Fakultas Psikologi Diserahkan Kepada:
Universitas Kristen Maranatha Serena Wijaya, M.Psi., Psikolog
Bandung Tessalonika Sembiring, M.Psi.,Psikolog
Psikologi Keluarga Tugas Pertemuan 6
Disusun Oleh :
Yules Gerion 2130001
Jennifer Valencia 2130096 Agnes Diva Pricilla 2130101 Aurelia Averil A. A. 2130114 Chianna Francesca Gomed 2130147
Kelas D Kelompok 2
Diserahkan pada tanggal:
Setiap kelompok mencari 1 kasus tentang komunikasi dari kehidupan nyata mahasiswa. Kemudian bahas kasus tersebut dengan teori komunikasi yang sudah diberikan.
I. Kasus
Saya seorang mahasiswa semester 5, saya memiliki pasangan yang berbeda agama dengan saya. Saya menjalin hubungan dengan pacar saya secara diam-diam dari keluarga saya. Keluarga saya sangat tidak terima ketika anaknya berpacaran dengan berbeda keyakinan. Dari awal kami melakukan pendekatan hingga saat ini saya berasumsi bahwa mereka tahu saya sedang dekat dengan seorang laki-laki akan tetapi saya takut untuk membicarakannya terutama pada ayah saya.
Satu hari ayah saya bertanya pada saya apakah saya sudah memiliki pacar. Saya menjawab belum karena saya belum berani untuk memberitahunya. Kami backstreet selama kurang lebih beberapa bulan.
Hingga akhirnya keluarga saya berusaha mencari tahu mengenai hal ini melalui teman saya dengan memberikan pesan singkat kepada teman saya.
Saya merasa terganggu dan merasa tidak enak dengan teman saya hingga akhirnya saya memberanikan diri untuk bercerita.
Saat saya bercerita terutama kepada ayah saya banyak hal yang ditanyakan. Mulai dari suku, dimana rumahnya, sampai dengan agamanya.
Saat itu saya masih belum berani untuk memberitahu agama pasangan saya.
Ayah saya bertanya dengan nada tinggi dan raut muka yang kurang mengenakan. Setelah kejadian tersebut hampir setiap hari saya dinasihati untuk tidak berpacaran dengan yang berbeda agama. Sampai dimana akhirnya orang tua saya tidak menyetujui hubungan kami karena orangtua saya mengetahui bahwa dirinya tidak melanjutkan kuliah dan langsung bekerja.
Saya kesal dan hanya mengiyakan kemauan mereka sehingga sampai saat ini orang tua saya hanya mengetahui bahwa saya sudah mengakhiri hubungan saya yang nyatanya masih berlanjut.
II. Teori
Stres kehidupan dan krisis keluarga
● Stres, ketegangan, frustrasi dan kecemasan memiliki dampak hidup modern.
● Perbedaan dari keluarga fungsional dan disfungsional ada pada reaksi terhadap situasi stres
● Krisis keluarga terjadi apabila menghadapi rintangan untuk mencapai goal dan tidak dapat diatasi dengan strategi pemecahan masalah yang biasa dilakukan.
Jenis krisis:
● Krisis perkembangan (krisis kematangan): krisis yang secara spesifik terkait dengan tugas-tugas perkembangan keluarga maupun individu anggotanya.
● Krisis situasional: keguguran/aborsi, diperkosa, adopsi, perpisahan, perceraian, kematian anggota keluarga, orang tua tunggal, kelahiran anak yang cacat, bunuh diri, kehilangan pekerjaan, penyalahgunaan zat-zat adiktif, kemiskinan, pandemi, dan lain-lain.
Pola komunikasi yang patologis
● Komunikasi yang sehat-sehat memerlukan dua orang atau lebih untuk berusaha berbagi fokus perhatian yang sama dan berbagi makna.
● Dalam semua keluarga, kata-kata yang diucapkan merupakan sarana paling efektif untuk bertukar informasi faktual namun banyak interaksi emosional diekspresikan melalui pesan-pesan nonverbal seperti gestur,
nada suara, ekspresi wajah, jarak fisik antar keluarga manakala mereka berinteraksi. Kadang-kadang diam merupakan pesan yang sangat kuat.
● Keluarga disfungsional: anggota keluarga berkata-kata tapi tidak berkomunikasi atau memalingkan wajah dan menghindari kontak mata ketika seseorang sedang berbicara.
● Jenis pola komunikasi yang patologis:
○ Komunikasi tersamar : mystification
Mystification digunakan untuk menggambarkan bagaimana keluarga mengelola konflik dan sudut-sudut pandang yang bertentangan dengan cara menyamarkan, mengaburkan, atau menutupi apa yang sebenarnya terjadi di antara para anggota keluarga, cara-cara tersebut tidak akan menyelesaikan konflik.
Fungsi utamanya adalah mempertahankan status quo bisa satu atau lebih anggota keluarga mengancam status quo dengan cara mengekspresikan perasaan-perasaannya.
Melalui mystification, orang tua mengingkari atau menolak apa yang dirasakan atau dialami anak, apapun yang dikatakan anak dianggap tidak benar-benar terjadi. Orang tua merasa bahwa mereka tahu lebih baik mengenai apa yang dialami anak; persepsi anak tidak berdasar (tidak valid). Bila pola ini berulang, anak mulai meragukan validitas perasaan perasaan dan pikiran-pikirannya sendiri sehingga lambat laun akan menarik diri ke arah schizophrenia.
● Pola-pola komunikasi dan relasi antar manusia mungkin berbentuk:
○ Komplementer, perilaku pihak yang satu merupakan komplemen perilaku pihak lain bila A asertif, B menjadi
submisif, yg mendorong A untuk lebih asertif, selanjutnya membuat B lebih submisif dst. Interaksi komplementer berdasarkan pada ketidaksetaraan dan maksimalisasi perbedaan.
III. Analisa
Kasus diatas menggambarkan adanya konflik yang terjadi dan kurang adanya komunikasi yang baik dalam keluarga tersebut yang terlihat dimana S menyembunyikan hubungannya dengan pasangannya.
Orang tua subjek menggunakan mystification dimana saat anaknya bercerita bahwa ia berpacaran dengan laki-laki beda agama, ayahnya mulai emosi dan menolak apa yang dialami dan dirasakan anaknya sehingga membuat anaknya mengambil keputusan untuk berbohong.
Anaknya menggunakan komunikasi tersamar dengan menyembunyikan bahwa dia berpacaran dengan laki-laki beda agama dan menutupi apa yang sebenarnya terjadi. Setelah dinasehati, anak tersebut tetap menyembunyikan bahwa mereka masih berpacaran sehingga konflik tidak dapat diselesaikan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Thoburn J.W., Thomas L. S. (2016). Family Psychology, Theory, Research, and Practice. Praeger.
Goldenberg, I. & Goldenberg, H. (1995). Family Therapy: An Overview.
Monterey California; Brooks/Cole Publishing Company.