• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Makan dan Status Gizi Keluarga Etnis Tionghoa di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pola Makan dan Status Gizi Keluarga Etnis Tionghoa di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang Tahun 2014"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

POLA MAKAN DAN STATUS GIZI KELUARGA ETNIS TIONGHOA DI KELURAHAN ASAM KUMBANG

KECAMATAN MEDAN SELAYANG TAHUN 2014

SKRIPSI

Oleh:

SUSIANITA PANGARIBUAN NIM: 101000116

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

POLA MAKAN DAN STATUS GIZI KELUARGA ETNIS TIONGHOA DI KELURAHAN ASAM KUMBANG

KECAMATAN MEDAN SELAYANG TAHUN 2014

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

SUSIANITA PANGARIBUAN 101000116

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

ABSTRAK

Pola makan pada etnis Tionghoa dipenggaruhi oleh faktor budaya yang telah ada secara turun-temurun. Pola Makan mempengaruhi keluarga dalam menentukan menu makanan sehari-hari.

Penelitian ini merupakan penelitian survei yang bersifat deskriptif dengan tujuan untuk mengetahui pola makan dan status gizi keluarga etnis Tionghoa di Kecamatan Asam Kumbang Kelurahan Medan Selayang. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga etnis Tionghoa di Kecamatan Asam Kumbang Kelurahan Medan Selayang yaitu sebanyak 104 keluarga. Sampel adalah sebagian dari populasi yang dipilih sebanyak 51 Keluarga. Pengumpulan data pola makan mengunakan formulir Food List dan Food Frequency. Data status gizi diperoleh dengan menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap hari (selalu) keluarga etnis Tionghoa mengonsumsi nasi, lauk pauk dan sayur, tetapi untuk buah-buahan tidak setiap hari. Konsumsi energi keluarga etnis Tionghoa baik dilihat dari 78,4 % yang cukup (≥AKEK) dan konsumsi protein 96,1 % yang cukup (≥AKPK). Pendistribusian makanan memprioritaskan pada ayah. Makanan dengan nilai tinggi etnis Tionghoa adalah daging babi. Tabu makanan etnis Tionghoa adalah daging sapi. Status gizi keluarga etnis tionghoa berada para katagori normal.

Berdasarkan hasil penelitian, diharapkan pendistribusian makanan pada keluarga berdasarkan kebutuhan zat gizi, perlu siklus menu sehingga makanan lebih teratur dari segi jenis, frekuensi dan jumlah maupun variasi makanan yang disajikan.

(4)

ABSTRACT

Food consumption pattern of Tionghoa ethnic is affected by cultur factor that has existed among generations. The family in choose the daily food menu. This study is a descriptive survey in order to the food consumption pattern and nutritional status of the ethnic Tionghoa family at kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Meda n Selayang. The population in this study are all ethnic Tionghoa family at Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang that is 104 families. The sample is a portion of the population that is 51 Families. Data collection forms using diet Food List and Food Frequency. Nutritional status data obtained by weighing and measuring the height

The results showed that every day ( always ) ethnic Tionghoa families eat rice, meat and vegetables but fruits not every day. Good energy consumption of ethnic Tionghoa families can see from 78.4 % consume adequate energy ( ≥AKEK ) and for protein consumption 96.1 % consume adequate protein (≥AKPK). Father to be a priority in the distribution of food. ethnic Tionghoa families food with high value is pork. Ethnic Tionghoa families Food tabo is beef. Nutritional status of the family are in the normal category

Based on this resea rch, it is expected distribution of food in the family based on nutritional needs, important to have menu cycle so that the food well-organized terms kind of food, frequency of food and the amount of food nor variation of food.

(5)

RIWAYAT HIDUP

Nama : SUSIANITA PANGARIBUAN

Tempat/Tanggal Lahir : Medan/ 20 September 1991 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan

Anak ke : 2 dari 2 Bersaudara

Status Perkawinan : Belum Menikah

Alamat Rumah : Jl. Darusalam Gg. Sempurna No.3 Medan Riwayat Pendidikan :

1. TK Santo Thomas 1 Medan : 1996-1997

2. SD Santo Thomas 2 Medan : 1997-2003

3. SMP Santo Thomas 3 Medan : 2003-2006

4. SMA Santo Thomas 3 Medan : 2006-2009

5. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara: 2010-2014 Riwayat Organisasi:

1. Unit Kegiatan Mahasiswa Persekutuan Oikumene : 2010-2014 Mahasiswa Kristen FKM (UKM POMK FKM)

2. Anggota Intern Group Campus Concern (IGCC) : 2011- 2013 dan Orang Fokus

3. Pemimpin PIPA (Pendalaman Injil dan : 2012-2013 Pendalaman Alkitab)

(6)

5. Panitia Perayaan Hari Besar Kristen (PHBK) Natal : 2012 FKM USU

6. Anggota Himpunan Mahasiswa Peminatan Gizi Kesehatan : 2013 Masyarakat (HMP Gizi)

7. Panitia “World No Tobacco Day” : 2013

8. Panitia Penyambutan Mahasiswa Baru FKM USU : 2013

9. Panitia Perayaan Dies Natalis FKM USU : 2013

10.Panitia Seminar Stres dan Gangguan Jiwa : 2013 Dalam Prespektif Kristen

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yesus Kristus, untuk segala kasih dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Pola Makan dan Status Gizi Keluarga Etnis Tionghoa di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang Tahun 2014”. Skripsi merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis tidak terlepas dari dukungan serta doa dari orang-orang tersayang. Terimakasih kepada orang tua tercinta Humala Pangaribuan dan Tio Rugun Sitompul dan my only one sister Eli Afrina Pangaribuan untuk segala kasih dan sayangnya serta untuk doa, dukungan dan nasehat yang begitu berarti bagi penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesarnya kepada Ibu Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, MSi selaku dosen pembimbing I dan Bapak dr. Muhammad Arifin Siregar, MS selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan, petunjuk dan saran-saran dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai.

Ucapan terima kasih juga tidak lupa penulis sampaikan kepada : 1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S ,selaku Dekan FKM USU

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si ,selaku Ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat

(8)

4. Ibu Ernawati Nasution, SKM, M.Kes ,selaku dosen penguji I dan Bapak Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si ,selaku dosen penguji II serta seluruh Dosen Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat FKM USU.dan seluruh dosen di Fakultas Kesehatan Masyarakat yang telah mengajar dan memberi ilmu sebagai bekal

5. Bapak Marihot serta seluruh staff dan pegawai di FKM USU untuk segala bantuannya

6. Lurah Asam Kumbang dan seluruh warganya yang bersedia membantu peneliti selama melakukan penelitian untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Mamak kedua Uwak Masta dan Kakanda Masta Octavia Simanjuntak, Uwak Dedi dan abangda Dedi Pahisar Simatupang, “The Profesional Hacker” Ade Priani Sagala serta keluarga besar Pangaribuan dan Sitompul untuk doa dan dukungannya.

8. Sahabat terbaik yang sangat banyak membantu saat pelaksanaan penelitian Rosalyn Sitinjak, Elsa Melonika Sembiring, Bertha Nababan, Henrika HDS Gulo dan Erikka Magdalena Panjaitan.

9. Sahabat doa Fredi Siahaan dan sahabat tercinta Dame Margaretha Panjaitan, Lydia Evalyn Hutagaol, Jo Panjaitan, Ely Lasa Tambunan, Rini Simangunsong, Hasiana Marbun, Daniel G Sinaga, Dewi Natalia Marpaung, Robby Postanta Ginting dan Sukri Tambunan untuk waktu, perhatian, kebersamaan, doa dan dukungannya.

(9)

11.Sahabat sepanjang masa yang sama-sama berjuang dari awal memulai perkuliahan di FKM USU Silvina Sri Hartati Manurung, Maraden Frans, Hermin Siagian dan yang lainnya untuk doa dan motivasinya

12.Sahabat terbaik Siti Hardinisah, Elinsa Sihotang, Mira Guslaida, Syahraeni Ayu, Romaito, Damayani dan Olyvia Glantika yang sangat banyak membantu dan memberikan motivasi dalam penyelesaian skripsi ini serta quality time-nya 13.Teman-teman di Peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat Novarida Sianipar,

Joanna Christy, Entywe Habeahan, Lisparyanda, Purnama Sinaga, dan yang lainnya

14.Teman terbaik selama PBL Kakak Desi, Kakak Uma, Beb Asnija, Kakak Dahlia, dan Kakak Fitri serta seluruh keluarga baru yang ada di Desa Sei Musam Kendit yang telah memberikan banyak kenangan dan pelajaran yang berharga selama PBL.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna sehingga. Namun demikian, penulis berharap semoga skrisi ini dapat menjadi sumbangan berguna bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam Ilmu Kesehatan Masyarakat.

Medan, Januari 2015

(10)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

2.2.1 Distribusi Makanan ... 11

2.2.2 Nilai Sosial Makanan ... 12

2.2.3 Tabu Makanan ... 13

2.3 Kebutuhan Gizi Keluarga... 15

2.3.1 Kecukupan Energi Keluarga ... 15

2.3.2 Kecukupan Protein Keluarga ... 17

2.4 Penilaian Status Gizi Keluarga ... 18

2.5 Makanan dan Kebudayaan Tionghoa ... 21

2.6 Kerangka Konsep Penelitian ... 26

(11)

3.6 Aspek Pengukuran ... 30

3.7 Analisa Data ... 33

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 34

4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 34

4.2 Karakteristik Responden ... 37

4.3 Jenis Makanan dan Frekuensi Makan yang Dikonsumsi Keluarga ... 36

4.5 Jumlah Makan ... 39

4.6 Makanan Tradisional ... 41

4.7 Distribusi Makan ... 41

4.8 Jenis Makanan yang mempunyai Nilai Tinggi dan Nilai Rendah ... 44

4.9 Tabu Makanan ... 45

4.10 Status Gizi ... 45

BAB V PEMBAHASAN ... 48

5.1 Jenis Makanan yang Dikonsumsi ... 48

5.2 Frekuensi Makan ... 50

5.3 Jumlah Makan ... 50

5.4 Distribusi Makan ... 52

5.5 Jenis Makan dengan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah ... 52

5.6 Tabu Makan ... 53

5.7 Status Gizi ... 53

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 55

6.1 Kesimpulan ... 55

6.2 Saran ... 66

Daftar Pustaka Lampiran

(12)

Tabel 2.1 Faktor Unit Energi (UE) Menurut Jenis Kelamin

dan Kelompok Umur ... 17 Tabel 2.2 Faktor Unit Protein (UP) Menurut Kelompok Umur ... 18 Tabel 4.1 Distribusi Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kelurahan Asam

Kumbang Kecamatan Medan Selayang Tahun 2014... 37 Tabel 4.2 Karateristik Responden pada keluarga etnis Tionghoa di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang Tahun 2014 ... 38 Tabel 4.3 Distribusi Jenis Makanan dan Frekuensi Makan Sumber Karbohidrat pada

Keluarga Etnis Tionghoa di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang

Pada Tahun 2014 ... 39 Tabel 4.4 Distribusi Jenis Makanan dan Frekuensi Makan lauk pauk pada Keluarga

Etnis Tionghoa di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang

Pada Tahun 2014 ... 40 Tabel 4.5 Distribusi Jenis Makanan dan Frekuensi Makan Sayuran pada Keluarga

Etnis Tionghoa di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang

Pada Tahun 2014 ... 41 Tabel 4.6 Distribusi Jenis Makanan dan Frekuensi Makan Buah pada Keluarga

Etnis Tionghoa di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang

Pada Tahun 2014 ... 42 Tabel 4.7 Distribusi Konsumsi Energi Keluarga Etnis Tionghoa di Kelurahan Asam

Kumbang Kecamatan Medan Selayang

Pada Tahun 2014 ... 43 Tabel 4.8 Distribusi Konsumsi Protein Keluarga Etnis Tionghoa di Kelurahan

Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang

Pada Tahun 2014 ... 43 Tabel 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Makanan Tradisional pada

Keluarga Etnis Tionghoa di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang

Pada Tahun 2014 ... 44 Tabel 4.10Distribusi Responden Berdasarkan Ada atau Tidaknya Prioritas dalam

Pembagian Makanan pada Keluarga Etnis Tionghoa di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang

Pada Tahun 2014 ... 44 Tabel 4.11Distribusi Responden Berdasarkan Prioritas dalam Pembagian Makanan

pada Keluarga Etnis Tionghoa di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang

Pada Tahun 2014 ... 45 Tabel 4.12 Distribusi Responden Berdasarkan Penyediaan Makanan pada Keluarga

(13)

Pada Tahun 2014 ... 45 Tabel 4.13Distribusi Responden Berdasarkan Kegiatan Makan Bersama pada

Keluarga Etnis Tionghoa di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang

Pada Tahun 2014 ... 46 Tabel 4.14 Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Makan Bersama pada

Keluarga Etnis Tionghoa di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang

Pada Tahun 2014 ... 46 Tabel 4.15 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Makanan yang Mempunyai Nilai

Tinggi pada Keluarga Etnis Tionghoa di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang

Pada Tahun 2014 ... 47 Tabel 4.16 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Makanan yang Mempunyai Nilai

Tinggi pada Keluarga Etnis Tionghoa di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang

Pada Tahun 2014 ... 47 Tabel 4.17 Distribusi Responden Berdasarkan Tabu Makanan pada Keluarga Etnis

Tionghoa di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang Pada Tahun 2014 ... 48 Tabel 4.18 Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Rentan Gizi pada Keluarga

Etnis Tionghoa di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang

Pada Tahun 2014 ... 49 Tabel 4.19 Distribusi Responden Berdasarkan Katagori Status Gizi pada Bayi dan

Balita ... 49 Tabel 4.20 Distribusi Responden Berdasarkan Katagori Status Gizi pada anak sekolah

dan remaja ... 50

(14)

Lampiran I : Daftar Susunan Anggota Rumah Tangga Lampiran II : Kuesioner Penelitian

Lampiran III : Lembar Formulir Food List Method

Lampiran IV : Lembar Formulir Food Frequency

Lampiran V : Surat Izin Penelitian Lampiran VI : Surat Bukti Penelitian Lampiran VII : Master Data

(15)

ABSTRAK

Pola makan pada etnis Tionghoa dipenggaruhi oleh faktor budaya yang telah ada secara turun-temurun. Pola Makan mempengaruhi keluarga dalam menentukan menu makanan sehari-hari.

Penelitian ini merupakan penelitian survei yang bersifat deskriptif dengan tujuan untuk mengetahui pola makan dan status gizi keluarga etnis Tionghoa di Kecamatan Asam Kumbang Kelurahan Medan Selayang. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga etnis Tionghoa di Kecamatan Asam Kumbang Kelurahan Medan Selayang yaitu sebanyak 104 keluarga. Sampel adalah sebagian dari populasi yang dipilih sebanyak 51 Keluarga. Pengumpulan data pola makan mengunakan formulir Food List dan Food Frequency. Data status gizi diperoleh dengan menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap hari (selalu) keluarga etnis Tionghoa mengonsumsi nasi, lauk pauk dan sayur, tetapi untuk buah-buahan tidak setiap hari. Konsumsi energi keluarga etnis Tionghoa baik dilihat dari 78,4 % yang cukup (≥AKEK) dan konsumsi protein 96,1 % yang cukup (≥AKPK). Pendistribusian makanan memprioritaskan pada ayah. Makanan dengan nilai tinggi etnis Tionghoa adalah daging babi. Tabu makanan etnis Tionghoa adalah daging sapi. Status gizi keluarga etnis tionghoa berada para katagori normal.

Berdasarkan hasil penelitian, diharapkan pendistribusian makanan pada keluarga berdasarkan kebutuhan zat gizi, perlu siklus menu sehingga makanan lebih teratur dari segi jenis, frekuensi dan jumlah maupun variasi makanan yang disajikan.

(16)

ABSTRACT

Food consumption pattern of Tionghoa ethnic is affected by cultur factor that has existed among generations. The family in choose the daily food menu. This study is a descriptive survey in order to the food consumption pattern and nutritional status of the ethnic Tionghoa family at kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Meda n Selayang. The population in this study are all ethnic Tionghoa family at Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang that is 104 families. The sample is a portion of the population that is 51 Families. Data collection forms using diet Food List and Food Frequency. Nutritional status data obtained by weighing and measuring the height

The results showed that every day ( always ) ethnic Tionghoa families eat rice, meat and vegetables but fruits not every day. Good energy consumption of ethnic Tionghoa families can see from 78.4 % consume adequate energy ( ≥AKEK ) and for protein consumption 96.1 % consume adequate protein (≥AKPK). Father to be a priority in the distribution of food. ethnic Tionghoa families food with high value is pork. Ethnic Tionghoa families Food tabo is beef. Nutritional status of the family are in the normal category

Based on this resea rch, it is expected distribution of food in the family based on nutritional needs, important to have menu cycle so that the food well-organized terms kind of food, frequency of food and the amount of food nor variation of food.

(17)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keadaan gizi seseorang berkaitan erat dengan pola makan. Pola makan yang baik biasanya diiringi dengan tingkat keadaan gizi yang baik, atau apabila baik konsumsi makan seseorang maka akan baik pula status gizinya selama seseorang tersebut tidak memiliki faktor-faktor lain yang merugikan seperti penyakit infeksi (Suhardjo, 1986).

Pola makan secara umum dipengaruhi oleh faktor kebudayaan. Kebudayaan menuntun orang dalam berperilaku dan memenuhi kebutuhan dasar biologisnya, termasuk kebutuhan terhadap pangan. Budaya mempengaruhi seseorang dalam menentukan apa yang akan dimakan, bagaimana pengolahan, persiapan, dan penyajian, serta untuk siapa, dan dalam kondisi bagaimana pangan tersebut dikonsumsi (Sulistyoningsih, 2011).

Beragam budaya yang ada maka beragam juga jenis makanan yang tersedia dan beragam juga kebiasaan makannya. Fungsi budaya adalah untuk menjamin kelangsungan hidup dan kesejahteraan masyarakat melalui cara-cara yang teruji untuk memenuhi keperluan manusia seperti kebutuhan pangan (Suhardjo, 1986).

(18)

Kebiasaan makan keluarga dipengaruhi oleh suku/etnis dari mana keluarga tersebut berasal. Setiap suku bangsa mengembangkan cara turun-temurun untuk mencari, memilih, menangani, menyiapkan dan menyajikan makanan. Adat dan tradisi merupakan dasar perilaku dalam beberapa hal berbeda diantara suku yang satu dengan suku yang lain. Suku Melayu memiliki kecenderungan menyukai makanan yang manis-manis sedangkan suku Minang umumnya menyukai makanan yang pedas dan bersantan (Febrianti, 2003)

Penyediaan makanan dalam keluarga sangat berpengaruh pada perilaku dan daya beli masyarakat serta pola konsumsi dan kebiasaan makan, dimana pola konsumsi dan kebiasaan makan dalam keluarga memberi dampak pada distribusi makanan antar anggota keluarga. Tidak sedikit keluarga yang menerapkan pendistribusian makanan yang didasarkan pada status hubungan keluarga bukan berdasarkan pertimbangan gizi yang diperlukan oleh tubuh (Sediaoetama, 1993).

Dalam masyarakat ada aturan dimana ayah mempunyai prioritas utama atas jumlah dan jenis makanan tertentu dalam keluarga, Apabila hal yang demikian itu masih dianut dengan kuat oleh suatu budaya, maka dapat saja timbul distribusi konsumsi makanan yang tidak baik (mal-nutrition) diantara anggota keluarga (Suhardjo, 1986).

(19)

kepercayaan suku Batak Toba apabila mengonsumsi otak hewan yang disembelih menyebabkan rambutnya akan cepat ubanan (Syahril, 2002).

Dalam masyarakat dikenal istilah nilai sosial terhadap berbagai jenis makanan dan bahan makanan, karena itu masyarakat akan mengkonsumsi bahan makanan dan makanan tertentu yang mempunyai nilai dan dianggap sesuai dengan tingkat naluri pangan yang terdapat pada masyarakat tersebut. Seringkali nilai sosial ini tidak sesuai dengan gizi makanan. Makanan yang mempunyai nilai gizi tinggi diberi nilai sosial rendah dan sebaliknya. Misalnya, beras pecah kulit mempunyai nilai gizi tinggi tetapi dianggap mempunyai nilai sosial yang lebih rendah dibandingkan dengan giling sempurna (Moehji, 1985).

Pengaruh kebiasaan dan kebudayaan yang ada membatasi masyarakat dalam mengonsumsi makanan. Upaya penganekaragaman pangan diharapkan dapat merubah kebiasaan makan ataupun pola makan yang ada dalam masyarakat. Perubahan ini diharapkan agar susunan menu makanan sehari-hari memenuhi kecukupan gizi yang dianjurkan, serta ketergantungan akan satu jenis makanan lambat laun dapat berubah. (Moehji, 1985).

(20)

Pola makan keluarga yang baik akan menghasilkan status gizi keluarga yang baik pula. Status gizi keluarga dapat dikatakan baik bila anggota keluarga yang termasuk dalam kelompok rentan gizi (bayi, balita, anak sekolah, remaja, ibu hamil/menyusui dan lansia) tidak bermasalah dengan status gizinya. Kelompok rentan gizi dipergunakan sebagai acuan status gizi keluarga karena kelompok rentan gizi adalah kelompok rawan yang perlu mendapatkan perhatian lebih dibandingkan kelompok-kelompok lainnya (Husaini, 1996).

Makanan mempunyai fungsi majemuk dalam masyarakat setiap bangsa. Fungsi tersebut bukan hanya sebagai fungsi biologis, tetapi juga fungsi sosial, budaya, dan agama. Makanan erat kaitannya dengan tradisi suatu masyarakat setempat, karena itu makanan memiliki fenomena lokal. Seluruh aspek makanan tersebut merupakan bagian-bagian dari warisan tradisi suatu golongan masyarakat. Makanan dapat digunakan sebagai aset atau modal bagi suatu bangsa untuk mempertahankan nilai kebiasaan dari suatu masyarakat yang dihasilkan oleh masyarakat itu sendiri (Ihroni, 2006).

Di Indonesia terdapat beranekaragam kebudayaan, yang setiap kebudayaan menjadi bagian dari suku bangsa atau subsuku bangsa tertentu. Kemajemukan kebudayaan itu sendiri tentu melahirkan orientasi yang majemuk pula, oleh kerena salah satu fungsi kebudayaan bagi masyarakat adalah sumber nilai yang menjadi objek orientasi (Foster,1986).

(21)

libur nasional, salah satunya adalah perayaan Tahun Baru Imlek. Berdasarkan data Badan Pusat Statistika (BPS) pada tahun 2012 Kota Medan banyaknya etnis Tionghoa yang berdomisili di Kota Medan sebanyak 328.170 jiwa sedangkan jumlah penduduk keseluruhan Kota Medan sebanyak 2.117.224 jiwa. Dari data dapat diketahui bahwa 15,5 % dari penduduk Kota Medan adalah etnis Tionghoa.

Dari seluruh bangsa di dunia, Cina adalah negara yang paling banyak memiliki jenis makanan yang khas. Bagi mereka memasak tidak hanya sekedar membuat masakan, melainkan sebuah seni, mulai berbagai macam teknik pengolahan hingga cara penyajiannya (Suryanto, 1996).

Masyarakat etnis Tionghoa dikenal dengan kemahirannya memasak dan memiliki keanekaragaman makanannya. Tidak sedikit makanan khas etnis Tionghoa yang dikonsumsi pula oleh etnis lain seperti bakpao, dimsum, kwetiau, cap cay, ifu mie, dan lain-lain. Sedikit banyak jenis makanan penduduk Tionghoa mempengaruhi jenis makanan dari penduduk etnis lain.

(22)

Dari penjelasan diatas dapat kita lihat bahwa etnis Tionghoa sangat memperhatikan makanan yang dimakan termasuk keseimbangan asupan kalori. Etnis Tionghoa juga memperhatikan bentuk tubuh (body image), keseimbangan antara berat badan dan tinggi badan. Berbeda dengan etnis Tionghoa lainnya, berdasarkan survei awal, saya melihat etnis Tionghoa yang berada di Kelurahan Asam Kumbang memiliki kecenderungan mengalami kegemukan pada kaum ibu rumah tangganya dari 20 ibu rumah tangga ada 10 ibu rumah tangga yang mengalami kegemukan.

Berdasarkan keadaan yang telah disebutkan di atas, penulis tertarik untuk mengamati pola makan dan status gizi keluarga pada etnis Tionghoa di Kecamatan Asam Kumbang Kelurahan Medan Selayang.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka yang menjadi rumusan masalah penelitian adalah bagaimana pola makan dan status gizi keluarga etnis Tionghoa di Kecamatan Asam Kumbang Kelurahan Medan Selayang.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui pola makan dan status gizi keluarga etnis Tionghoa di Kecamatan Asam Kumbang Kelurahan Medan Selayang.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui jenis makanan yang dikonsumsi oleh keluarga etnis Tionghoa di Kecamatan Asam Kumbang

(23)

3. Untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi keluarga oleh etnis Tionghoa di Kecamatan Asam Kumbang

4. Untuk mengetahui pendistribusian makanan pada keluarga etnis Tionghoa di Kecamatan Asam Kumbang

5. Untuk mengetahui jenis makanan yang mempunyai nilai tinggi dan nilai rendah pada etnis Tionghoa di Kecamatan Asam Kumbang

6. Untuk mengetahui tabu makanan pada etnis Tionghoa di Kecamatan Asam Kumbang

7. Untuk mengetahui status gizi keluarga etnis Tionghoa di Kecamatan Asam Kumbang

1.4 Manfaat penelitian

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pola Makan

Pola makan dapat diartikan sebagai cara seseorang atau sekelompok orang untuk memilih makanan dan mengonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh-pengaruh fisiologi, psikologi, budaya dan sosial (Sulistyoningsih, 2011). Menurut Goan Hong Lie (1985) pola makan adalah berbagai informasi yang diberikan mengenai gambaran jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu.

Pola makan di suatu daerah dapat berubah-ubah sesuai dengan perubahan beberapa faktor ataupun kondisi setempat, yang dapat dibagi dalam tiga kelompok yaitu pertama adalah faktor yang berhubungan dengan persediaan atau pengadaan bahan pangan. Termasuk di sini faktor geografi, iklim, kesuburan tanah berkaitan dengan produksi bahan makanan, sumber daya perairan, kemajuan teknologi, transportasi, distribusi, dan persediaan suatu daerah. Kedua, adalah faktor-faktor dan adat kebiasaan yang berhubungan dengan konsumen. Taraf sosio-ekonomi dan adat kebiasaan setempat memegang peranan penting dalam pola konsumsi penduduk. Ketiga, hal yang dapat berpengaruh di sini adalah bantuan atau subsidi terhadap bahan-bahan tertentu (Santoso dan Ranti, 2004).

(25)

lapar, dan selera, juga mendapat tempat sebagai lambang yaitu lambang kemakmuran, kekuasaan, ketentraman dan persahabatan. Semua faktor di atas bercampur membentuk suatu ramuan yang kompak yang dapat disebut pola konsumsi (Santoso dan Ranti, 2004).

Menurut Khumaidi (1994) pola makan yang terbentuk sangat erat kaitannya dengan kebiasaan makan seseorang. Secara umum faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola makan adalah sebagai berikut :

1. Faktor ekonomi

Variabel ekonomi yang cukup dominan dalam mempengaruhi konsumsi pangan adalah pendapatan keluarga dan harga. Meningkatnya pendapatan akan meningkatkan peluang untuk membeli pangan dengan kuantitas dan kualitas yang lebih baik, sebaliknya penurunan pendapatan akan menyebabkan menurunnya daya beli pangan baik secara kualitas maupun kuantitas.

2. Faktor sosio budaya

Kebudayaan suatu masyarakat mempunyai kekuatan yang cukup besar untuk mempengaruhi seseorang dalam memilih dan mengolah pangan yang akan dikonsumsi. Kebudayaan menuntun orang dalam cara bertingkah laku dan memenuhi kebutuhan dasar biologinya, termasuk kebutuhan terhadap pangan.

3. Agama

(26)

4. Pendidikan

Pendidikan dalam hal ini biasanya dikaitkan dengan pengetahuan, akan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan pemenuhan kebutuhan gizi. 5. Lingkungan

Faktor lingkungan cukup besar pengaruhnya terhadap pembentukan perilaku makan. Lingkungan yang dimaksud dapat berupa lingkungan keluarga, sekolah, serta adanya promosi melalui media elektronik maupun cetak.

2.2 Pola Makan Keluarga

Makanan keluarga adalah makanan yang dihidangkan dalam setiap keluarga setiap harinya. Lengkap tidaknya susunan makanan keluarga ini, tergantung pada kemampuan keluarga itu sendiri untuk menyusun makanan yang diperlukan, adat-istiadat dan pengetahuan keluarga itu dalam hal menyusun makanannya (Maryati, 1997).

(27)

2.2.1 Distribusi Makanan

Pada bagian bahan makanan diolah, dimasak dan dibagikan sebagai hidangan kepada anggota keluarga bila tidak diatur dengan baik akan terjadi persaingan dalam memperoleh bagian masing-masing dari makanan tersebut. Anak yang paling kecil pada umumnya makan lebih lambat dan dalam jumlah yang lebih kecil daripada kakak-kakaknya sehingga mudah tersisihkan dan memperoleh bagian yang terkecil, yang akan mempengaruhi kecukupan gizi bagi keperluan pertumbuhan anak (Sajogyo, 1994).

Pembagian makanan yang tepat kepada setiap anggota keluarga adalah penting untuk mencapai gizi baik. Makanan harus dibagikan untuk memenuhi kebutuhan gizi setiap orang dalam keluarga. Anak, wanita yang mengandung dan ibu yang menyusui harus memperoleh sebagian besar makanan yang kaya protein (Sulistyoningsih, 2011). Dalam masyarakat ada aturan dimana ayah mempunyai prioritas utama atas jumlah dan jenis makanan tertentu dalam keluarga. Apabila hal itu masih dianut dengan kuat oleh suatu budaya, maka dapat saja timbul distribusi konsumsi makanan yang tidak baik (malnutrition) diantara anggota keluarga (Suhardjo, 1986).

Menu makanan yang disajikan harus memenuhi syarat makanan yang sehat. Ibu mempunyai peranan yang penting dalam menentukan menu makanan dan mendistribusikannya. Sehingga sangat diharapkan seorang ibu rumah tangga yang mempunyai pengetahuan tentang gizi (Maryati, 1997)

2.2.2 Nilai Sosial Makanan

(28)

makanan dan makanan tertentu yang mempunyai nilai sosial yang dianggap sesuai dengan tingkat naluri pangan yang terdapat pada masyarakat tersebut. Seringkali nilai sosial tidak sesuai dengan nilai gizi makanan. Makanan yang mempunyai nilai gizi tinggi, diberi nilai sosial yang rendah dan sebaliknya (Sediaoetama, 1989).

Menurut Hertog dan Van Stavensen dalam Khumaidi (1994), fungsi sosial makanan mengandung 8 unsur yaitu:

1. Memenuhi kesenangannya.

2. Ciri-ciri organoleptik yang dimiliki makanan, yaitu ciri yang dapat dirasakan seseorang melalui indranya mempengaruhi seseorang untuk menerima atau menolak makanan tertentu seperti rasa, bau, penampilan, tekstur atau keempukan dan struktur.

3. Makanan sebagai arti budaya, misalnya masyarakat beragama Hindu tidak makan daging sapi.

4. Makanan sebagai fungsi religi dan magis.

5. Selamatan menggunakan nasi kuning, nasi tumpeng. 6. Makanan sebagai fungsi komunikasi.

Dalam upacara perkawinan “saling suap nasi” lambang penyerahan diri

sepenuhnya satu sama lain.

7. Makanan sebagai pernyataan status ekonomi, makanan tertentu lebih tinggi nilai sosialnya dalam masyarakat misalnya makan daging daripada makan tempe. 8. Makanan sebagai fungsi kekuasaan, misalnya makanan suami lebih baik daripada

(29)

2.2.3 Tabu Makanan

Menurut Djaeni (1999) pantangan atau tabu makanan adalah suatu larangan untuk mengonsumsi jenis makanan tertentu karena terdapat ancaman bahaya terhadap barang siapa yang melanggarnya. Kategori tabu makanan:

1 Tabu yang jelas merugikan kondisi gizi dan kesehatan, sebaiknya diusahakan untuk mengurangi, bahkan kalau dapat menghapuskannya.

2 Tabu yang memang menguntungkan keadaan gizi dan kesehatan, diusahakan untuk memperkuatnya dan melestarikannya.

3 Tabu yang tidak jelas pengaruhnya bagi kondisi gizi dan kesehatan dapat dibiarkan sambil dipelajari terus pengaruhnya untuk jangka panjang.

Suatu tabu yang berdasarkan agama disebut haram hukumnya, dan individu yang melanggar tabu disebut dosa karena makanan tertentu dianggap mengganggu kesehatan jasmani atau rohani bagi pemakannya. Sedangkan tabu berdasarkan kepercayaan umumnya mengandung nasehat-nasehat yang baik dan tidak baik yang lambat laun menjadi kebiasaan (adat) terlebih dalam suatu masyarakat yang masih sederhana (Khumaidi, 1994).

(30)

Menurut Simons yang dikutip Suhardjo (1986) telah melakukan penelitian mengenai asal dan menyebarkan tabu makanan seperti di bawah ini:

1. Tabu terhadap makanan karena makanan tersebut asing bagi masyarakat tersebut. Misalnya masyarakat primitif menganggap bahwa binatang yang tidak dikenal adalah media, melalui media ini roh jahat dapat dipindahkan ke tubuh manusia yang memakan makanan tersebut

2. Tabu terhadap makanan karena alasan tidak higienis. Misalnya orang Yahudi menolak makan daging babi dengan alasan higienis. Sebaliknya masyarakat Timur Tengah termasuk bangsa Smith menganggap babi suci dan diasosiasikan sebagai tuhan di bidang pertanian. Kepercayaan mengenai higienis makanan dapat dihubungkan dengan faktor lain, misalnya faktor ketakutan terhadap kontaminasi magis

3. Adanya kepercayaan bahwa makan makanan tertentu akan menimbulkan ketidak suburan. Misalnya adanya makan telur ayam bagi anak dan wanita untuk menghindari kemandulan

4. Kepercayaan atau religi, merupakan dari alasan tabu terhadap makanan tertentu. Masyarakat juga mengenal bermacam-macam tabu makanan yang

diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Menurut waktu meliputi tabu yang bersifat permanen dan tabu yang bersifat sementara

2. Menurut besarnya kelompok, tabu dapat dibagi dalam: - Tabu berasal dari kelas social

(31)

3. Menurut periode-periode di dalam lingkaran hidup, meliputi: - Tabu pada saat puber

- Tabu pada saat hamil 2.3 Kebutuhan Gizi Keluarga 2.3.1 Kecukupan Energi Keluarga

Angka kecukupan energi keluarga atau AKEK merupakan penjumlahan Angka Kecukupan Energi Individu dari setiap anggota keluarga yang mengonsumsi makanan dalam suatu keluarga atau rumah tangga. Dalam menaksir AKEK dapat dilakukan dengan cara Unit Konsumen dengan menggunakan konsumen tertentu sebagai patokan kecukupan energi, biasanya digunakan pria dewasa dengan nilai 1,000 yang setara dengan 2700 kal/org/hr. AKE kelompok umur yang lain dibandingkan terhadap AKE patokan ini, sehingga diperoleh nilai-nilai perbandingan kecukupan energi, yang disebut Faktor Unit Konsumen Energi (UE) (Hardinsyah, 1992).

Dengan menggunakan faktor UE dapat dihitung AKEK dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

���� = ( ���) (2700)

�=1

Keterangan:

AKEK = Angka Kecukupan Energi keluarga

UEi = Faktor Unit Konsumen Energi dari anggota keluarga ke-i

(32)

Tabel di bawah ini merupakan faktor UE yang dihitung berdasarkan hasil Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi 1988, dengan patokan kecukupan energi pria dewasa (20 – 59 tahun), berat badan 56 kg, dan aktivitas sedang. Faktor UE = 1,000 yang setara dengan 2700 kal/org/hr.

Tabel 2.1 Faktor Unit Konsumen Energi (UE) Menurut Jenis Kelamin dan

Faktor Unit Konsumen Energi* (1,000 = 2700)

20 – 59 2400/2700/3250** 0,889/1,000/1,204**

>= 60 1960 0,726

Wanita

10 – 12 1750 0,648

13 – 15 1900 0,703

16 – 19 1850 0,685

20 – 59 1900/2100/2400** 0,704/0,778/0,889**

>= 60 1700 0,630

Tambahan:

Hamil 200/245/285** 0,074/0,091/0,106**

Menyusui 500 0,185

Sumber: Hardinsyah & Martianto, 1992

Keterangan: * = Dihitung berdasarkan Kecukupan Energi hasil Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi Tahun 1988

(33)

2.3.2 Kecukupan Protein Keluarga

Menurut Hardinsyah (1992) untuk menghitung Angka Kecukupan Protein Keluarga (AKPK) juga menggunakan faktor unit konsumen dengan patokan angka kecukupan protein pria atau wanita dewasa. Berikut rumus untuk menghitung AKPK:

���� = ( ���) (50)

�=1

Keterangan:

AKPK = Angka Kecukupan Protein Keluarga

AKPRK = Angka Kecukupan Protein Rata-Rata Keluarga

UPi = Faktor Unit Konsumen Protein bagi anggota keluarga ke-i n = Jumlah anggota keluarga

50 = Nilai UP sama dengan 1,00

Tabel 2.4 di bawah ini merupakan faktor unit konsumen protein (UP) yang dihitung berdasarkan Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi tahun 1988 dengan patokan kecukupan protein pria dewasa, berat badan 56 kg.

Tabel 2.2 Faktor Unit Konsumen Protein (UP) Menurut Kelompok Umur Kelompok Umur (tahun) Kecukupan Protein

(gr/org/hr)

Faktor Unit Konsumen Protein* (1,00 = 50)

(34)

2.4 Penilaian Status Gizi Keluarga

Pola makan yang seimbang, yaitu sesuai dengan kebutuhan disertai pemilihan bahan makanan yang tepat akan melahirkan status gizi yang baik. Asupan makanan yang melebihi kebutuhan tubuh akan menyebabkan kelebihan berat badan dan penyakit lain yang disebabkan oleh kelebihan zat gizi. Sebaliknya, asupan makanan kurang dari yang dibutuhkan akan menyebabkan tubuh menjadi kurus dan rentan terhadap penyakit. Kedua keadaan tersebut sama tidak baiknya, sehingga disebut gizi salah (Sulistyoningsih, 2010).

Menurut Supariasa (2002), status gizi adalah suatu keadaan seseorang sebagai akibat dari keseimbangan antara zat-zat gizi yang masuk ke dalam tubuh dan penggunaan zat-zat tersebut oleh tubuh untuk pertambahan produksi energi dan proses tubuh. Status gizi optimal akan tercapai apabila kebutuhan gizi optimal terpenuhi. Masalah kekurangan dan kelebihan gizi merupakan masalah penting karena selain mempunyai resiko terjadinya penyakit tertentu, juga dapat mempengaruhi produktivitas kerja. Oleh karena itu, pemantauan keadaan tersebut perlu dilakukan secara berkesinambungan.

Penilaian status gizi dilakukan dengan 2 cara yaitu secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dilakukan dengan antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Secara tidak langsung dilakukan dengan survei konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi.

(35)

lansia) tidak bermasalah dengan status gizinya. Kelompok rentan gizi dipergunakan sebagai acuan status gizi keluarga karena kelompok rentan gizi adalah kelompok rawan yang perlu mendapatkan perhatian lebih dibandingkan kelompok-kelompok lainnya (Husaini, 1996).

Menurut Notoatmodjo (2003) pada kelompok-kelompok umur rentan gizi tersebut berada pada suatu siklus pertumbuhan dan perkembangan yang memerlukan zat-zat gizi dalam jumlah yang lebih besar dari kelompok umur yang lain. Kelompok rentan gizi ini terdiri dari:

a. Kelompok bayi : 0-1 tahun

b. Kelompok dibawah 5 tahun (balita) : 1-5 tahun c. Kelompok anak sekolah : 6-12 tahun

d. Kelompok remaja : 13-20 tahun e. Kelompok ibu hamil dan menyusui f. Kelompok usia lanjut

Parameter status gizi adalah ukuran yang menjadi patokan dalam menentukan status gizi seseorang. Ada beberapa parameter yang dapat digunakan dalam menilai status gizi seseorang, salah satunya adalah dengan pengukuran tubuh manusia yang dikenal dengan antropometri. Antropometri telah lama dikenal sebagai indikator untuk penilaian status gizi perorangan maupun masyarakat (Santrock, 2003).

(36)

dapat berfluktuasi, sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil, dapat mendeteksi kegemukan (Supriasa, 2003)

2. Dalam penghitungan antropometri untuk katagori umur > 5 tahun menggunakan Indeks Massa Tubuh menurut umur (IMT/U)

3. Status gizi ibu hamil diukur dengan cara pengukuran antropometri melalui Lingkar Lengan Atas (LLA), dengan kriteria (Supariasa, 2001):

- Berisiko KEK : LLA < 23,5 cm - Tidak Berisiko KEK : LLA ≥ 23,5 cm

4. Menurut Moore (1997) untuk mendapatkan angka tinggi badan lansia yang tepat merupakan hal yang pelik karena hilangnya mineralisasi vertebra dan volume diskus intervertebalis yang berakibat hilangnya tinggi badan. Untuk memperkirakan tinggi badan berdasarkan tinggi lutut yaitu panjang dari telapak kaki ke paha anterior dengan kedua pergelangan kaki dan lutut tertekuk pada sudut 90 derajat.

Dengan rumus seperti dibawah ini : - Untuk wanita

Perkiraan tinggi badan dalam cm = 84,88 + (1,83 x tinggi lutut dalam cm) + (-0,24 x usia dalam tahun)

- Untuk pria

(37)

2.5 Makanan dan Kebudayaan Tionghoa

Makanan mempunyai fungsi majemuk dalam masyarakat .Fungsi tersebut bukan hanya sebagai fungsi biologis, tetapi juga fungsi sosial, budaya, dan agama. Makanan erat kaitannya dengan tradisi suatu masyarakat setempat, karena itu makanan memiliki fenomena lokal. Seluruh aspek makanan tersebut merupakan bagian-bagian dari warisan tradisi suatu golongan masyarakat.

Tradisi memang selalu menjadi perkara yang tak lekang dimakan waktu. Sejak ribuan tahun yang lalu upacara budaya selalu dilaksanakan setiap tahunnya. Makanan sebagai lambang peradaban, jadi salah satu bagian terpenting dalam sebuah perkembangan tradisi. Setiap perayaan upacara budaya Cina, ada banyak hidangan yang disajikan. Serba manis, serba gurih, bentuk dan penuh dengan warna. Untuk menandakan harapan-harapan yang serba indah dan serba manis dihasil usaha pada tahun yang akan datang. Serta maempunyai makna dari makanan tradisional dengan harapan juga seperti, umur panjang, kemakmuran, kesehatan, keberuntungan, dan kebahagiaan, jadi deretan harapan yang juga disemaikan dalam hati semua orang yang merayakannya.

1 Peringatan kelahiran di etnis Tionghoa

(38)

Keluarga Tionghoa akan merayakan satu bulan kelahiran bayinya dengan membagikan ketan kuning dan putih, juga kelapa yang sudah di adon bersama gula merah. Sementara kerabat akan memberi hadiah atau angpau untuk bayi. Peristiwa ini dikenal dengan istilah chut ngiat.

Pada saat bayi berumur satu Tahun, maka etnis Tionghoa akan merebus telur merah. Jumlah telur harus genap apabila bayi perempuan dan ganjil bila laki-laki.

Setiap perayaan ulang tahun etnis Tionghoa, mi menjadi salah satu menu sajian yang tidak pernah ketinggalan. Etnis Tionghoa mengartikan pemberian mi pada orang yang berulang tahun sebagai harapan atau doa agar yang berulang tahun berumur panjang.

Selain mi, telur rebus merah juga tidak kala penting. Pada zaman dulu sebagian besar orang Tionghoa hidup dalam keterbatasan. Telur dianggap sebagai makanan istimewa. Levelnya setingkat dengan daging. Agar terlihat berbeda maka telur diberi warna merah yang bagi etnis Tionghoa melambangkan kebahagiaan

2 Pernikahan etnis Tionghoa

Bagi masyarakat Tionghoa, upacara pernikahan merupakan adat perkawinan yang berdasarkan kekerabatan, penghormatan kepada leluhur, kemanusiaan dan kekeluargaan. Inilah nilai dasar ritual perkawinan Tionghoa. Upacara pernikahan Tionghoa tidaklah seragam di semua tempat. Terdapat berbagai variasi tergantung pada tempat dan pengaruh adat lainnya di tempat itu pada masa lampau.

(39)

berbeda-beda: asin, manis, pahit, tawar, pedas, gurih, berlemak. Untuk menyiapkan pengantin bahwa tidak selamanya mereka menghadapi kondisi menyenangkan sepanjang usia pernikahan mereka.

3 Peringatan Kematian

- Peringatan 3 hari setelah meninggal

Setelah 3 hari dari pemakaman, seluruh keluarga melakukan upacara penghormatan dan peringatan di tempat jenazah berada. Mereka membawa makanan, buah-buahan, dupa, dan lilin ke kuburan.

- Peringatan 7 hari setelah meninggal

Seperti halnya upacara peringatan 3 hari, keluarga sembahyang lagi ke kuburan almarhum. Mereka membawa rumah-rumahan, makanan dan buah-buahan, serta uang akhirat.

- Peringatan 100 hari setelah meninggal

Pada hari ke 100 keluarga melakukan upacara penghormatan di kuburan almarhum. Semua baju duka dari blacu dibuka dan diganti baju biasa sebagai tanda mereka telah rela melepas arwah almarhum kea lam baka.

- Peringatan 1 tahun setelah meninggal

Peringatan setahun ini merupakan upacara persembahan. Pada meja persembahan diletakan berbagai macam makanan, buah-buahan, minuman antara lain teh dan kopi, serta minimal tiga macam manisan, rokok, dan sirih sekapur.

4 Perayaan Imlek

(40)

musim semi yang berkaitan erat dengan prinsip kemakmuran. Masyarakat Tionghoa dahulunya sangat mengandalkan alam dalam setiap sendi kehidupan mereka. Tentu saja, datangnya musim semi yang berarti datangnya kembali kesempatan untuk bercocok tanam, adalah suatu peristiwa yang wajib dirayakan dengan meriah.

Pada perayaan Tahun Baru Imlek, biasanya masyarakat Tionghoa yang berkecukupan selalu menyediakan 12 jenis masakan dan 12 jenis kue, terkait dengan shio yang berjumlah 12. Selain masakan yang selalu mengandung makna tertentu, kue-kue yang disajikan juga biasanya memiliki rasa yang lebih manis dari biasanya, dengan harapan agar hidup mereka juga menjadi lebih manis dan penuh rezeki di tahun-tahun berikutnya.

Makanan yang biasanya dihidangkan dalam perayaan imlek:

- Daging hewan yang kerap muncul di perayaan Tahun Baru Imlek adalah ayam, ikan, dan babi. Pemilihan tiga hewan ini tentunya bukan tanpa alasan. Masyarakat Tionghoa meyakini bahwa makanan tersebut melambankan kemakmuran. Hidangan ayam dan ikan harus disajikan secara utuh sebagai harapan mengawali dan mengakhiri sesuatu dengan baik

- Sajian mi terutama Siu Mie/Shou Mian yang berarti "mi panjang umur" harus dihidangkan tanpa putus dari ujung awal hingga ke ujung akhir. Dengan demikian, diharapkan orang yang memakannya akan panjang umur.

(41)

merupakan perlambang makna peningkatan rezeki atau kemakmuran. Kue keranjang juga kerap disusun dengan kue mangkok berwarna merah di atasnya. Ini melambangkan kehidupan yang manis dan semakin menanjak semakin merekah seperti kue mangkok.

- Kuaci atau biji bunga matahari juga biasa disajikan saat Imlek. Makanan ringan ini punya filosofi bahwa jumlahnya yang banyak sebagi doa, haapan agar nantinya keturunan Tionghoa juga banyak.

- Masyakarat Tionghoa sangat senang makan jeruk terutama jeruk mandarin karena buah yang satu ini ternyata merupakan perlambang kemakmuran dan kekayaan yang selalu bertumbuh. Jeruk yang disajikan di kala perayaan Imlek sebisa mungkin masih memiliki daun di tangkainya. Daun ini menandakan adanya kehidupan dan kesejahteraan.

5. Sembahyang Bulan

Setiap tanggal 15 bulan ke 8 penanggalan Cina, masyarakat Tionghoa menjalankan sembahyang bulan. Peringatan ini dikenal dengan istilah Pat Ngiat Pan. Untuk merayakannya, mereka akan menikmati kue bulan, yaitu salah satu kue khas Tionghoa yang berbentuk bulat dengan hiasan ukiran serta manis rasanya.

(42)

2.5 Kerangka Konsep Penelitian

Adapun penulis akan meneliti tentang pola makan keluarga suku Etnis Tionghoa yang terlihat jelas dalam kerangka konsep di bawah ini :

Dari kerangka konsep di atas dapat dijelaskan bahwa jenis makanan keluarga, frekuensi makan keluarga, jumlah makanan keluarga, distribusi makanan, jenis makanan nilai tinggi dan nilai rendah dan tabu makanan mempengaruhi status gizi keluarga.

Pola Makan Etnis Tionghoa - Jenis Makanan Keluarga - Frekuensi Makan Keluarga - Jumlah Makanan Keluarga - Distribusi Makan

- Jenis Makanan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah

- Tabu Makanan

(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah survei bersifat deskriptif, dengan desain cross sectional yang menggambarkan pola makan dan status gizi keluarga etnis Tionghoa di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang dengan alasan, dari pengamatan penulis saat melakukan survei pendahuluan, keluarga etnis Tionghoa yang bertempat tinggal di Kelurahan Asam Kumbang masih menjalankan tradisi-tradisi yang ada, seperti masih mengonsumsi mie saat acara ulang tahun dan imlek, masih mengonsumsi telur rebus merah saat ulang tahun, masih merayakan hari-hari besar seperti Imlek, Sembahyang Bulan dan Valentine Cina (Qiqiao Jie).

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2014 sampai bulan Januari 2015.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

(44)

3.3.2 Sampel

Pada penelitian ini penentuan besar sampel dilakukan dengan menggunakan rumus (Notoatmodjo, 2002)

n

=

N 1+N (d)2

Dimana :

n = Sampel N = Populasi

d = penyimpangan statistik dari sampel terhadap populasi, ditetapkan 0,10

Sampel pada keluarga etnis Tionghoa

n

=

N

1+N (d)2

= 104

1+104 (0,10)2

=

104

2,04

= 50.98 = 51 KK

(45)

3. 4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi identitas responden yang diperoleh dengan melakukan wawancara langsung dan menggunakan kuesioner yang telah disusun sebelumnya. Data jenis dan frekuensi makan diperoleh dengan menggunakan Formulir Frekuensi Makan. Data jumlah makanan diperoleh dengan cara Food List Method (metode pendaftaran makanan). Data distribusi makanan, jenis pangan nilai tinggi dan rendah serta tabu makanan diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data gambaran umum masyarakat etnis Tionghoa, gambaran demografi dan letak geografis yang diperoleh dari Kantor Kelurahan Asam Kumbang.

3.5 Defenisi Operasional

1. Etnis Tionghoa adalah etnis yang mendiami Kelurahan Asam Kumbang yang menjadi objek penelitian yang akan diteliti pola makan dan status gizinya. 2. Pola makan keluarga adalah suatu keadaan yang menggambarkan jenis

makanan keluarga, frekuensi makan keluarga dan jumlah makanan keluarga, - Jenis makanan keluarga adalah macam/ragam makanan yang dikonsumsi

oleh keluarga terdiri dari makanan pokok, lauk hewani, nabati, serta sayur dan buah setiap harinya.

(46)

- Jumlah makanan keluarga adalah banyaknya makanan yang dikonsumsi keluarga dalam sehari yang dilihat dari tingkat kecukupan energi dan tingkat kecukupan protein.

4. Distribusi makanan adalah kegiatan pelaksanaan pembagian/penyaluran makanan pada anggota keluarga

5. Makanan nilai tinggi dan nilai rendah adalah jenis makanan yang dianggap memiliki nilai khusus dari makanan lainnya dagi segi ekonomi, sosial budaya dan agama menurut responden.

6. Tabu makanan adalah suatu larangan atau pantangan untuk mengkonsumsi jenis makanan tertentu oleh keluarga

7. Status gizi keluarga adalah keadaan yang dapat menggambarkan tentang keadaan gizi anggota keluarga.

3.6 Aspek Pengukuran 1. Jenis makanan keluarga

Jenis makanan yang terdiri dari bahan makanan pokok, lauk-pauk, sayuran, dan buah yang dikonsumsi oleh responden dari formilir food frequency.

2. Frekuensi makan keluarga

Frekuensi makan keluarga diukur dengan formulir Food Frequency dan terdiri dari lima kelompok, sebagai berikut (Fitri, 2013):

- Selalu (1-3 kali/hari) - Sering (4-5 kali/minggu)

(47)

- Tidak pernah

3. Jumlah makan keluarga

Jumlah makan keluarga dapat dilihat dari jumlah konsumsi energi dan protein keluarga.

- Tingkat kecukupan energi keluarga diukur dengan formulir Food List Method dan dikategorikan menjadi dua kelompok yaitu (Hardinsyah & Martianto, 1992):

a. Cukup jika ≥ AKEK b. Tidak cukup jika < AKEK

- Tingkat kecukupan protein keluarga diukur dengan formulir Food List Method dan dikategorikan menjadi dua kelompok yaitu (Hardinsyah & Martianto, 1992):

a. Cukup jika ≥ AKPK b. Tidak cukup jika < AKPK 4. Distribusi makan

Adanya prioritas pembagian makanan dalam keluarga setiap kali makan. Distribusi makan dibagi menjadi dua kategori, yaitu:

- Ada, jika ada anggota keluarga yang diprioritaskan atau didahulukan untuk makan

- Tidak ada, jika tidak ada anggota keluarga yang diprioritaskan atau didahulukan untuk makan

(48)

-5. Makanan nilai tinggi dan nilai rendah

Adanya anggapan/asumsi mengenai nilai dari suatu makanan.

-Ada, jika ada anggapan/asumsi mengenai makanan yang memiliki nilai tinggi dan nilai rendah

-Tidak ada, jika tidak ada anggapan/asumsi mengenai makanan yang memiliki nilai tinggi dan nilai rendah

6. Tabu makanan adalah larangan mengkonsumsi makanan tertentu berdasarkan adat istiadat atau kepercayaan. Pantangan dibagi menjadi dua kategori, yaitu:

-Ada, jika ada jenis makanan yang dijadikan pantangan makanan

-Tidak ada, jika tidak ada jenis makanan yang dijadikan pantangan makanan 7. Status gizi keluarga diperoleh dengan cara pengukuran antropometri

-Untuk menilai status gizi bayi dan balita dengan menggunakan indeks BB/U dimana status gizi dapat dibagi kepada 4 kategori (Soekirman, 2002) :

a. Buruk jika Z < -3 SD

b. Kurang jika -3 SD ≤ Z < -2 SD c. Normal jika -2 SD ≤ Z < + 2 SD d. Lebih jika Z ≥ + 2 SD

- Untuk menilai status gizi anak sekolah dan remaja menggunakan IMT dengan katagori Ambang batas BMI/U untuk Indonesia (WHO, 2005)

a. Sangat kurus < -3 SD

(49)

d.Gemuk jika 2 SD < Z ≤ 3 SD e.Sangat gemuk > 3 SD 3.7 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan secara manual dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Editing

Data yang dikumpulkan kemudian diperiksa. Bila terdapat kesalahan dalam pengumpulan data, data diperbaiki (editing) dengan cara memeriksa jawaban yang kurang

b. Tabulating

Untuk mempermudah pengolahan data serta pengambilan kesimpulan, data dimasukkan ke dalam tabel distribusi frekuensi

3.8 Analisa Data

(50)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian

Kelurahan Asam Kumbang terletak di Kecamatan Medan Selayang Kota Medan terdiri dari 10 Lingkungan. Jumlah Penduduk Asam Kumbang sebanyak 21.585 jiwa dengan jumlah keluarga 5249 jiwa (sumber: profil Kelurahan Asa m Kumbang).

Luas Kelurahan Asam Kumbang adalah 400 Ha dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

- Sebeleh Utara : Sunggal

- Sebelah Timur : Kelurahan Tanjung Sari

- Sebelah Barat : Sungai Belawan Kabupaten Deli serdang - Sebelah Selatan : Tanjung Selamat

Tabel 4.1 Distribusi Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang Tahun 2014

NO Lingkungan Laki-Laki Perempuan Laki-laki +

(51)

4.2 Karakteristik Responden

Karakteristik responden dapat dilihat dari umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, agama dan jumlah anggota keluarga.

Tabel 4.2 Karateristik Responden pada Keluarga Etnis Tionghoa di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang Tahun 2014

(52)

Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa mayoritas umur responden berada pada kelompok umur lebih besar dari 35 tahun sebanyak 43 orang (84,3%) dan sebanyak 23 orang (45,1%) tingkat pendidikan responden adalah SMA. Sementara pekerjaan responden adalah ibu rumah tangga yakni sebanyak 35 orang (68,6%). Sebanyak 47 orang responden (92,2%) menganut agama Budha dan sebanyak 27 responden (52,9%) jumlah anggota keluarganya 5-6 orang.

4.3 Jenis Makanan dan Frekuensi Makan

hasil pengumpulan data dengan menggunakan formulir food frequency

diketahui jenis Makanan dan frekuensi makan yang dikonsumsi oleh keluarga etnis Tionghoa.

Frekuensi makan keluarga dikelompokkan ke dalam beberapa frekuensi yakni selalu (1-3 x/hari), sering (4-5 x/minggu), kadang-kadang (1-3 x/minggu) dan 1-3 x/bulan), jarang, dan tidak pernah. Jenis Makanan dan frekuensi makan yang dikonsumsi tersebut dapat dilihat di dalam tabel di bawah ini.

Balita

Anak sekolah Remaja Dewasa Lansia

8 40 59 132 2

3,3 16,5 24,4 54,5 0,8

(53)

Tabel 4.3 Distribusi Jenis Makanan dan Frekuensi Makan Sumber Karbohidrat pada Keluarga Etnis Tionghoa di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang Tahun 2014

Berdasarkan Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa seluruh keluarga etnis Tionghoa (100%) mengkonsumsi nasi dan mie sebagai sumber karbohidrat. Frekuensi seluruh keluarga etnis Tionghoa (100%) dalam mengonsumsi nasi adalah selalu (1-3 x/hari) dan sebanyak 29 keluarga (56,9%) mengonsumsi mie dengan frekuensi (1-3 x/minggu). Kebudayaan etnis Tionghoa, kegemaran dan ketersediaan yang menjadikan mie sebagai salah satu sumber karbohidrat pengganti nasi yang paling digemari tetapi tidak dapat menggantikan posisi nasi yang setiap hari dikonsumsi. Tabel 4.4 Distribusi Jenis Makanan dan Frekuensi Makan Lauk Pauk pada

Keluarga Etnis Tionghoa di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang Tahun 2014

No Sumber Karbohidrat

Frekuensi Makan Jumlah

Selalu Sering

Kadang-kadang Jarang

Frekuensi Makan Jumlah

Selalu Sering

(54)

Berdasarkan Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa semua keluarga mengkonsumsi jenis lauk pauk tahu, tempe dan telur dikarenakan harganya yang relatif murah. Sedangkan jenis lauk yang tidak dikonsumsi etnis Tionghoa adalah daging sapi karena makanan pantangan bagi agama Budha.

Dari tabel juga dapat dilihat bahwa ada 44 keluarga etnis Tionghoa (86,3%) selalu mengkonsumsi telur sebagai jenis lauk pauk dikarenakan proses penyajiannya yang relatif cepat dan sering juga digunakan sebagai pelengkap dalam masakan lain seperti nasi goreng, mie dan tumisan sayur. Sedangkan seluruh keluarga etnis Tionghoa tidak mengkonsumsi daging sapi sebagai lauk pauk dikarenakan merupakan makanan pantangan bagi agama budha.

Tabel 4.5 Distribusi Jenis Makanan dan Frekuensi Makan Sayuran pada Keluarga Etnis Tionghoa di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang Tahun 2014

Berdasarkan Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa seluruh keluarga mengkonsumsi jenis sayuran wortel dan kentang. Kebanyakan keluarga etnis Tionghoa menggunakan jenis sayuran wortel dan kentang sebagai bahan dalam pembuatan sup dan tumisan. No Jenis

Sayuran

Frekuensi Makan Jumlah

Selalu Sering

(55)

Dari tabel juga dapat dilihat bahwa sebanyak 13 keluarga (25,5%) yang sering mengkonsumsi sayur kangkung karena salah satu sayuran yang dapat diolah dengan cara menumis karena etnis Tionghoa sering mengolah masakan dengan cara menumis. Sedangkan sebanyak 27 keluarga (52,9%) yang tidak pernah mengkonsumsi sayuran peleng dikarenakan harganya yang relatif mahal dibandingkan sayuran lain.

Tabel 4.6 Distribusi Jenis Makanan dan Frekuensi Makan Buah pada Keluarga Etnis Tionghoa di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang Tahun 2014

Berdasarkan Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa sebanyak 48 keluarga (94,1 %) mengkonumsi jenis buah jeruk dengan jumlah 22 keluarga (43,1%) mengonsumsi jeruk dengan frekuensi sering. Banyak keluarga etnis Tionghoa mengonsumsi jeruk dikarenakan semua anggota keluarga menyukai buah jeruk selain itu adanya anggapan bahwa warna kuning pada jeruk seperti warna emas yang melambangkan kemakmuran.

No Jenis Buah

Frekuensi Makan Jumlah

Selalu Sering Kadang-kadang Jarang Tidak Pernah

(56)

4.4 Jumlah Makanan

4.4.1 Konsumsi Energi Keluarga

Berdasarkan hasil pengumpulan data dari 51 keluarga etnis Tionghoa yang diwawancarai dengan menggunakan formulir food list method diketahui rata-rata jumlah konsumsi energi keluarga etnis Tionghoa di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang.

Tabel 4.7 Distribusi Konsumsi Energi/Keluarga/Hari Keluarga Etnis Keluarga di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang Tahun 2014

NO Konsumsi Energi Keluarga/hari n %

1 2

Cukup (≥ AKEK) Tidak Cukup (< AKEK)

40 mengonsumsi energi melebihi angka kecukupan energi keluarga (AKEK). Etnis Tionghoa cenderung mengonsumsi makanan dalam jumlah yang banyak sehingga asupan energi juga besar.

4.4.2 Konsumsi Protein Keluarga

Berdasarkan hasil pengumpulan data dari 51 keluarga etnis Tionghoa yang diwawancarai dengan menggunakan formulir food list method diketahui rata-rata jumlah konsumsi protein keluarga etnis Tionghoa di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang.

(57)

Berdasarkan Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa 49 keluarga (96,1%) yang mengonsumsi protein melebihi angka kecukupan protein keluarga (AKPK). Sumbangan protein paling besar berasal dari ikan, keluarga etnis Tionghoa cukup dalam mengonsumsi ikan sehingga asupan protein dapat terpenuhi.

4.5 Makanan Tradisional

Makanan tradisional adalah makanan yang dikonsumsi masyarakat tertentu dengan cita rasa khas yang dapat diterima masyarakat tersebut. Makanan tradisional yang sering dikonsumsi oleh etnis Tionghoa

Tabel 4.9 Distribusi Berdasarkan Jenis Makanan Tradisional pada Kelurga Etnis Tionghoa di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang Tahun 2014

NO Makanan Tadisional n %

1 2 3 4

Bak Chang Kimci Bak Chun Kien Khau Bak

27 4 12 8

52,9 7,8 23,5 15,7

Total 51 100,0

Berdasarkan Tabel 4.9 dapat dilihat bahwa 27 keluarga (53,7%) yang sering mengonsumsi makanan tradisional Bak Chang.

4.6 Distribusi Makanan

(58)

Tabel 4.10 Distribusi Berdasarkan Ada atau Tidaknya Prioritas Pembagian Makanan pada Kelurga Etnis Tionghoa di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang Tahun 2014

NO Distribusi Makanan n % yang mengatakan bahwa adanya prioritas dalam pembagian makanan.

Tabel 4.11 Distribusi Berdasarkan Prioritas dalam Pembagian Makanan pada Kelurga Etnis Tionghoa di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang Tahun 2014

Berdasarkan tabel 4.11 dapat dilihat bahwa 33 keluarga (64,7%) yang memprioritaskan pembagian makanan pada ayah hal ini dikarenakan ayah adalah orang yang paling tua dalam keluarga dan sebagai kepala keluarga yang mencari nafka. Ada 12 keluarga ( 23,5%) yang memprioritaskan distribusi makanan pada anak dengan alasan agar anak mendapat asupan gizi yang lebih baik.

4.6.1 Penyediaan Makanan Dalam Keluarga

Penyediaan makanan keluarga meliputi menentukan menu, berbelanja dan memasak.

(59)

Tabel 4.12 Distribusi Berdasarkan Penyedia Makanan pada Kelurga Etnis Tionghoa di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang Tahun 2014 penyiapan makanan dilakukan oleh ibu dikarenakan merasa sudah kewajibannya menyiapkan makanan dan anggota keluarga lain memiliki kesibukan diluar rumah. 4.6.2 Kegiatan Makan Bersama Dalam Keluarga

Kegiatan Makan bersama sedikit banyak mempengaruhi dalam pendistribusian makanan. Ada tidaknya kegiatan makan bersama dalam keluarga dapat dilihat dari tabel:

Tabel 4.13 Distribusi Berdasarkan Kegiatan Makan Bersama pada Kelurga Etnis Tionghoa di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang Tahun 2014

NO Kegiatan Makan Bersama

(60)

Tabel 4.14 Distribusi Berdasarkan Frekuensi Makan Bersama pada Kelurga Etnis Tionghoa di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang Tahun 2014

NO Frekuensi Makan Bersama melakukan kegiatan makan bersama dalam keluarga sebanyak 1 kali yaitu pada saat makan pagi. Sedangkan sebanyak 11 keluarga (40,7%) yang melakukan kegiatan makan bersama sebanyak 2 kali yaitu pada saat pagi dan malam hari.

4.7 Jenis Makanan yang mempunyai Nilai Tinggi dan Nilai Rendah 4.7.1 Jenis Makanan yang mempunyai Nilai Tinggi

Jenis makanan yang mempunyai niali tinggi dan nilai rendah menurut asumsi dari responden.

Tabel 4.15 Distribusi Berdasarkan Jenis Makanan Yang Mempunyai Nilai Tinggi Pada Keluarga Etnis Tionghoa di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang Tahun 2014

(61)

Tabel 4.16 Distribusi Berdasarkan Jenis Makanan Yang Mempunyai Nilai Tinggi Pada Keluarga Etnis Tionghoa di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang Tahun 2014

NO Nilai Tinggi Makanan n % Tionghoa menganggap daging babi adalah simbol kemakmuran.

4.7.2 Jenis Makanan yang mempunyai Nilai Rendah

Seluruh keluarga etnis Tionghoa beranggapan bahwa tidak adanya jenis makanan yang mempunyai nilai rendah. Etnis Tionghoa mengangap setiap makanan bermanfaat dan mempunyai makna tersendiri yang patut untuk di syukuri.

4.8 Tabu Makanan

(62)

Status gizi keluarga yang baik adalah manifestasi dari pola makan yang baik. Status gizi keluarga dapat dikatakan baik bila anggota keluarga yang termasuk dalam kelompok rentan gizi (bayi, balita, anak sekolah, remaja, ibu hamil/menyusui dan lansia) tidak bermasalah dengan status gizinya.

Tabel 4.18 Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Rentan Gizi pada Kelurga Etnis Tionghoa di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang Tahun 2014

NO Kelompok Rentan Gizi n % Ada 8 keluarga (15,7%) yang indikator status gizi keluarganya dilihat dari status gizi balita. Sebanyak 22 keluarga (43,1%) yang status gizi keluarganya dilihat dari status gizi anak usia sekolah dan sebanyak 20 keluarga (39,2%) yang status gizi keluarganya dilihat dari remaja.

Tabel 4.19 Distribusi Berdasarkan Kategori Status Gizi pada Bayi dan Balita

(63)

Tabel 4.20 Distribusi Berdasarkan Katagori Status Gizi pada Anak Sekolah dan Remaja

NO Katagori Status Gizi n %

1 2 3 4 5

Sangat kurus Kurus Normal Gemuk Sangat gemuk

0 0 29 9 4

0,0 0,0 69,05 21,43 9,52

Total 42 100,0

(64)

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Jenis Makanan dan Frekuensi Makan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, pada tabel 4.3 dapat dilihat bahwa jenis sumber karbohidrat yang dikonsumsi keluarga etnis Tionghoa dengan jumlah paling banyak adalah nasi dan mie dengan jumlah 100%.

Frekuensi seluruh keluarga etnis Tionghoa 100% dalam mengonsumsi nasi adalah selalu (1-3 x/hari) dan sebanyak 56,9% mengonsumsi mie dengan frekuensi (1-3 x/minggu).

Nasi adalah sumber karbohidrat yang paling utama dikonsumsi tetapi keluarga etnis Tionghoa sering mengonsumsi mie sebagai pengganti nasi pada saat pagi hari. Keluarga etnis Tionghoa yang mengonsumsi mie dipengaruhi berbagai faktor seperti kebiasaan atau kebudayaan, kesukaan dan ketersediaan makanan tersebut. Ada juga yang mengonsumsi mie karena makna dalam makanan, etnis tionghoa memasak dan memakan mie tanpa dipotong-potong agar mie tetap dalam keadaan panjang sebagai harapan agar mereka memiliki umur yang panjang seperti panjangnya mie.

Gambar

Tabel 2.1 Faktor Unit Konsumen Energi (UE) Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur. Kelompok Umur Kecukupan Energi Faktor Unit Konsumen Energi* (1,000 =
Tabel 2.2    Faktor Unit Konsumen Protein (UP) Menurut Kelompok Umur Kecukupan Protein Faktor Unit Konsumen Protein* (1,00 =
Tabel 4.1  Kumbang Kecamatan Medan Selayang Tahun 2014
Tabel 4.2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif untuk mengetahui gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu tentang Gizi Seimbang dan Pola Makan Anak Autis di SDLBN 107708

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh karakteristik keluarga dan pola asuh, terhadap status gizi anak Balita di Kompleks Perumahan Taman Setia Budi Indah

Penelitian bersifat deskriptif analitik dengan desain cross sectional dilakukan di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang Tahun 2010 dengan tujuan untuk menganalisis

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui penyediaan pangan dan status gizi balita pada keluarga petani di Desa

Vorta Rickho Maju Tambunan : Eksistensi Bisnis Etnis Tionghoa (Studi Deskriptif Terhadap Pedagang Etnis China Penjual Spare part Sepeda Motor di Kelurahan Kampung Baru

Perbedaan pola makan dan status gizi anak etnis cina di SD Sutomo 2 dan anak etnis batak toba di SD Antonius dianalisis menggunakan uji t-independent dan untuk mengetahui

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain penelitian cross sectional dimana dilakukan observasi data dengan tujuan untuk menggambarkan tentang prevalensi faktor risiko

Menilai pola makan dan status gizi remaja di SMP Advent Lubuk Pakam METODE PENELITIAN Desain, Subjek, dan Waktu Jenis penelitian adalah observasional dengan rancangan Cross