• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Makan dan Status Gizi Keluarga Etnis Tionghoa di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pola Makan dan Status Gizi Keluarga Etnis Tionghoa di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang Tahun 2014"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pola Makan

Pola makan dapat diartikan sebagai cara seseorang atau sekelompok orang untuk memilih makanan dan mengonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh-pengaruh fisiologi, psikologi, budaya dan sosial (Sulistyoningsih, 2011). Menurut Goan Hong Lie (1985) pola makan adalah berbagai informasi yang diberikan mengenai gambaran jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu.

Pola makan di suatu daerah dapat berubah-ubah sesuai dengan perubahan beberapa faktor ataupun kondisi setempat, yang dapat dibagi dalam tiga kelompok yaitu pertama adalah faktor yang berhubungan dengan persediaan atau pengadaan bahan pangan. Termasuk di sini faktor geografi, iklim, kesuburan tanah berkaitan dengan produksi bahan makanan, sumber daya perairan, kemajuan teknologi, transportasi, distribusi, dan persediaan suatu daerah. Kedua, adalah faktor-faktor dan adat kebiasaan yang berhubungan dengan konsumen. Taraf sosio-ekonomi dan adat kebiasaan setempat memegang peranan penting dalam pola konsumsi penduduk. Ketiga, hal yang dapat berpengaruh di sini adalah bantuan atau subsidi terhadap bahan-bahan tertentu (Santoso dan Ranti, 2004).

(2)

lapar, dan selera, juga mendapat tempat sebagai lambang yaitu lambang kemakmuran, kekuasaan, ketentraman dan persahabatan. Semua faktor di atas bercampur membentuk suatu ramuan yang kompak yang dapat disebut pola konsumsi (Santoso dan Ranti, 2004).

Menurut Khumaidi (1994) pola makan yang terbentuk sangat erat kaitannya dengan kebiasaan makan seseorang. Secara umum faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola makan adalah sebagai berikut :

1. Faktor ekonomi

Variabel ekonomi yang cukup dominan dalam mempengaruhi konsumsi pangan adalah pendapatan keluarga dan harga. Meningkatnya pendapatan akan meningkatkan peluang untuk membeli pangan dengan kuantitas dan kualitas yang lebih baik, sebaliknya penurunan pendapatan akan menyebabkan menurunnya daya beli pangan baik secara kualitas maupun kuantitas.

2. Faktor sosio budaya

Kebudayaan suatu masyarakat mempunyai kekuatan yang cukup besar untuk mempengaruhi seseorang dalam memilih dan mengolah pangan yang akan dikonsumsi. Kebudayaan menuntun orang dalam cara bertingkah laku dan memenuhi kebutuhan dasar biologinya, termasuk kebutuhan terhadap pangan.

3. Agama

(3)

4. Pendidikan

Pendidikan dalam hal ini biasanya dikaitkan dengan pengetahuan, akan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan pemenuhan kebutuhan gizi. 5. Lingkungan

Faktor lingkungan cukup besar pengaruhnya terhadap pembentukan perilaku makan. Lingkungan yang dimaksud dapat berupa lingkungan keluarga, sekolah, serta adanya promosi melalui media elektronik maupun cetak.

2.2 Pola Makan Keluarga

Makanan keluarga adalah makanan yang dihidangkan dalam setiap keluarga setiap harinya. Lengkap tidaknya susunan makanan keluarga ini, tergantung pada kemampuan keluarga itu sendiri untuk menyusun makanan yang diperlukan, adat-istiadat dan pengetahuan keluarga itu dalam hal menyusun makanannya (Maryati, 1997).

(4)

2.2.1 Distribusi Makanan

Pada bagian bahan makanan diolah, dimasak dan dibagikan sebagai hidangan kepada anggota keluarga bila tidak diatur dengan baik akan terjadi persaingan dalam memperoleh bagian masing-masing dari makanan tersebut. Anak yang paling kecil pada umumnya makan lebih lambat dan dalam jumlah yang lebih kecil daripada kakak-kakaknya sehingga mudah tersisihkan dan memperoleh bagian yang terkecil, yang akan mempengaruhi kecukupan gizi bagi keperluan pertumbuhan anak (Sajogyo, 1994).

Pembagian makanan yang tepat kepada setiap anggota keluarga adalah penting untuk mencapai gizi baik. Makanan harus dibagikan untuk memenuhi kebutuhan gizi setiap orang dalam keluarga. Anak, wanita yang mengandung dan ibu yang menyusui harus memperoleh sebagian besar makanan yang kaya protein (Sulistyoningsih, 2011). Dalam masyarakat ada aturan dimana ayah mempunyai prioritas utama atas jumlah dan jenis makanan tertentu dalam keluarga. Apabila hal itu masih dianut dengan kuat oleh suatu budaya, maka dapat saja timbul distribusi konsumsi makanan yang tidak baik (malnutrition) diantara anggota keluarga (Suhardjo, 1986).

Menu makanan yang disajikan harus memenuhi syarat makanan yang sehat. Ibu mempunyai peranan yang penting dalam menentukan menu makanan dan mendistribusikannya. Sehingga sangat diharapkan seorang ibu rumah tangga yang mempunyai pengetahuan tentang gizi (Maryati, 1997)

2.2.2 Nilai Sosial Makanan

(5)

makanan dan makanan tertentu yang mempunyai nilai sosial yang dianggap sesuai dengan tingkat naluri pangan yang terdapat pada masyarakat tersebut. Seringkali nilai sosial tidak sesuai dengan nilai gizi makanan. Makanan yang mempunyai nilai gizi tinggi, diberi nilai sosial yang rendah dan sebaliknya (Sediaoetama, 1989).

Menurut Hertog dan Van Stavensen dalam Khumaidi (1994), fungsi sosial makanan mengandung 8 unsur yaitu:

1. Memenuhi kesenangannya.

2. Ciri-ciri organoleptik yang dimiliki makanan, yaitu ciri yang dapat dirasakan seseorang melalui indranya mempengaruhi seseorang untuk menerima atau menolak makanan tertentu seperti rasa, bau, penampilan, tekstur atau keempukan dan struktur.

3. Makanan sebagai arti budaya, misalnya masyarakat beragama Hindu tidak makan daging sapi.

4. Makanan sebagai fungsi religi dan magis.

5. Selamatan menggunakan nasi kuning, nasi tumpeng. 6. Makanan sebagai fungsi komunikasi.

Dalam upacara perkawinan “saling suap nasi” lambang penyerahan diri

sepenuhnya satu sama lain.

7. Makanan sebagai pernyataan status ekonomi, makanan tertentu lebih tinggi nilai sosialnya dalam masyarakat misalnya makan daging daripada makan tempe. 8. Makanan sebagai fungsi kekuasaan, misalnya makanan suami lebih baik daripada

(6)

2.2.3 Tabu Makanan

Menurut Djaeni (1999) pantangan atau tabu makanan adalah suatu larangan untuk mengonsumsi jenis makanan tertentu karena terdapat ancaman bahaya terhadap barang siapa yang melanggarnya. Kategori tabu makanan:

1 Tabu yang jelas merugikan kondisi gizi dan kesehatan, sebaiknya diusahakan untuk mengurangi, bahkan kalau dapat menghapuskannya.

2 Tabu yang memang menguntungkan keadaan gizi dan kesehatan, diusahakan untuk memperkuatnya dan melestarikannya.

3 Tabu yang tidak jelas pengaruhnya bagi kondisi gizi dan kesehatan dapat dibiarkan sambil dipelajari terus pengaruhnya untuk jangka panjang.

Suatu tabu yang berdasarkan agama disebut haram hukumnya, dan individu yang melanggar tabu disebut dosa karena makanan tertentu dianggap mengganggu kesehatan jasmani atau rohani bagi pemakannya. Sedangkan tabu berdasarkan kepercayaan umumnya mengandung nasehat-nasehat yang baik dan tidak baik yang lambat laun menjadi kebiasaan (adat) terlebih dalam suatu masyarakat yang masih sederhana (Khumaidi, 1994).

(7)

Menurut Simons yang dikutip Suhardjo (1986) telah melakukan penelitian mengenai asal dan menyebarkan tabu makanan seperti di bawah ini:

1. Tabu terhadap makanan karena makanan tersebut asing bagi masyarakat tersebut. Misalnya masyarakat primitif menganggap bahwa binatang yang tidak dikenal adalah media, melalui media ini roh jahat dapat dipindahkan ke tubuh manusia yang memakan makanan tersebut

2. Tabu terhadap makanan karena alasan tidak higienis. Misalnya orang Yahudi menolak makan daging babi dengan alasan higienis. Sebaliknya masyarakat Timur Tengah termasuk bangsa Smith menganggap babi suci dan diasosiasikan sebagai tuhan di bidang pertanian. Kepercayaan mengenai higienis makanan dapat dihubungkan dengan faktor lain, misalnya faktor ketakutan terhadap kontaminasi magis

3. Adanya kepercayaan bahwa makan makanan tertentu akan menimbulkan ketidak suburan. Misalnya adanya makan telur ayam bagi anak dan wanita untuk menghindari kemandulan

4. Kepercayaan atau religi, merupakan dari alasan tabu terhadap makanan tertentu. Masyarakat juga mengenal bermacam-macam tabu makanan yang

diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Menurut waktu meliputi tabu yang bersifat permanen dan tabu yang bersifat sementara

2. Menurut besarnya kelompok, tabu dapat dibagi dalam: - Tabu berasal dari kelas social

(8)

3. Menurut periode-periode di dalam lingkaran hidup, meliputi: - Tabu pada saat puber

- Tabu pada saat hamil

2.3 Kebutuhan Gizi Keluarga 2.3.1 Kecukupan Energi Keluarga

Angka kecukupan energi keluarga atau AKEK merupakan penjumlahan Angka Kecukupan Energi Individu dari setiap anggota keluarga yang mengonsumsi makanan dalam suatu keluarga atau rumah tangga. Dalam menaksir AKEK dapat dilakukan dengan cara Unit Konsumen dengan menggunakan konsumen tertentu sebagai patokan kecukupan energi, biasanya digunakan pria dewasa dengan nilai 1,000 yang setara dengan 2700 kal/org/hr. AKE kelompok umur yang lain dibandingkan terhadap AKE patokan ini, sehingga diperoleh nilai-nilai perbandingan kecukupan energi, yang disebut Faktor Unit Konsumen Energi (UE) (Hardinsyah, 1992).

Dengan menggunakan faktor UE dapat dihitung AKEK dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

���� = ( ���) (2700)

�=1

Keterangan:

AKEK = Angka Kecukupan Energi keluarga

UEi = Faktor Unit Konsumen Energi dari anggota keluarga ke-i

(9)

Tabel di bawah ini merupakan faktor UE yang dihitung berdasarkan hasil Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi 1988, dengan patokan kecukupan energi pria dewasa (20 – 59 tahun), berat badan 56 kg, dan aktivitas sedang. Faktor UE = 1,000 yang setara dengan 2700 kal/org/hr.

Tabel 2.1 Faktor Unit Konsumen Energi (UE) Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur.

Kelompok Umur (tahun)

Kecukupan Energi (Kal/org/hr)

Faktor Unit Konsumen Energi* (1,000 = 2700)

0,5 – 1 800 0,296

1 – 3 1220 0,452

4 – 6 1720 0,637

7 – 9 1860 0,689

Pria

10 – 12 1950 0,722

13 – 15 2200 0,815

16 – 19 2360 0,874

20 – 59 2400/2700/3250** 0,889/1,000/1,204**

>= 60 1960 0,726

Wanita

10 – 12 1750 0,648

13 – 15 1900 0,703

16 – 19 1850 0,685

20 – 59 1900/2100/2400** 0,704/0,778/0,889**

>= 60 1700 0,630

Tambahan:

Hamil 200/245/285** 0,074/0,091/0,106**

Menyusui 500 0,185

Sumber: Hardinsyah & Martianto, 1992

Keterangan: * = Dihitung berdasarkan Kecukupan Energi hasil Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi Tahun 1988

(10)

2.3.2 Kecukupan Protein Keluarga

Menurut Hardinsyah (1992) untuk menghitung Angka Kecukupan Protein Keluarga (AKPK) juga menggunakan faktor unit konsumen dengan patokan angka kecukupan protein pria atau wanita dewasa. Berikut rumus untuk menghitung AKPK:

���� = ( ���) (50)

�=1

Keterangan:

AKPK = Angka Kecukupan Protein Keluarga

AKPRK = Angka Kecukupan Protein Rata-Rata Keluarga

UPi = Faktor Unit Konsumen Protein bagi anggota keluarga ke-i n = Jumlah anggota keluarga

50 = Nilai UP sama dengan 1,00

Tabel 2.4 di bawah ini merupakan faktor unit konsumen protein (UP) yang dihitung berdasarkan Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi tahun 1988 dengan patokan kecukupan protein pria dewasa, berat badan 56 kg.

Tabel 2.2 Faktor Unit Konsumen Protein (UP) Menurut Kelompok Umur

Kelompok Umur (tahun) Kecukupan Protein (gr/org/hr)

Faktor Unit Konsumen Protein* (1,00 = 50)

0,5 – 1 15 0,30

1 – 3 23 0,46

4 – 6 32 0,64

7 – 9 36 0,72

Pria

10 – 12 45 0,90

13 – 15 57 1,14

16 – 19 62 1,24

20 – 59 50 1,00

>= 60 50 1,00

Wanita

10 – 12 49 0,98

13 – 15 57 1,14

16 – 19 47 0,94

20 – 59 44 0,88

>= 60 44 0,88

Tambahan:

Hamil 0,24

Menyusui 0,32

(11)

2.4 Penilaian Status Gizi Keluarga

Pola makan yang seimbang, yaitu sesuai dengan kebutuhan disertai pemilihan bahan makanan yang tepat akan melahirkan status gizi yang baik. Asupan makanan yang melebihi kebutuhan tubuh akan menyebabkan kelebihan berat badan dan penyakit lain yang disebabkan oleh kelebihan zat gizi. Sebaliknya, asupan makanan kurang dari yang dibutuhkan akan menyebabkan tubuh menjadi kurus dan rentan terhadap penyakit. Kedua keadaan tersebut sama tidak baiknya, sehingga disebut gizi salah (Sulistyoningsih, 2010).

Menurut Supariasa (2002), status gizi adalah suatu keadaan seseorang sebagai akibat dari keseimbangan antara zat-zat gizi yang masuk ke dalam tubuh dan penggunaan zat-zat tersebut oleh tubuh untuk pertambahan produksi energi dan proses tubuh. Status gizi optimal akan tercapai apabila kebutuhan gizi optimal terpenuhi. Masalah kekurangan dan kelebihan gizi merupakan masalah penting karena selain mempunyai resiko terjadinya penyakit tertentu, juga dapat mempengaruhi produktivitas kerja. Oleh karena itu, pemantauan keadaan tersebut perlu dilakukan secara berkesinambungan.

Penilaian status gizi dilakukan dengan 2 cara yaitu secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dilakukan dengan antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Secara tidak langsung dilakukan dengan survei konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi.

(12)

lansia) tidak bermasalah dengan status gizinya. Kelompok rentan gizi dipergunakan sebagai acuan status gizi keluarga karena kelompok rentan gizi adalah kelompok rawan yang perlu mendapatkan perhatian lebih dibandingkan kelompok-kelompok lainnya (Husaini, 1996).

Menurut Notoatmodjo (2003) pada kelompok-kelompok umur rentan gizi tersebut berada pada suatu siklus pertumbuhan dan perkembangan yang memerlukan zat-zat gizi dalam jumlah yang lebih besar dari kelompok umur yang lain. Kelompok rentan gizi ini terdiri dari:

a. Kelompok bayi : 0-1 tahun

b. Kelompok dibawah 5 tahun (balita) : 1-5 tahun c. Kelompok anak sekolah : 6-12 tahun

d. Kelompok remaja : 13-20 tahun e. Kelompok ibu hamil dan menyusui f. Kelompok usia lanjut

Parameter status gizi adalah ukuran yang menjadi patokan dalam menentukan status gizi seseorang. Ada beberapa parameter yang dapat digunakan dalam menilai status gizi seseorang, salah satunya adalah dengan pengukuran tubuh manusia yang dikenal dengan antropometri. Antropometri telah lama dikenal sebagai indikator untuk penilaian status gizi perorangan maupun masyarakat (Santrock, 2003).

(13)

dapat berfluktuasi, sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil, dapat mendeteksi kegemukan (Supriasa, 2003)

2. Dalam penghitungan antropometri untuk katagori umur > 5 tahun menggunakan Indeks Massa Tubuh menurut umur (IMT/U)

3. Status gizi ibu hamil diukur dengan cara pengukuran antropometri melalui Lingkar Lengan Atas (LLA), dengan kriteria (Supariasa, 2001):

- Berisiko KEK : LLA < 23,5 cm - Tidak Berisiko KEK : LLA ≥ 23,5 cm

4. Menurut Moore (1997) untuk mendapatkan angka tinggi badan lansia yang tepat merupakan hal yang pelik karena hilangnya mineralisasi vertebra dan volume diskus intervertebalis yang berakibat hilangnya tinggi badan. Untuk memperkirakan tinggi badan berdasarkan tinggi lutut yaitu panjang dari telapak kaki ke paha anterior dengan kedua pergelangan kaki dan lutut tertekuk pada sudut 90 derajat.

Dengan rumus seperti dibawah ini : - Untuk wanita

Perkiraan tinggi badan dalam cm = 84,88 + (1,83 x tinggi lutut dalam cm) + (-0,24 x usia dalam tahun)

- Untuk pria

(14)

2.5 Makanan dan Kebudayaan Tionghoa

Makanan mempunyai fungsi majemuk dalam masyarakat .Fungsi tersebut bukan hanya sebagai fungsi biologis, tetapi juga fungsi sosial, budaya, dan agama. Makanan erat kaitannya dengan tradisi suatu masyarakat setempat, karena itu makanan memiliki fenomena lokal. Seluruh aspek makanan tersebut merupakan bagian-bagian dari warisan tradisi suatu golongan masyarakat.

Tradisi memang selalu menjadi perkara yang tak lekang dimakan waktu. Sejak ribuan tahun yang lalu upacara budaya selalu dilaksanakan setiap tahunnya. Makanan sebagai lambang peradaban, jadi salah satu bagian terpenting dalam sebuah perkembangan tradisi. Setiap perayaan upacara budaya Cina, ada banyak hidangan yang disajikan. Serba manis, serba gurih, bentuk dan penuh dengan warna. Untuk menandakan harapan-harapan yang serba indah dan serba manis dihasil usaha pada tahun yang akan datang. Serta maempunyai makna dari makanan tradisional dengan harapan juga seperti, umur panjang, kemakmuran, kesehatan, keberuntungan, dan kebahagiaan, jadi deretan harapan yang juga disemaikan dalam hati semua orang yang merayakannya.

1 Peringatan kelahiran di etnis Tionghoa

(15)

Keluarga Tionghoa akan merayakan satu bulan kelahiran bayinya dengan membagikan ketan kuning dan putih, juga kelapa yang sudah di adon bersama gula merah. Sementara kerabat akan memberi hadiah atau angpau untuk bayi. Peristiwa ini dikenal dengan istilah chut ngiat.

Pada saat bayi berumur satu Tahun, maka etnis Tionghoa akan merebus telur merah. Jumlah telur harus genap apabila bayi perempuan dan ganjil bila laki-laki.

Setiap perayaan ulang tahun etnis Tionghoa, mi menjadi salah satu menu sajian yang tidak pernah ketinggalan. Etnis Tionghoa mengartikan pemberian mi pada orang yang berulang tahun sebagai harapan atau doa agar yang berulang tahun berumur panjang.

Selain mi, telur rebus merah juga tidak kala penting. Pada zaman dulu sebagian besar orang Tionghoa hidup dalam keterbatasan. Telur dianggap sebagai makanan istimewa. Levelnya setingkat dengan daging. Agar terlihat berbeda maka telur diberi warna merah yang bagi etnis Tionghoa melambangkan kebahagiaan

2 Pernikahan etnis Tionghoa

Bagi masyarakat Tionghoa, upacara pernikahan merupakan adat perkawinan yang berdasarkan kekerabatan, penghormatan kepada leluhur, kemanusiaan dan kekeluargaan. Inilah nilai dasar ritual perkawinan Tionghoa. Upacara pernikahan Tionghoa tidaklah seragam di semua tempat. Terdapat berbagai variasi tergantung pada tempat dan pengaruh adat lainnya di tempat itu pada masa lampau.

(16)

berbeda-beda: asin, manis, pahit, tawar, pedas, gurih, berlemak. Untuk menyiapkan pengantin bahwa tidak selamanya mereka menghadapi kondisi menyenangkan sepanjang usia pernikahan mereka.

3 Peringatan Kematian

- Peringatan 3 hari setelah meninggal

Setelah 3 hari dari pemakaman, seluruh keluarga melakukan upacara penghormatan dan peringatan di tempat jenazah berada. Mereka membawa makanan, buah-buahan, dupa, dan lilin ke kuburan.

- Peringatan 7 hari setelah meninggal

Seperti halnya upacara peringatan 3 hari, keluarga sembahyang lagi ke kuburan almarhum. Mereka membawa rumah-rumahan, makanan dan buah-buahan, serta uang akhirat.

- Peringatan 100 hari setelah meninggal

Pada hari ke 100 keluarga melakukan upacara penghormatan di kuburan almarhum. Semua baju duka dari blacu dibuka dan diganti baju biasa sebagai tanda mereka telah rela melepas arwah almarhum kea lam baka.

- Peringatan 1 tahun setelah meninggal

Peringatan setahun ini merupakan upacara persembahan. Pada meja persembahan diletakan berbagai macam makanan, buah-buahan, minuman antara lain teh dan kopi, serta minimal tiga macam manisan, rokok, dan sirih sekapur.

4 Perayaan Imlek

(17)

musim semi yang berkaitan erat dengan prinsip kemakmuran. Masyarakat Tionghoa dahulunya sangat mengandalkan alam dalam setiap sendi kehidupan mereka. Tentu saja, datangnya musim semi yang berarti datangnya kembali kesempatan untuk bercocok tanam, adalah suatu peristiwa yang wajib dirayakan dengan meriah.

Pada perayaan Tahun Baru Imlek, biasanya masyarakat Tionghoa yang berkecukupan selalu menyediakan 12 jenis masakan dan 12 jenis kue, terkait dengan shio yang berjumlah 12. Selain masakan yang selalu mengandung makna tertentu, kue-kue yang disajikan juga biasanya memiliki rasa yang lebih manis dari biasanya, dengan harapan agar hidup mereka juga menjadi lebih manis dan penuh rezeki di tahun-tahun berikutnya.

Makanan yang biasanya dihidangkan dalam perayaan imlek:

- Daging hewan yang kerap muncul di perayaan Tahun Baru Imlek adalah ayam, ikan, dan babi. Pemilihan tiga hewan ini tentunya bukan tanpa alasan. Masyarakat Tionghoa meyakini bahwa makanan tersebut melambankan kemakmuran. Hidangan ayam dan ikan harus disajikan secara utuh sebagai harapan mengawali dan mengakhiri sesuatu dengan baik

- Sajian mi terutama Siu Mie/Shou Mian yang berarti "mi panjang umur" harus dihidangkan tanpa putus dari ujung awal hingga ke ujung akhir. Dengan demikian, diharapkan orang yang memakannya akan panjang umur.

(18)

merupakan perlambang makna peningkatan rezeki atau kemakmuran. Kue keranjang juga kerap disusun dengan kue mangkok berwarna merah di atasnya. Ini melambangkan kehidupan yang manis dan semakin menanjak semakin merekah seperti kue mangkok.

- Kuaci atau biji bunga matahari juga biasa disajikan saat Imlek. Makanan ringan ini punya filosofi bahwa jumlahnya yang banyak sebagi doa, haapan agar nantinya keturunan Tionghoa juga banyak.

- Masyakarat Tionghoa sangat senang makan jeruk terutama jeruk mandarin karena buah yang satu ini ternyata merupakan perlambang kemakmuran dan kekayaan yang selalu bertumbuh. Jeruk yang disajikan di kala perayaan Imlek sebisa mungkin masih memiliki daun di tangkainya. Daun ini menandakan adanya kehidupan dan kesejahteraan.

5. Sembahyang Bulan

Setiap tanggal 15 bulan ke 8 penanggalan Cina, masyarakat Tionghoa menjalankan sembahyang bulan. Peringatan ini dikenal dengan istilah Pat Ngiat Pan. Untuk merayakannya, mereka akan menikmati kue bulan, yaitu salah satu kue khas Tionghoa yang berbentuk bulat dengan hiasan ukiran serta manis rasanya.

(19)

2.5 Kerangka Konsep Penelitian

Adapun penulis akan meneliti tentang pola makan keluarga suku Etnis Tionghoa yang terlihat jelas dalam kerangka konsep di bawah ini :

Dari kerangka konsep di atas dapat dijelaskan bahwa jenis makanan keluarga, frekuensi makan keluarga, jumlah makanan keluarga, distribusi makanan, jenis makanan nilai tinggi dan nilai rendah dan tabu makanan mempengaruhi status gizi keluarga.

Pola Makan Etnis Tionghoa

- Jenis Makanan Keluarga

- Frekuensi Makan Keluarga

- Jumlah Makanan Keluarga

- Distribusi Makan

- Jenis Makanan Nilai Tinggi dan Nilai Rendah

- Tabu Makanan

Gambar

Tabel 2.1 Faktor Unit Konsumen Energi (UE) Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur. Kelompok Umur Kecukupan Energi Faktor Unit Konsumen Energi* (1,000 =
Tabel 2.2    Faktor Unit Konsumen Protein (UP) Menurut Kelompok Umur Kecukupan Protein Faktor Unit Konsumen Protein* (1,00 =

Referensi

Dokumen terkait

untuk tanggapan (response time-out) masih berjalan. Jika error terdeteksi dari frame, dapat dilakukan secara bersamaan.  Jika tidak ada jawaban yang diterima, Response time-out

BAB III STANDAR NASIONAL PENELITIAN BAB II STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN BAB IV STANDAR NASIONAL PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT BAB V KETENTUAN PERALIHAN BAB I KETENTUAN UMUM

3.3.3 Path of Tweets: The main purpose of this study was to determine the paths or routes of the twitter users by using their tweets’ location information and review

ISPRS Annals of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume IV-4/W1, 2016 1st International Conference on Smart Data and Smart Cities, 30th UDMS,

Untuk setiap usulan yang telah didaftarkan dalam sistem (baik yg lengkap atau tidak lengkap, serta yang didanai atau tidak didanai) dihitung sebagai penggunaan kuota usulan. 

Sains-sains partikular dapat dipadukan secara konseptual dalam sains metafisika tentang Tauhid karena Prinsip Ilahi merupakan sumber metafisik

Al Iqtishad: Jurnal Ilmu Ekonomi Syariah (Journal of Islamic Economics) is a peer-reviewed journal published by State Islamic University (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

untuk berkembang di bidang ekonomi meski tidak secepat Tiongkok namun kualitas demokrasinya bisa disebut lebih baik dari Tiongkok. Kelompok lainnya adalah negara­negara di Asia