Qardh Dan Permasalahannya
1. Pengertian Qardh
Qardh secara bahasa berasal dari kata al-Qath’yaitu memotong atau nama lainnya yakni al-sulfah yaitu pinjaman. Disebut Al-Qardh sebab orang yang meminjamkan (pemberi pinjaman) memotong sebagian hartanya untuk diberikan kepada orang yang meminjam (penerima pinjaman). Secara istilah, Al-Qardh diartikan sebagai pemberian atau memberikan suatu harta kepada orang lain untuk dikembalikan tanpa ada tambahan.
(Febri Annisa Sukma, 2019) 2. Landasan Hukum Qardh
1) Dalil Al-Qur’an
Dalam surat Al-Baqarah ayat 245, Allah berfirman
ُضِبْقَي ُ هاللّٰ َوۗ ًة َرْيِثَك اًفاَعْضَا ٗٓٗهَل ٗهَفِع ٰضُيَف اًنَسَح اًض ْرَق َ هاللّٰ ُض ِرْقُي ْيِذَّلا اَذ ْنَم َن ْوُعَج ْرُت ِهْيَلِا َو ُُۖطُ صْبَيَو
Artinya: “Barangsiapa meminjami Allah dengan pinjaman yang baik maka Allah melipatgandakan ganti kepadanya dengan banyak. Allah menahan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.”
Dengan maksud Allah SWT menyeru kepada manusia untuk beramal shaleh, memberi infaq fi sabilillah dengan uang yang dipinjamkan, sehingga Allah SWT akan memberikan balasan yang berlipat ganda bagi hamba yang melaksanakan perintahnya.
2) Dalil Hadist
Ibnu Majah meriwayatkan hadist yang bersumber dari ibnu mas’ud r.a dari Nabi SAW, beliau bersabda: “Tidaklah seorang muslim memberi pinjaman kepada orang muslim yang lain dua kali melainkan pinjaman itu (berkedudukan) seperti sedekah satu kali.”
(HR. Ibnu Majah) 3) Dalil Ijma’
Bahwa semua kaum muslimin telah sepakat dibolehkan utang piutang karena Qardh memiliki kebaikan bagi kedua belah pihak untuk saling tolong menolong. Abu Hurairah berkata, “Rasulullah SAW bersabda, barangsiapa melepaskan dari seorang muslim satu kesusahan dari kesusahan-kesusahan dunia, niscaya Allah melepaskan dia dari kesusahan-kesusahan hari kiamat. Barangsiapa memberi kelonggaran kepada seseorang yang sedang kesusahan, niscaya Allah akan memberi kelonggaran baginya di dunia dan diakhirat. Dan Allah selamanya menolong hamba-Nya, selama hamba-Nya mau menolong saudaranya.”
Hal ini mengacu kepada praktik pinjam-meminjam yang terjadi sejak zaman Rasulullah SAW. Sampai saat ini, ulama saling bersepakat untuk membolehkan praktik pinjam- meminjam dan belum ada seorang pun yang yang mengingkari kebolehan Al-Qardh.
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak bisa lepas dari ketergantungan dengan manusia lainnya hal ini disebabkan tidak ada manusia yang memiliki barang atau benda yang diinginkannya. Oleh karena itu, praktik pinjam-meminjam sudah menjadi kelaziman dalam kehidupan manusia. (Kahar, 2022)
3. Rukun dan Syarat Al-Qardh Rukun Al-Qardh
a. Pemilik Barang (Muqridh)
b. Yang mendapat barang atau peminjam (Muqtaridh) c. Barang yang dipinjamkan (qardh)
d. Ijab qabul Syarat Al-Qardh
a. Pinjaman (alqardhu) tidak sah dari orang yang tidak memiliki sesuatu yang bisa dipinjam atau orang yang tidak normal akalnya
b. Qardh harus berupa harta yang menurut syara’ boleh digunakan/dikonsumsi.
c. Besarnya pinjaman (alqardhu) harus diketahui dengan takaran timbangan atau jumahnya.
d. Sifat pinjaman (al-qardhu) dan usianya harus diketahui jika dalam bentuk hewan.
e. Ijab qabul harus dilakukan dengan jelas. (Sitepu, 2015)
4. Prinsip -Prinsip Dasar Al-Qardh
Sebagai kegiatan ekonomi masyarakat, utang piutang mempunyai sisi-sisi sosial yang sangat tinggi. Selain itu, utang piutang juga mengandung nilai-nilai sosial yang cukup signifikan untuk pengembangan perekonomian masyarakat.
Dalam konsep Islam, utang piutang merupakan akad (transaksi ekonomi) yang mengandung nilai ta’awun (tolong menolong). Dengan demikian utang piutang dapat dikatakan sebagai ibadah sosial yang dalam pandangan Islam juga mendapatkan porsi tersendiri. Utang piutang juga memiliki nilai luar biasa terutama guna bantu membantu antar sesama yang kebetulan tidak mampu secara ekonomi atau sedang membutuhkan.
Secara mendasar, karena sifat dan tujuan utang piutang tolong menolong, maka transaksi ini terlepas dari unsur komersial dan usaha yang berorientasi pada keuntungan (profit orientit). Kajian fiqh, seseorang yang meminjamkan uang pada orang lain tidak boleh
meminta manfaat apapun dari yang diberi pinjaman, termasuk janji dari si peminjam untuk membayar lebih.
Transaksi utang piutang bisa wajib atas seseorang jika ia mempunyai kelebihan harta untuk meminjamkannya pada orang yang sangat membutuhkan. Maksud dari membutuhkan di sini adalah seseorang yang apabila itu tidak diberi pinjaman menyebabkan ia teraniaya atau akan berbuat sesuatu yang dilarang agama seperti mencuri karena ketiadaan biaya untuk mencukupi kebutuhan hidupnya atau ia akan mengalami kebinasaan. Kondisi inilah yang menyebabkan utang piutang menjadi wajib dan harus dikerjakan walaupun oleh satu orang saja.
Hukum utang piutang bisa juga haram apabila diketahui bahwa dengan berutang seseorang bermaksud menganiaya orang yang mengutangi atau orang yang berutang tersebut akan memanfaatkan orang yang diutanginya untuk berbuat maksiat. (Hani, 2021)
5. Qardh sebagai Akad Tabarru’
Akad tabarru’ adalah segala perjanjian yang menyangkut non-for profit (transaksi nirlaba). Akad tabarru’ dilakukan dengan tujuan tolong menolong dalam rangka berbuat kebaikan. Dalam akad tabarru’ pihak yang berbuat kebaikan tersebut tidak berhak mensyaratkan imbalan apa pun kepada pihak lainnya.
6. Ketentuan akad Qardh berdasar pada Fatwa DSN-MUI
Seperti dijelaskan dalam Fatwa DSN MUI No. 19/DSN-MUI/IV/2001 tentang AL-Qardh.
Ketentuan umum alQardh yaitu:
• Al-Qardh adalah pinjaman yang diberikan kepada nasabah yang memerlukan.
• Nasabah Al-Qardh wajib mengembalikan jumlah pokok yang diterima pada waktu yang telah disepakati bersama.
• Biaya administrasi dibebankan kepada nasabah.
• LKS dapat meminta jaminan kepada nasabah bilamana dipandang perlu.
• Nasabah Al-Qardh dapat memberikan tambahan (sumbangan) dengan sukarela kepada LKS selama tidak diperjanjikan dalam akad.
• Jika nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya pada saat yang telah di sepakati dan LKS memastikan ketidakmampuannya, LKS dapat:
a. Memperpanjang jangka waktu pengembalian, atau
b. Menghapus (write off) sebagian atau seluruh kewajibannya
7. Implementasi dan praktik Qardh di Perbankan Syari’ah
Satu-satunya akad berbentuk pinjaman yang diterapkan dalam perbankan syariah adalah Qardh dan turunannya Qardhul Hasan. pinjaman Qardhul Hasan merupakan pinjaman kebajikan yang tidak bersifat komersial, tetapi bersifat sosial. Pinjaman kebaikan, Al- Qardh digunakan untuk membantu keuangan nasabah secara cepat dan berjangka pendek.
Produk ini digunakan untuk membantu usaha kecil dan keperluan sosial. Dana ini diperoleh dari dana zakat, infaq dan sodaqoh.
Dalam melaksanakan fungsinya bank syariah melaksanakan transaksi yang sifatnya tolong menolong yaitu pinjaman Qardh atau Qardhul Hasan, yaitu pinjaman uang Cuma- Cuma. Objek dari pinjaman Qardh biasanya adalah uang atau alat tukar lainnya, yang merupakan transaksi pinjaman murni tanpa bunga. Tetapi Peminjam atas prakarsa sendiri dapat mengembalikan lebih besar sebagai ucapan terima kasih.
8. Kapan pengembalian Pinjaman Boleh diminta?
Pihak pemberi pinjaman bisa menagih pengganti harta yang dipinjamkan kepada pihak penrima pinjaman kapan saja dia mau setelah peminjam menerima harta pinjaman tersebut. Dalam hukum pinjam-meminjam sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya ialah wajib bagi peminjam untuk melakukan pengembalian harta yang dia pinjam baik ketika ditagih ataupun tidak ditagih. Berhubung pinjam meminjam ini ialah transaksi yang tidak boleh ada tambahan didalamnya maka pengembalian juga tidak boleh boleh ditangguhkan. Oleh karena itu, penagihan pinjama bisa dilakukan kapan saja, baik saat akad sudah ditentukan kapan utang itu harus dibayar atapun tidak.
9. Anjuran Menyegerakan Pengembalian Pinjaman Qardh
Dalam persoalan pembayaran utang, Nabi telah menganjurkan agar seseorang menyegerakan pembayaran utangnya. Karena menunda pembayaran utang bagi orang mampu termasuk kezaliman.
Bila orang yang sudah jatuh bangkrut memiliki kesempatan untuk membayar utang, tetapi dilalaikan, maka semua orang yang mengutangkan kepadanya dibolehkan mengambil hartanya dengan paksa dan diberi hukuman. (Sukma & dkk, 2019)
10. Simpulan
Akad Qardh pada hakikatnya adalah bentuk pertolongan dan kasih sayang bagi yang meminjam, bukan suatu sarana untuk mencari keuntungan bagi yang imbalan dan kelebihan pengembalian. Namun dalam Qardh ini mengandung nilai kemanusiaan dan sosial dimana dalam akad ini peminjam tidak boleh mensyaratkan keuntungan dalam pinjaman dan ia boleh menerima lebih jika peminjam memberikannya dalam jumlah yang lebih selama tidak dipersyaratkan di awal dan tidak diperjanjikan.