• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Karakteristik Keluarga dan Pola Asuh terhadap Status Gizi Balita di Kompleks Perumahan Taman Setia Budi Indah II Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Karakteristik Keluarga dan Pola Asuh terhadap Status Gizi Balita di Kompleks Perumahan Taman Setia Budi Indah II Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KARAKTERISTIK KELUARGA DAN POLA ASUH TERHADAP STATUS GIZI BALITA DI KOMPLEKS

TAMAN PERUMAHAN SETIA BUDI INDAH II KELURAHAN ASAM KUMBANG

KECAMATAN MEDAN SELAYANG

TESIS Oleh MUNARNI 087032003/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

THE INFLUENCE OF FAMILY CHARACTERISTIC AND NURSING PATTERN ON THE NUTRITIONAL STATUS OF CHILDREN

UNDER FIVE YEARS OLD IN TAMAN SETIA BUDI INDAH II HOUSING COMPLEX, KELURAHAN ASAM KUMBANG, SELAYANG SUBDISTRICT

THESIS

By

MUNARNI 087032003/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

PENGARUH KARAKTERISTIK KELUARGA DAN POLA ASUH TERHADAP STATUS GIZI BALITA DI KOMPLEKS

TAMAN PERUMAHAN SETIA BUDI INDAH II KELURAHAN ASAM KUMBANG

KECAMATAN MEDAN SELAYANG

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

OLEH

MUNARNI 087032003/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(4)

Judul Tesis : PENGARUH KARAKTERISTIK KELUARGA DAN POLA ASUH TERHADAP STATUS GIZI BALITA DI KOMPLEKS TAMAN

PERUMAHAN SETIA BUDI INDAH II KELURAHAN ASAM KUMBANG KECAMATAN MEDAN SELAYANG Nama Mahasiswa : Munarni

Nomor Induk Mahasiswa : 087032003

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes)

Ketua Anggota

(Dra. Jumirah, Apt, M.Kes)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(5)

Telah diuji pada Tanggal :

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes Anggota : 1. Dra. Jumirah, Apt., M.Kes

(6)

PERNYATAAN

PENGARUH KARAKTERISTIK KELUARGA DAN POLA ASUH TERHADAP STATUS GIZI BALITA DI KOMPLEKS

TAMAN PERUMAHAN SETIA BUDI INDAH II KELURAHAN ASAM KUMBANG

KECAMATAN MEDAN SELAYANG

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2012

(7)

ABSTRAK

Masa Balita usia 12-59 bulan adalah masa di mana anak sangat membutuhkan zat gizi dalam jumlah yang cukup dan seimbang. Kekurangan zat gizi pada masa ini dapat menimbulkan gangguan tumbuh kembang. Pada masa ini juga, anak masih benar-benar bergantung pada perawatan dan pengasuhan oleh ibunya dan karakteristik keluarga

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh karakteristik keluarga dan pola asuh, terhadap status gizi anak Balita di Kompleks Perumahan Taman Setia Budi Indah II Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang. Jenis penelitian adalah survei dengan tipe explanatory research. Populasi adalah seluruh ibu yang mempunyai anak balita berjumlah 52 orang. Pengumpulan data karakteristik keluarga, pola asuh makan menggunakan wawancara berpedoman pada kuesioner dan pola asuh kesehatan menggunakan wawancara berpedoman kepada kuesioner. Status gizi anak balita berdasarkan indeks BB/TB. Analisis data menggunakan uji regresi logistik berganda pada tingkat kemaknaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa status gizi anak balita (1-5 tahun) berdasarkan indeks BB/TB diperoleh normal (40,4%) dan status gizi lebih ( gemuk ) 59,6 %. Karakteristik keluarga yang terdiri dari pengetahuan ibu berkategori baik 65,4 %, pendidikan tinggi 75,0 %, pendapatan keluarga > 1.200.000 (100%), ibu yang bekerja (59,6%), Pola asuh makan yang diterapkan ibu kepada anak balita baik 55,8 %. Demikian juga pola kesehatan anak balita baik 61,5 %. Ada pengaruh pola asuh (makan dan kesehatan) terhadap status gizi anak balita.

Diharapkan ibu-ibu yang telah menerapkan pola asuh yaitu pola asuh makan dan pola asuh kesehatan yang baik tetap mempertahannya.

(8)

ABSTRACT

Children of 12-59 months old need adequate and balanced nutrients. Nutritional deficiency occurred during this time can result in growth disorders because the children still really depend on the care and nurturing of their mothers and family characteristics.

The purpose of this explanatory survey study was to analyze the influence of family characteristics and nursing pattern on the nutritional status of the children under five years old in Taman Setia Budi II Housing Complex, Kelurahan Asam Kumbang, Medan Selayang Subdistrict. The population of this study was all of the 52 mothers having children under five years old. The data for this study such as family characteristics and nursing and eating patterns and health pattern were obtained through questionnaire-based interviews. The nutritional status of the children under five years old was based on the Body Weight/Body Height index. The data obtained were analyzed through multiple logistic regression tests at level of significance of 95%.

The result of this study showed that, based on the Body Weight/Body Height index, the nutritional status of the children between 1-5 years old was normal (40.4%) and more nutritional status (fat) (59.6%). In terms of family characteristics, the mothers were with good category (65.4%) and with high education (75.0%), family income > Rp. 1,200,000.00 (100%), mothers who worked (59.6%). Eating pattern applied by the mothers to the children under five years old was good (55.8%). Health pattern applied by the mothers to the children under five years old was good (61.5%). Nursing patterns (eating and health) had influence on the nutritional status of the children under five years old. Eating pattern was more dominant in influencing the nutritional status of the children under five years old.

The mothers are expected to apply and maintain a good (eating and health) nursing pattern.

Keywords: Nursing Pattern, Nutritional Status, Children Under Five Years Old, Family Characteristic

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan, yang telah memberi rahmat- Nya sehingga

dengan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul ”Pengaruh

Karakteristik Keluarga dan Pola Asuh terhadap Status Gizi Balita di Kompleks Perumahan Taman Setia Budi Indah II Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang”.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan

pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi

dan Kebijakan Gizi Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara Medan.

Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan

bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini, penulis mengucapkan

terima kasih kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M&H.,

M.Sc (CTM)., Sp.A, (K).

2. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Dr. Drs. Surya

Utama, M.S atas kesempatan penulis menjadi mahasiswa Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara.

3. Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si dan

(10)

4. Ketua Komisi Pembimbing Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes dan Anggota Komisi

Pembimbing Dra. Jumirah, Apt. M. Kes atas segala ketulusannya dalam

menyediakan waktu untuk memberikan bimbingan, dorongan, saran dan perhatian

selama proses proposal hingga penulisan tesis ini selesai.

5. Penguji Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si.dan Anggota Komisi Penguji Ernawati

Nasution, M.Kes yang telah banyak memberikan saran, bimbingan dan perhatian

selama penulisan tesis.

6. Para dosen, staf administrator serta semua pihak yang terkait di lingkup Program

Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan

Gizi Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara.

7. Orangtua penulis, abang dan kakak serta keluarga besar yang telah memberikan

dukungan moril serta doa dan motivasi selama penulis menjalani pendidikan.

8. Teman-teman seperjuangan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat,

Universitas Sumatera Utara, atas bantuannya dan memberikan semangat dalam

(11)

Akhirnya saya menyadari segala keterbatasan yang ada. Untuk itu, saran dan

kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini, dengan

harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan

dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, September 2012 Penulis

(12)

RIWAYAT HIDUP

Munarni lahir pada tanggal 7 Maret 1984 di Rantauprapat, beragama Kristen

Protestan, bertempat tinggal di Jl. SM. Raja G.Angkir No.18 Medan

Pendidikan, SDN 112137 Rantauprapat (1996), SMPN 1 Rantauprapat

(1999), SMA N 5 Plus Rantauprapat (2002), Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara (2007).

(13)

DAFTAR ISI

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

2.2 Karakteristik Keluarga ... 30

2.2.1 Pengetahuan Gizi Ibu ... 30

2.3.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Status Gizi ... 37

2.3.3 Penilaian Status Gizi ... 37

2.4 Landasan Teori ... 38

2.5 Kerangka Konsep ... 41

(14)

3.4.2 Cara Pengumpulan Data ... 43

3.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 44

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 45

3.6 Metode Pengukuran ... 48

3.7 Metode Analisis Data ... 50

BAB 4. HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 52

4.6 Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Status Gizi Anak Balita di Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II ... 59

4.7 Hubungan Pendidikan Ibu dengan Status Gizi Anak Balita di Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II ... 60

4.8 Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Status Gizi Anak Balita di Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II ... 60

4.9 Hubungan Pola Asuh Makan dengan Status Gizi Anak Balita di Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II ... 61

4.10 Hubungan Pola Asuh Kesehatan dengan Status Gizi Anak Balita di Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II ... 62

4.11 Pengaruh Karakteristik dan Pola Asuh terhadap Status Gizi Balita Di Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II ... 62

BAB 5. PEMBAHASAN 5.1 Karaketristik Keluarga dan Pola Asuh Anak Balita Di Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II ... 66

5.2 Pengaruh Karakteristik Keluarga terhadap Status Gizi Anak Balita Di Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II ... 67

5.3 Pengaruh Pola Asuh Anak Balita terhadap Status Gizi Anak Balita Di Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II ... 69

5.3.1 Pengaruh Pola Asuh Makan terhadap Status Gizi Anak Balita Di Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II ... 71

(15)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 75

6.2 Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 77

(16)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

2.1. Pola Pemberian Makanan Balita ... 24

3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Butir Instrumen Variabel

Penelitian ... 37

4.2. Distribusi Karakteristik Ibu yang mempunyai Balita di

Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II ... 53

4.3. Distribusi Karakteristik Balita di Kompleks Taman Perumahan

Setia Budi Indah II ... 54

4.4.1 Distribusi Jawaban Responden tentang Pemberian Makan pada Balita Usia 13-36 bulan di Kompleks Taman Perumahan Setia

Budi Indah II ... 56

4.4.2 Distribusi Jawaban Responden Tentang Pemberian Makan pada Anak Balita Usia 37-60 bulan di Kompleks Taman

Perumahan Setia Budi Indah II ... 57

4.4.3 Distribusi Jawaban Responden tentang Pola Asuh Kesehatan di

Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II ... 49

4.4.4 Distribusi Pola Asuh Makan dan Pola Asuh Kesehatan

Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II ... 58

4.5. Distribusi Status Gizi Anak Balita di Kompleks Taman

Perumahan Setia Budi Indah II ... 59

4.6. Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Status Gizi Anak Balita di

Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II ... 51

4.7. Hubungan Pendidikan Ibu dengan Status Gizi Anak Balita di

Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II ... 60

4.8. Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Status Gizi Anak Balita di

Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II ... 60

4.9. Hubungan Pola Asuh Makan dengan Status Gizi Anak Balita di

(17)

4.10. Hubungan Pola Asuh Kesehatan dengan Status Gizi Anak

Balita di Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II ... 62

4.11. Hasil Uji Regresi Logistik Karaktersitik Keluarga dan Pola Asuh terhadap Status Gizi Anak Balita di Kecamatan

(18)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1 Keterkaitan antara Pola Asuh dan Status Gizi dengan Perilaku 40

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Surat Izin Penelitian dari Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat USU ... 81

2 Surat Telah Selesai Meneliti dari Kelurahan Asam Kumbang ... 82

3. Kuesioner Penelitian ... 84

4. Pengolahan Data ... 88

(20)

ABSTRAK

Masa Balita usia 12-59 bulan adalah masa di mana anak sangat membutuhkan zat gizi dalam jumlah yang cukup dan seimbang. Kekurangan zat gizi pada masa ini dapat menimbulkan gangguan tumbuh kembang. Pada masa ini juga, anak masih benar-benar bergantung pada perawatan dan pengasuhan oleh ibunya dan karakteristik keluarga

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh karakteristik keluarga dan pola asuh, terhadap status gizi anak Balita di Kompleks Perumahan Taman Setia Budi Indah II Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang. Jenis penelitian adalah survei dengan tipe explanatory research. Populasi adalah seluruh ibu yang mempunyai anak balita berjumlah 52 orang. Pengumpulan data karakteristik keluarga, pola asuh makan menggunakan wawancara berpedoman pada kuesioner dan pola asuh kesehatan menggunakan wawancara berpedoman kepada kuesioner. Status gizi anak balita berdasarkan indeks BB/TB. Analisis data menggunakan uji regresi logistik berganda pada tingkat kemaknaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa status gizi anak balita (1-5 tahun) berdasarkan indeks BB/TB diperoleh normal (40,4%) dan status gizi lebih ( gemuk ) 59,6 %. Karakteristik keluarga yang terdiri dari pengetahuan ibu berkategori baik 65,4 %, pendidikan tinggi 75,0 %, pendapatan keluarga > 1.200.000 (100%), ibu yang bekerja (59,6%), Pola asuh makan yang diterapkan ibu kepada anak balita baik 55,8 %. Demikian juga pola kesehatan anak balita baik 61,5 %. Ada pengaruh pola asuh (makan dan kesehatan) terhadap status gizi anak balita.

Diharapkan ibu-ibu yang telah menerapkan pola asuh yaitu pola asuh makan dan pola asuh kesehatan yang baik tetap mempertahannya.

(21)

ABSTRACT

Children of 12-59 months old need adequate and balanced nutrients. Nutritional deficiency occurred during this time can result in growth disorders because the children still really depend on the care and nurturing of their mothers and family characteristics.

The purpose of this explanatory survey study was to analyze the influence of family characteristics and nursing pattern on the nutritional status of the children under five years old in Taman Setia Budi II Housing Complex, Kelurahan Asam Kumbang, Medan Selayang Subdistrict. The population of this study was all of the 52 mothers having children under five years old. The data for this study such as family characteristics and nursing and eating patterns and health pattern were obtained through questionnaire-based interviews. The nutritional status of the children under five years old was based on the Body Weight/Body Height index. The data obtained were analyzed through multiple logistic regression tests at level of significance of 95%.

The result of this study showed that, based on the Body Weight/Body Height index, the nutritional status of the children between 1-5 years old was normal (40.4%) and more nutritional status (fat) (59.6%). In terms of family characteristics, the mothers were with good category (65.4%) and with high education (75.0%), family income > Rp. 1,200,000.00 (100%), mothers who worked (59.6%). Eating pattern applied by the mothers to the children under five years old was good (55.8%). Health pattern applied by the mothers to the children under five years old was good (61.5%). Nursing patterns (eating and health) had influence on the nutritional status of the children under five years old. Eating pattern was more dominant in influencing the nutritional status of the children under five years old.

The mothers are expected to apply and maintain a good (eating and health) nursing pattern.

Keywords: Nursing Pattern, Nutritional Status, Children Under Five Years Old, Family Characteristic

(22)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Masalah gizi bukan lagi hal yang dianggap sederhana. Bahkan hal ini telah

masuk menjadi salah satu indikator kesehatan masyarakat. Dari 24 indikator yang

menjadi dasar penetapan IPKM yang terbagi menjadi tiga kategori bobot, yaitu

kategori mutlak dengan bobot lima sebanyak sebelas indikator, kategori penting

dengan bobot empat sebanyak lima indikator, dan kategori perlu dengan bobot tiga

sebanyak delapan indikator. Untuk kategori mutlak tiga di antaranya adalah indikator

gizi yaitu prevalensi balita gizi kurang dan gizi buruk, prevalensi balita pendek, dan

prevalensi balita kurus.

Hal tersebut membuktikan bahwa masalah gizi bukanlah masalah yang sepele.

Ada dua jenis masalah yang muncul akibat malnutrisi yaitu masalah gizi lebih dan

gizi kurang. Gizi lebih dalam dua dekade terakhir meningkat akibat perubahan pola

hidup masyarakat terutama di daerah urban. Bahkan masalah gizi lebih ini telah

menjadi polemik sendiri di negara maju. Gizi lebih dapat dinilai dari berat badan.

Dari data yang dihimpun WHO tahun 2008 menyebutkan bahwa sekitar 1.5 miliar

penduduk dewasa mengalami kelebihan berat badan, 200 juta pria dewasa mengalami

obesitas, dan lebih dari 300 juta wanita mengalami obesitas. Sebuah studi pada tahun

2008 oleh Centers for Disease Control di Atlanta yang dilakukan di Amerika Serikat

menunjukkan hampir satu dari lima anak usia 6-11 tahun dan 18,1 persen anak usia

(23)

2.24 % balita yang mengalami gizi lebih, sedangkan data untuk penduduk di atas 15

tahun terdapat 10.3 % mengalami gizi lebih.

Masalah gizi pada anak balita di Indonesia akhir-akhir ini cenderung

menunjukkan masalah gizi ganda, yaitu kelebihan gizi yang terjadi di perkotaan dan

kekurangan gizi yang banyak ditemukan dipedesaan. Karena gizi lebih atau obesitas

pada anak mempunyai konsekuensi medisyang serius terutama untuk masa depan

yang bersangkutan maupun terhadap ketersediaan kualitas manusia Indonesia

selanjutnya, maka perlu mendapat perhatian semua pihak yang berkecimpung dalam

bidang ilmu kesehatan anak (Siswono, 2005).

Dari data Susenas tahun 1989 dan1992 gizi lebih pada balita di Indonesia

menunjukkan angka peningkatan yang cukup tinggi, pada daerah perkotaan dari 4,6%

ke 6,3% untuk anak laki-laki dan dari 5,9% ke 8,0% untuk anak perempuan.

Sedangkan wilayah pedesaan ditemukan 2,3% ke 3,9% untuk laki-laki, dan dari 3,8%

ke 4,7% untuk anak perempuan, sedangkan pada tahun 1999 menunjukkan prevalensi

sebesar 5,2%. Angka tersebut akan semakin meningkat seiring dengan terjadinya transisi demografi

yang diikuti juga dengan terjadinya transisi epidemilogi. Prevalensi gizi lebih pada balita di

Propinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2000 sebesar 2,81%.

Masa balita merupakan masa yang tergolong rawan dalam pertumbuhan dan

perkembangan anak karena pada masa ini anak mudah sakit dan mudah terjadi kurang

gizi. Pada masa ini perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran

social, emosional, dan intelengensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan

perkembangan berikutnya. Perkembangan moral serta dasar-dasar kepribadian juga

(24)

Memiliki anak yang sehat dan cerdas adalah dambaan setiap orang tua. Untuk

mewujudkannya tentu saja orangtua harus selalu memperhatikan pertumbuhan dan

perkembangannya. Meskipun proses tumbuh kembang anak berlangsung secara

alamiah, proses tersebut sangat bergantung kepada orang dewasa atau orang tua.

Apalagi masa lima tahun pertama (masa balita) adalah periode penting dalam tumbuh

kembang anak dan merupakan masa yang akan menentukan pembentukan fisik,psikis

maupun intelegensinya (Sulistijani, dkk, 2001).

Masalah gizi dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling mempengaruhi

secara kompleks. Ditingkat rumah tangga, keadaan gizi dipengaruhi oleh kemampuan

rumah tangga menyediakan pangan dan jumlah dan jenis yang cukup serta pola asuh

yang dipengaruhi oleh faktor pendidikan, perilaku dan keadaan kesehatan rumah

tangga. Keluarga yang tergolong mampu dalam setiap masyarakat mempunyai

persediaan pangan yang mencukupi bahkan berlebih untuk sepanjang tahun,

sedangkan pada keluarga kurang mampu pada masa-masa tertentu sering mengalami

kurang pangan. Hal ini menyangkut peluang dalam mencari nafkah (Sajogya, 1994).

Menurut Engle et al (1997) pola asuh adalah kemampuan keluarga dan

masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian dan dukungan dalam memenuhi

kebutuhan fisik, mental dan sosial dari anak yang sedang tumbuh dan anggota

keluarga lainnya. Pengasuh merupakan faktor yang sangat erat kaitannya dengan

pertumbuhan dan perkembangan anak berusia lima tahun. Anak balita merupakan

golongan rawan gizi karena berhubungan dengan proses pertumbuhan yang relatif

pesat dan memerlukan zat-zat gizi dalam jumlah besar. Menurut Jelliffle (1989), masa

(25)

disebut dengan Periode Kritis (Danger Periode) karena pada usia ini anak mengalami

pertumbuhan fisik dan perkembangan otak yang sangat cepat bahkan pada umumnya

anak sudah mengalami proses penyapihan yang terlalu dini akibat anak sudah

mempunyai adik lagi. Kondisi demikian dapat menyebabkan anak kurang mendapat

perhatian dari orang tua, seperti asuhan gizi kurang, adanya penyakit infeksi dan

parasit serta adanya problem psikologis pada anak. Selain itu, anak pada usia 1-2

tahun masih bersifat konsumen pasif karena makanannya tergatung pada apa yang

disediakan pengasuh (ibu) sehingga peran pengasuh sangat menunjang status gizi

anak.

Seorang ibu yang memegang peranan penting dalam pengasuhan

anaknya,mempunyai pola pengasuhan yang tidak sama. Karena hal ini sangat

dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mendukungnya,antara lain : latar belakang

pendidikan ibu, pekerjaan ibu, status gizi ibu, jumlah anak, dan sebagainya.

Peran ibu dalam pertumbuhan dan perkembangan anak sangatlah dominan

untuk mengasuh dan mendidik anak agar tumbuh dan berkembang menjadi anak yang

berkualitas. Pola asuh yang diterapkan oleh ibu dapat berpengaruh terhadap

pertumbuhan anak khususnya status gizi anak.Widayani (2001), menemukan korelasi

yang positif antara pola asuh ibu dengan status gizi anaknya. Proses mengasuh dan

mendidik anak memerlukan waktu yang cukup, walaupun saat ini berkembang bahwa

pola pengasuhan itu yang terpenting adalah kualitasnya, tetapi saja diperlukan

kuantitas dalam hal ini waktu kebersamaan ibu dengan anaknya. Jelas sudah bahwa

(26)

yang baik bagi anak-anaknya sehingga anak tersebut dapat tumbuh dan berkembang

menjadi insan yang berkualitas.

Hasil penelitian Yusrizal (2008), mengungkapkan bahwa faktor sosial

ekonomi masyarakat (tingkat pendidikan, jenis pekerjaan) dan faktor budaya

masyarakat (tingkat pengetahuan, pola makan anak balita) berpengaruh terhadap

status gizi anak balita. Variabel pengetahuan merupakan variabel yang sangat

berpengaruh dan paling dominan pengaruhnya terhadap status gizi anak balita di

wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen.

Status gizi dan kesehatan merupakan salah satu dari 3 (tiga) faktor utama yang

sangat menentukan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), disamping pendidikan

dan pendapatan (ekonomi). Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa

adalah membangun sumber daya manusia yang berkualitas sehat, cerdas dan

produktif. Pencapaian pembangunan manusia yang diukur dengan Indeks

Pembangunan Manusia (IPM) belum menunjukkan hasil yang mengembirakan dalam

tiga dasawarsa terakhir. Pada tahun 2003, IPM Indonesia masih rendah yaitu berada

pada peringkat 112 dari 174 negara, lebih rendah dari negara-negara tetangga.

Rendahnya IPM ini sangat dipengaruhi oleh rendahnya status gizi dan status

kesehatan penduduk, hal ini antara lain terlihat dari masih tingginya angka kematian

bayi yaitu 35 perseribu kelahiran hidup dan angka kematian balita 58 perseribu

kelahiran hidup serta angka kematian ibu 307 perseratus kelahiran hidup. (Azwar,

2004).

Ditinjau dari sudut masalah kesehatan dan gizi, maka balita termasuk dalam

(27)

mudah menderita kelainan gizi, sedangkan pada saat ini mereka sedang mengalami

proses pertumbuhan yang relative pesat. Akibat dari kurang gizi ini kerentanan

terhadap penyakit-penyakit infeksi dapat menyebabkan meningkatnya angka

kematian balita (Soegeng, 2004).

Gambaran mengenai status gizi balita di Sumatera Utara pada tahun 2000

adalah gizi kurang 17,3 % dan gizi buruk 9,16 %, tahun 2003 prevalensi gizi kurang

18,59 % dan gizi buruk 8,82 % pada tahun 2006 terjadi penurunan persentase balita

dengan gizi buruk sebesar 1,02 % menjadi 7,8 % tetapi persentase balita gizi kurang

meningkat sebesar 4,72 % menjadi 23,31 %. Prevalensi gizi kurang dan gizi buruk di

Sumatera Utara masih termasuk dalam kategori tinggi sehingga perlu diwaspadai

karena cendrung berfluktuasi dari tahun ketahun (Dinkes Prov. Sumut, 2007).

Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 menunjukkan bahwa prevalensi KEP

pada balita, dalam bentuk gizi buruk dengan menggunakan indikator berat badan

menurut umur adalah 5,4 % dan gizi kurang 13 %. Di Sumatera Utara prevalensi KEP

angkanya masih diatas prevalensi nasional. Prevalensi status gizi balita di Sumatera

Utara tahun 2007 prevalensi status gizi lebih adalah 4,5 % status gizi baik 72,2 %,

gizi kurang 14,3 % dan gizi buruk 8,4 % (Depkes RI, 2007).

Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2010, menunjukkan angka balita kurang

gizi diangka 17,9 %. Masalah micro nutrient (kekurangan gizi mikro) atau kelaparan

tersembunyi masih sering ditemui di Indonesia. (Depkes RI, 2010)

Survei awal yang dilakukan peneliti melalui observasi pengamatan peneliti

didapatkan bahwa terdapat anak balita mengalami obesitas yang artinya gizi lebih

(28)

Kompleks Perumahan Taman Setia Budi Indah II adalah merupakan salah satu

kompleks perumahan elit di kota Medan yang berada di Kelurahan Asam Kumbang

Kecamatan Medan Selayang. Kompleks Perumahan Taman Setia Budi Indah II ini

memiliki jumlah KK sebanyak 216 KK, dengan jumlah penduduk sebanyak 1.118

jiwa.

Pada umunya ibu rumah tangga di Kompleks Perumahan Taman Setia Budi

Indah II ini memiliki pekerjaan diluar rumah yakni sebanyak 63,5 % dan yang tidak

bekerja sebanyak 36,5 %. Hal ini mengidentifikasi bahwa dengan sibuk bekerja (

lama bekerja 8 jam ) maka untuk mengasuh anak diperlukan tenaga pengasuh dan

memang disana banyak keluarga yang menggunakan jasa pengasuh untuk mengasuh

anaknya, padahal belum tentu anak nyaman bila tidak diasuh oleh ibu kandung

sendiri.

Berdasarkan kenyataan ini dan data yang ada, maka penulis tertarik untuk

meneliti mengenai pengaruh karakteristik keluarga dan pola asuh terhadap status gizi

anak Balita di Kompleks Perumahan Taman Setia Budi Indah II Kelurahan Asam

Kumbang Kecamatan Medan Selayang.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam

penelitian ini adalah : Bagaimanakah pengaruh karakteristik keluarga dan pola asuh

terhadap status gizi anak Balita di Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II

(29)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh karakteristik

keluarga dan pola asuh terhadap status gizi anak Balita di Kompleks Perumahan

Taman Setia Budi Indah II Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang.

1.4 Hipotesis

“ da pengaruh karakteristik keluarga dan pola asuh terhadap status gizi anak

Balita di Kompleks Perumahan Taman Setia Budi Indah II di Kelurahan Asam

Kumbang Kecamatan Medan Selayang”.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan masukan bagi Dinas

Kesehatan Kota Medan dalam penyusunan program gizi bagi ibu-ibu khususnya ibu

(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pola Asuh

Agar pola hidup anak bisa sesuai dengan standar kesehatan, di samping harus

mengatur pola makan yang benar, juga tak kalah pentingnya mengatur pola asuh yang

benar pula. Pola asuh yang benar bisa ditempuh dengan memberikan perhatian yang

penuh kasih sayang pada anak, memberinya waktu yang cukup untuk menikmati

kebersamaan dengan seluruh anggota keluarga (Perangin-angin, 2006).

Pola asuh adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan

waktu, perhatian, dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan

sebaik-baiknya secara fisik, mental dan sosial. Pengasuhan merupakan faktor yang

sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan dan perkembangan anak berusia di bawah

lima tahun. Masa anak usia 1-5 tahun (balita) adalah masa dimana anak masih sangat

membutuhkan suplai makanan dan gizi dalam jumlah yang memadai. Pada masa ini

juga, anak-anak masih sangat tergantung pada perawatan dan pengasuhan ibunya.

Oleh karena itu, pengasuhan kesehatan dan makanan pada tahun pertama kehidupan

sangat penting untuk perkembangan anak (Sarah, 2008).

Pola asuh anak berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal

kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan, memberi kasih

sayang dan sebagainya. Kesemuanya berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal

kesehatan (fisik dan mental), status gizi, pendidikan umum, pengetahuan dan

(31)

masyarakat, sifat pekerjaan sehari-hari, adat kebiasaan keluarga dan masyarakat, dan

sebagainya dan si ibu atau pengasuh anak (Sunarti, 1989).

2.1.1 Konsep Pola Asuh

Konsep Pola Asuh sebagai faktor penentu status gizi anak masih baru bagi

banyak orang diluar bidang gizi. Pola asuh adalah kemampuan keluarga dan

masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian dan dukungan dalarn memenuhi

kebutuhan fisik, mental, dan sosial dan anak yang sedang tumbuh dan anggota

keluarga lainnya (Engle, et al, 1997).

Secara sederhana pengasuhan dapat diartikan sebagai implementasi

serangkaian keputusan yang dilakukan orang tua atau seorang dewasa kepada anak,

sehingga memungkinkan anak menjadi bertanggungjawab, menjadi anggota

masyarakat yang baik, memiliki karakter-karakter yang baik. Seperti: apa yang

dilakukan orang tua ketika anak sakit, ketika tidak mau makan, ketika sedih, ketika

menangis, ketika bertindak agresif atau ketika anak berbohong, itulah pengasuhan.

Menurut Ramakrishnan (1995) dan Engle (1998) asuhan yang diberikan

dalam bentuk waktu, perhatian, dan dukungan sangat dibutuhkan oleh anak yang

sedang berkembang untuk memenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosialnya. Melalui

asuhan yang baik, pemberian makanan yang baik dan perawatan kesehatan anak juga

menjadi optimal.

Kerangka konseptual yang dikemukakan oleh UNICEF dan dikembangkan

lebih lanjut oleh Engle et al (1997) menekankan bahwa tiga kmponen makanan

kesehatan-asuhan merupakan faktor-faktor yang berperan dalam menunjang

(32)

mengemukakan bahwa pola asuh dimanifestasikan dalam 6 hal, yaitu (1)

perhatian/dukungan untuk wanita seperti pemberian waktu istirahat yang tepat atau

peningkatan asupan makanan selama hamil, (2) pemberian ASI dan makanan

pendamping pada anak, (3) rangsangan psikososial terhadap anak dan dukungan

untuk perkembangan mereka, (4) persiapan dan penyimpanan makanan, (5) praktek

kebersihan/hygiene dan sanitasi lingkungan, dan (6) perawatan keluarga dalam

keadaan sakit meliputi praktek kesehatan di rumah dan pola pencarian pelayanan

kesehatan. Pemberian ASI dan makanan pendamping pada anak serta persiapan dan

penyimpanan makanan tercakup dalam praktek pemberian makan.

Pengasuhan anak meliputi pula hal-hal seperti cara memandikan, disiplin

buang air, disiplin makan, adat istiadat penyapihan, cara menggendong bayi, dan

mengajar sopan santun. Pola pengasuhan merupakan cara orang tua mendidik dan

membesarkan anak dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah faktor

budaya, agama, kebiasaan, dan kepercayaan, serta kepribadian orang tua (orang tua

sendiri atau orang yang mengasuh anak). Selain dan faktor tersebut pola pengasuhan

sangat dipengaruhi oleh kepribadian orang tua, terutama pengetahuan, sikap dan

tindakan. Pada umumnya bila orang tua semasa kecil dididik secara keras dan

berdisiplin tinggi, maka ia pun akan mendidik anaknya juga dengan cara demikian.

Dalam berbagai penelitian menunjukkan bahwa kepribadian orung tua sangat

nenentukan pola interaksi ibu dan anak. Pengaruh struktur watak ibu yang mengasuh

anak balita mempunyai efek yang sangat besar dalam hubungan ibu dan anak.

Pola pengasuhan yang baik terhadap anak balita adalah:

(33)

b. Dengan satu orang tua yang berperan sebagai ibu.

c. Dalam satu keluarga yang utuh yang terdiri dan ayah dan ibu.

d. Adanya keseimbangan pendidikan anak dalam suasana damai, dilandasi kasih

sayang dan penerimaan.

Penelitian yang dilakukan oleh Hafrida (2004) di Kelurahan Belawan Bahani

Kecamatan Medan Belawan, menunjukkan bahwa ada kecendrungan dengan semakin

baiknya pola asuh anak, maka proporsi gizi baik pada anak juga akan semakin besar.

Tetapi sebaliknya di negara Timur seperti di Indonesia, keluarga besar masih

lazim dianut dan peran ibu seringkali dipegang oleh beberapa orang lainnya seperti

nenek, keluarga dekat lain dan bukan pembantu. Tetapi ternyata anak yang dididik

dalam keluarga besar tersebut dapat tumbuh dengan kepribadian yang baik. Jadi yang

lebih penting nilainya adalah suasana damai dan kasih sayang dalam keluarga

(Nadesul, 1995). Masalah gizi bukan lagi hal yang dianggap sederhana. Bahkan hal

ini telah masuk menjadi salah satu indikator kesehatan masyarakat. Dari 24 indikator

yang menjadi dasar penetapan IPKM yang terbagi menjadi tiga kategori bobot, yaitu

kategori mutlak dengan bobot lima sebanyak sebelas indikator, kategori penting

dengan bobot empat sebanyak lima indikator, dan kategori perlu dengan bobot tiga

sebanyak delapan indikator. Untuk kategori mutlak tiga di antaranya adalah indikator

gizi yaitu prevalensi balita gizi kurang dan gizi buruk, prevalensi balita pendek, dan

prevalensi balita kurus. Hal tersebut membuktikan bahwa masalah gizi bukanlah

masalah yang sepele.

Ada dua jenis masalah yang muncul akibat malnutrisi yaitu masalah gizi lebih

(34)

pola hidup masyarakat terutama di daerah urban. Bahkan masalah gizi lebih ini telah

menjadi polemik sendiri di negara maju. Gizi lebih dapat dinilai dari berat badan.

Dari data yang dihimpun WHO tahun 2008 menyebutkan bahwa sekitar 1.5 miliar

penduduk dewasa mengalami kelebihan berat badan, 200 juta pria dewasa mengalami

obesitas, dan lebih dari 300 juta wanita mengalami obesitas. Sebuah studi pada tahun

2008 oleh Centers for Disease Control di Atlanta yang dilakukan di Amerika Serikat

menunjukkan hampir satu dari lima anak usia 6-11 tahun dan 18,1 persen anak usia

12-19 tahun yang menderita obesitas. Di Indonesia sendiri pada tahun 2003 terdapat

2.24 % balita yang mengalami gizi lebih, sedangkan data untuk penduduk di atas 15

tahun terdapat 10.3 % mengalami gizi lebih.

Data di atas menunjukan betapa besarnya jumlah penderita gizi lebih di

Indonesia. Penyebab yang paling nyata adalah perubahan ekonomi. Perubahan ini

terjadi akibat pasar globalisasi dan modrenisasi di semua aspek. Hal tersebut dapat

dilihat dari jumlah penduduk yang berat badan lebih ataupun obesitas lebih banyak

terjadi di daerah perkotaan. Peningkatan ekonomi ini menyebabkan perubahan pola

hidup, mulai dari pola makan dan aktivitas fisik. Makanan yang awalnya lebih

banyak persentase karbohidrat kini telah berubah menjadi lebih banyak persentase

lemak, seperti fast food. Jenis makanan yang seperti ini akan meningkatkan

persentase lemak tubuh yang akhirnya akan berimplikasi kepada kelebihan berat

badan.

Selain faktor ekonomi, faktor cahaya lampu secara tidak langsung juga

mempengaruhi gizi lebih dan obesitas. Penelitian terbaru dari reuroscience di Ohio

(35)

maka resiko untuk mengalami kelebihan berat badan semakin tinggi. Penelitian ini

menggunakan tikus sebagai hewan coba. Tikus-tikus tersebut diperlakukan dalam tiga

kondisi. Kondisi pertama tikus diberi terpaan cahaya selama 24 jam terus-menerus,

kondisi kedua tikus diberi terpaan cahaya dengan siklus standar terang selama 16 jam

dan gelap selama 8 jam, sedangkan kondisi ketiga tikus diberi terpaan cahaya terang

selama 16 jam dan cahaya redup selama 8 jam. Para peneliti mengukur berapa banyak

makanan yang dipakai tikus setiap hari. Selain itu mereka juga mengukur berapa

banyak mereka bergerak di sekitar kandang mereka setiap hari melalui sistem

persimpangan sinar inframerah.

Kemudian massa tubuh tikus dihitung setiap minggu. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa tikus dengan cahaya redup saat malam massa tubuhnya

meningkat lebih tinggi dari tikus yang hidup dalam siklus standar terang dan gelap.

Berat badan tikus terus meningkat sejak minggu pertama penelitian. Pada akhir

penelitian tikus yang hidup dengan cahaya redup malam hari berat badannya lebih

kurang 12 gram sedangkan tikus yang hidup dengan siklus standar terang dan gelap

berat badannya 8 gram. Tikus yang mendapat terpaan cahaya terus-menerus juga

memiliki berat badan lebih besar dari tikus yang hidup dengan siklus standar terang

dan gelap.

Faktor lain yang mempengaruhi gizi lebih dan obesitas adalah kebiasaan

ketika makan. Salah satu kebiasaan yang buruk ketika makan adalah makan di depan

komputer atau televisi, karena hal ini akan mengakibatkan jumlah makanan yang

(36)

Selain asupan makanan, hal lain yang dapat menyebabkan gizi lebih dan obesitas

adalah faktor aktivitas. Kurangnya aktivitas dapat menyebabkan gizi lebih dan

obesitas. Salah satu yang menyebabkan berkurangnya aktivitas seseorang adalah

tuntutan pekerjaan. Tuntutan pekerjaan pada saat ini menyebabkan kebanyakan

penduduk lebih banyak menghabiskan waktunya duduk di kursi dari pada bergerak.

Ditambah lagi kesadaran berolahraga yang masih kurang di kalangan masyarakat

Indonesia.

Hal ini dapat meningkatkan resiko berat badan berlebih. Dari analisis lebih

lanjut didapatkan seorang remaja yang menghabiskan waktu lebih dari 3 jam per hari

dengan menonton televisi memiliki resiko obesitas 12.3 kali lebih besar dari pada

remaja yang menonton televisi yang kurang dari 3 jam per hari.

Walaupun kita mengetahui bahwa berat badan berlebih tidak akan terjadi apabila

seseorang tidak memiliki faktor genetik untuk gizi lebih atau obesitas. Apabila kedua

orang tua gizi lebih atau obesitas maka kemungkinan anak menderita berat badan

berlebih sekitar 80%, sedangkan apabila salah satu dari orang tua mengalami gizi

lebih atau obesitas maka kemungkinan itu menjadi setengahnya atau 40 %.

Faktor-faktor sosiokultural juga berperan penting dalam gizi lebih dan obesitas, seperti masih

banyaknya masyarakat yang berpendapat bahwa gemuk adalah lambang

kemakmuran.

Pendapat seperti ini dapat memicu peningkatan jumlah konsumsi kalori pada

masyarakat tersebut. Anggapan “gemuk makmur” ini berimplikasi pada orang tua

(37)

waktu masih anak-anak berat badannya sudah berlebih akan meningkatkan faktor

resiko menjadi berat badan berlebih pada waktu dewasa.

Prevalensi ini akan terus meningkat, mengingat setiap anak yang memiliki faktor

predisposisi genetik akan tinggal bersama dengan orang tua yang telah terbiasa

dengan pola hidup sedentary.

Peneliti memprediksi 8 dari 10 pria dan 7 dari 10 wanita akan mengalami

obesitas pada tahun 2020. Penelitian yang dilakukan ini mengambil sampel di satu

negara maju yakni Inggris. Negara maju dan negara berkembang cenderung memiliki

gaya hidup seragam saat ini. Sehingga dapat diperkirakan trend obesitasnya antara

negara maju dan negara berkembang akan sama.

Konsekuensi gizi lebih dan obesitas adalah meningkatnya resiko kematian.

Seseorang yang memiliki kelebihan berat badan sebesar 40% dari normal,

diperkirakan meninggal 8 tahun lebih cepat dari pada populasi rata-rata. Peningkatan

mortalitas ini terjadi karena insiden diabetes melitus tipe dua, penyakit jantung

koroner, penyakit kandung kemih, osteoarthritis atau radang sendi, stroke, dan

kanker.

Sedangkan pada anak-anak dapat menimbulkan gangguan seperti

dislipidemia, stenosis hepatis, gangguan saluran pencernaan, dan sleep apnea.

Pada orang yang menderita gizi lebih prevalensi munculnya kanker 30% lebih tinggi

dibanding orang yang memiliki berat badan ideal. Jenis kanker yang sering muncul

adalah kanker ginjal, kanker rahim, kanker payudara, kanker esophagus, kanker

(38)

Berat badan lebih dan obesitas adalah penyakit mahal. Bahkan untuk negara maju

peningkatan jumlah penyakit akibat gizi lebih dan obesitas dalam beberapa dekade

terakhir telah menguras anggaran kesehatan. Di Australia telah menghabiskan dana

464 juta dolar Australia , 12 milyar franc di Perancis, 1 milyar golden di Belanda, dan

45,8 juta dolar Amerika di Amerika Serikat.

Dana yang dikeluarkan itu merupakan direct cost, artinya dana yang

berhubungan langsung dengan gizi lebih dan obesitas yang sebagian besar merupakan

akibat penyakit jantung koroner dan hipertensi. Sedangkan kerugian akibat

berkurangnya produktifitas akibat kematian dini dan morbiditas pasti lebih besar lagi.

Di Indonesia belum diketahui besar kerugian akibat penyakit yang berhubungan

dengan gizi lebih dan obesitas.

Hal ini disebabkan masih kurangnya studi tentang biaya yang dikeluarkan

untuk mengatasi masalah tersebut. Tetapi melihat yang terjadi di negara lain dapat

diperkirakan biaya yang akan dikeluarkan negara berkembang pasti lebih besar lagi.

Hal tersebut disebabkan Indonesia masih mengimpor alat-alat kedokteran dan

obat-obatan demi kepentingan rumah sakit dan tenaga kesehatan lainnya.

Untuk mengatasi masalah gizi lebih dan obesitas ini tak cukup dengan hanya

mengandalkan tenaga kesehatan. Hal ini disebabkan gizi lebih dan obesitas sangat

kompleks sehingga membutuhkan kerjasama semua lapisan masyarakat. Strategi yang

harus dilakukan agar hasilnya lebih optimal adalah tindakan preventif dan promotif.

Jika dioptimalkan pada tindakan kuratif dan rehabilitatif maka dana yang disediakan

tidak akan cukup (WHO, 2000). Ironinya, di lapangan dana yang dikucurkan untuk

(39)

sekitar 60 – 85 %. Hal ini menyebabkan usaha promotif dan preventif kurang

maksimal.

Usaha promotif dan preventif yang paling penting adalah dengan

menyadarkan masyarakat itu sendiri. Usaha ini dapat dilakukan dengan berbagai cara

dan dari berbagai aspek. Di lihat dari segi pendidikan, kementrian pendidikan

nasional dapat memasukan materi gizi ke dalam kurikulum pendidikan. Memang

sebelumnya telah ada materi gizi, namun hal itu hanya sepintas lalu dan hanya

membahas satu aspek yaitu gizi kurang. Diharapkan dari kurikulum yang lebih

komprehensif masyarakat mulai disadarkan sejak di bangku sekolahan. Dari

pendidikan dasar ini paradigma “gemuk makmur” sedikit demi sedikit akan terkikis.

Di sektor lain usaha yang dapat dilakukan oleh kementrian perdagangan yaitu

mewajibkan semua produk makanan untuk mencantumkan label kadar kalori dari

produk makanan tersebut baik yang ada dalam kemasan maupun jenis masakan cepat

saji. Pencantuman ini akan membantu masyarakat untuk menghitung intake kalori.

Label ini juga membantu komunikasi antar produsen dan konsumen mengenai hal-hal

tentang pangan yang dibutuhkan konsumen. Bagi produsen sendiri label tersebut

dapat digunakan sebagai sarana promosi.

Usaha dari tenaga medis dapat dilakukan dengan meningkatkan

penyuluhan-penyuluhan tentang gizi lebih dan obesitas terutama di sekitar perkotaan. Dalam

penyuluhan ini dijelaskan tentang bahaya laten dari gizi lebih dan obesitas. Promosi

tentang diet yang seimbang serta olahraga yang cukup juga perlu ditekankan. Sebagai

(40)

bersama. Hal ini bertujuan untuk mengajarkan kepada anaknya agar tidak menganut

sedentary life, selain untuk mengeratkan hubungan antar anggota keluarga tersebut.

Dari uraian di atas jelas sekali masalah gizi dan kesehatan di masyarakat di

masa yang akan datang menjadi semakin kompleks dan menjadi tantangan

pembangunan masyarakat. Kompleksitas masalah gizi dan kesehatan ini menuntut

perhatian dari semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat. Jika dibiarkan saja

bukan tidak mungkin prediksi tahun 2020 akan terwujud atau bahkan lebih tinggi.

Hasil penelitian Ariga (2006), mengungkapkan bahwa status gizi anak

berdasarkan indeks BB/U, yaitu gizi baik sebesar 59,86%, gizi kurang sebesar

25,85% dan gizi buruk 13,60% serta gizi lebih 0,68%. Gambaran pola asuh meliputi

perhatian/dukungan untuk wanita sebesar 86,39% kategori baik, praktik pemberian

makan sebesar 59,18% kategori baik, rangsangan psikososial dan praktik hygiene dan

sanitasi lingkungan sebesar 78,23% kategori baik dan perawatan keluarga sedang

sakit sebesar 61,23% kategori baik. Pola asuh, yaitu praktek pemberian makan

berhubungan dengan status gizi di Kabupaten Bener Meriah.

Hasil penelitian Sandjaja (2001), menemukan sebagian anak dalam keluarga

tertentu dengan sosial ekonomi rendah mempunyai daya adaptasi yang tinggi

sehingga mampu tumbuh dan kembang terhadap tekanan ekonomi, sosial dan

lingkungan. Faktor-faktor positif deviance yang berperan nyata dalam status gizi anak

antara lain adalah faktor ibu, pola asuh anak, keadaan kesehatan anak, dan konsumsi

makanan anak.

Pola asuh adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakn

(41)

sebaik-baiknya secara fisik, mental dn sosial. Pengasuhan merupakan faktor yang

sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan daan perkembangan anak usia berusia di

bawah lima tahun. Masa anak usia 1-5 tahun (balita) adalah masa dimana anak masih

sangat membutuhkan suplai makanan dan gizi dalam jumlah yang memadai. Pada

masa ini juga anak-anak masih sangat tergantung pada perawatan dan pengasuhan

ibunya.

Makanan anak balita tergantung dan apa yang diberikan oleh ibunya atau

orang lain yang mengasuhnya. Maka dalam rangka meningkatkan status gizi anak

balita pengetahuan gizi dan kesehatan merupakan salah satu faktor penting dan harus

dimiliki oleh ibu sebagai orang yang mempunyai peranan besar dalam menentukan

konsumsi makanan anaknya.

Agar pola hidup anak bisa sesuai dengan standar kesehatan, disamping harus

mengatur pola makan yang benar, juga tidak kalah pentingnya adalah mengatur pola

asuh yang benar pula. Sering tidak disadari oleh para orang tua (ibu), mengatur pola

asuli sama pentingnya dengan mengatur pola makan. Dan kenyataan mi sering terjadi

tumpang tindih dimana pola makan tidak teratur ditambah pola asuh yang tidak benar.

Disinilah peran seorang ibu memang sangat dibutuhkan sekali. Dan apalagi keadaan

ini terjadi bersamaan maka banyak menyebabkan gangguan kesehatan pada anak dan

membawa penyakit yang serius pada anak balita sebagai golongan rawan gizi.

Jadi disini orang tua (ibu) jangan melupakan adanya pola asuh yang benar ini

seimbang dengan pola makan. Pola asuh yang benar bisa ditempuh dengan aberikan

perhatian yang penuh serta kasih sayang pada anak, memberinya waktu cukup untuk

(42)

Menurut Soekirman (2000), Pola asuh adalah praktek di rumah tangga yang

diwujudkan dengan tersedianya pangan dan perawatan kesehatan serta sumber

lainnya untuk kelangsungan pangan, pertumbuhan dan perkembangan anak. Pola asuh

yang baik akan mempengaruhi keadaan kesehatan dan keadaan gizi pada anak,

dimana pola pengasuhan ini mencakup bagaimana cara ibu memberikan makan,

bagaimana ibu merawat, memelihara kesehatan dan hygiene anak dan ibu serta

bagaimana ibu memberikan kasih sayang pada anaknya.

2.1.2 Pola Asuh Makan

Pola asuh makan adalah cara seseorang, kelompok orang dan keluarga dalam

memilih jenis dan jumlah bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang

atau lebih dan mempunyai khas untuk satu kelompok tertentu. Pola pemberian makan

adalah pemberian makan harus disesuaikan dengan usia anak balita. Makanan harus

mengandung energi dan semua zat gizi yang dibutuhkan pada tingkat umurnya

(Triton, 2006). Sedangkan menurut Wijaya (2007) pola asuh makan merupakan

praktek pengasuhan yg diterapkan oleh ibu kepada anaknya yang berkaitan dengan

cara dan sanitasi makan. Jumlah dan kualitas makanan yang dibutuhkan untuk

konsumsi anak penting sekali dipikirkan, direncanakan dan dilaksanakan oleh ibu

atau pengasuhnya.

Pola asuh makan merupakan praktek-praktek pengasuhan yang diterapkan

oleh ibu/pengasuh kepada anak yang berkaitan dengan pemberian makanan.

Pemberian makanan kepada anak diperlukan untuk memperoleh kebutuhan zat gizi

yang cukup untuk kelangsungan hidup, pemulihan kesehatan sesudah sakit, aktivitas,

(43)

pemenuhan atau pemuasan rasa lapar. Untuk seorang anak, makan dapat dijadikan

media untuk mendidik anak supaya dapat menerima, menyukai dan memilih makanan

yang baik (Santoso & Ranti, 2004).

Di Indonesia pola asuh makan terhadap anak sangat dipengaruhi oleh budaya,

unsur-unsur budaya mampu menciptakan suatu kebiasaan makan dalam masyarakat

yang diajarkan secara turun temurun kepada seluruh anggota keluarganya, padahal

kadang-kadang unsur budaya tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip ilmu gizi

(Suharjo, 2003).

Aspek budaya dalam kehidupan masyarakat Indonesia berkembang sesuai

dengan keadaan lingkungan, agama, adat dan kebiasaan masyarakat. Sampai saat ini

aspek budaya sangat mempengaruhi perilaku kehidupan sehari-hari masyarakat

Indonesia ( Suhardjo, 2003).

Ada 2 tujuan pengaturan makanan untuk bayi dan anak balita :

1. Memberikan zat gizi yang cukup bagi kebutuhan hidup, yaitu untuk pemeliharaan

dan atau pemuithan serta peningkatan kesehatan, pertumbuhan, perkembaiiguu

fisik dan psikomotor, serta melakukan aktifitas fisik.

2. Untuk mendidik kebiasaan makan yang baik.

Makanan untuk bayi dan anak balita yang baik harus memenuhi syarat-syarat

sebagai berikut:

1. Memenuhi kecukupan energi dan semua zat gizi sesuai dengan umur.

2. Susunan hidangan disesuaikan dengan pola menu seimbang, bahan makanan yang

(44)

3. Bentuk dan porsi makanan disesuaikan dengan daya terima, toleransi, dan

keadaan pada bayi/anak.

4. Memperhatikan kebersihan perorangan dan lingkungan.

Menurut Persatuan Ahli Gizi Indonesia/Persagi (1992) yang dikutip oleh

Kristiadi, E. (2007), berdasarkan karakteristiknya balita usia 1-5 tahun dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu anak usia lebih dari 1-3 tahun yang dikenal dengan

batita dan anak usia lebih dari 3-5 tahun yang dikenal dengan usia prasekolah. Anak

usia 1-3 tahun merupakan konsumen pasif, yaitu anak menerima makanan dari apa

yang disediakan ibunya.

Penyajian makanan untuk balita diperlukan kreatifitas ibu agar makanan

terlihat menarik sehingga dapat menimbulkan selera makan anak balita. Penyajian

makanan yang akan diberikan kepada anak balita harus memperhatikan porsi atau

takaran konsumsi makan serta frekuensi makan yang dianjurkan dalam sehari. Waktu

pemberian makan untuk balita sebaiknya disesuaikan dengan waktu pada umunmnya.

Pemberian makanan dibagi menjadi tiga waktu makan yaitu pagi hari pada pukul

07.00-08.00, siang hari pada pukul 12.00-13.00, dan malam hari pada pukul

18.00-19.00, dan pemberian makanan selingan yaitu diantara dua waktu makan yaitu pukul

(45)

Tabel 2.1. Pola Pemberian Makanan Balita

Umur Bentuk Makanan Frekuensi

0-6 bulan ASI Eksklusif Sesering mungkin

minimal 8 kali/hari

6-9 bulan Makanan Lumat/lembek 2x sehari, 2 sendok

makan setiap kali makan

9-12 bulan Makanan lembek 3x sehari, plus 2x

makanan selingan

1-3 tahun Makanan Keluarga 3x sehari, plus 2x

makanan selingan 1 - 1 1/2 piring nasi/pengganti

2-3 potong sedang lauk hewani 1-2 potong sedang lauk nabati 1/2 mangkuk sayur

2-3 potong buah-buahan 1 gelas susu

4-6 tahun 1-3 piring nasi/pengganti 3x sehari, plus 2x

makanan selingan 2-3 potong lauk hewani

1-2 potong lauk nabati 1 - 1 1/2 mangkuk sayur 2-3 potong buah-buahan

1-2 gelas susu

Sumber : Depkes RI, 2006

Selain takaran dan frekuensi makanan untuk balita ada juga anjuran

pemberian makanan untuk anak balita berdasarkan Depkes RI (2006), yaitu :

1. umur 1-6 bulan, anjuran pemberian makanan yaitu :

a) Beri ASI setiap kali bayi menginginkan sedikitnya 8 kali sehari yaitu pagi,

siang maupun malam.

b) Jangan berikan makanan atau minuman lain selain ASI

(46)

2. Umur 6-12 bulan, anjuran pemberian makanan yaitu :

a) Teruskan pemberian ASI sampai umur 2 tahun.

b) Umur 6-9 bulan, kenalkan makanan pendamping ASI dalam bentuk lumat

dimulai dari bubur susu sampai nasi tim lumat, 2 kali sehari. Setiap kali

makan diberikan sesuai umur:

- 6 bulan: 6 sendok makan

- 7 bulan: 7 sendok makan

- 8 bulan: 8 sendok makan

c) Beri ASI terlebih dahulu kemudian makanan pendimping ASI.

d) Umur 9-12 bulan, beri makanan pendamping ASI, dimulai dari bubur nasi

sampai nasi tim, 3 kali sehari. Setiap kali makan diberikan sesuai umur:

- 9 bulan: 9 sendok makan

- 10 bulan: 10 sendok makan

- 11 bulan: 11 sendok makan

e) Pada makanan pendamping ASI, tambahan telur atau ayam atau ikan atau

tempe atau tahu atau daging sapi atau wortel atau bayam atau kacang hijau

atau santan atau minyak.

f) Bila menggunakan makanan pendamping ASI dari pabrik, baca cara

memakainya, batas umur dan tanggal kadaluwarsa.

g) Beri makanan selingan 2 kali sehari diantara waktu makan, seperti: bubur

kacang hijau, pisang, biskuit, nagasari, dan sebagainya.

h) Beri buah-buahan atau sari buah seperti air jeruk manis, air tomat saring, dan

(47)

i) Mulai mengajari bayi minum dan makan menggunakan gelas dan sendok.

3. Umur 1-2 tahun, anjuran pemberian makanan yaitu:

a) Beri ASI setiap kali balita menginginkan.

b) Beri nasi lembek 3 kali sehari.

c) Tambahan telur atau ayam atau ikan atau tempe atau tahu atau daging sapi

atau wortel atau bayam atau kacang hijau atau santan atau minyak pada nasi

lembek

d) Beri makanan selingan 2 kali sehari diantara waktu makan, seperti: bubur

kacang hijau, pisang, biskuit, nagasari, dan sebagainya.

e) Beri buah-buahan atau sari buah.

f) Bantu anak untuk makan sendiri.

4. Umur 2-3 tahun, anjuran pemberian makanan yaitu:

a) Beri makanan yang biasa dimakan oleh keluarga 3 kali sehari yang terdiri dari

nasi, lauk pauk, sayur dan buah.

b) Beri makanan selingan 2 kali sehari diantara waktu makan, seperti: bubur

kacang hijau, pisang, biskuit, nagasari, dan sebagainya.

c) Jangan berikan makanan yang manis dan lengket diantara waktu makan.

5. Umur 3-5 tahun, anjuran pemberian makanannya yaitu sama dengan anak umur

2-3 tahun.

Memberi makan pada anak harus dengan kesabaran dan ketekunan, sebaiknya

menggunakan cara-cara tertentu seperti dengan membujuk anak. Jangan memaksa

anak, bila dipaksa akan menimbulkan esmosi pada anak sehingga anak menjadi

(48)

Sikap ibu/pengasuh yang hangat, ramah, menciptakan suasana yang nyaman,

tenang, mengungkapkan kasih sayang dengan senyuman dan pelukan, dapat

menimbulkan nafsu makan anak (Hurlock, 1991).

Pola asuh makan sangat menentukan status gizi anak. Ibu yang dapat

membimbing anak tentang cara makan yang sehat dan bergizi akan meningkatkan

gizi anak (Anwar, 2004). Sebaiknya pola asuh makan yang tidak memadai dapat

menyebabkan terjadinya malnutrisi pada anak (UNICEF, 1999, Kurniawan et. Al,

2001).

2.1.3. Pola Asuh Kesehatan

Perawatan Kesehatan atau Asuh Kesehatan berdasarkan aspek pola asuh

menurut Engle et.al (1997), meliputi praktek kebersihan dan sanitasi lingkungan dan

perawatan anak balita dalam keadaan sakit seperti pencari pelayanan kesehatan.

a. Praktik Kebersihan/hygiene dan Sanitasi Lingkungan

Widaninggar (2003) menyatakan kondisi lingkungan anak harus benar-benar

diperhatikan agar tidak merusak kesehatan. Hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan

dengan rumah dan lingkungan adalah bangunan rumah, kebutuhan wang (bermain

anak), pergantian udara, sinar matahari, penerangan, air bersih, pembuangan

sampah/air kotor (limbah), kamar mandi dan kakus (jamban/WC) dan halaman

rumah. Kebersihan, baik kebersihan perorangan maupun kebersihan lingkungan

memegang peranan penting bagi tumbuh kembang anak. Kebersihan perorangan yang

kurang, akan memudahkan terjadinya penyakit-penyakit kulit dan saluran pencernaan

seperti diare, cacingan, dll. Sedangkan kebersihan lingkungan erat hubungannya

(49)

nyamuk. Oleh karena itu penting membuat lingkungun menjadi layak untuk tumbuh

kembang anak, sehingga meningkatkan rasa aman bagi ibu/pengusuh anak dalam

menyediakan kesempatan bagi anaknya untuk mengeksplorasi lingkungan.

Sulistijani (2001) mengatakan bahwa lingkungan yang sehat perlu diupayakan

dan dibiasakan, tetapi tidak dilakukan sekaligus, harus perlahan-lahan dun tenis

menerus. Lingkungan sehat terkait dengan keadaan bersih, rapi dan teratur. Oleh

karena itu, anak perlu dilatih untuk mengembangican sifat-sifat sehat seperti berikut:

- Mandi 2 kali sehari

- Cuci tangan sebelum dan sesudah makan

- Makan teratur, 3 kali sehari

- Menyikat gigi sebelum tidur

- Membuang sampah pada tempatnya

- Buang air kecil pada tempatnya.

b. Perawatan Balita dalam Keadaan Sakit

Anak balita adalah kelompok usia yang rentan terserang penyakit, terkait

dengan interaksi dengan sarana dan prasarana di rumah tangga dan sekelilingnya.

Jenis sakit yang dialami, frekuensi sakit, lama sakit, penanganan anak balita sakit dan

status gizi anak balita (Budi, 2006).

Kesehatan anak harus mendapat perhatian dari para orang tua yaitu dengan

cara segera membawa anaknya yang sakit ketempat pelayanan kesehatan yang

terdekat (Soetningsih, 1995). Masa bayi dan balita sangat rentan terhadap penyakit

(50)

menghambat atau mengganggu proses tumbuh kembang anak. Ada beberapa

penyebab seorang anak mudah terserang penyakit adalah:

1. Apabila kecukupan gizi terganggu karena anak sulit makan dan nafsu makan

menurun. Akibatnya daya tahan tubuh menurun sehingga anak menjadi rentan

terhadap penyakit.

2. Lingkungan yang kurang mendukung sehingga perlu diciptakan lingkungan

dan perilaku yang sehat.

3. Jika orang tua lalai dalam memperhatikan proses tumbuh kembang anak oleh

karena itu perlu memantau dan menstimulasikan tumbuh kembang bayi dan

anak secara teratur sesuai dengan tahapan usianya dan segera memeriksakan

kedokter jika anak sakit.

Status kesehatan merupakan salah satu aspek pola asuh yang dapat

mempengaruhi status gizi anak kearah membaik. Status kesehatan adalah hal-hal

yang dilakukan untuk menjaga status gizi anak, menjauhkan dan menghindarkan

penyakit serta yang dapat menyebabkan turunnya keadaan kesehatan anak. Status

kesehatan ini meliputi hal pengobatan penyakit pada anak apabila anak menderita

sakit dan tindakan pencegahan terhadap penyakit sehingga anak tidak sampai terkena

suatu penyakit. Status kesehatan anak dapat ditempuh dengan cara memperhatikan

keadaan gizi, kelengkapan imunisasinya, kebersihan diri anak dan lingkungan dimana

anak berada, serta upaya ibu dalam hal mencari pengobatan terhadap anak apabila

anak sakit. Jika anak sakit hendaknya ibu membawanya ketempat pelayanan

(51)

Menurut Budi (2006), perilaku ibu dalam menghadapi anak balita yang sakit

dan pemantauan kesehatan terprogram adalah pola pengasuhan kesehatan yang sangat

mempengaruhi status gizi anak balita. Anak balita yang mendapatkan imunisasi akan

lebih rendah mengalami risiko penyakit. Anak balita yang dipantau status gizinya di

Posyandu melalui kegiatan penimbangan akan lebih dini mendapatkan informasi akan

adanya gangguan status gizi. Sakit yang lama, berulang akan mengurangi nafsu

makan yang berakibat pada rendahnya asupan gizi.

Pemantuan pertumbuhan anak dapat dilakukan dengan aktif mendatangi

kegiatan pemeliharaan gizi, misalkan posyandu. Sebagian aktif mengikuti

pemeliharaan gizi maka orang tua dapat melihat pertumbuhan anak melalui

penimbangan bayi, pemberian vitamin A pada bulan Februari dan Agustus serta

pemberian makanan tambahan (Shochib, 1998).

2.2. Karakteristik Keluarga 2.2.1. Pengetahuan Gizi Ibu

Menurut Notoatmodjo (1997), pengetahuan adalah merupakan hasil dan

“tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek

tertentu.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengetahuan berasal dan kata tahu

yang berarti mengerti sesudah melihat, menyaksikan, mengalami. Pengetahuan itu

sendiri berarti berkenan dengan hal (mata pelajaran). Pengetahuan itu dapat diperoleh

(52)

kepadanya. Selain itu dapat juga melalui media komunikasi seperti radio, televisi,

poster, majalah, dan surat kabar.

Suatu hal yang menyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi didasarkan

pada tiga kenyataan :

1) Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan.

2) Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu

menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal,

pemeliharaan dan energi.

3) Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar

menggunakan pangan dengan baik bagi kesejahteraan gizi.

Kurangnya pengetahuan dan salah konsepsi tentang kebutuhan pangan dan

nilai pangan adalah umum di setiap negara di dunia. Kemiskinan dan kekurangan

persediaan pangan yang bergizi merupakan faktor penting dalam masalah kurang gizi

Lain sebab yang penting dan gangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan tentang

gizi ataupun kemampuan untuk menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan

sehari-hari.

Kebutuhan pangan teristimewa anak-anak dan wanita selama hamil dan

menyusui sering tidak dimengerti sop, bubur encer atau kuah daging kadang-kadang

dianggap sebagai suatu susunan makanan yang baik untuk anak-anak kecil pada masa

disapih. Berhubung mereka kecil dan laju pertumbuhannya cepat, anak-anak kecil

perlu makanan yang mudah dicerna dan mutu gizinya sangat baik serta disajikan

kepada mereka beberapa kali setiap hari, dan sudah tentu, tidak kurang dari tiga kali

(53)

Perilaku seseorang dalam memilih makanan sangatlah subjektif. Hal ini dapat

dimengerti karena pemilihan dipengaruhi oleh latar belakang hidup seseorang

khususnya seorang ibu. Pada umumnya ada tiga pengaruh seseorang dalam memilih

makanan, yaitu 1) lingkungan keluarga, tempat seseorang hidup dan dibesarkan; 2)

lingkungan kepada dirinya maupun keluarganya; dan 3) dorongan yang berasal dalam

diri atau disebut faktor internal.

Lingkungan keluarga mengajarkan untuk menyukai makanan tertentu sesuai

dengan ragam pangan keluarga. Sejak kecil anak dikenalkan berbagai aroma, rasa,

rupa, dan bentuk secara terus-menerus sebatas konsep pangan yang dinnliki keluarga.

Ibu sebagai pemegang konsep pangan keluarga memiliki peran yang penting dalam

mengajarkan arti pangan kepada anaknya.

Kemampuan ini didukung oleh seberapa banyak pengetahuan seorang ibu

tentang kualitas, kuantitas, variasi, ataupun ragam pangan yang diselaraskan dengan

pangan. Misalnya konsep pangan yang berkaitan dengan kebutuhan fisik, apakah

makan asal kenyang atau makan untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Selain itu konsep

pangan yang berhubungan dengan aspek psikologis, yaitu kesukaan terhadap

beberapa jenis makanan tertentu. Bisa juga konsep pangan yang hubungan dengan

pengertian tabu.

Seorang ibu yang memiliki pandangan tradisional tentu akan tetap

mempertahankan konsep pangan seperti yang diajarkan oleh kedua orang tuanya yang

bersifat turun-temurun. Kondisi ini semakin berakar kuat ketika fungsi keluarga

(54)

Tingkat pengetahuan akan berpengaruh terhadap tindakan dan perilaku

seseorang karena berhubungan dengan daya nalar, pengalaman, dan kejelasan konsep

mengenai objek tertentu. Pengetahuan serta kesukaan ibu terhadap jenis-jenis

makanan tertentu sangat berpengaruh terhadap hidangan-hidangan yang disajikan

kepada anak balita yang sudah mulai disapih.

Pengetahuan gizi ibu sangat diperlukan dalam upaya pemilihan makanan yang

akan dikonsumsi, dengan tujuan agar makanan tersebut memberikan gizi yang sesuai

dengan yang dibutuhkan oleh tubuh. Kurangnya pengetahuan tentang gizi merupakan

faktor yang sangat penting dalam menimbulkan keadaan gizi salah terutama pada

golongan yang masih rawan seperti balita.

Hal yang sangat berpengaruh pada kurangnya pemahaman ibu tentang gizi

adalah karena tiadanya informasi yang memadai. Sekalipun kurangnya daya beli

merupakan hal yang utama, tetapi masalah kebutuhan gizi akan bisa diatasi kalau si

ibu mempunyai pemahaman dan tahu bagaimana seharusnya memanfaatkan segala

sumber yang dimiliki.

2.2.2 Peran Ibu dalam Keluarga

Sering dikatakan bahwa ibu adalah jantung dan keluarga. Jantung dalam

tubuh merupakan alat yang sangat penting bagi kehidupan seseorang. Apalagi jantung

berhenti berdenyut maka orang tua tidak bisa melangsungkan hidupnya. Dan

perumpamaan ini bisa disimpulkan bahwa kedudukan seorang ibu sebagai tokoh

sentral, sangat penting untuk melaksanakan kehidupan. Pentingnya seorang ibu

terutama terlihat sejak kelahiran anaknya, dia harus memberikan susu agar anak itu

Gambar

Tabel 2.1. Pola Pemberian Makanan Balita
Gambar 2.1.  Keterkaitan antara Pola Asuh dan Status Gizi dengan Perilaku    (Disesuaikan dari bagan UNICEF, 1998, Green
Gambar 2.2  Kerangka Konsep
Tabel 3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Butir Instrumen Variabel   Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Slamet Garut tidak efektif, status gizi pasien balita yang mengalami diare dalam kategore kurus, terdapat hubungan pola asuh ibu dengan angka kejadian diare di

Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis pengaruh pola asuh (asuh makan dan asuh kesehatan) terhadap status gizi anak Balita di Kecamatan Sukamakmur Kabupaten Aceh Besar..

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh karakteristik keluarga dan pola asuh terhadap status gizi balita pada ibu menikah dini di wilayah kerja Puskesmas