PENGARUH KARAKTERISTIK KELUARGA DAN POLA ASUH TERHADAP STATUS GIZI BALITA DI KOMPLEKS
TAMAN PERUMAHAN SETIA BUDI INDAH II KELURAHAN ASAM KUMBANG
KECAMATAN MEDAN SELAYANG
TESIS Oleh MUNARNI 087032003/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
THE INFLUENCE OF FAMILY CHARACTERISTIC AND NURSING PATTERN ON THE NUTRITIONAL STATUS OF CHILDREN
UNDER FIVE YEARS OLD IN TAMAN SETIA BUDI INDAH II HOUSING COMPLEX, KELURAHAN ASAM KUMBANG, SELAYANG SUBDISTRICT
THESIS
By
MUNARNI 087032003/IKM
MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH KARAKTERISTIK KELUARGA DAN POLA ASUH TERHADAP STATUS GIZI BALITA DI KOMPLEKS
TAMAN PERUMAHAN SETIA BUDI INDAH II KELURAHAN ASAM KUMBANG
KECAMATAN MEDAN SELAYANG
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
OLEH
MUNARNI 087032003/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : PENGARUH KARAKTERISTIK KELUARGA DAN POLA ASUH TERHADAP STATUS GIZI BALITA DI KOMPLEKS TAMAN
PERUMAHAN SETIA BUDI INDAH II KELURAHAN ASAM KUMBANG KECAMATAN MEDAN SELAYANG Nama Mahasiswa : Munarni
Nomor Induk Mahasiswa : 087032003
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes)
Ketua Anggota
(Dra. Jumirah, Apt, M.Kes)
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Telah diuji pada Tanggal :
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes Anggota : 1. Dra. Jumirah, Apt., M.Kes
PERNYATAAN
PENGARUH KARAKTERISTIK KELUARGA DAN POLA ASUH TERHADAP STATUS GIZI BALITA DI KOMPLEKS
TAMAN PERUMAHAN SETIA BUDI INDAH II KELURAHAN ASAM KUMBANG
KECAMATAN MEDAN SELAYANG
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, September 2012
ABSTRAK
Masa Balita usia 12-59 bulan adalah masa di mana anak sangat membutuhkan zat gizi dalam jumlah yang cukup dan seimbang. Kekurangan zat gizi pada masa ini dapat menimbulkan gangguan tumbuh kembang. Pada masa ini juga, anak masih benar-benar bergantung pada perawatan dan pengasuhan oleh ibunya dan karakteristik keluarga
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh karakteristik keluarga dan pola asuh, terhadap status gizi anak Balita di Kompleks Perumahan Taman Setia Budi Indah II Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang. Jenis penelitian adalah survei dengan tipe explanatory research. Populasi adalah seluruh ibu yang mempunyai anak balita berjumlah 52 orang. Pengumpulan data karakteristik keluarga, pola asuh makan menggunakan wawancara berpedoman pada kuesioner dan pola asuh kesehatan menggunakan wawancara berpedoman kepada kuesioner. Status gizi anak balita berdasarkan indeks BB/TB. Analisis data menggunakan uji regresi logistik berganda pada tingkat kemaknaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa status gizi anak balita (1-5 tahun) berdasarkan indeks BB/TB diperoleh normal (40,4%) dan status gizi lebih ( gemuk ) 59,6 %. Karakteristik keluarga yang terdiri dari pengetahuan ibu berkategori baik 65,4 %, pendidikan tinggi 75,0 %, pendapatan keluarga > 1.200.000 (100%), ibu yang bekerja (59,6%), Pola asuh makan yang diterapkan ibu kepada anak balita baik 55,8 %. Demikian juga pola kesehatan anak balita baik 61,5 %. Ada pengaruh pola asuh (makan dan kesehatan) terhadap status gizi anak balita.
Diharapkan ibu-ibu yang telah menerapkan pola asuh yaitu pola asuh makan dan pola asuh kesehatan yang baik tetap mempertahannya.
ABSTRACT
Children of 12-59 months old need adequate and balanced nutrients. Nutritional deficiency occurred during this time can result in growth disorders because the children still really depend on the care and nurturing of their mothers and family characteristics.
The purpose of this explanatory survey study was to analyze the influence of family characteristics and nursing pattern on the nutritional status of the children under five years old in Taman Setia Budi II Housing Complex, Kelurahan Asam Kumbang, Medan Selayang Subdistrict. The population of this study was all of the 52 mothers having children under five years old. The data for this study such as family characteristics and nursing and eating patterns and health pattern were obtained through questionnaire-based interviews. The nutritional status of the children under five years old was based on the Body Weight/Body Height index. The data obtained were analyzed through multiple logistic regression tests at level of significance of 95%.
The result of this study showed that, based on the Body Weight/Body Height index, the nutritional status of the children between 1-5 years old was normal (40.4%) and more nutritional status (fat) (59.6%). In terms of family characteristics, the mothers were with good category (65.4%) and with high education (75.0%), family income > Rp. 1,200,000.00 (100%), mothers who worked (59.6%). Eating pattern applied by the mothers to the children under five years old was good (55.8%). Health pattern applied by the mothers to the children under five years old was good (61.5%). Nursing patterns (eating and health) had influence on the nutritional status of the children under five years old. Eating pattern was more dominant in influencing the nutritional status of the children under five years old.
The mothers are expected to apply and maintain a good (eating and health) nursing pattern.
Keywords: Nursing Pattern, Nutritional Status, Children Under Five Years Old, Family Characteristic
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan, yang telah memberi rahmat- Nya sehingga
dengan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul ”Pengaruh
Karakteristik Keluarga dan Pola Asuh terhadap Status Gizi Balita di Kompleks Perumahan Taman Setia Budi Indah II Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang”.
Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan
pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi
dan Kebijakan Gizi Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara Medan.
Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini, penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M&H.,
M.Sc (CTM)., Sp.A, (K).
2. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Dr. Drs. Surya
Utama, M.S atas kesempatan penulis menjadi mahasiswa Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
3. Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si dan
4. Ketua Komisi Pembimbing Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes dan Anggota Komisi
Pembimbing Dra. Jumirah, Apt. M. Kes atas segala ketulusannya dalam
menyediakan waktu untuk memberikan bimbingan, dorongan, saran dan perhatian
selama proses proposal hingga penulisan tesis ini selesai.
5. Penguji Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si.dan Anggota Komisi Penguji Ernawati
Nasution, M.Kes yang telah banyak memberikan saran, bimbingan dan perhatian
selama penulisan tesis.
6. Para dosen, staf administrator serta semua pihak yang terkait di lingkup Program
Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan
Gizi Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
7. Orangtua penulis, abang dan kakak serta keluarga besar yang telah memberikan
dukungan moril serta doa dan motivasi selama penulis menjalani pendidikan.
8. Teman-teman seperjuangan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat,
Universitas Sumatera Utara, atas bantuannya dan memberikan semangat dalam
Akhirnya saya menyadari segala keterbatasan yang ada. Untuk itu, saran dan
kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini, dengan
harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan
dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Medan, September 2012 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Munarni lahir pada tanggal 7 Maret 1984 di Rantauprapat, beragama Kristen
Protestan, bertempat tinggal di Jl. SM. Raja G.Angkir No.18 Medan
Pendidikan, SDN 112137 Rantauprapat (1996), SMPN 1 Rantauprapat
(1999), SMA N 5 Plus Rantauprapat (2002), Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara (2007).
DAFTAR ISI
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
2.2 Karakteristik Keluarga ... 30
2.2.1 Pengetahuan Gizi Ibu ... 30
2.3.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Status Gizi ... 37
2.3.3 Penilaian Status Gizi ... 37
2.4 Landasan Teori ... 38
2.5 Kerangka Konsep ... 41
3.4.2 Cara Pengumpulan Data ... 43
3.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 44
3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 45
3.6 Metode Pengukuran ... 48
3.7 Metode Analisis Data ... 50
BAB 4. HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 52
4.6 Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Status Gizi Anak Balita di Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II ... 59
4.7 Hubungan Pendidikan Ibu dengan Status Gizi Anak Balita di Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II ... 60
4.8 Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Status Gizi Anak Balita di Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II ... 60
4.9 Hubungan Pola Asuh Makan dengan Status Gizi Anak Balita di Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II ... 61
4.10 Hubungan Pola Asuh Kesehatan dengan Status Gizi Anak Balita di Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II ... 62
4.11 Pengaruh Karakteristik dan Pola Asuh terhadap Status Gizi Balita Di Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II ... 62
BAB 5. PEMBAHASAN 5.1 Karaketristik Keluarga dan Pola Asuh Anak Balita Di Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II ... 66
5.2 Pengaruh Karakteristik Keluarga terhadap Status Gizi Anak Balita Di Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II ... 67
5.3 Pengaruh Pola Asuh Anak Balita terhadap Status Gizi Anak Balita Di Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II ... 69
5.3.1 Pengaruh Pola Asuh Makan terhadap Status Gizi Anak Balita Di Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II ... 71
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ... 75
6.2 Saran ... 75
DAFTAR PUSTAKA ... 77
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
2.1. Pola Pemberian Makanan Balita ... 24
3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Butir Instrumen Variabel
Penelitian ... 37
4.2. Distribusi Karakteristik Ibu yang mempunyai Balita di
Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II ... 53
4.3. Distribusi Karakteristik Balita di Kompleks Taman Perumahan
Setia Budi Indah II ... 54
4.4.1 Distribusi Jawaban Responden tentang Pemberian Makan pada Balita Usia 13-36 bulan di Kompleks Taman Perumahan Setia
Budi Indah II ... 56
4.4.2 Distribusi Jawaban Responden Tentang Pemberian Makan pada Anak Balita Usia 37-60 bulan di Kompleks Taman
Perumahan Setia Budi Indah II ... 57
4.4.3 Distribusi Jawaban Responden tentang Pola Asuh Kesehatan di
Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II ... 49
4.4.4 Distribusi Pola Asuh Makan dan Pola Asuh Kesehatan
Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II ... 58
4.5. Distribusi Status Gizi Anak Balita di Kompleks Taman
Perumahan Setia Budi Indah II ... 59
4.6. Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Status Gizi Anak Balita di
Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II ... 51
4.7. Hubungan Pendidikan Ibu dengan Status Gizi Anak Balita di
Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II ... 60
4.8. Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Status Gizi Anak Balita di
Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II ... 60
4.9. Hubungan Pola Asuh Makan dengan Status Gizi Anak Balita di
4.10. Hubungan Pola Asuh Kesehatan dengan Status Gizi Anak
Balita di Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II ... 62
4.11. Hasil Uji Regresi Logistik Karaktersitik Keluarga dan Pola Asuh terhadap Status Gizi Anak Balita di Kecamatan
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
2.1 Keterkaitan antara Pola Asuh dan Status Gizi dengan Perilaku 40
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Surat Izin Penelitian dari Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat USU ... 81
2 Surat Telah Selesai Meneliti dari Kelurahan Asam Kumbang ... 82
3. Kuesioner Penelitian ... 84
4. Pengolahan Data ... 88
ABSTRAK
Masa Balita usia 12-59 bulan adalah masa di mana anak sangat membutuhkan zat gizi dalam jumlah yang cukup dan seimbang. Kekurangan zat gizi pada masa ini dapat menimbulkan gangguan tumbuh kembang. Pada masa ini juga, anak masih benar-benar bergantung pada perawatan dan pengasuhan oleh ibunya dan karakteristik keluarga
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh karakteristik keluarga dan pola asuh, terhadap status gizi anak Balita di Kompleks Perumahan Taman Setia Budi Indah II Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang. Jenis penelitian adalah survei dengan tipe explanatory research. Populasi adalah seluruh ibu yang mempunyai anak balita berjumlah 52 orang. Pengumpulan data karakteristik keluarga, pola asuh makan menggunakan wawancara berpedoman pada kuesioner dan pola asuh kesehatan menggunakan wawancara berpedoman kepada kuesioner. Status gizi anak balita berdasarkan indeks BB/TB. Analisis data menggunakan uji regresi logistik berganda pada tingkat kemaknaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa status gizi anak balita (1-5 tahun) berdasarkan indeks BB/TB diperoleh normal (40,4%) dan status gizi lebih ( gemuk ) 59,6 %. Karakteristik keluarga yang terdiri dari pengetahuan ibu berkategori baik 65,4 %, pendidikan tinggi 75,0 %, pendapatan keluarga > 1.200.000 (100%), ibu yang bekerja (59,6%), Pola asuh makan yang diterapkan ibu kepada anak balita baik 55,8 %. Demikian juga pola kesehatan anak balita baik 61,5 %. Ada pengaruh pola asuh (makan dan kesehatan) terhadap status gizi anak balita.
Diharapkan ibu-ibu yang telah menerapkan pola asuh yaitu pola asuh makan dan pola asuh kesehatan yang baik tetap mempertahannya.
ABSTRACT
Children of 12-59 months old need adequate and balanced nutrients. Nutritional deficiency occurred during this time can result in growth disorders because the children still really depend on the care and nurturing of their mothers and family characteristics.
The purpose of this explanatory survey study was to analyze the influence of family characteristics and nursing pattern on the nutritional status of the children under five years old in Taman Setia Budi II Housing Complex, Kelurahan Asam Kumbang, Medan Selayang Subdistrict. The population of this study was all of the 52 mothers having children under five years old. The data for this study such as family characteristics and nursing and eating patterns and health pattern were obtained through questionnaire-based interviews. The nutritional status of the children under five years old was based on the Body Weight/Body Height index. The data obtained were analyzed through multiple logistic regression tests at level of significance of 95%.
The result of this study showed that, based on the Body Weight/Body Height index, the nutritional status of the children between 1-5 years old was normal (40.4%) and more nutritional status (fat) (59.6%). In terms of family characteristics, the mothers were with good category (65.4%) and with high education (75.0%), family income > Rp. 1,200,000.00 (100%), mothers who worked (59.6%). Eating pattern applied by the mothers to the children under five years old was good (55.8%). Health pattern applied by the mothers to the children under five years old was good (61.5%). Nursing patterns (eating and health) had influence on the nutritional status of the children under five years old. Eating pattern was more dominant in influencing the nutritional status of the children under five years old.
The mothers are expected to apply and maintain a good (eating and health) nursing pattern.
Keywords: Nursing Pattern, Nutritional Status, Children Under Five Years Old, Family Characteristic
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Masalah gizi bukan lagi hal yang dianggap sederhana. Bahkan hal ini telah
masuk menjadi salah satu indikator kesehatan masyarakat. Dari 24 indikator yang
menjadi dasar penetapan IPKM yang terbagi menjadi tiga kategori bobot, yaitu
kategori mutlak dengan bobot lima sebanyak sebelas indikator, kategori penting
dengan bobot empat sebanyak lima indikator, dan kategori perlu dengan bobot tiga
sebanyak delapan indikator. Untuk kategori mutlak tiga di antaranya adalah indikator
gizi yaitu prevalensi balita gizi kurang dan gizi buruk, prevalensi balita pendek, dan
prevalensi balita kurus.
Hal tersebut membuktikan bahwa masalah gizi bukanlah masalah yang sepele.
Ada dua jenis masalah yang muncul akibat malnutrisi yaitu masalah gizi lebih dan
gizi kurang. Gizi lebih dalam dua dekade terakhir meningkat akibat perubahan pola
hidup masyarakat terutama di daerah urban. Bahkan masalah gizi lebih ini telah
menjadi polemik sendiri di negara maju. Gizi lebih dapat dinilai dari berat badan.
Dari data yang dihimpun WHO tahun 2008 menyebutkan bahwa sekitar 1.5 miliar
penduduk dewasa mengalami kelebihan berat badan, 200 juta pria dewasa mengalami
obesitas, dan lebih dari 300 juta wanita mengalami obesitas. Sebuah studi pada tahun
2008 oleh Centers for Disease Control di Atlanta yang dilakukan di Amerika Serikat
menunjukkan hampir satu dari lima anak usia 6-11 tahun dan 18,1 persen anak usia
2.24 % balita yang mengalami gizi lebih, sedangkan data untuk penduduk di atas 15
tahun terdapat 10.3 % mengalami gizi lebih.
Masalah gizi pada anak balita di Indonesia akhir-akhir ini cenderung
menunjukkan masalah gizi ganda, yaitu kelebihan gizi yang terjadi di perkotaan dan
kekurangan gizi yang banyak ditemukan dipedesaan. Karena gizi lebih atau obesitas
pada anak mempunyai konsekuensi medisyang serius terutama untuk masa depan
yang bersangkutan maupun terhadap ketersediaan kualitas manusia Indonesia
selanjutnya, maka perlu mendapat perhatian semua pihak yang berkecimpung dalam
bidang ilmu kesehatan anak (Siswono, 2005).
Dari data Susenas tahun 1989 dan1992 gizi lebih pada balita di Indonesia
menunjukkan angka peningkatan yang cukup tinggi, pada daerah perkotaan dari 4,6%
ke 6,3% untuk anak laki-laki dan dari 5,9% ke 8,0% untuk anak perempuan.
Sedangkan wilayah pedesaan ditemukan 2,3% ke 3,9% untuk laki-laki, dan dari 3,8%
ke 4,7% untuk anak perempuan, sedangkan pada tahun 1999 menunjukkan prevalensi
sebesar 5,2%. Angka tersebut akan semakin meningkat seiring dengan terjadinya transisi demografi
yang diikuti juga dengan terjadinya transisi epidemilogi. Prevalensi gizi lebih pada balita di
Propinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2000 sebesar 2,81%.
Masa balita merupakan masa yang tergolong rawan dalam pertumbuhan dan
perkembangan anak karena pada masa ini anak mudah sakit dan mudah terjadi kurang
gizi. Pada masa ini perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran
social, emosional, dan intelengensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan
perkembangan berikutnya. Perkembangan moral serta dasar-dasar kepribadian juga
Memiliki anak yang sehat dan cerdas adalah dambaan setiap orang tua. Untuk
mewujudkannya tentu saja orangtua harus selalu memperhatikan pertumbuhan dan
perkembangannya. Meskipun proses tumbuh kembang anak berlangsung secara
alamiah, proses tersebut sangat bergantung kepada orang dewasa atau orang tua.
Apalagi masa lima tahun pertama (masa balita) adalah periode penting dalam tumbuh
kembang anak dan merupakan masa yang akan menentukan pembentukan fisik,psikis
maupun intelegensinya (Sulistijani, dkk, 2001).
Masalah gizi dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling mempengaruhi
secara kompleks. Ditingkat rumah tangga, keadaan gizi dipengaruhi oleh kemampuan
rumah tangga menyediakan pangan dan jumlah dan jenis yang cukup serta pola asuh
yang dipengaruhi oleh faktor pendidikan, perilaku dan keadaan kesehatan rumah
tangga. Keluarga yang tergolong mampu dalam setiap masyarakat mempunyai
persediaan pangan yang mencukupi bahkan berlebih untuk sepanjang tahun,
sedangkan pada keluarga kurang mampu pada masa-masa tertentu sering mengalami
kurang pangan. Hal ini menyangkut peluang dalam mencari nafkah (Sajogya, 1994).
Menurut Engle et al (1997) pola asuh adalah kemampuan keluarga dan
masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian dan dukungan dalam memenuhi
kebutuhan fisik, mental dan sosial dari anak yang sedang tumbuh dan anggota
keluarga lainnya. Pengasuh merupakan faktor yang sangat erat kaitannya dengan
pertumbuhan dan perkembangan anak berusia lima tahun. Anak balita merupakan
golongan rawan gizi karena berhubungan dengan proses pertumbuhan yang relatif
pesat dan memerlukan zat-zat gizi dalam jumlah besar. Menurut Jelliffle (1989), masa
disebut dengan Periode Kritis (Danger Periode) karena pada usia ini anak mengalami
pertumbuhan fisik dan perkembangan otak yang sangat cepat bahkan pada umumnya
anak sudah mengalami proses penyapihan yang terlalu dini akibat anak sudah
mempunyai adik lagi. Kondisi demikian dapat menyebabkan anak kurang mendapat
perhatian dari orang tua, seperti asuhan gizi kurang, adanya penyakit infeksi dan
parasit serta adanya problem psikologis pada anak. Selain itu, anak pada usia 1-2
tahun masih bersifat konsumen pasif karena makanannya tergatung pada apa yang
disediakan pengasuh (ibu) sehingga peran pengasuh sangat menunjang status gizi
anak.
Seorang ibu yang memegang peranan penting dalam pengasuhan
anaknya,mempunyai pola pengasuhan yang tidak sama. Karena hal ini sangat
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mendukungnya,antara lain : latar belakang
pendidikan ibu, pekerjaan ibu, status gizi ibu, jumlah anak, dan sebagainya.
Peran ibu dalam pertumbuhan dan perkembangan anak sangatlah dominan
untuk mengasuh dan mendidik anak agar tumbuh dan berkembang menjadi anak yang
berkualitas. Pola asuh yang diterapkan oleh ibu dapat berpengaruh terhadap
pertumbuhan anak khususnya status gizi anak.Widayani (2001), menemukan korelasi
yang positif antara pola asuh ibu dengan status gizi anaknya. Proses mengasuh dan
mendidik anak memerlukan waktu yang cukup, walaupun saat ini berkembang bahwa
pola pengasuhan itu yang terpenting adalah kualitasnya, tetapi saja diperlukan
kuantitas dalam hal ini waktu kebersamaan ibu dengan anaknya. Jelas sudah bahwa
yang baik bagi anak-anaknya sehingga anak tersebut dapat tumbuh dan berkembang
menjadi insan yang berkualitas.
Hasil penelitian Yusrizal (2008), mengungkapkan bahwa faktor sosial
ekonomi masyarakat (tingkat pendidikan, jenis pekerjaan) dan faktor budaya
masyarakat (tingkat pengetahuan, pola makan anak balita) berpengaruh terhadap
status gizi anak balita. Variabel pengetahuan merupakan variabel yang sangat
berpengaruh dan paling dominan pengaruhnya terhadap status gizi anak balita di
wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen.
Status gizi dan kesehatan merupakan salah satu dari 3 (tiga) faktor utama yang
sangat menentukan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), disamping pendidikan
dan pendapatan (ekonomi). Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa
adalah membangun sumber daya manusia yang berkualitas sehat, cerdas dan
produktif. Pencapaian pembangunan manusia yang diukur dengan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) belum menunjukkan hasil yang mengembirakan dalam
tiga dasawarsa terakhir. Pada tahun 2003, IPM Indonesia masih rendah yaitu berada
pada peringkat 112 dari 174 negara, lebih rendah dari negara-negara tetangga.
Rendahnya IPM ini sangat dipengaruhi oleh rendahnya status gizi dan status
kesehatan penduduk, hal ini antara lain terlihat dari masih tingginya angka kematian
bayi yaitu 35 perseribu kelahiran hidup dan angka kematian balita 58 perseribu
kelahiran hidup serta angka kematian ibu 307 perseratus kelahiran hidup. (Azwar,
2004).
Ditinjau dari sudut masalah kesehatan dan gizi, maka balita termasuk dalam
mudah menderita kelainan gizi, sedangkan pada saat ini mereka sedang mengalami
proses pertumbuhan yang relative pesat. Akibat dari kurang gizi ini kerentanan
terhadap penyakit-penyakit infeksi dapat menyebabkan meningkatnya angka
kematian balita (Soegeng, 2004).
Gambaran mengenai status gizi balita di Sumatera Utara pada tahun 2000
adalah gizi kurang 17,3 % dan gizi buruk 9,16 %, tahun 2003 prevalensi gizi kurang
18,59 % dan gizi buruk 8,82 % pada tahun 2006 terjadi penurunan persentase balita
dengan gizi buruk sebesar 1,02 % menjadi 7,8 % tetapi persentase balita gizi kurang
meningkat sebesar 4,72 % menjadi 23,31 %. Prevalensi gizi kurang dan gizi buruk di
Sumatera Utara masih termasuk dalam kategori tinggi sehingga perlu diwaspadai
karena cendrung berfluktuasi dari tahun ketahun (Dinkes Prov. Sumut, 2007).
Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 menunjukkan bahwa prevalensi KEP
pada balita, dalam bentuk gizi buruk dengan menggunakan indikator berat badan
menurut umur adalah 5,4 % dan gizi kurang 13 %. Di Sumatera Utara prevalensi KEP
angkanya masih diatas prevalensi nasional. Prevalensi status gizi balita di Sumatera
Utara tahun 2007 prevalensi status gizi lebih adalah 4,5 % status gizi baik 72,2 %,
gizi kurang 14,3 % dan gizi buruk 8,4 % (Depkes RI, 2007).
Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2010, menunjukkan angka balita kurang
gizi diangka 17,9 %. Masalah micro nutrient (kekurangan gizi mikro) atau kelaparan
tersembunyi masih sering ditemui di Indonesia. (Depkes RI, 2010)
Survei awal yang dilakukan peneliti melalui observasi pengamatan peneliti
didapatkan bahwa terdapat anak balita mengalami obesitas yang artinya gizi lebih
Kompleks Perumahan Taman Setia Budi Indah II adalah merupakan salah satu
kompleks perumahan elit di kota Medan yang berada di Kelurahan Asam Kumbang
Kecamatan Medan Selayang. Kompleks Perumahan Taman Setia Budi Indah II ini
memiliki jumlah KK sebanyak 216 KK, dengan jumlah penduduk sebanyak 1.118
jiwa.
Pada umunya ibu rumah tangga di Kompleks Perumahan Taman Setia Budi
Indah II ini memiliki pekerjaan diluar rumah yakni sebanyak 63,5 % dan yang tidak
bekerja sebanyak 36,5 %. Hal ini mengidentifikasi bahwa dengan sibuk bekerja (
lama bekerja 8 jam ) maka untuk mengasuh anak diperlukan tenaga pengasuh dan
memang disana banyak keluarga yang menggunakan jasa pengasuh untuk mengasuh
anaknya, padahal belum tentu anak nyaman bila tidak diasuh oleh ibu kandung
sendiri.
Berdasarkan kenyataan ini dan data yang ada, maka penulis tertarik untuk
meneliti mengenai pengaruh karakteristik keluarga dan pola asuh terhadap status gizi
anak Balita di Kompleks Perumahan Taman Setia Budi Indah II Kelurahan Asam
Kumbang Kecamatan Medan Selayang.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam
penelitian ini adalah : Bagaimanakah pengaruh karakteristik keluarga dan pola asuh
terhadap status gizi anak Balita di Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh karakteristik
keluarga dan pola asuh terhadap status gizi anak Balita di Kompleks Perumahan
Taman Setia Budi Indah II Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang.
1.4 Hipotesis
“ da pengaruh karakteristik keluarga dan pola asuh terhadap status gizi anak
Balita di Kompleks Perumahan Taman Setia Budi Indah II di Kelurahan Asam
Kumbang Kecamatan Medan Selayang”.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan masukan bagi Dinas
Kesehatan Kota Medan dalam penyusunan program gizi bagi ibu-ibu khususnya ibu
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pola Asuh
Agar pola hidup anak bisa sesuai dengan standar kesehatan, di samping harus
mengatur pola makan yang benar, juga tak kalah pentingnya mengatur pola asuh yang
benar pula. Pola asuh yang benar bisa ditempuh dengan memberikan perhatian yang
penuh kasih sayang pada anak, memberinya waktu yang cukup untuk menikmati
kebersamaan dengan seluruh anggota keluarga (Perangin-angin, 2006).
Pola asuh adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan
waktu, perhatian, dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan
sebaik-baiknya secara fisik, mental dan sosial. Pengasuhan merupakan faktor yang
sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan dan perkembangan anak berusia di bawah
lima tahun. Masa anak usia 1-5 tahun (balita) adalah masa dimana anak masih sangat
membutuhkan suplai makanan dan gizi dalam jumlah yang memadai. Pada masa ini
juga, anak-anak masih sangat tergantung pada perawatan dan pengasuhan ibunya.
Oleh karena itu, pengasuhan kesehatan dan makanan pada tahun pertama kehidupan
sangat penting untuk perkembangan anak (Sarah, 2008).
Pola asuh anak berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal
kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan, memberi kasih
sayang dan sebagainya. Kesemuanya berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal
kesehatan (fisik dan mental), status gizi, pendidikan umum, pengetahuan dan
masyarakat, sifat pekerjaan sehari-hari, adat kebiasaan keluarga dan masyarakat, dan
sebagainya dan si ibu atau pengasuh anak (Sunarti, 1989).
2.1.1 Konsep Pola Asuh
Konsep Pola Asuh sebagai faktor penentu status gizi anak masih baru bagi
banyak orang diluar bidang gizi. Pola asuh adalah kemampuan keluarga dan
masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian dan dukungan dalarn memenuhi
kebutuhan fisik, mental, dan sosial dan anak yang sedang tumbuh dan anggota
keluarga lainnya (Engle, et al, 1997).
Secara sederhana pengasuhan dapat diartikan sebagai implementasi
serangkaian keputusan yang dilakukan orang tua atau seorang dewasa kepada anak,
sehingga memungkinkan anak menjadi bertanggungjawab, menjadi anggota
masyarakat yang baik, memiliki karakter-karakter yang baik. Seperti: apa yang
dilakukan orang tua ketika anak sakit, ketika tidak mau makan, ketika sedih, ketika
menangis, ketika bertindak agresif atau ketika anak berbohong, itulah pengasuhan.
Menurut Ramakrishnan (1995) dan Engle (1998) asuhan yang diberikan
dalam bentuk waktu, perhatian, dan dukungan sangat dibutuhkan oleh anak yang
sedang berkembang untuk memenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosialnya. Melalui
asuhan yang baik, pemberian makanan yang baik dan perawatan kesehatan anak juga
menjadi optimal.
Kerangka konseptual yang dikemukakan oleh UNICEF dan dikembangkan
lebih lanjut oleh Engle et al (1997) menekankan bahwa tiga kmponen makanan
kesehatan-asuhan merupakan faktor-faktor yang berperan dalam menunjang
mengemukakan bahwa pola asuh dimanifestasikan dalam 6 hal, yaitu (1)
perhatian/dukungan untuk wanita seperti pemberian waktu istirahat yang tepat atau
peningkatan asupan makanan selama hamil, (2) pemberian ASI dan makanan
pendamping pada anak, (3) rangsangan psikososial terhadap anak dan dukungan
untuk perkembangan mereka, (4) persiapan dan penyimpanan makanan, (5) praktek
kebersihan/hygiene dan sanitasi lingkungan, dan (6) perawatan keluarga dalam
keadaan sakit meliputi praktek kesehatan di rumah dan pola pencarian pelayanan
kesehatan. Pemberian ASI dan makanan pendamping pada anak serta persiapan dan
penyimpanan makanan tercakup dalam praktek pemberian makan.
Pengasuhan anak meliputi pula hal-hal seperti cara memandikan, disiplin
buang air, disiplin makan, adat istiadat penyapihan, cara menggendong bayi, dan
mengajar sopan santun. Pola pengasuhan merupakan cara orang tua mendidik dan
membesarkan anak dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah faktor
budaya, agama, kebiasaan, dan kepercayaan, serta kepribadian orang tua (orang tua
sendiri atau orang yang mengasuh anak). Selain dan faktor tersebut pola pengasuhan
sangat dipengaruhi oleh kepribadian orang tua, terutama pengetahuan, sikap dan
tindakan. Pada umumnya bila orang tua semasa kecil dididik secara keras dan
berdisiplin tinggi, maka ia pun akan mendidik anaknya juga dengan cara demikian.
Dalam berbagai penelitian menunjukkan bahwa kepribadian orung tua sangat
nenentukan pola interaksi ibu dan anak. Pengaruh struktur watak ibu yang mengasuh
anak balita mempunyai efek yang sangat besar dalam hubungan ibu dan anak.
Pola pengasuhan yang baik terhadap anak balita adalah:
b. Dengan satu orang tua yang berperan sebagai ibu.
c. Dalam satu keluarga yang utuh yang terdiri dan ayah dan ibu.
d. Adanya keseimbangan pendidikan anak dalam suasana damai, dilandasi kasih
sayang dan penerimaan.
Penelitian yang dilakukan oleh Hafrida (2004) di Kelurahan Belawan Bahani
Kecamatan Medan Belawan, menunjukkan bahwa ada kecendrungan dengan semakin
baiknya pola asuh anak, maka proporsi gizi baik pada anak juga akan semakin besar.
Tetapi sebaliknya di negara Timur seperti di Indonesia, keluarga besar masih
lazim dianut dan peran ibu seringkali dipegang oleh beberapa orang lainnya seperti
nenek, keluarga dekat lain dan bukan pembantu. Tetapi ternyata anak yang dididik
dalam keluarga besar tersebut dapat tumbuh dengan kepribadian yang baik. Jadi yang
lebih penting nilainya adalah suasana damai dan kasih sayang dalam keluarga
(Nadesul, 1995). Masalah gizi bukan lagi hal yang dianggap sederhana. Bahkan hal
ini telah masuk menjadi salah satu indikator kesehatan masyarakat. Dari 24 indikator
yang menjadi dasar penetapan IPKM yang terbagi menjadi tiga kategori bobot, yaitu
kategori mutlak dengan bobot lima sebanyak sebelas indikator, kategori penting
dengan bobot empat sebanyak lima indikator, dan kategori perlu dengan bobot tiga
sebanyak delapan indikator. Untuk kategori mutlak tiga di antaranya adalah indikator
gizi yaitu prevalensi balita gizi kurang dan gizi buruk, prevalensi balita pendek, dan
prevalensi balita kurus. Hal tersebut membuktikan bahwa masalah gizi bukanlah
masalah yang sepele.
Ada dua jenis masalah yang muncul akibat malnutrisi yaitu masalah gizi lebih
pola hidup masyarakat terutama di daerah urban. Bahkan masalah gizi lebih ini telah
menjadi polemik sendiri di negara maju. Gizi lebih dapat dinilai dari berat badan.
Dari data yang dihimpun WHO tahun 2008 menyebutkan bahwa sekitar 1.5 miliar
penduduk dewasa mengalami kelebihan berat badan, 200 juta pria dewasa mengalami
obesitas, dan lebih dari 300 juta wanita mengalami obesitas. Sebuah studi pada tahun
2008 oleh Centers for Disease Control di Atlanta yang dilakukan di Amerika Serikat
menunjukkan hampir satu dari lima anak usia 6-11 tahun dan 18,1 persen anak usia
12-19 tahun yang menderita obesitas. Di Indonesia sendiri pada tahun 2003 terdapat
2.24 % balita yang mengalami gizi lebih, sedangkan data untuk penduduk di atas 15
tahun terdapat 10.3 % mengalami gizi lebih.
Data di atas menunjukan betapa besarnya jumlah penderita gizi lebih di
Indonesia. Penyebab yang paling nyata adalah perubahan ekonomi. Perubahan ini
terjadi akibat pasar globalisasi dan modrenisasi di semua aspek. Hal tersebut dapat
dilihat dari jumlah penduduk yang berat badan lebih ataupun obesitas lebih banyak
terjadi di daerah perkotaan. Peningkatan ekonomi ini menyebabkan perubahan pola
hidup, mulai dari pola makan dan aktivitas fisik. Makanan yang awalnya lebih
banyak persentase karbohidrat kini telah berubah menjadi lebih banyak persentase
lemak, seperti fast food. Jenis makanan yang seperti ini akan meningkatkan
persentase lemak tubuh yang akhirnya akan berimplikasi kepada kelebihan berat
badan.
Selain faktor ekonomi, faktor cahaya lampu secara tidak langsung juga
mempengaruhi gizi lebih dan obesitas. Penelitian terbaru dari reuroscience di Ohio
maka resiko untuk mengalami kelebihan berat badan semakin tinggi. Penelitian ini
menggunakan tikus sebagai hewan coba. Tikus-tikus tersebut diperlakukan dalam tiga
kondisi. Kondisi pertama tikus diberi terpaan cahaya selama 24 jam terus-menerus,
kondisi kedua tikus diberi terpaan cahaya dengan siklus standar terang selama 16 jam
dan gelap selama 8 jam, sedangkan kondisi ketiga tikus diberi terpaan cahaya terang
selama 16 jam dan cahaya redup selama 8 jam. Para peneliti mengukur berapa banyak
makanan yang dipakai tikus setiap hari. Selain itu mereka juga mengukur berapa
banyak mereka bergerak di sekitar kandang mereka setiap hari melalui sistem
persimpangan sinar inframerah.
Kemudian massa tubuh tikus dihitung setiap minggu. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tikus dengan cahaya redup saat malam massa tubuhnya
meningkat lebih tinggi dari tikus yang hidup dalam siklus standar terang dan gelap.
Berat badan tikus terus meningkat sejak minggu pertama penelitian. Pada akhir
penelitian tikus yang hidup dengan cahaya redup malam hari berat badannya lebih
kurang 12 gram sedangkan tikus yang hidup dengan siklus standar terang dan gelap
berat badannya 8 gram. Tikus yang mendapat terpaan cahaya terus-menerus juga
memiliki berat badan lebih besar dari tikus yang hidup dengan siklus standar terang
dan gelap.
Faktor lain yang mempengaruhi gizi lebih dan obesitas adalah kebiasaan
ketika makan. Salah satu kebiasaan yang buruk ketika makan adalah makan di depan
komputer atau televisi, karena hal ini akan mengakibatkan jumlah makanan yang
Selain asupan makanan, hal lain yang dapat menyebabkan gizi lebih dan obesitas
adalah faktor aktivitas. Kurangnya aktivitas dapat menyebabkan gizi lebih dan
obesitas. Salah satu yang menyebabkan berkurangnya aktivitas seseorang adalah
tuntutan pekerjaan. Tuntutan pekerjaan pada saat ini menyebabkan kebanyakan
penduduk lebih banyak menghabiskan waktunya duduk di kursi dari pada bergerak.
Ditambah lagi kesadaran berolahraga yang masih kurang di kalangan masyarakat
Indonesia.
Hal ini dapat meningkatkan resiko berat badan berlebih. Dari analisis lebih
lanjut didapatkan seorang remaja yang menghabiskan waktu lebih dari 3 jam per hari
dengan menonton televisi memiliki resiko obesitas 12.3 kali lebih besar dari pada
remaja yang menonton televisi yang kurang dari 3 jam per hari.
Walaupun kita mengetahui bahwa berat badan berlebih tidak akan terjadi apabila
seseorang tidak memiliki faktor genetik untuk gizi lebih atau obesitas. Apabila kedua
orang tua gizi lebih atau obesitas maka kemungkinan anak menderita berat badan
berlebih sekitar 80%, sedangkan apabila salah satu dari orang tua mengalami gizi
lebih atau obesitas maka kemungkinan itu menjadi setengahnya atau 40 %.
Faktor-faktor sosiokultural juga berperan penting dalam gizi lebih dan obesitas, seperti masih
banyaknya masyarakat yang berpendapat bahwa gemuk adalah lambang
kemakmuran.
Pendapat seperti ini dapat memicu peningkatan jumlah konsumsi kalori pada
masyarakat tersebut. Anggapan “gemuk makmur” ini berimplikasi pada orang tua
waktu masih anak-anak berat badannya sudah berlebih akan meningkatkan faktor
resiko menjadi berat badan berlebih pada waktu dewasa.
Prevalensi ini akan terus meningkat, mengingat setiap anak yang memiliki faktor
predisposisi genetik akan tinggal bersama dengan orang tua yang telah terbiasa
dengan pola hidup sedentary.
Peneliti memprediksi 8 dari 10 pria dan 7 dari 10 wanita akan mengalami
obesitas pada tahun 2020. Penelitian yang dilakukan ini mengambil sampel di satu
negara maju yakni Inggris. Negara maju dan negara berkembang cenderung memiliki
gaya hidup seragam saat ini. Sehingga dapat diperkirakan trend obesitasnya antara
negara maju dan negara berkembang akan sama.
Konsekuensi gizi lebih dan obesitas adalah meningkatnya resiko kematian.
Seseorang yang memiliki kelebihan berat badan sebesar 40% dari normal,
diperkirakan meninggal 8 tahun lebih cepat dari pada populasi rata-rata. Peningkatan
mortalitas ini terjadi karena insiden diabetes melitus tipe dua, penyakit jantung
koroner, penyakit kandung kemih, osteoarthritis atau radang sendi, stroke, dan
kanker.
Sedangkan pada anak-anak dapat menimbulkan gangguan seperti
dislipidemia, stenosis hepatis, gangguan saluran pencernaan, dan sleep apnea.
Pada orang yang menderita gizi lebih prevalensi munculnya kanker 30% lebih tinggi
dibanding orang yang memiliki berat badan ideal. Jenis kanker yang sering muncul
adalah kanker ginjal, kanker rahim, kanker payudara, kanker esophagus, kanker
Berat badan lebih dan obesitas adalah penyakit mahal. Bahkan untuk negara maju
peningkatan jumlah penyakit akibat gizi lebih dan obesitas dalam beberapa dekade
terakhir telah menguras anggaran kesehatan. Di Australia telah menghabiskan dana
464 juta dolar Australia , 12 milyar franc di Perancis, 1 milyar golden di Belanda, dan
45,8 juta dolar Amerika di Amerika Serikat.
Dana yang dikeluarkan itu merupakan direct cost, artinya dana yang
berhubungan langsung dengan gizi lebih dan obesitas yang sebagian besar merupakan
akibat penyakit jantung koroner dan hipertensi. Sedangkan kerugian akibat
berkurangnya produktifitas akibat kematian dini dan morbiditas pasti lebih besar lagi.
Di Indonesia belum diketahui besar kerugian akibat penyakit yang berhubungan
dengan gizi lebih dan obesitas.
Hal ini disebabkan masih kurangnya studi tentang biaya yang dikeluarkan
untuk mengatasi masalah tersebut. Tetapi melihat yang terjadi di negara lain dapat
diperkirakan biaya yang akan dikeluarkan negara berkembang pasti lebih besar lagi.
Hal tersebut disebabkan Indonesia masih mengimpor alat-alat kedokteran dan
obat-obatan demi kepentingan rumah sakit dan tenaga kesehatan lainnya.
Untuk mengatasi masalah gizi lebih dan obesitas ini tak cukup dengan hanya
mengandalkan tenaga kesehatan. Hal ini disebabkan gizi lebih dan obesitas sangat
kompleks sehingga membutuhkan kerjasama semua lapisan masyarakat. Strategi yang
harus dilakukan agar hasilnya lebih optimal adalah tindakan preventif dan promotif.
Jika dioptimalkan pada tindakan kuratif dan rehabilitatif maka dana yang disediakan
tidak akan cukup (WHO, 2000). Ironinya, di lapangan dana yang dikucurkan untuk
sekitar 60 – 85 %. Hal ini menyebabkan usaha promotif dan preventif kurang
maksimal.
Usaha promotif dan preventif yang paling penting adalah dengan
menyadarkan masyarakat itu sendiri. Usaha ini dapat dilakukan dengan berbagai cara
dan dari berbagai aspek. Di lihat dari segi pendidikan, kementrian pendidikan
nasional dapat memasukan materi gizi ke dalam kurikulum pendidikan. Memang
sebelumnya telah ada materi gizi, namun hal itu hanya sepintas lalu dan hanya
membahas satu aspek yaitu gizi kurang. Diharapkan dari kurikulum yang lebih
komprehensif masyarakat mulai disadarkan sejak di bangku sekolahan. Dari
pendidikan dasar ini paradigma “gemuk makmur” sedikit demi sedikit akan terkikis.
Di sektor lain usaha yang dapat dilakukan oleh kementrian perdagangan yaitu
mewajibkan semua produk makanan untuk mencantumkan label kadar kalori dari
produk makanan tersebut baik yang ada dalam kemasan maupun jenis masakan cepat
saji. Pencantuman ini akan membantu masyarakat untuk menghitung intake kalori.
Label ini juga membantu komunikasi antar produsen dan konsumen mengenai hal-hal
tentang pangan yang dibutuhkan konsumen. Bagi produsen sendiri label tersebut
dapat digunakan sebagai sarana promosi.
Usaha dari tenaga medis dapat dilakukan dengan meningkatkan
penyuluhan-penyuluhan tentang gizi lebih dan obesitas terutama di sekitar perkotaan. Dalam
penyuluhan ini dijelaskan tentang bahaya laten dari gizi lebih dan obesitas. Promosi
tentang diet yang seimbang serta olahraga yang cukup juga perlu ditekankan. Sebagai
bersama. Hal ini bertujuan untuk mengajarkan kepada anaknya agar tidak menganut
sedentary life, selain untuk mengeratkan hubungan antar anggota keluarga tersebut.
Dari uraian di atas jelas sekali masalah gizi dan kesehatan di masyarakat di
masa yang akan datang menjadi semakin kompleks dan menjadi tantangan
pembangunan masyarakat. Kompleksitas masalah gizi dan kesehatan ini menuntut
perhatian dari semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat. Jika dibiarkan saja
bukan tidak mungkin prediksi tahun 2020 akan terwujud atau bahkan lebih tinggi.
Hasil penelitian Ariga (2006), mengungkapkan bahwa status gizi anak
berdasarkan indeks BB/U, yaitu gizi baik sebesar 59,86%, gizi kurang sebesar
25,85% dan gizi buruk 13,60% serta gizi lebih 0,68%. Gambaran pola asuh meliputi
perhatian/dukungan untuk wanita sebesar 86,39% kategori baik, praktik pemberian
makan sebesar 59,18% kategori baik, rangsangan psikososial dan praktik hygiene dan
sanitasi lingkungan sebesar 78,23% kategori baik dan perawatan keluarga sedang
sakit sebesar 61,23% kategori baik. Pola asuh, yaitu praktek pemberian makan
berhubungan dengan status gizi di Kabupaten Bener Meriah.
Hasil penelitian Sandjaja (2001), menemukan sebagian anak dalam keluarga
tertentu dengan sosial ekonomi rendah mempunyai daya adaptasi yang tinggi
sehingga mampu tumbuh dan kembang terhadap tekanan ekonomi, sosial dan
lingkungan. Faktor-faktor positif deviance yang berperan nyata dalam status gizi anak
antara lain adalah faktor ibu, pola asuh anak, keadaan kesehatan anak, dan konsumsi
makanan anak.
Pola asuh adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakn
sebaik-baiknya secara fisik, mental dn sosial. Pengasuhan merupakan faktor yang
sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan daan perkembangan anak usia berusia di
bawah lima tahun. Masa anak usia 1-5 tahun (balita) adalah masa dimana anak masih
sangat membutuhkan suplai makanan dan gizi dalam jumlah yang memadai. Pada
masa ini juga anak-anak masih sangat tergantung pada perawatan dan pengasuhan
ibunya.
Makanan anak balita tergantung dan apa yang diberikan oleh ibunya atau
orang lain yang mengasuhnya. Maka dalam rangka meningkatkan status gizi anak
balita pengetahuan gizi dan kesehatan merupakan salah satu faktor penting dan harus
dimiliki oleh ibu sebagai orang yang mempunyai peranan besar dalam menentukan
konsumsi makanan anaknya.
Agar pola hidup anak bisa sesuai dengan standar kesehatan, disamping harus
mengatur pola makan yang benar, juga tidak kalah pentingnya adalah mengatur pola
asuh yang benar pula. Sering tidak disadari oleh para orang tua (ibu), mengatur pola
asuli sama pentingnya dengan mengatur pola makan. Dan kenyataan mi sering terjadi
tumpang tindih dimana pola makan tidak teratur ditambah pola asuh yang tidak benar.
Disinilah peran seorang ibu memang sangat dibutuhkan sekali. Dan apalagi keadaan
ini terjadi bersamaan maka banyak menyebabkan gangguan kesehatan pada anak dan
membawa penyakit yang serius pada anak balita sebagai golongan rawan gizi.
Jadi disini orang tua (ibu) jangan melupakan adanya pola asuh yang benar ini
seimbang dengan pola makan. Pola asuh yang benar bisa ditempuh dengan aberikan
perhatian yang penuh serta kasih sayang pada anak, memberinya waktu cukup untuk
Menurut Soekirman (2000), Pola asuh adalah praktek di rumah tangga yang
diwujudkan dengan tersedianya pangan dan perawatan kesehatan serta sumber
lainnya untuk kelangsungan pangan, pertumbuhan dan perkembangan anak. Pola asuh
yang baik akan mempengaruhi keadaan kesehatan dan keadaan gizi pada anak,
dimana pola pengasuhan ini mencakup bagaimana cara ibu memberikan makan,
bagaimana ibu merawat, memelihara kesehatan dan hygiene anak dan ibu serta
bagaimana ibu memberikan kasih sayang pada anaknya.
2.1.2 Pola Asuh Makan
Pola asuh makan adalah cara seseorang, kelompok orang dan keluarga dalam
memilih jenis dan jumlah bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang
atau lebih dan mempunyai khas untuk satu kelompok tertentu. Pola pemberian makan
adalah pemberian makan harus disesuaikan dengan usia anak balita. Makanan harus
mengandung energi dan semua zat gizi yang dibutuhkan pada tingkat umurnya
(Triton, 2006). Sedangkan menurut Wijaya (2007) pola asuh makan merupakan
praktek pengasuhan yg diterapkan oleh ibu kepada anaknya yang berkaitan dengan
cara dan sanitasi makan. Jumlah dan kualitas makanan yang dibutuhkan untuk
konsumsi anak penting sekali dipikirkan, direncanakan dan dilaksanakan oleh ibu
atau pengasuhnya.
Pola asuh makan merupakan praktek-praktek pengasuhan yang diterapkan
oleh ibu/pengasuh kepada anak yang berkaitan dengan pemberian makanan.
Pemberian makanan kepada anak diperlukan untuk memperoleh kebutuhan zat gizi
yang cukup untuk kelangsungan hidup, pemulihan kesehatan sesudah sakit, aktivitas,
pemenuhan atau pemuasan rasa lapar. Untuk seorang anak, makan dapat dijadikan
media untuk mendidik anak supaya dapat menerima, menyukai dan memilih makanan
yang baik (Santoso & Ranti, 2004).
Di Indonesia pola asuh makan terhadap anak sangat dipengaruhi oleh budaya,
unsur-unsur budaya mampu menciptakan suatu kebiasaan makan dalam masyarakat
yang diajarkan secara turun temurun kepada seluruh anggota keluarganya, padahal
kadang-kadang unsur budaya tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip ilmu gizi
(Suharjo, 2003).
Aspek budaya dalam kehidupan masyarakat Indonesia berkembang sesuai
dengan keadaan lingkungan, agama, adat dan kebiasaan masyarakat. Sampai saat ini
aspek budaya sangat mempengaruhi perilaku kehidupan sehari-hari masyarakat
Indonesia ( Suhardjo, 2003).
Ada 2 tujuan pengaturan makanan untuk bayi dan anak balita :
1. Memberikan zat gizi yang cukup bagi kebutuhan hidup, yaitu untuk pemeliharaan
dan atau pemuithan serta peningkatan kesehatan, pertumbuhan, perkembaiiguu
fisik dan psikomotor, serta melakukan aktifitas fisik.
2. Untuk mendidik kebiasaan makan yang baik.
Makanan untuk bayi dan anak balita yang baik harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
1. Memenuhi kecukupan energi dan semua zat gizi sesuai dengan umur.
2. Susunan hidangan disesuaikan dengan pola menu seimbang, bahan makanan yang
3. Bentuk dan porsi makanan disesuaikan dengan daya terima, toleransi, dan
keadaan pada bayi/anak.
4. Memperhatikan kebersihan perorangan dan lingkungan.
Menurut Persatuan Ahli Gizi Indonesia/Persagi (1992) yang dikutip oleh
Kristiadi, E. (2007), berdasarkan karakteristiknya balita usia 1-5 tahun dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu anak usia lebih dari 1-3 tahun yang dikenal dengan
batita dan anak usia lebih dari 3-5 tahun yang dikenal dengan usia prasekolah. Anak
usia 1-3 tahun merupakan konsumen pasif, yaitu anak menerima makanan dari apa
yang disediakan ibunya.
Penyajian makanan untuk balita diperlukan kreatifitas ibu agar makanan
terlihat menarik sehingga dapat menimbulkan selera makan anak balita. Penyajian
makanan yang akan diberikan kepada anak balita harus memperhatikan porsi atau
takaran konsumsi makan serta frekuensi makan yang dianjurkan dalam sehari. Waktu
pemberian makan untuk balita sebaiknya disesuaikan dengan waktu pada umunmnya.
Pemberian makanan dibagi menjadi tiga waktu makan yaitu pagi hari pada pukul
07.00-08.00, siang hari pada pukul 12.00-13.00, dan malam hari pada pukul
18.00-19.00, dan pemberian makanan selingan yaitu diantara dua waktu makan yaitu pukul
Tabel 2.1. Pola Pemberian Makanan Balita
Umur Bentuk Makanan Frekuensi
0-6 bulan ASI Eksklusif Sesering mungkin
minimal 8 kali/hari
6-9 bulan Makanan Lumat/lembek 2x sehari, 2 sendok
makan setiap kali makan
9-12 bulan Makanan lembek 3x sehari, plus 2x
makanan selingan
1-3 tahun Makanan Keluarga 3x sehari, plus 2x
makanan selingan 1 - 1 1/2 piring nasi/pengganti
2-3 potong sedang lauk hewani 1-2 potong sedang lauk nabati 1/2 mangkuk sayur
2-3 potong buah-buahan 1 gelas susu
4-6 tahun 1-3 piring nasi/pengganti 3x sehari, plus 2x
makanan selingan 2-3 potong lauk hewani
1-2 potong lauk nabati 1 - 1 1/2 mangkuk sayur 2-3 potong buah-buahan
1-2 gelas susu
Sumber : Depkes RI, 2006
Selain takaran dan frekuensi makanan untuk balita ada juga anjuran
pemberian makanan untuk anak balita berdasarkan Depkes RI (2006), yaitu :
1. umur 1-6 bulan, anjuran pemberian makanan yaitu :
a) Beri ASI setiap kali bayi menginginkan sedikitnya 8 kali sehari yaitu pagi,
siang maupun malam.
b) Jangan berikan makanan atau minuman lain selain ASI
2. Umur 6-12 bulan, anjuran pemberian makanan yaitu :
a) Teruskan pemberian ASI sampai umur 2 tahun.
b) Umur 6-9 bulan, kenalkan makanan pendamping ASI dalam bentuk lumat
dimulai dari bubur susu sampai nasi tim lumat, 2 kali sehari. Setiap kali
makan diberikan sesuai umur:
- 6 bulan: 6 sendok makan
- 7 bulan: 7 sendok makan
- 8 bulan: 8 sendok makan
c) Beri ASI terlebih dahulu kemudian makanan pendimping ASI.
d) Umur 9-12 bulan, beri makanan pendamping ASI, dimulai dari bubur nasi
sampai nasi tim, 3 kali sehari. Setiap kali makan diberikan sesuai umur:
- 9 bulan: 9 sendok makan
- 10 bulan: 10 sendok makan
- 11 bulan: 11 sendok makan
e) Pada makanan pendamping ASI, tambahan telur atau ayam atau ikan atau
tempe atau tahu atau daging sapi atau wortel atau bayam atau kacang hijau
atau santan atau minyak.
f) Bila menggunakan makanan pendamping ASI dari pabrik, baca cara
memakainya, batas umur dan tanggal kadaluwarsa.
g) Beri makanan selingan 2 kali sehari diantara waktu makan, seperti: bubur
kacang hijau, pisang, biskuit, nagasari, dan sebagainya.
h) Beri buah-buahan atau sari buah seperti air jeruk manis, air tomat saring, dan
i) Mulai mengajari bayi minum dan makan menggunakan gelas dan sendok.
3. Umur 1-2 tahun, anjuran pemberian makanan yaitu:
a) Beri ASI setiap kali balita menginginkan.
b) Beri nasi lembek 3 kali sehari.
c) Tambahan telur atau ayam atau ikan atau tempe atau tahu atau daging sapi
atau wortel atau bayam atau kacang hijau atau santan atau minyak pada nasi
lembek
d) Beri makanan selingan 2 kali sehari diantara waktu makan, seperti: bubur
kacang hijau, pisang, biskuit, nagasari, dan sebagainya.
e) Beri buah-buahan atau sari buah.
f) Bantu anak untuk makan sendiri.
4. Umur 2-3 tahun, anjuran pemberian makanan yaitu:
a) Beri makanan yang biasa dimakan oleh keluarga 3 kali sehari yang terdiri dari
nasi, lauk pauk, sayur dan buah.
b) Beri makanan selingan 2 kali sehari diantara waktu makan, seperti: bubur
kacang hijau, pisang, biskuit, nagasari, dan sebagainya.
c) Jangan berikan makanan yang manis dan lengket diantara waktu makan.
5. Umur 3-5 tahun, anjuran pemberian makanannya yaitu sama dengan anak umur
2-3 tahun.
Memberi makan pada anak harus dengan kesabaran dan ketekunan, sebaiknya
menggunakan cara-cara tertentu seperti dengan membujuk anak. Jangan memaksa
anak, bila dipaksa akan menimbulkan esmosi pada anak sehingga anak menjadi
Sikap ibu/pengasuh yang hangat, ramah, menciptakan suasana yang nyaman,
tenang, mengungkapkan kasih sayang dengan senyuman dan pelukan, dapat
menimbulkan nafsu makan anak (Hurlock, 1991).
Pola asuh makan sangat menentukan status gizi anak. Ibu yang dapat
membimbing anak tentang cara makan yang sehat dan bergizi akan meningkatkan
gizi anak (Anwar, 2004). Sebaiknya pola asuh makan yang tidak memadai dapat
menyebabkan terjadinya malnutrisi pada anak (UNICEF, 1999, Kurniawan et. Al,
2001).
2.1.3. Pola Asuh Kesehatan
Perawatan Kesehatan atau Asuh Kesehatan berdasarkan aspek pola asuh
menurut Engle et.al (1997), meliputi praktek kebersihan dan sanitasi lingkungan dan
perawatan anak balita dalam keadaan sakit seperti pencari pelayanan kesehatan.
a. Praktik Kebersihan/hygiene dan Sanitasi Lingkungan
Widaninggar (2003) menyatakan kondisi lingkungan anak harus benar-benar
diperhatikan agar tidak merusak kesehatan. Hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan
dengan rumah dan lingkungan adalah bangunan rumah, kebutuhan wang (bermain
anak), pergantian udara, sinar matahari, penerangan, air bersih, pembuangan
sampah/air kotor (limbah), kamar mandi dan kakus (jamban/WC) dan halaman
rumah. Kebersihan, baik kebersihan perorangan maupun kebersihan lingkungan
memegang peranan penting bagi tumbuh kembang anak. Kebersihan perorangan yang
kurang, akan memudahkan terjadinya penyakit-penyakit kulit dan saluran pencernaan
seperti diare, cacingan, dll. Sedangkan kebersihan lingkungan erat hubungannya
nyamuk. Oleh karena itu penting membuat lingkungun menjadi layak untuk tumbuh
kembang anak, sehingga meningkatkan rasa aman bagi ibu/pengusuh anak dalam
menyediakan kesempatan bagi anaknya untuk mengeksplorasi lingkungan.
Sulistijani (2001) mengatakan bahwa lingkungan yang sehat perlu diupayakan
dan dibiasakan, tetapi tidak dilakukan sekaligus, harus perlahan-lahan dun tenis
menerus. Lingkungan sehat terkait dengan keadaan bersih, rapi dan teratur. Oleh
karena itu, anak perlu dilatih untuk mengembangican sifat-sifat sehat seperti berikut:
- Mandi 2 kali sehari
- Cuci tangan sebelum dan sesudah makan
- Makan teratur, 3 kali sehari
- Menyikat gigi sebelum tidur
- Membuang sampah pada tempatnya
- Buang air kecil pada tempatnya.
b. Perawatan Balita dalam Keadaan Sakit
Anak balita adalah kelompok usia yang rentan terserang penyakit, terkait
dengan interaksi dengan sarana dan prasarana di rumah tangga dan sekelilingnya.
Jenis sakit yang dialami, frekuensi sakit, lama sakit, penanganan anak balita sakit dan
status gizi anak balita (Budi, 2006).
Kesehatan anak harus mendapat perhatian dari para orang tua yaitu dengan
cara segera membawa anaknya yang sakit ketempat pelayanan kesehatan yang
terdekat (Soetningsih, 1995). Masa bayi dan balita sangat rentan terhadap penyakit
menghambat atau mengganggu proses tumbuh kembang anak. Ada beberapa
penyebab seorang anak mudah terserang penyakit adalah:
1. Apabila kecukupan gizi terganggu karena anak sulit makan dan nafsu makan
menurun. Akibatnya daya tahan tubuh menurun sehingga anak menjadi rentan
terhadap penyakit.
2. Lingkungan yang kurang mendukung sehingga perlu diciptakan lingkungan
dan perilaku yang sehat.
3. Jika orang tua lalai dalam memperhatikan proses tumbuh kembang anak oleh
karena itu perlu memantau dan menstimulasikan tumbuh kembang bayi dan
anak secara teratur sesuai dengan tahapan usianya dan segera memeriksakan
kedokter jika anak sakit.
Status kesehatan merupakan salah satu aspek pola asuh yang dapat
mempengaruhi status gizi anak kearah membaik. Status kesehatan adalah hal-hal
yang dilakukan untuk menjaga status gizi anak, menjauhkan dan menghindarkan
penyakit serta yang dapat menyebabkan turunnya keadaan kesehatan anak. Status
kesehatan ini meliputi hal pengobatan penyakit pada anak apabila anak menderita
sakit dan tindakan pencegahan terhadap penyakit sehingga anak tidak sampai terkena
suatu penyakit. Status kesehatan anak dapat ditempuh dengan cara memperhatikan
keadaan gizi, kelengkapan imunisasinya, kebersihan diri anak dan lingkungan dimana
anak berada, serta upaya ibu dalam hal mencari pengobatan terhadap anak apabila
anak sakit. Jika anak sakit hendaknya ibu membawanya ketempat pelayanan
Menurut Budi (2006), perilaku ibu dalam menghadapi anak balita yang sakit
dan pemantauan kesehatan terprogram adalah pola pengasuhan kesehatan yang sangat
mempengaruhi status gizi anak balita. Anak balita yang mendapatkan imunisasi akan
lebih rendah mengalami risiko penyakit. Anak balita yang dipantau status gizinya di
Posyandu melalui kegiatan penimbangan akan lebih dini mendapatkan informasi akan
adanya gangguan status gizi. Sakit yang lama, berulang akan mengurangi nafsu
makan yang berakibat pada rendahnya asupan gizi.
Pemantuan pertumbuhan anak dapat dilakukan dengan aktif mendatangi
kegiatan pemeliharaan gizi, misalkan posyandu. Sebagian aktif mengikuti
pemeliharaan gizi maka orang tua dapat melihat pertumbuhan anak melalui
penimbangan bayi, pemberian vitamin A pada bulan Februari dan Agustus serta
pemberian makanan tambahan (Shochib, 1998).
2.2. Karakteristik Keluarga 2.2.1. Pengetahuan Gizi Ibu
Menurut Notoatmodjo (1997), pengetahuan adalah merupakan hasil dan
“tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek
tertentu.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengetahuan berasal dan kata tahu
yang berarti mengerti sesudah melihat, menyaksikan, mengalami. Pengetahuan itu
sendiri berarti berkenan dengan hal (mata pelajaran). Pengetahuan itu dapat diperoleh
kepadanya. Selain itu dapat juga melalui media komunikasi seperti radio, televisi,
poster, majalah, dan surat kabar.
Suatu hal yang menyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi didasarkan
pada tiga kenyataan :
1) Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan.
2) Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu
menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal,
pemeliharaan dan energi.
3) Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar
menggunakan pangan dengan baik bagi kesejahteraan gizi.
Kurangnya pengetahuan dan salah konsepsi tentang kebutuhan pangan dan
nilai pangan adalah umum di setiap negara di dunia. Kemiskinan dan kekurangan
persediaan pangan yang bergizi merupakan faktor penting dalam masalah kurang gizi
Lain sebab yang penting dan gangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan tentang
gizi ataupun kemampuan untuk menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan
sehari-hari.
Kebutuhan pangan teristimewa anak-anak dan wanita selama hamil dan
menyusui sering tidak dimengerti sop, bubur encer atau kuah daging kadang-kadang
dianggap sebagai suatu susunan makanan yang baik untuk anak-anak kecil pada masa
disapih. Berhubung mereka kecil dan laju pertumbuhannya cepat, anak-anak kecil
perlu makanan yang mudah dicerna dan mutu gizinya sangat baik serta disajikan
kepada mereka beberapa kali setiap hari, dan sudah tentu, tidak kurang dari tiga kali
Perilaku seseorang dalam memilih makanan sangatlah subjektif. Hal ini dapat
dimengerti karena pemilihan dipengaruhi oleh latar belakang hidup seseorang
khususnya seorang ibu. Pada umumnya ada tiga pengaruh seseorang dalam memilih
makanan, yaitu 1) lingkungan keluarga, tempat seseorang hidup dan dibesarkan; 2)
lingkungan kepada dirinya maupun keluarganya; dan 3) dorongan yang berasal dalam
diri atau disebut faktor internal.
Lingkungan keluarga mengajarkan untuk menyukai makanan tertentu sesuai
dengan ragam pangan keluarga. Sejak kecil anak dikenalkan berbagai aroma, rasa,
rupa, dan bentuk secara terus-menerus sebatas konsep pangan yang dinnliki keluarga.
Ibu sebagai pemegang konsep pangan keluarga memiliki peran yang penting dalam
mengajarkan arti pangan kepada anaknya.
Kemampuan ini didukung oleh seberapa banyak pengetahuan seorang ibu
tentang kualitas, kuantitas, variasi, ataupun ragam pangan yang diselaraskan dengan
pangan. Misalnya konsep pangan yang berkaitan dengan kebutuhan fisik, apakah
makan asal kenyang atau makan untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Selain itu konsep
pangan yang berhubungan dengan aspek psikologis, yaitu kesukaan terhadap
beberapa jenis makanan tertentu. Bisa juga konsep pangan yang hubungan dengan
pengertian tabu.
Seorang ibu yang memiliki pandangan tradisional tentu akan tetap
mempertahankan konsep pangan seperti yang diajarkan oleh kedua orang tuanya yang
bersifat turun-temurun. Kondisi ini semakin berakar kuat ketika fungsi keluarga
Tingkat pengetahuan akan berpengaruh terhadap tindakan dan perilaku
seseorang karena berhubungan dengan daya nalar, pengalaman, dan kejelasan konsep
mengenai objek tertentu. Pengetahuan serta kesukaan ibu terhadap jenis-jenis
makanan tertentu sangat berpengaruh terhadap hidangan-hidangan yang disajikan
kepada anak balita yang sudah mulai disapih.
Pengetahuan gizi ibu sangat diperlukan dalam upaya pemilihan makanan yang
akan dikonsumsi, dengan tujuan agar makanan tersebut memberikan gizi yang sesuai
dengan yang dibutuhkan oleh tubuh. Kurangnya pengetahuan tentang gizi merupakan
faktor yang sangat penting dalam menimbulkan keadaan gizi salah terutama pada
golongan yang masih rawan seperti balita.
Hal yang sangat berpengaruh pada kurangnya pemahaman ibu tentang gizi
adalah karena tiadanya informasi yang memadai. Sekalipun kurangnya daya beli
merupakan hal yang utama, tetapi masalah kebutuhan gizi akan bisa diatasi kalau si
ibu mempunyai pemahaman dan tahu bagaimana seharusnya memanfaatkan segala
sumber yang dimiliki.
2.2.2 Peran Ibu dalam Keluarga
Sering dikatakan bahwa ibu adalah jantung dan keluarga. Jantung dalam
tubuh merupakan alat yang sangat penting bagi kehidupan seseorang. Apalagi jantung
berhenti berdenyut maka orang tua tidak bisa melangsungkan hidupnya. Dan
perumpamaan ini bisa disimpulkan bahwa kedudukan seorang ibu sebagai tokoh
sentral, sangat penting untuk melaksanakan kehidupan. Pentingnya seorang ibu
terutama terlihat sejak kelahiran anaknya, dia harus memberikan susu agar anak itu