahan Muatan Petir 2.2.3 Parameter Petir
Menurut Ndaru Purnomo Aji (2021) parameter petir adalah rumus serta satuan turunan yang didapatkan dari penelitian seputar petir yang digunakan sebagai kajian dalam studi masalah [15]. Sedangkan, fungsi parameter petir berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh I Gd A. Widya W. S. (2016) digunakan untuk kajian tentang penelitian terkait studi efek kerusakan dari sambaran petir dan cara memanfaatkannya.
Adapun Dedy Hartomo (2009) dalam penelitiannya menyatakan bahwa parameter petir dibagi menjadi parameter kejadian petir, parameter bentuk, dan parameter arus. Selanjutnya parameter tersebut digunakan berdasarkan kebutuhan
Gambar II. 3 Peluahan Muatan Petir
analisa penelitian, dalam hal ini parameter yang dibutuhkan adalah parameter kejadian petir dan parameter arus. Parameter arus memberikan gambaran tentang kerapatan sambaran petir (𝑁𝑔) ke bumi, sedangkan parameter arus memberikan gambaran tentang arus puncak petir (𝐼).
a. Kerapatan Sambaran Petir (𝑁𝑔)
Jefaya Ginting (2012) dalam penelitiannya menjelaskan parameter kerapatan sambaran petir adalah parameter yang menyatakan banyaknya aktivitas sambaran petir ke bumi selama periode satu tahun di suatu wilayah. Parameter sambaran petir sendiri dinyatakan sebagai sambaran per km2 per tahun. Jumlah sambaran petir ini sebanding dengan jumlah hari guruh per tahun atau bisa disebut Iso keraunic Level (IKL).
b. Arus puncak petir (𝐈)
Pada penelitiannya juga Jefaya Ginting (2012) menjelaskan bahwa parameter arus puncak menentukan jatuh tegangan resistif pada resistansi bumi dan tahanan peralatan yang terkena sambaran. Selain itu, pada penelitian yang dilakukan oleh Dedy Hartomo (2009) menyatakan bahwa arus petir digunakan sebagai acuan untuk mencari nilai jarak sambaran petir ke terminasi udara dan hal tersebut merupakan parameter terpenting dari model elektrogeometri.
2.2.4 Efek Bahaya dan Dampak Sambaran Petir
Jenis sambaran petir secara umum, dibagi menjadi dua jenis yaitu sambaran petir langsung dan sambaran petir tidak langsung. Pada penelitian yang dilakukan oleh Dedy Hartomo (2009) menjelaskan bahwa sambaran petir langsung adalah sambaran yang langsung menyambar hantaran udara objek yang diproteksi.
Sedangkan, sambaran petir tidak langsung adalah sambaran petir yang menyambar suatu titik lokasi yang dekat dengan objek yang diproteksi sehingga menimbulkan gelombang berjalan yang menuju peralatan elektronik.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Asep Dadan Hermawan (2010) menjelaskan bahwa sambaran petir dapat menyebabkan efek kerusakan sebagai berikut :
1. Kerusakan terhadap manusia
Sambaran petir yang terjadi pada manusia menyebab tubuh manusia dialiri oleh listrik, hal tersebut menyebabkan organ-organ tubuh yang dilewati oleh
aliran tersebut akan mengalami kejutan (shock) dan dapat menyebabkan jantung berhenti bekerja, selain itu, efek rangsangan dan panas dari arus petir dapat melumpuhkan jaringan-jaringan otot bahkan jika energinya terlalu besar dapat menghanguskan tubuh manusia dan mengakibatkan kematian.
2. Kerusakan terhadap bangunan
Sambaran petir terhadap suatu bangunan dapat menyebabkan kerusakan thermis berupa kebakaran, menyebabkan kerusakan mekanis berupa rusaknya atau retaknya bagian yang tersambar petir, serta sambaran petir dapat menyebabkan kerusakan pada peralatan elektronik dalam bangunan.
3. Kerusakan terhadap peralatan elektronik dan listrik
Sambaran petir pada suatu saluran transmisi menyebabkan adanya lonjakan arus yang mengakibatkan kerusakan pada peralatan elektronik, komputer, dan peralatan telekomunikasi.
2.3 Sistem Proteksi Tegangan Lebih Eksternal
Menurut I Gd A. Widya W. S. (2016) menjelaskan bahwa sistem proteksi tegangan lebih eksternal adalah kumpulan perangkat dan alat yang dipasang di luar bangunan gedung untuk menghantar arus tegangan lebih petir ke sistem pembumian. Proteksi tegangan lebih eksternal ini berfungsi untuk perlindungan dari tegangan lebih yang dihasilkan dari sambaran langsung petir ke sistem atau bangunan yang dilindungi. Sistem proteksi ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu terminasi udara (air terminal), konduktor penghubung/penghantar (down conductor), dan sistem pembumian (grounding).
1. Terminasi udara (air terminal)
Terminasi udara atau biasa disebut finial atau splitzer menurut Dedy Hartomo (2009) merupakan bagian dari sistem proteksi eksternal yang berfungsi sebagai titik sambaran petir ke bumi dan harus diletakan pada tempat yang paling tinggi dan dari suatu bangunan dan diatur sedemikian rupa serta tidak terhalang oleh benda lainnya
2. Konduktor penghubung/penghantar (down conductor)
Menurut I Gd A. Widya W. S (2016) konduktor penghubung adalah bagian dari proteksi eksternal yang menghubungkan serta menghantar arus petir dari terminasi udara ke sistem pembumian. Adapun bahan yang digunakan
sebagai konduktor penghubung telah diatur pada SNI 03-7015-2004 yaitu tembaga dengan diameter 16 mm2, aluminium dengan diameter 25 mm2, dan besi dengan diameter 50 mm2
3. Sistem pembumian (grounding)
Menurut Dio Suseno et al. (2022) dijelaskan bahwa sistem pembumian adalah bagian dari proteksi eksternal berupa batangan elektrode yang ditanam ke dalam tanah untuk memperoleh resistansi sekecil mungkin.
Menurut Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL) 2000 nilai dari resistansi pembumian harus ≤ 5 Ω, semakin kecil nilai resistansi yang dihasilkan maka sistem pembumian semakin baik dikarenakan mempermudah aliran arus petir ke bumi.
2.4 Ruang Proteksi Tegangan Lebih Eksternal Konvensional dan Early Streamer Emission (ESE)
2.4.1 Ruang Proteksi Tegangan Lebih Eksternal Konvensional
Dio Suseno Wongso et al. (2022) pada penelitiannya menjelaskan bahwa proteksi tegangan lebih eksternal konvensional adalah sebuah teknik sederhana dari sistem proteksi eksternal dengan menggunakan sebuah tombak runcing yang ditempatkan pada bagian tertinggi dari suatu bangunan yang berguna untuk melindungi bangunan dari sambaran petir. Sistem proteksi ini bersifat pasif, di mana cara kerja sistem proteksi ini adalah menunggu petir menyambar ujung terminasi udara, sehingga posisi sistem proteksi ini harus disusun sedemikian rupa agar diperoleh proteksi yang optimal.
Gambar II. 4 Terminasi Udara Konvensional
Kemudian pada penelitian yang dilakukan oleh Nedi Gunawan (2011) dijelaskan juga bahwa bentuk ruang pelindung dari sistem proteksi konvensional adalah berbentuk ruang kerucut dengan sudut perlindungan sebesar 25° sampai
55°. Semakin kecil sudut proteksi maka semakin optimal tingkat perlindungan yang dihasilkan, namun disisi lain biaya operasional semakin mahal.
Sumber: (Nedi Gunawan, 2011) Gambar II. 5 Ruang Proteksi Konvensional
Adapun berdasarkan pemasangannya, sistem proteksi tegangan lebih eksternal tipe konvensional ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu sebagai berikut:
1. Franklin Rod
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Yacob Liklikwatil et al.
(2017) pengaman gedung terhadap sambaran kilat dengan menggunakan sistem proteksi tegangan lebih franklin rod merupakan cara klasik yang masih digunakan karena hasilnya dianggap cukup optimal dalam melindungi objek yang dilindungi, terutama pada bangunan yang beratap runcing. Franklin rod merupakan proteksi petir berupa batangan tembaga dengan sudut perlindungan merupakan sudut imajiner dengan sudut puncak 112°. Agar daerah perlindungan yang dihasilkan semakin mampu melindungi seluruh objek yang akan dilindungi, maka sistem franklin rod dipasang pada pipa besi dengan ketinggian 1 sampai 3 meter. Namun, semakin tinggi sistem franklin rod, maka daerah perlindungan yang dihasilkan semakin kecil.
Adapun pada penelitian yang dilakukan oleh Dedy Hartomo (2009), dijelaskan jika proteksi franklin rod digunakan tembaga dengan ujung runcing dengan tujuan agar pada keadaan di mana terjadi aktivitas penumpukan muatan di awan, maka pada ujung proteksi tersebutlah akan
terinduksi muatan dengan rapat muatan yang relatif lebih besar bila dibandingkan dengan rapat muatan dari muatan-muatan yang terdapat pada bagian-bagian lain dari bangunan, sehingga diharapkan petir menyambar pada ujung batang proteksi petir lebih dahulu.
Gambar II. 6 Sistem Proteksi Petir Franklin Rod 2. Sangkar Faraday
Menurut Dedy Hartomo (2009) sistem pengaman bangunan terhadap sambaran petir dengan menggunakan sangkar faraday merupakan pengembangan dari sistem proteksi petir franklin rod, sehingga prinsip kerja dari sistem proteksi ini sama dengan proteksi frankli rod. Perbedaan dari kedua sistem ini adalah terletak dalam penggunaan ujung proteksi petir di mana pada proteksi franklin rod digunakan batang-batang vertikal, sedangkan pada sangkar faraday digunakan konduktor-konduktor horizontal.
Sambaran petir biasa mengenai bagian-bagian runcing dari atap bangunan, hal ini disebabkan karena pada bagian ujung atap terdapat rapat muatan yang relatif lebih besar bila dibandingkan dengan rapat muatan dari bagian-bagian atap yang lain dari bangunan tersebut. Oleh karena itu, pada bagian-bagian tersebut perlu dipasang konduktor-konduktor
horizontal yang berfungsi sebagai objek sambaran petir, sehingga bagian lain atap bangunan terlindungi.
Ini adalah prinsip dasar dari sangkar faraday di mana konduktorkonduktor horizontal yang dipasang pada bagian teratas lalu terhubung melalui konduktor saluran ke bumi dan terhubung ke elektroda pembumian dari bangunan seolah-olah membentuk sangkar pelindung yang memproteksi bangunan tersebut terhadap induksi listrik atau masuknya muatan dari luar yang membahayakan bangunan tersebut.
Untuk membuat sangkar faraday ini bekerja dengan optimal maka perlu dipasang beberapa finial pendek pada bagian atap bangunan yang diperkirakan mudah tersambar petir. Finial dihubungkan secara horizontal membentuk sebuah mesh yang bertujuan untuk memperlancar mengalirnya arus muatan dari bumi ke awan atau sebaliknya.
Gambar II. 7 Sistem Proteksi Petir Sangkar Faraday Adapun menurut standar IEC 62305 menyebutkan bahwa tepi atap dan sudut atap adalah bagian yang rentan rusak dari sambaran petir, maka pada metode sangkar faraday sistem konduktor harus dipasang sedekat mungkin dengan tepi luar atap. Konduktor terminasi udara harus
ditempatkan di tepi atap, di overhang atap, dan di punggung atap dengan kemiringan lebih dari 5,7 derajat.
2.4.2 Ruang Proteksi Tegangan Lebih Early Streamer Emission (ESE)
Ruang proteksi tegangan lebih non konvensional atau sering disebut Early Streamer Emission (ESE) menurut penjelasan yang dikemukakan Rani Dewi (2019) merupakan sistem proteksi petir elektrostatis yang menggabungkan sistem franklin rod dan bahan radio aktif untuk memancing sambaran petir menuju pada finial yang terpasang [18]. Kemudian, pada penelitian yang dilakukan oleh Sukamdi et al. (2022) dijelaskan juga bahwa sistem proteksi jenis Early Streamer Emission (ESE) memiliki elemen tambahan yaitu head terminal yang berisi muatan listrik statis pada ujung finial. Head berguna menyimpan ion-ion positif dalam jumlah besar, yang mana ion positif ini berfungsi untuk menarik ion-ion negatif yang berasal dari awan dan petir. Biasanya proteksi ini digunakan pada gedung dengan radius perlindungan 50 meter hingga 150 meter.
Gambar II. 8 Macam-Macam Terminasi Udara Early Streamer Emission (ESE)
Menurut NFC-17-102 pada penelitian yang dilakukan oleh Dio Suseno Wongso et al. (2022) pemasangan sistem proteksi Early Streamer Emission minimal 2 meter dari titik paling tinggi suatu objek. Kemudian dijelaskan juga, jika proteksi Early Streamer Emission (ESE) bekerja berdasarkan radius
perlindungan, sehingga menghasilkan perlindungan seperti Gambar II.9, berikut.
Sumber: (Dio Suseno Wongso et al., 2022) Gambar II. 9 Metode Early Streamer Emission (ESE)
2.5 Metode Ruang Proteksi Elektrogeometri
Metode elektrogeometri menurut penjelasan dari Syafriyuddin et al. (2019) adalah metode yang menghubungkan karakteristik listrik dari sambaran petir dengan geometri sistem perlindungan petir agar diperoleh perilaku petir yang optimal. Metode ini didasarkan pada hipotesa berikut [20]:
1. Ketika lidah petir sudah mendekati titik objek sambaran utama, maka petir akan menyambar objek sambaran yang terpendek.
2. Jarak sambaran petir dipengaruhi oleh besar arus puncak petir.
Pada penelitian Nedi Gunawan (2011) dijelaskan jika ruang proteksi model elektrogeometri hampir sama dengan ruang proteksi konvensional, yakni berbentuk ruang kerucut, namun pada bidang miring kerucut tersebut melengkung dengan jarijari tertentu, seperti yang ditunjukkan pada Gambar II.10.
Sumber: (I Gd A. Widya W. S., 2016) Gambar II. 10 Ruang Proteksi Elektrogeometri
2.5.1 Bidang Sambar dan Garis Sambar Petir
Pada Penelitian Nedi Gunawan (2011) dijelaskan pengertian dari bidang sambar adalah daerah titik sambar, yaitu di mana ketika lidah petir telah mencapai jarak tertentu terhadap objek sambar yang jaraknya sama dengan jarak sambar petir. Bidang sambar dapat dilihat pada Gambar II.11 berikut:
Sumber: (Nedi Gunawan, 2011) Gambar II. 11 Bidang Sambar dan Garis Sambar Petir
Pada Gambar II.11, titik A dan titik B adalah titik kritis di mana semua petir dengan arus I yang melewati titik tersebut akan menyambar menuju sistem proteksi eksternal atau finial dan petir yang menyambar ke bumi akan memiliki probabilitas 50%. 𝑟𝑠 merupakan jarak sambar petir ke finial dan 𝑟𝑔 adalah jarak sambaran petir ke bumi. Pada konsep bidang dan garis sambar tersebut menunjukkan bahwa nilai jarak sambaran petir ke finial sama dengan nilai jarak sambaran petir ke bumi atau
𝑟𝑠 = 𝑟𝑔.
Hubungan besar arus petir dan jarak sambar yang dihasilkan dapat dijelaskan sebagai berikut, semakin kecil nilai arus petir maka energi yang diperlukan untuk memicu lidah petir juga kecil, sehingga jarak sambaran petir juga akan pendek.
Sebaliknya, jika arus petir bernilai besar, maka banyak energi yang diperlukan untuk memicu lidah petir juga besar, maka jarak sambaran petir semakin jauh.
Jarak sambar petir serta derajat kelengkungan yang dihasilkan oleh metode elektrogeometri nantinya akan sangat dipengaruhi oleh besar arus petir yang terjadi. Dengan menggunakan konsep ruang proteksi elektrogeometri dan bidang sambar petir, maka diperoleh perlindungan bangunan gedung seperti pada Gambar II.12.
Sumber: (Nedi Gunawan, 2011) Gambar II. 12 Perlindungan Bangunan dengan Metode Elektrogeometri
Di mana pada Gambar II.12, h merupakan tinggi finial dari atas bumi, b merupakan tinggi bangunan, dan 𝑟𝑠 adalah jarak sambaran petir.
2.6 Peraturan Instalasi Tegangan Lebih Eksternal 2.6.1 SNI 03-7015-2004
Standar Nasional Indonesia (SNI) merupakan peraturan yang disusun untuk mencegah bahaya kebakaran pada bangunan gedung yang disebabkan salah satunya adalah sambaran petir. Lebih khusus peraturan dimuat pada SNI 03-7015-
2004 tentang sistem proteksi petir pada bangunan gedung, yang pada peraturan tersebut dibahas beberapa hal sebagai berikut:
1. Frekuensi sambaran petir yang dibolehkan (𝑁𝐶), yaitu frekuensi sambaran petir rata-rata tahunan maksimum yang masih dibolehkan yang dapat menyebabkan kerusakan bangunan gedung.
2. Sistem terminasi udara yaitu bagian SPP eksternal yang dimaksudkan untuk menghadang sambaran petir.
3. Frekuensi sambaran petir langsung (𝑁𝑑) yaitu jumlah sambaran petir langsung rata-rata tahunan yang diperkirakan pada bangunan gedung.
4. Efisiensi Sistem Proteksi Petir (E) yaitu rasio antara jumlah sambaran petir langsung rata-rata tahunan yang tidak dapat menyebabkan kerusakan pada bangunan gedung terhadap jumlah sambaran langsung petir pada bangunan gedung.
5. Tingkat proteksi, yaitu istilah yang menunjukkan klasifikasi SPP sesuai dengan efisiensinya, Di mana tingkat proteksi menyatakan probabilitas suatu SPP memproteksi ruang terhadap efek petir.
6. Area cakupan ekivalen adalah area permukaan bumi yang dianggap sebagai bangunan gedung yang mempunyai frekuensi sambaran petir langsung tahunan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Universitas OSO yang berlokasi di Jl. Untung Suropati No. 99, Kel. Benua Melayu Darat, Kec. Pontianak Selatan, Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Direncanakan penelitian ini dapat selesai dalam waktu kurang lebih 4 bulan.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1 Alat Penelitian
Untuk menunjang keberhasilan dalam penelitian dan penulisan tugas akhir ini, ada beberapa alat yang digunakan, yaitu sebagai berikut:
1. Laptop Asus X45U yang digunakan sebagai alat penyusunan tugas akhir ini.
2. Perangkat lunak software SketchUp, yang digunakan sebagai media simulasi 2D atau 3D dari bentuk dan ukuran bidang sambaran petir dan bentuk daerah proteksi yang dihasilkan oleh sistem proteksi tegangan lebih eksternal.
3. Perangkat lunak software Microsoft word 2016 yang digunakan sebagai media penulisan laporan tugas akhir ini.
4. Kalkulator dan alat tulis yang digunakan untuk membantu proses perhitungan pada penelitian ini.
3.3 Metode Penelitian
Adapun metode penelitian ini dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut:
1. Studi literatur yaitu dengan mengumpulkan dan mempelajari data penelitianpenelitian sebelumnya yang berkaitan serta mendukung penelitian yang dilakukan oleh penulis. Teknik pengumpulan data ini memanfaatkan data sekunder, yang terdapat pada jurnal, dokumen, serta artikel.
2. Studi lapangan yaitu dengan melakukan pengamatan secara langsung terhadap Gedung Universitas OSO Pontianak, kemudian dilanjutkan dengan mengumpulkan dokumen gambar yang berisikan bentuk dan ukuran gedung.
3. Melakukan perhitungan kebutuhan bangunan akan level proteksi berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 03-7015-2004).
a) Untuk menentukan level sistem proteksi tegangan lebih eksternal dimulai dengan mencari luas daerah cakupan ekivalen dengan persamaan:
𝐴𝑒 = 𝑎𝑏 + 6ℎ(𝑎 + 𝑏) + 9ℎ2 (III.1) Di mana:
𝐴𝑒 = daerah cakupan ekivalen (meter2) 𝑎 = panjang bangunan (meter)
𝑏 = lebar bangunan (meter)
ℎ = tinggi bangunan yang akan dilindungi tanpa finial (meter)
b) Setelah didapatkan nilai daerah cakupan ekivalen (𝐴𝑒), selanjutnya menentukan frekuensi rata-rata tahunan sambaran petir langsung (𝑁𝑑) ke bangunan dengan persamaan:
𝑁𝑑 = 𝑁𝑔 × 𝐴𝑒 × 10−6 (III.2)
Di mana:
𝑁𝑑 = frekuensi rata-rata tahunan sambaran petir (sambaran/tahun)
𝑁𝑔 = jumlah kerapatan sambaran petir ke bumi dalam satu tahun (sambaran/km2/tahun)
Nilai kerapatan sambaran petir (𝑁𝑔) diperoleh dari penelitian terdahulu, berikut nilai kerapatan sambaran petir yang dimuat pada Tabel III.1:
Tabel III. 1 Kerapatan Sambaran Petir (𝑁𝑔) Kota Pontianak Sekitarnya
No Kecamatan Kerapatan sambaran petir
(sambaran/km2/tahun)
1 Pontianak Barat 10,03
2 Pontianak Utara 12,54
3 Pontianak Kota 14,57
4 Pontianak Selatan 7,70
5 Pontianak Tenggara 6,67
6 Pontianak Timur 10,36
7 Rasau Jaya 7,67
8 Sungai Raya 7,75
Sumber: (Misael Septian Tanalepy, 2022) c) Selanjutnya efisiensi sebuah sistem proteksi tegangan lebih eksternal dapat
ditentukan dengan persamaan berikut:
𝐸= 1 − 𝑁𝑐 (III.3)
𝑁𝑑
Di mana:
𝐸 = efisiensi sistem proteksi eksternal (%)
𝑁𝑐 = frekuensi sambaran tahunan yang diperbolehkan (sambaran/tahun)
Sumber: (SNI 03-7015-29004) Gambar III. 22 Grafik Nilai Kritis dari Efisiensi SPP
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-7015-2004, seperti yang ditunjukkan pada Gambar III.2, besar frekuensi sambaran tahunan (𝑁𝑐) yang diperbolehkan adalah sebesar 10-1 atau 0,1 sambaran/tahun.
d) Level sistem proteksi tegangan lebih dapat diketahui dari Tabel III.22, dengan menyesuaikan hasil perhitungan efisiensi sistem proteksi tegangan lebih eksternal yang telah diperoleh:
Tabel III. 2 Efisiensi Sistem Proteksi Tegangan Lebih Eksternal Berdasarkan Level Proteksi
Level Proteksi Efisiensi Sistem Proteksi Tegangan Lebih Eksternal (%)
I 0.98
II 0.95
III 0.90
IV 0.80
Sumber: (SNI 03-7015-2004) 4. Menghitung daerah perlindungan dan radius perlindungan sistem proteksi
tegangan lebih eksternal model Early Streamer Emission (ESE).
Pada penelitian ini digunakan proteksi petir Early Streamer Emission (ESE) dengan tipe Viking, di mana proteksi jenis ini memiliki spesifikasi seperti pada Tabel III.3 berikut:
Tabel III. 3 Spesifikasi Terminasi Udara Early Streamer Emission Tipe Viking
h(m) 5 6 7 8 10 15 20 45 60
Type
V2 71 72 73 73 75 78 81 89 90
V4 107 107 108 108 109 111 113 119 120 V6 118 118 119 119 120 122 124 129 130
Sumber:(data sheet) a) Menghitung jarak sambaran petir (𝑟𝑠) dengan persamaan R.H. Golde
sebagai berikut:
𝑟𝑠 = 10 × 𝐼0,65 (III.4) Dimana:
𝑟𝑠 = jarak sambaran petir (meter) 𝐼 = arus petir (kA)
Berdasarkan ketentuan standar sistem proteksi tegangan lebih eksternal yang mengacu pada IEC 52305 (International Electrotechnical Commision), besar arus petir yang bisa diproteksi oleh sistem proteksi tegangan lebih eksternal dapat dilihat pada Tabel III.4, berikut:
Tabel III. 4 Besar Arus Petir Berdasarkan Level Sistem Proteksi Tegangan Lebih Gedung
Level Proteksi Arus Petir (kA)
I 3
II 5
III 10
IV 16
Sumber: (IEC 52305) b) Menentukan nilai jarak tambahan dari sistem proteksi Early Streamer
Emission (∆𝐿) dengan persamaan berikut:
∆𝐿 = ∆𝑇 × 106 (III.5)
Di mana:
∆𝐿 = jarak tambahan dari sistem proteksi Early Streamer Emission (meter)
∆𝑇 = efisiensi waktu (𝜇𝑠)
Nilai efisiensi waktu diperoleh dari data sheet sistem proteksi Early Streamer Emission tipe viking yang digunakan, berikut pada Tabel III.5 nilai efisiensi waktu yang akan digunakan:
Tabel III. 5 Efisiensi Waktu Sistem Proteksi Early Streamer Emission
Tipe ∆𝑻 (𝝁𝒔𝒆𝒄)
V2 30
V4 60
V6 70
Sumber:(data sheet) c) Menentukan radius perlindungan sistem proteksi Early Streamer Emission
(Rp) dengan persamaan berikut:
𝑅𝑝 = √(2𝑟𝑠 − 𝐻) + ∆𝐿(2𝑟𝑠 + ∆𝐿) (III.6) Di mana:
𝑅𝑝= radius perlindungan sistem proteksi ESE (meter) H = tinggi sistem proteksi ESE dari permukaan bumi (meter) 𝑟𝑠= jarak sambaran petir ke finial (meter)
d) Mencari luas daerah yang terlindungi oleh sistem proteksi tegangan lebih Early Streamer Emission (Ax) dengan persamaan berikut:
𝐴𝑥 = 𝜋 × 𝑅𝑝2 (III.7)
Di mana:
𝐴𝑥= luas daerah yang terlindungi sistem proteksi ESE (meter2) 𝜋 = 3,14
5. Menghitung radius perlindungan dan sudut perlindungan dari sistem proteksi tegangan lebih eksternal menggunakan metode elektrogeometri.
a) Mencari sudut perlindungan sistem proteksi tegangan lebih eksternal dengan persamaan:
𝛼 = sin−1 [1 − 𝐻] (III.8)
𝑟𝑠
Di mana:
𝛼 = sudut perlindungan sistem proteksi tegangan lebih (derajat)
𝐻 = tinggi sistem proteksi tegangan lebih eksternal dari permukaan bumi (meter)
b) Menghitung radius perlindungan sistem proteksi tegangan lebih eksternal tipe konvensional dengan persamaan:
𝑟 = √2 × 𝑟𝑠 × 𝐻 − 𝐻2 (III.9) Di mana:
𝑟 = radius perlindungan sistem proteksi tegangan lebih eksternal (meter) 𝐻 = tinggi sistem proteksi tegangan lebih eksternal dari permukaan bumi
(meter)
6. Melakukan simulasi dengan membuat desain 3 dimensi daerah perlindungan dari sistem proteksi tegangan lebih petir eksternal menggunakan SketchUp, berdasarkan hasil perhitungan menggunakan metode Early Streamer Emission (ESE) dan metode elektrogeometri.
Desain ini berfungsi untuk melihat apakah sistem proteksi tegangan lebih petir sudah mampu melindungi objek atau belum. Sistem proteksi tegangan lebih eksternal dikatakan andal jika seluruh objek yang akan dilindungi berada dalam daerah perlindungan yang dihasilkan oleh sistem proteksi tegangan lebih eksternal. Namun, jika mempertimbangkan nilai estetika dari suatu gedung, biasanya gedung dengan atap datar akan dikombinasi dengan metode Sangkar
Faraday sebagai alternatif metode pemasangan. Untuk nilai maksimum dari ukuran konduktor atau mesh Sangkar Faraday berdasarkan IEC 62305, dapat dilihat pada Tabel III.6 berikut:
Tabel III. 6 Nilai Maksimum dari Ukuran Mesh Berdasarkan Level Sistem
Proteksi Tegangan Lebih Petir
Level Proteksi Ukuran Mesh (Meter)
I 5 × 5
II 10 × 10
III 15 × 15
IV 20 × 20
Sumber: (IEC 62305) 3.4 Variabel atau Data Penelitian
Adapun variabel atau data yang akan didapatkan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Data hasil perhitungan radius perlindungan sistem proteksi tegangan lebih petir (Rp) tipe Early Streamer Emission (ESE).
2. Data hasil perhitungan luas daerah perlindungan sistem proteksi tegangan lebih petir (Ax) tipe Early Streamer Emission (ESE).
3. Data hasil perhitungan jarak sambaran petir (𝑟𝑠) menggunakan metode elektrogeometri.
4. Data hasil perhitungan sudut perlindungan sistem proteksi tegangan lebih petir (𝛼) menggunakan metode elektrogeometri.
5. Data hasil perhitungan radius perlindungan sistem proteksi tegangan lebih petir (𝑟) menggunakan metode elektrogeometri.
3.5 Analisis Hasil
Analisis penelitian dilakukan dengan metode analisis deskriptif di mana metode analisa ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data atau dokumendokumen yang dibutuhkan dalam penelitian, kemudian data diolah dan dihitung untuk kemudian dapat ditampilkan hasil perhitungan dalam bentuk angka maupun tabel serta gambar, agar dapat memberikan gambaran terkait
permasalahan penelitian yang dilakukan. Dalam hal ini melakukan evaluasi keandalan dari sistem proteksi Early Streamer Emission (ESE) dan menghitung sistem proteksi konvensional menggunakan metode elektrogeometri. Setelah dilakukan evaluasi dan perhitungan dari data yang telah diperoleh, maka selanjutnya akan dilakukan analisa untuk mengetahui keandalan sistem proteksi tegangan lebih eksternal menggunakan metode elektrogeometri dengan mengacu pada keandalan sistem proteksi Early Streamer Emission (ESE). Setelah analisa maka dapat ditarik kesimpulan akhir dari penelitian.
3.6 Diagram Alir Penelitian
Gambar III. 23 Diagram Alir Penelitian
Analisis hasil dan memberi kesimpulan akhir software Sketchup menggunakan
Melakukan uji coba simulasi desain proteksi
) ESE ( Streamer Emission
Early sistem menggunakan terproteksi
yang
Perhitungan radius perlindungan dan luas daerah menggunakan metode elektrogeometri
dan sudut perlindungan ,
petir perlindungan
radius , Perhitungan jarak sambaran petir
2004 - 7015 - 03 lebih eksternal berdasarkan SNI
Perhitungan level proteksi sistem proteksi tegangan iking proteksi ESE tipe v sheet
Data . 3
Data kerapatan sambaran petir .
2
Data dimensi gedung Universitas OSO
. 1
: Pengumpulan data Studi literatur dan studi lapangan
Selesai Mulai
3.2 Jadwal Penelitian
Tabel 7. Jadwal Penelitian
No. Kegiatan Bulan
I II III IV
1 Penyusunan Proposal a. Menyusun Proposal b. Seminar Proposal c. Perbaikan Proposal 2 Pelaksanaan Skripsi a. Pengambilan Data b. Pengolahan Data c. Analisis Hasil
d. Penulisan Draf Skripsi e. Bimbingan Skripsi 3 Sidang Skripsi
a. Persiapan Administrasi b. Penyerahan Draf Skripsi
ke Tim Penguji c. Sidang Skripsi
d. Perbaikan, Evaluasi Akhir, dan Penyerahan Skripsi
.
DAFTAR PUSTAKA
[1] M. S. Tanalepy, “Analisis Pemetaan Daerah Rawan Petir Menggunakan Metode Kriging di Wilayah Kota Pontianak Sekitarnya,” 2022.
[2] Y. Suharnoto, “Evaluasi Sistem Proteksi Listrik Kantor Bupati Landak,” J.
ELKHA, vol. 4, no. 2, 2012.
[3] A. D. Hermawan, “Optimalisasi Sistem Penangkal Petir Eksternal
Menggunakan Jenis Early Streamer (Studi Kasus UPT LAGG BPPT),”
Depokk, 2010.
[4] Rohani and N. Yuniarti, “Evaluasi Sistem Penangkal Petir Eksternal di Gedung Rektorat Universitas Negeri Yogyakarta,” J. Edukasi Elektro, vol.
1, no. 2, pp. 187–195, 2017, doi: 10.21831/jee.v1i2.17423.
[5] I. Budiman, “Evaluasi Sistem Proteksi Petir Ayani Megamal Kota Pontianak,” Tek. Elektro Univ. Tanjungpura, pp. 1–9, 2019.
[6] A. Syakur and Yuningtyastuti, “Sistem Proteksi Penangkal Petir pada Gedung Widya Puraya,” Transmisi, vol. 11, pp. 35–39, 2006.
[7] N. Gunawan, “Evaluasi Sistem Proteksi Penangkal Petir Eksternal Gedung Bandara Fatmawati Soekarno Bengkulu dengan Metode Konvensional dan Elektrogeometri,” Bengkulu, 2011.
[8] B. Saragih, J. M. Siburian, and J. L. Purba, “Sistem Penangkal Petir pada Gedung Kemang Gallery Medan,” J. Tek. Elektro, vol. 9, no. 1, pp. 44–61, 2020.
[9] S. Adrian, M. I. Arsyad, and Danial, “Studi Perencanaan Instalasi Proteksi Tegangan Lebih Petir pada Gedung Kantor Bupati Bengkayang,” J. Tek.
Elektro Univ. Tanjungpura, vol. 2, no. 1, 2021, [Online]. Available:
https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jteuntan/article/view/48544 S