PROPOSAL TUGAS AKHIR
DAMPAK PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP DISTRIBUSI LAND SURFACE TEMPERATURE
MENGGUNAKAN METODE PENGINDERAAN JAUH (Studi Kasus : Kota Padang)
Oleh : Achmad Mulyadi
2020510001
PROGRAM STUDI TEKNIK GEODESI FAKULTAS TEKNIK
INSTITUT TEKNOLOGI PADANG
2024
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia dengan jumlah kurang lebih mencapai 255 juta jiwa. Dari jumlah tersebut pada tahun 2015, 53,3%
penduduknya tinggal di daerah perkotaan, dibandingkan dengan data lima tahun lalu jumlahnya naik hingga 3,5%. Prediksi BPS menyebutkan, diperkirakan pada tahun 2035 persentase jumlah penduduk kota akan naik menjadi 66,6%. Hal ini mengindikasikan fenomena perpindahan penduduk dari desa ke kota yang semakin meningkat tiap tahunnya (Muzaky & Jaelani, 2019).
Perubahan penggunaan lahan yang terjadi sejalan dengan semakin meningkatnya pertambahan jumlah penduduk yang secara langsung berdampak pada kebutuhan terhadap lahan yang semakin meningkat. Pertambahan jumlah penduduk kota berarti juga peningkatan kebutuhan lahan. Karena lahan tidak dapat bertambah, maka yang terjadi adalah perubahan penggunaan lahan yang cenderung menurunkan proporsi lahan-lahan yang sebelumnya merupakan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan non pertanian. Perubahan penggunaan lahan adalah isu penting bagi para perencana dan penyusun kebijakan perkotaan dan wilayah, selain itu juga sangat berguna dalam perencanaan konservasi, ketahanan pangan, pemodelan hidrologi. Data, informasi dan alat analisis menjadi kendala dalam mendeteksi perubahan guna lahan. Semakin meningkatnya akses data dan teknologi saat ini diharapkan pengamatan penggunaan lahan dapat dilakukan dengan cara sederhana namun memiliki hasil lebih akurat. (Kusrini, 2011)
Yang paling penting di antara berbagai data iklim yang diperlukan dalam studi perubahan iklim/lingkungan lokal, regional dan global adalah Land Surface Temperature (LST) dan parameter albedo. LST merupakan parameter kunci dalam proses permukaan tanah yang tidak hanya berfungsi sebagai indikator perubahan iklim, namun juga mengendalikan radiasi terestrial ke atas dan sebagai konsekuensinya mengendalikan pertukaran fluks panas sensibel dan permukaan laten dengan atmosfer. Albedo permukaan tanah adalah rasio fluks radiasi yang dipantulkan dari permukaan bumi terhadap fluks yang datang, dan merupakan parameter pendorong utama yang mengendalikan anggaran energi radiasi planet dan pembagian energi radiasi antara atmosfer dan permukaan. Secara khusus, perubahan karakter parameter-parameter ini telah dianggap bertanggung jawab atas perubahan iklim lokal, regional, dan global, dalam mendukung pandangan ini, ditegaskan bahwa perubahan permukaan tanah menyebabkan pemanasan global, khususnya melalui penggundulan hutan, yang mengurangi albedo permukaan, mengakibatkan lebih sedikit radiasi matahari yang dipantulkan kembali ke ruang angkasa, dan lebih banyak diserap oleh permukaan, sehingga meningkatkan LST. Oleh karena itu, meskipun LST dan Albedo permukaan tanah memainkan peran penting dalam keseimbangan energi suatu sistem, hal-hal tersebut akan mempengaruhi penyampaian layanan ekosistem dalam sistem tersebut. (Tran dkk, 2017). Perubahan tutupan lahan perkotaan yang menggantikan permukaan alami dengan permukaan buatan merupakan salah satu faktor yang meningkatkan Land Surface Temperature (LST) lingkungan perkotaan karena permukaan buatan menyimpan dan melepaskan panas sehingga berkontribusi terhadap terbentuknya fenomena yang dikenal dengan nama Urban Heat Island (UHI). Perbedaan suhu permukaan antara lingkungan perkotaan dan pedesaan sehingga lingkungan perkotaan menjadi lebih hangat disebut dengan UHI. (Odunuga & Badru, 2015)
Kombinasi kecanggihan dalam domain termal inframerah dengan kemajuan terkini dalam kemampuan yang disediakan oleh satelit yang sudah beroperasi dan satelit baru, atau penginderaan jauh berbasis UAV atau peningkatan penggunaan udara disebut Land Surface
Temperature (LST) di berbagai bidang penelitian. LST memainkan peranan penting dalam proses tanah-vegetasi-atmosfer dan sangat penting dalam estimasi pertukaran fluks energi permukaan, evapotranspirasi aktual, atau sifat-sifat dari vegetasi dan tanah. Selain itu, LST dianggap sebagai salah satu Essential Climate Variable (ECV) yang berkontribusi penting terhadap karakterisasi iklim bumi. Kemajuan terbaru dalam teknik fusi data, downscaling, dan disagregasi memberikan dimensi baru pada aplikasi LST dalam pengelolaan sumber daya air dan agronomi berkat peningkatan resolusi temporal dan spasial produk termal. Namun, pada saat yang sama, penelitian berkelanjutan terhadap algoritma estimasi LST serta kalibrasi dan validasi berkelanjutan masih diperlukan untuk meningkatkan keakuratan data LST di darat dan produk LST satelit(Manuel & Nicl, 2021)
Menjelajahi pola spasial UHI penting untuk memahami bagaimana sebaran penggunaan lahan dan perubahan sebaran tersebut mempengaruhi LST. Namun, penggunaan nilai LST absolut menghadirkan tantangan utama. LST absolut dapat digunakan untuk mengkarakterisasi UHI pada tanggal tertentu namun, pada prinsipnya, tidak tepat menggunakannya untuk membandingkan pola spasial UHI sepanjang waktu. Membandingkan nilai LST absolut yang diperoleh pada tanggal berbeda di bawah kondisi atmosfer berbeda tidak dapat mengukur tren UHI dengan tepat dari perspektif spatio-temporal. Pertumbuhan perkotaan dapat terjadi dengan berbagai cara, seperti pengembangan infill, extension, atau leapfrog. Penting untuk mengkaji bagaimana UHI dipengaruhi oleh pola spasial pertumbuhan perkotaan yang berbeda. Bagi para perencana kota, memahami jenis perluasan kota yang memperburuk atau memitigasi dampak UHI dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap strategi mitigasi UHI.(Igun & Williams, 2018)
Kota Padang merupakan Ibukota Provinsi Sumatera Barat. Aktivitas dan pelayanan penduduknya mengakibatkan Kota Padang mengalami perkembangan yang cukup cepat. Disadari atau tidak, bahwa laju pertumbuhan penduduk tidak akan pernah berhenti, bahkan senantiasa menunjukkan peningkatan pertumbuhan penduduk. Berdasarkan data BPS, Sensus Penduduk (SP) 2010/2020 dan survei Antar Sensus (SUPAS) 2015 (Badan Pusat Statistik, 2021; 2022), menjelaskan bahwa penduduk Sumatera Barat dari tahun 2010-2021 jumlahnya terus meningkat.
Bertambahnya jumlah penduduk dan pembangunan yang pesat di Kota Padang akan berpengaruh cukup besar terhadap perubahan penggunaan lahan. Penggunaan lahan yang mengalami penambahan luas seperti tanah perumahan dan tanah industri pada tahun 2020. Kemudian Tanah perumahan, Tanah perusahaan, Tanah industri, Tanah jasa, Ladang, Tanah kosong, Tanah kota yang meningkat pada tahun 2021. Sebaliknya terdapat pula penyempitan lahan yaitu Sawah beririgasi pada tahun 2020 dan Sungai pada tahun 2021. Beberapa kajian studi telah dilakukan sebelumnya oleh para peneliti terkait dengan perubahan guna lahan dan tutupan lahan. Sebagai contoh, kajian tentang perubahan tutupan lahan di bagian wilayah benua Afrika selama kurun waktu sepuluh tahun.(Fardilla dkk, 2023)
Berdasarkan pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa Perubahan Penggunaan Lahan dapat memengaruhi distribusi dari Land Surface Temperature atau suhu dari permukaan tanah tersebut yang diakibatkan dengan banyaknya penggunaan lahan dan penyempitan lahan yang terjadi di Kota Padang. Maka dari hal tersebut, perlu dilakukannya suatu kajian guna mengidentifikasi dampak dari perubahan penggunaan lahan tersebut yang mana dapat memengaruhi persebaran suhu dari permukaan tanah. Adapun kajian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan Geomatika yaitu menggunakan metode Penginderaan Jauh.
Dengan semakin berkembangnya teknologi penginderaan jauh yang saat ini dapat menghasilkan citra satelit dengan resolusi yang cukup tinggi, maka salah satu implementasinya adalah dapat digunakan untuk menghitung perubahan luasan tutupan lahan, Penggunaan data penginderaan
jauh memungkinkan untuk mendapatkan data spasial yang akurat dan cepat dalam waktu yang relatif singkat.(Muzaky & Jaelani, 2019)
1.2. Rumusan Masalah
Permasalahan yang muncul dari latar belakang yang telah dijabarkan sebelumnya adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana distribusi suhu permukaan tanah di Kota Padang dan daerah sekitarnya pada tahun 2021,2022,2023 ?
2. Bagaimana pengaruh perubahan tutupan lahan terhadap suhu permukaan tanah di Kota Padang ?
3. Bagaimana fenomena Urban Heat Island di Kota Padang dan daerah sekitarnya ?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi dan mengkaji distribusi suhu permukaan tanah (LST) Kota Padang dan daerah sekitarnya
2. Mengkaji pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap suhu permukaan (LST) di Kota Padang dan daerah sekitarnya
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dihasilkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai bahan referensi untuk membantu dalam mengawasi perubahan penggunaan lahan yag dapat memengaruhi LST, seperti perubahan dari hutan ke pertanian atau perumahan.
2. Berguna untuk membantu dalam mengelola sumber daya alam lebih efektif, seperti mengoptimalkan penggunaan lahan pertanian atau perumahan.
1.5. Batasan Masalah
Adapun Batasan Masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Wilayah penelitian yang dilakukan yaitu di Kota Padang
2. Data citra yang digunakan adalah citra satelit Landsat 8 OLI/TIRS untuk tahun 2021,2022, dan 2023
3. Wilayah pusat kota dalam penelitian ini adalah wilayah yang padat dengan bangunan industry dan pemukiman dan merupakan pusat keramaian.
4. Metode klasifikasi penggunaan lahan menggunakan metode klasifikasi terbimbing (Supervised Classification)
5. algoritma yang digunakan untuk mendapatkan nilai suhu permukaan adalah algoritma Mono- window Brightness Temperature.
6. Pengolahan data dilakukan pada satu waktu per tahun.
7. Analisa dilakukan berdasarkan perubahan penggunaan lahan yang kemudian dibandingkan dengan data suhu permukaan Kota Padang pada tahun 2021, 2022, dan 2023 menggunakan persamaan regresi linier.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kota Padang
Kota Padang adalah kota terbesar di pantai barat Pulau Sumatera sekaligus ibu kota dari provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Kota ini merupakan pintu gerbang barat Indonesia dari Samudra Hindia. Padang memiliki wilayah seluas 694,96 km² dengan kondisi geografi berbatasan dengan laut dan dikelilingi perbukitan dengan ketinggian mencapai 1.853 mdpl. Berdasarkan data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kota Padang tahun 2014, kota ini memiliki jumlah penduduk sebanyak 1.000.096 jiwa. Padang merupakan kota inti dari pengembangan wilayah metropolitan Palapa (Wulandari, 2016). Secara geografis Kota Padang terletak di pantai barat pulau Sumatera, dengan luas keseluruhan 694,96 km² atau setara dengan 1,65% dari luas provinsi Sumatera Barat. Lebih dari 60% dari luas Kota Padang berupa perbukitan dan kawasan hutan lindung. Hanya sekitar 205,007 km² wilayah yang merupakan daerah efektif perkotaan. Daerah perbukitan membentang di bagian timur dan selatan kota. Bukit-bukit yang terkenal di Kota Padang di antaranya adalah Bukit Lampu, Gunung Padang, Bukit Gado-Gado, dan Bukit Pegambiran. Kota Padang memiliki garis pantai sepanjang 68,126 km di daratan Sumatera.
Secara geografis, Kota Padang berada di antara 00° 44’ 00” dan 1° 08’ 35’’ LU serta antara 100°
05’ 55’’ dan 100° 34’ 09’’ BT. Ketinggian wilayah Kota Padang sangat bervariasi, yaitu antara 0 – 1853 m di atas permukaan laut dengan daerah tertinggi adalah Kecamatan Lubuk Kilangan. Batas- batas wilayah Kota Padang : Secara Administratif, Kota Padang memiliki 11 Kecamatan dan 104 Kelurahan. 11 Kecamatan tersebut adalah Kecamatan Padang Barat, Padang Selatan, Padang Timur, dan lain-lain. Kota Padang juga memiliki wilayah perairan yang dihiasi oleh 19 pulau kecil yang masuk dalam wilayah administrasi Kota Padang. Kesembilan belas pulau tersebut tersebar pada 3 Kecamatan.(Mandala, 2022)
Kondisi penduduk Kota Padang tahun 2024 menunjukkan peningkatan jumlah penduduk yang signifikan. Berdasarkan data kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri, jumlah penduduk Kota Padang mencapai 934,85 ribu jiwa pada akhir tahun 2023, yang berarti meningkat sekitar 16,26% dari total penduduk Provinsi Sumatera Barat. Kota Padang menjadi wilayah dengan penduduk terbanyak di Sumatera Barat, dengan persentase sebesar 16,26% dari total penduduk provinsi. (Statistik, 2024)
Gambar 2.1 Letak Geografis Kota Padang (Sumber : Irwan, 2021)
2.2. Perubahan Penggunaan Lahan
Tutupan lahan adalah permukaan fisik suatu lahan, sedangkan penggunaan lahan adalah ekspresi dari interaksi antara lingkungan dengan aktivitas manusia yang mencoba untuk membuat lingkungannya sesuai dengan kehidupan dan kebutuhannya. Penggunaan lahan merupakan penyebab penting dari perubahan lingkungan dunia). Perubahan tutupan dan penggunaan lahan yang diagregasi secara global menunjukkan bahwa perubahan-perubahan tersebut secara signifikan memengaruhi aspek-aspek utama dari sistem fungsional di bumi. Perubahan tutupan dan penggunaan lahan disebabkan oleh berbagai faktor pendorong dan aktor-aktor yang memicu laju perubahan tertentu. Fakta bahwa perubahan lanskap dapat dikelola secara efektif melalui pemahaman terhadap penyebab utamanya telah mendorong penelitian yang terkonsentrasi pada definisi dan klasifikasi dari penyebab-penyebab tersebut. Gaveau et al. (2009) menyatakan bahwa secara umum perubahan tutupan dan penggunaan lahan tidak hanya disebabkan oleh satu penyebab tetapi kombinasi dari berbagai penyebab dalam kondisi tertentu. Penyebab perubahan lahan dapat dibagi menjadi penyebab dasar dan penyebab langsung. Penyebab langsung adalah aktivitas atau tindakan manusia yang secara langsung memengaruhi penggunaan lahan, sedangkan penyebab dasar adalah proses yang mendasar seperti dinamika populasi manusia atau kebijakan pertanian. Demikian juga aktor sebagai pihak yang membuat keputusan atas tindakan mereka terhadap lahan, dapat dibagi menjadi aktor yang memengaruhi penyebab dasar dan aktor yang secara langsung mengubah lahan.(Juniyanti dkk, 2020)
Alih fungsi lahan dalam arti perubahan penggunaan lahan, pada dasarnya tidak dapat dihindarkan dalam pelaksanaan pembangunan. Pertumbuhan penduduk yang pesat serta bertambahnya tuntutan kebutuhan masyarakat akan lahan, seringkali mengakibatkan benturan kepentingan atas penggunaan lahan serta terjadinya ketidaksesuaian antara penggunaan lahan dengan rencana peruntukannya. Sedangkan lahan itu sendiri bersifat terbatas dan tidak bisa ditambah kecuali dengan kegiatan reklamasi. Keterbatasan lahan di perkotaan juga menyebabkan kota berkembang secara fisik ke arah pinggiran kota. (Eko & Rahayu, 2015) Pada dasarnya, perubahan jenis penggunaan lahan merupakan alih fungsi suatu lahan yang secara umum menyangkut transformasi dalam hal pengalokasian sumber daya lahan yang ada dari satu penggunaan beralih ke penggunaan yang lainnya. Perhatian utama dari perubahan jenis penggunaan lahan itu sendiri terfokus pada proses alih fungsi lahan yang dulunya lahan pertanian ke non pertanian. Adanya perubahan dalam penggunaan lahan secara umum di pengaruhi oleh adanya dua hal, yaitu yang pertama mengenai kebutuhan penduduk yang semakin hari semakin meningkat sehingga kebutuhannya harus terpenuhi, dan yang kedua yaitu seiring berkembangnya zaman maka tuntutan akan mutu hidup harus lebih ditingkatkan.(Sultoni, 2014).
Gambar 2.2 Perubahan lahan yang diubah menjadi pemukiman (Sumber : Jun, 2019)
2.3. Land Surface Temperature
Suhu permukaan daratan yang dikendalikan oleh fluks energi gelombang panjang yang kembali ke atmosfer, sangat tergantung pada keadaan parameter permukaan lainnya seperti albedo, kelembaban permukaan, kondisi dan tingkat vegetasi.(Sasky dkk, 2017) Meningkatnya jumlah penduduk diperkotaan semakin mengurangi ketersediaan lahan perkotaan. Biasanya, pemanfaatan lahan diperkotaan dominan beralih fungsi menjadi kegiatan yang lebih kepada pembangunan fisik dan bernilai ekonomi. Misalnya, pembangunan gedung perkantoran, perumahan, hotel, mall dan lain sebagainya. Adanya alih fungsi lahan tersebut maka berakibat pada berkurangnya ruang terbuka hijau sehingga pada titik tertentu dikhawatirkan akan muncul masalah baru diperkotaan. Masalah baru yang muncul di wilayah perkotaan misalnya kenaikan suhu permukaan tanah seiring dengan berkurangnya ruang terbuka hijau. Selama ini, masyarakat umum hanya mengenal informasi suhu dan cuaca yang berada di udara. Misalnya, informasi suhu harian yang sering diperoleh melalui media smartphone atau informasi cuaca dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika.(Wiguna & Sonata, 2018)
Suhu permukaan tanah adalah keadaan yang dikendalikan oleh keseimbangan energi permukaan, atmosfer, sifat termal dari permukaan, dan media bawah permukaan tanah. Land surface temperature merupakan fenomena penting dalam perubahan iklim global. Seiring meningkatnya kandungan gas rumah kaca di atmosfer, maka land surface temperature juga akan meningkat. Hal ini akan mengakibatkan mencairnya gletser dan lapisan es dan mempengaruhi vegetasi daerah tersebut. Dampaknya akan lebih banyak di daerah monsun, karena curah hujan tidak dapat diprediksi mengakibatkan banjir dan kenaikan permukaan air laut. (Guntara, 2016).
Distribusi LST perlu diketahui pada suatu wilayah, agar dapat diketahui daerah mana saja yang mengalami kenaikan suhu permukaan dan selanjutnya dapat digunakan dalam proses perencanaan penggunaan dan pemanfaatan lahan. Distribusi LST ini dapat dilakukan menggunakan metode penginderaan jauh dengan memanfaatkan data citra satelit, seperti Landsat, NOAA, dan MODIS.(Faradiva dkk, 2020).
Gambar 2.3 Land Surface Temperature yang terjadi di Kota Beijing (Sumber : Qiong Wu dkk, 2019)
2.4. Penginderaan Jauh
Penginderaan jarak jauh adalah pengukuran atau akuisisi data suatu objek atau fenomena oleh sebuah alat yang tidak secara fisik melakukan kontak dengan objek tersebut atau dari jarak jauh, misalnya dari pesawat, pesawat luar angkasa, satelit, dan kapal. Contoh Penginderaan jauh antara lain satelit pengamatan bumi, satelit cuaca, memonitor janin dengan ultrasonik, dan wahana luar angkasa yang memantau planet dari orbit. nderaja berasal dari bahasa Inggris remote sensing, bahasa Prancis télédétection, bahasa Jerman Fernerkundung, bahasa Portugis sensoriamento remota, bahasa Spanyol perception remote, dan bahasa Rusia distantionaya. Pada masa modern, istilah penginderaan jauh mengacu kepada teknik yang melibatkan instrumen pada pesawat atau pesawat luar angkasa dan dibedakan dengan Penginderaan lainnya seperti penginderaan medis atau fotogrametri. Walaupun semua hal yang berhubungan dengan astronomi sebenarnya adalah penerapan dari penginderaan jauh (Penginderaan jauh yang intensif), istilah Penginderaan jauh umumnya lebih kepada yang berhubungan dengan terestrial dan pengamatan cuaca.(Harris, 2019)
Penginderaan jauh sistem termal adalah penginderaan jauh yang memanfaatkan pancaran suhu suatu benda. Semua benda memancarkan panas yang disebabkan oleh gerak acak partikelnya. Gerak acak ini menyebabkan geseran antara partikel benda dan menimbulkan peningkatan suhu sehingga permukaan benda itu memancarkan panasnya. Pada penginderaan jauh sistem termal memanfaatkan gelombang inframerah termal untuk melakukanestimasi suhu permukaan. Pada penginderaan jauh sistem termal, Radiasi yang dipancarkan oleh objek direkam untuk mendapatkan estimasi suhu permukaan bumi. Pengukuran ini ditentukan oleh suhu radian (Trad) yang merupakan suhu terekam di citra. Suhu radian (Trad) merupakan suhu actual yang diperoleh dari pengukuran menggunakan teknik penginderaan jauh. Dengan kata lain, suhu radian merupakan suhu hasil ekstraksi atau yang direkam pada citra penginderaan jauh. Suhu radian tergantung pada suhu kinetik objek (Tkin) dan emisivitasnya. (Wiguna, 2017)
Gambar 2.4 Penginderaan Jauh untuk Land Surface Temperature
(Sumber : Saintif,2022)
2.5. Supervised Classification
Klasifikasi terbimbing adalah klasifikasi yang dilakukan dengan arahan analis (supervised), dimana kriteria pengelompokkan kelas ditetapkan berdasarkan penciri kelas (class signature) yang diperoleh melalui pembuatan area contoh (training area). Sedangkan, klasifikasi tidak terbimbing merupakan klasifikasi dengan pembentukan kelasnya sebagian besar dikerjakan oleh komputer.
Kelas-kelas atau klaster yang terbentuk dalam klasifikasi ini sangat bergantung kepada data itu sendiri, yaitu dikelompokkannya piksel-piksel berdasarkan kesamaan atau kemiripan spektralnya.
Metode Klasifikasi Terbimbing diawali dengan pembuatan daerah contoh untuk menentukan
penciri kelas. Kegiatan tersebut merupakan suatu kegiatan mengidentifikasi prototife (cluster) dari sejumlah piksel yang mewakili masing-masing kelas atau kategori yang diinginkan dengan menentukan posisi contoh dilapangan dengan bantuan peta tutupan lahan sebagai referensi untuk setiap kelasnya.(Tomi, 2018)
Klasifikasi terbimbing adalah salah satu pendekatan pengenalan pola yang paling populer, yang telah dipelajari secara luas dan diterapkan pada banyak domain, seperti bioinformatika, pengenalan aktivitas manusia, peramalan kejadian langka, pengambilan informasi, pengenalan wajah, identifikasi sidik jari, Internet of Things, dan banyak lagi. baru-baru ini COVID-19 (juga disebut sebagai novel Coronavirus, 2019-nCOV, dan SARS-CoV-2).(Loyola-González dkk, 2020) Jika dua kelas atau lebih sangat mirip satu sama lain dalam hal reflektansi spektralnya, kesalahan klasifikasi akan cenderung tinggi. Klasifikasi yang diawasi memerlukan perhatian yang cermat terhadap pengembangan data pelatihan. Jika data pelatihan buruk atau tidak representatif, maka hasil klasifikasi juga akan buruk. Oleh karena itu, klasifikasi yang diawasi umumnya memerlukan lebih banyak waktu dan uang dibandingkan dengan klasifikasi tanpa pengawasan.(Loyola- González et al., 2020)
Gambar 5 Hasil Contoh dari Supervised Classification
(Sumber : Jay Johnson, 2012)
2.6. Mono-Window Brightness Temperature
Algoritma mono-window untuk mengambil suhu permukaan tanah (LST) dari data inframerah termal, seperti Landsat 8 TIRS Band 10, merupakan versi perbaikan dari algoritma mono-window asli. Algoritme ini memerlukan tiga parameter penting: emisivitas tanah, transmitansi atmosferik, dan suhu atmosfer rata-rata efektif yang sesuai untuk data Landsat 8 TIRS Band 10. Algoritme ini dirancang untuk mengambil LST dengan menggunakan suhu kecerahan data pita termal, dengan mempertimbangkan efek transmisi atmosfer dan emisivitas tanah.
Algoritme mono-jendela didasarkan pada premis bahwa suhu kecerahan data pita termal merupakan fungsi dari suhu permukaan tanah dan kondisi atmosfer. Algoritme ini menggunakan suhu kecerahan yang diamati dari data pita termal untuk memperkirakan suhu permukaan tanah, dengan mempertimbangkan efek transmisi atmosfer dan emisivitas tanah. Algoritme mono- window yang ditingkatkan merupakan penyempurnaan dari algoritma mono-window asli, yang
dikembangkan untuk data Landsat TM. Algoritme yang ditingkatkan lebih akurat dan cocok untuk data Landsat 8 TIRS Band 10, yang memiliki fungsi respons spektral berbeda dibandingkan Landsat TM. Algoritme yang ditingkatkan juga lebih kuat dan dapat menangani kondisi atmosfer dan emisivitas permukaan tanah yang lebih luas.(Qin dkk., 2001)
Singkatnya, algoritma mono-window menawarkan beberapa keuntungan, termasuk kesederhanaan, peningkatan akurasi, ketahanan terhadap kondisi atmosfer, sensitivitas rendah terhadap kesalahan emisivitas, penerapan yang luas, dan kepraktisan. Keunggulan ini menjadikannya alat yang berharga untuk pengambilan LST dan pilihan populer di kalangan peneliti dan praktisi. Adapun manfaat yang lain di dalam algoritma mono-window ini adalah Koreksi Atmosfer yang Disederhanakan, Algoritme mono-jendela hanya memerlukan tiga parameter penting: emisivitas tanah, transmisi atmosfer, dan suhu atmosfer rata-rata efektif.
Penyederhanaan ini menjadikan algoritma lebih praktis dan mudah diimplementasikan dibandingkan metode lain yang membutuhkan lebih banyak parameter dan Ketahanan terhadap Kondisi Atmosfer, Algoritme ini kurang sensitif terhadap kesalahan suhu udara dekat permukaan dan kandungan uap air atmosfer dibandingkan metode lainnya. Hal ini membuatnya lebih kuat di lingkungan dengan suhu dan kelembapan tinggi.(Wang dkk, 2015).
Gambar 2.6 Penjelasan serta rumus dari algoritma Mono-Window Brightness Temperature (Sumber : GIS StackExchange, 2021)
2.7. ENVI
ENVI (The Environment For Visualizing Images) adalah sistem pemrosesan gambar digital revolusioner yang dirancang untuk berbagai kebutuhan spesifik dari mereka yang biasanya menggunakan data penginderaan jauh satelit atau fotografi udara. Ini memberikan visualisasi dan analisis gambar yang komprehensif dalam berbagai ukuran dan jenis dalam lingkungan yang inovatif dan ramah pengguna(Guntara, 2014). ENVI dirancang sangat fleksibel dan mampu menangani informasi geospasial yang kompleks, termasuk data multispektral, hiperspektral, dan LiDAR. Ini mendukung berbagai metadata untuk mendeskripsikan karakteristik gambar dan didukung secara luas oleh perangkat lunak komersial dan sumber terbuka di bidang penginderaan jauh, menjadikannya pilihan populer untuk menyimpan dan berbagi data geospasial.(Esri, 2024)
ENVI juga merupakan perangkat lunak pemrosesan dan analisis gambar komprehensif yang dirancang untuk berbagai kebutuhan spesifik bagi mereka yang biasanya menggunakan data penginderaan jauh satelit atau fotografi udara. Ini menyediakan berbagai alat dan fungsi yang menjadikannya pilihan populer di kalangan profesional di bidang penginderaan jauh dan GIS. ENVI mempunyai tiga jendela utama: Jendela Tampilan Utama untuk menampilkan seluruh gambar dalam resolusi penuh, Jendela Gulir untuk menampilkan seluruh gambar dalam suatu file, dan Jendela Zoom untuk menampilkan versi jendela tampilan utama yang diperbesar. Memiliki beberapa menu utama antara lain Manajemen File, Manajemen Tampilan, Fungsi Tampilan
Interaktif, Alat Dasar, Klasifikasi, Transformasi, Filter, Alat Spektral, Alat Peta, Alat Vektor, Alat Topografi, dan Alat Radar.(Bakar, 2011)
Gambar 2.7 Aplikasi ENVI (Sumber : Geo University, 2024)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menganalisis tentang bagaimana pengaruh perubahan tutupan lahan terhadap distribusi suhu permukaan tanah di Kota Padang dan daerah sekitarnya. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan geomatika yaitu menggunakan metode Penginderaan Jauh. Nilai suhu permukaan didapat dari kanal inframerah termal yang diekstraksi menggunakan algoritma Mono-window Brightness Temperature yang kemudian hasilnya di- overlay dengan peta tutupan lahan hasil klasifikasi terbimbing sehingga diketahui pengaruh perubahan tutupan lahan terhadap distribusi suhu permukaan. Hasil dari penelitian ini adalah peta tutupan lahan, peta kerapatan vegetasi dan distribusi spasial suhu permukaan.
3.2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kota Padang, Kota Padang berada di antara 00° 44’ 00” dan 1° 08’
35’’ LU serta antara 100° 05’ 55’’ dan 100° 34’ 09’’ BT. Ketinggian wilayah Kota Padang sangat bervariasi, yaitu antara 0 – 1853 m di atas permukaan laut dengan daerah tertinggi adalah Kecamatan Lubuk Kilangan. Batas-batas wilayah Kota Padang : Secara Administratif, Kota Padang memiliki 11 Kecamatan dan 104 Kelurahan. 11 Kecamatan tersebut adalah Kecamatan Padang Barat, Padang Selatan, Padang Timur, dan lain-lain.
3.3. Alat dan Bahan
1. Perangkat KerasNama Perangkat Keras Fungsi
Laptop Pembuatan Laporan dan Pengolahan Data
Harddisk Penyimpanan File-file data
2. Perangkat Lunak
Nama Perangkat Lunak Fungsi
Software ENVI Pengolahan Data
Software ArcGIS Pengolahan Data
Software Word Pembuatan Laporan