PENDAHULUAN
L ATAR B ELAKANG
M AKSUD DAN T UJUAN
R UANG L INGKUP
L UARAN D OKUMEN
GAMBARAN UMUM WILAYAH
K ONDISI F ISIK
- Topografi, iklim, tanah, sumberdaya air,dll
 - Kejadian Bencana
 
13, sehingga kontrol geologi sangat berperan di Kabupaten Pangandaran sehingga daerah ini rawan gempa. Banjir, kekeringan, tanah longsor, gempa bumi, topan merupakan jenis bencana alam yang sangat mungkin terjadi di Kabupaten Pangandaran.
K ONDISI S OSIAL -B UDAYA
- Demografi
 - Kelompok Usia Penduduk
 - Pendidikan
 - Angka Partisipasi Sekolah (APS)
 - Ketersediaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Tahun 2014/2015
 
Pemerintah daerah memiliki tanggung jawab yang besar untuk memastikan seluruh penduduk yang mendominasi struktur umur di Kabupaten Pangandaran mendapatkan pendidikan yang layak. Sejalan dengan bertambahnya jumlah sekolah pada jenjang SD/MI, maka jumlah guru dan tenaga pengajar sebanyak 2.818 orang atau sekitar 64 persen dari jumlah guru dan tenaga pengajar di seluruh sekolah di Kabupaten Pangandaran.
K ONDISI S OSIAL -E KONOMI
- Kesehatan
 
PERUBAHAN IKLIM DAN INFORMASI BENCANA
I KLIM H ISTORIS P ANGANDARAN
- S UHU U DARA
 - C URAH H UJAN
 - K EJADIAN I KLIM E KSTRIM
 
Berdasarkan data curah hujan historis yang ditunjukkan pada Gambar 3-3, curah hujan di wilayah Pangandaran umumnya konstan selama 100 tahun terakhir. Curah hujan yang relatif tinggi di wilayah ini saat memasuki musim kemarau dipengaruhi oleh adanya La-Nina kering yang akan mempengaruhi pola hujan di Cabo.
P ROYEKSI I KLIM K ABUPATEN P ANGANDARAN
Proyeksi curah hujan di wilayah Pangandaran menunjukkan tren penurunan anomali curah hujan tahunan dan musiman. Sementara itu, penurunan anomali curah hujan pada musim hujan dapat mempengaruhi awal musim tanam.
TINGKAT KERENTANAN WILAYAH
- I NDIKATOR K ERENTANAN D ESA
 - T INGKAT KETERPAPARAN DAN SENSITIVITAS DESA UNTUK KERENTANAN SAAT INI DAN
 - T INGKAT KAPASITAS ADAPTIF DESA UNTUK KERENTANAN SAAT INI DAN PROYEKSI KE
 - T INGKAT KERENTANAN DESA
 
Untuk menentukan tingkat kerentanan sistem/desa, semua nilai indikator yang merupakan tingkat keterpaparan sistem/desa, kepekaan dan kemampuan beradaptasi harus terintegrasi dan dinyatakan sebagai indeks kerentanan sistem/desa. Untuk mengurangi tingkat kerawanan sistem (desa), yang perlu dilakukan adalah menurunkan nilai indikator penyusun ICS dan meningkatkan nilai indikator penyusun ICS. Untuk mengurangi ketidakmampuan sistem menghadapi dampak negatif perubahan iklim, perlu dilakukan upaya untuk mengurangi tingkat kerentanan sistem.
Tindakan adaptif adalah alat untuk meningkatkan tingkat kerentanan sistem; dan ukuran keberhasilannya dapat dilihat dari dampaknya (positif atau negatif) terhadap berbagai aspek pembangunan nasional. Terkait aspek pembangunan, secara umum terdapat beberapa jenis aspek pembangunan yang perlu mendapat perhatian untuk menurunkan tingkat kerentanan di Kabupaten Pangandaran. Berdasarkan pendekatan kuadran (kombinasi indikator KS dan KA), sebaran tingkat kerentanan desa saat ini dan proyeksi pada tahun 2025 dapat dilihat pada Gambar 4-4, sedangkan posisi atau lokasi desa dapat diamati pada Gambar 4-5.
KONDISI ANCAMAN IKLIM WILAYAH
Ancaman iklim yang disebabkan oleh kekeringan dibuktikan dengan tingginya kemungkinan melebihi ambang batas indeks iklim CDD. Hasil analisis menunjukkan bahwa ancaman kekeringan akibat iklim pada periode saat ini di Kabupaten Pangandaran sebagian besar tergolong rendah hingga tinggi. Dilihat dari sebaran ancaman iklim kering (Gambar 5-2), akan terjadi peningkatan ancaman kekeringan di seluruh wilayah Pangandaran pada periode 2021-2040 untuk skenario RCP 4-5.
Data sebaran ancaman iklim yang menyebabkan kekeringan dan banjir menunjukkan bahwa hampir seluruh wilayah di wilayah Pangandaran akan merasakan dampak perubahan iklim. Untuk menjaga atau mengurangi tingkat risiko iklim di masa mendatang, upaya adaptasi harus dilaksanakan dan dikembangkan mulai saat ini agar tingkat risiko iklim dapat dikurangi. 37 Gambar 5-2 Peta bahaya iklim penyebab kekeringan pada kondisi saat ini dan proyeksi ke depan (periode 2021-2040 dengan skenario RCP-4.5).
TINGKAT RISIKO IKLIM WILAYAH
R ISIKO I KLIM E KSTRIM B ASAH DENGAN P OTENSI B ANJIR
Dilihat dari skema perubahan kondisi baseline menunjukkan peningkatan risiko iklim di masa depan (hampir untuk seluruh periode tahunan dalam skenario RCP 4.5 dan RCP 8.5). Kondisi iklim yang sangat basah untuk RX5DAY selama 2071–2100 dan skenario RCP 4.5 dan RCP 8.5 meningkatkan jumlah desa yang berpotensi terkena banjir di dua periode ulang kejadian banjir, termasuk yang berada di kategori sedang, sedang-tinggi, dan tinggi . Hal ini mengindikasikan bahwa semakin lama periode kejadian iklim ekstrim akan mengakibatkan semakin banyak desa yang berpotensi terkena banjir dengan kategori risiko tinggi, sedangkan sebaliknya terjadi pada kategori risiko rendah.
Perubahan tingkat resiko banjir pada kawasan ini dapat dikatakan berbahaya karena jumlah desa yang berpotensi terkena banjir pada kategori tinggi lebih banyak dibandingkan pada kategori rendah.
R ISIKO I KLIM E KSTRIM K ERING DENGAN P OTENSI K EKERINGAN
40 Gambar 6-3 Jumlah desa di Kabupaten Pangandaran berdasarkan tingkat risiko iklim kering ekstrim yang berpotensi menyebabkan kekeringan saat ini dan di masa mendatang pada kondisi maximum continuous dry days (CDD) pada skenario RCP 4.5 dan 8.5.
PENGARUSUTAMAAN PROGRAM DAN AKSI ADAPTASI PERUBAHAN
P ILIHAN A DAPTASI P ERUBAHAN I KLIM
Pada tahap pertama, lokasi prioritas aksi adaptasi ditentukan berdasarkan hasil analisis risiko iklim saat ini (historis) dan mendatang. Gambaran rinci tentang penentuan prioritas lokasi aksi adaptasi berdasarkan risiko iklim saat ini dan masa depan dapat dilihat pada Tabel 7-1. Dalam rangka pemilihan program aksi adaptasi yang tepat dan sesuai dengan prioritas permasalahan desa, terdapat 4 tahapan utama yang harus dilalui (Gambar 7-2), yaitu: (1) identifikasi opsi aksi adaptasi terkait dengan perubahan iklim, (2) pengkajian potensi dampak implementasi aksi adaptasi terhadap aspek pembangunan, (3) kajian opsi aksi adaptasi terkait penanganan masalah pembangunan dan (4) kajian opsi aksi adaptasi terkait penanganan masalah kerentanan.
Selanjutnya evaluasi pilihan tindakan adaptif dalam kaitannya dengan penanganan masalah pembangunan ditentukan dengan pemberian skor 0, 1, 2 dan 3. Tahapan terakhir dalam pemilihan program aksi adaptasi perubahan iklim adalah evaluasi terhadap pilihan aksi adaptasi dalam kaitannya dengan penanganan masalah kerentanan yang ditentukan dengan memberikan skor 0, 1 dan 2. Arti dari masing-masing skor tersebut: (i) skor 0 menunjukkan bahwa tidak ada hubungannya dengan penanganan masalah kerentanan, dan (ii) skor 1 menunjukkan bahwa tindakan ada hubungannya dengan penanganan kerentanan, tetapi secara tidak langsung, (iii) ) dan skor 2 menunjukkan bahwa tindakan adaptasi berkaitan dengan penanganan kerentanan dan dampak yang bersifat langsung.
P RIORITAS L OKASI A KSI A DAPTASI
Berdasarkan hasil Analisis Kekeringan Ekstrim (CDD), desa-desa yang dapat terkena kekeringan memiliki peluang yang lebih tinggi untuk terjadi baik berdasarkan hasil analisis iklim saat ini maupun yang akan datang. Namun untuk hasil analisis curah hujan ekstrim (RX5D), jumlah desa yang terkena banjir berubah dalam beberapa periode yang berbeda, dimana bertambah dan juga berkurang. Desa yang mudah terkena banjir biasanya terletak di daerah dengan topografi datar, seperti desa yang berada di dekat sungai atau pesisir.
Desa yang mengalami curah hujan ekstrim dan berada di wilayah dengan topografi berbukit hingga bergunung berpeluang besar mengalami ancaman tanah longsor (longsor). Berdasarkan hasil analisis prioritas lokasi, ketiga lokasi terpilih terbagi dalam tiga kelompok prioritas yang berbeda, dimana desa Pamotan menjadi desa prioritas pertama, desa Sukaresik menjadi desa prioritas ke-3, sedangkan desa Ciganjeng masuk ke dalam hasil prioritas ke-4. analisis kerentanan dan risiko, tetapi juga melihat faktor-faktor lain yang mempengaruhi kondisi kawasan, seperti frekuensi bencana, topografi kawasan dan jenis penggunaan lahan.
P RIORITAS O PSI A KSI A DAPTASI
Berdasarkan teknik ini, pilihan tindakan penyesuaian yang memiliki skor tinggi diberi skor (3), sedang (2), rendah (1), dan tidak terkait (0). Setelah menilai hubungan antara tindakan adaptasi dan aspek pembangunan, langkah selanjutnya adalah mengevaluasi hubungan antara tindakan adaptasi dan penanganan masalah adaptasi/kerentanan akibat perubahan iklim. Berdasarkan teknik ini, opsi aksi adaptasi dengan skor 0 menunjukkan tidak ada hubungannya dengan penanganan masalah kerentanan dan dampak perubahan iklim, skor 1 menunjukkan ada hubungannya dengan penanganan kerentanan tetapi tidak langsung dalam alam, dan skor 2 menunjukkan bahwa tindakan adaptasi berkaitan dengan penanganan kerentanan dan dampak langsung perubahan iklim.
Berdasarkan Tabel 7-3, proses penentuan prioritas opsi aksi yang diturunkan dari hubungan antara langkah-langkah adaptasi dan aspek pembangunan, hubungan dengan mengatasi kerentanan perubahan iklim pada kombinasi keduanya, dirinci dalam Lampiran 7. Sebagai ilustrasi, adaptasi Pilihan tindakan yang termasuk prioritas adalah tindakan adaptasi A1 "Penyediaan infrastruktur dan fasilitas pengelolaan sampah" dan A115. Hal ini berdasarkan hasil analisis bahwa tindakan adaptasi A1 dan A115 telah memberikan kontribusi yang kuat untuk mengatasi masalah pembangunan dengan skor persentil aspek pembangunan 3, dan selain itu, tindakan A1 dianggap dapat langsung mengatasi kerentanan terhadap dampak perubahan iklim.
P ENENTUAN L OKASI DAN P ELAKSANAAN A KSI P RIORITAS
A NALISIS S ENJANG A KSI P RIORITAS
Hal ini dimaksudkan untuk memasukkan usulan program/aksi dalam dokumen rencana pembangunan daerah. Sedangkan gap analysis dilakukan terhadap program/langkah yang berasal dari SKPD untuk mengetahui bahwa setiap program/langkah dapat dikaitkan atau disinergikan dengan SKPD lain, sehingga masing-masing langkah tersebut dapat lebih optimal ketika diimplementasikan di lapangan. Berdasarkan Tabel 7-6, proses analisis GAP terhadap tindakan/kegiatan adaptasi prioritas dijelaskan secara rinci (disajikan dalam Lampiran 8).
Sebagai gambaran, pemilihan aksi adaptif yang masuk dalam prioritas tinggi adalah aksi “Laut hijau dan lestari” yang dalam dokumen RKPD 2016 merupakan aksi SKPD 1 (Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah) ternyata juga dapat dimasukkan dalam bidang kemaritiman yaitu SKPD 2 (Dinas Kelautan, Pertanian dan Kehutanan). “Pembangunan Sawah Terapung” dapat dimasukkan dalam sektor pertanian yaitu SKPD 2 (Dinas Kelautan, Pertanian dan Kehutanan).
I NTERVENSI K EBIJAKAN
16 Tahun 2016 juga menyebutkan manfaat ratifikasi ini adalah adanya peningkatan perlindungan terhadap wilayah Indonesia yang sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim melalui mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Rencana Aksi Daerah Adaptasi Perubahan Iklim (RAD-API) dapat digunakan sebagai salah satu dokumen dalam penyusunan KLHS. 46 Tahun 2016 menyebutkan bahwa kajian kerentanan dan kapasitas adaptasi perubahan iklim merupakan salah satu bahan yang harus ada dalam penyusunan KLHS.
Melalui pembangunan perdesaan, kegiatan adaptasi iklim akan tercakup dalam sistem manajemen pembangunan secara keseluruhan, mulai dari tingkat kabupaten hingga tingkat kabupaten/kota. Untuk mendukung pengembangan langkah-langkah adaptasi iklim di unit perdesaan, diperlukan penguatan SID (Sistem Informasi Desa) sesuai dengan yang tertuang dalam UU No. Dengan penyusunan Rencana Aksi Desa (RADes) dilakukan dengan pendekatan KLHS, Hal ini diharapkan dapat memfasilitasi lahirnya program/kegiatan yang tangguh dan adaptif terhadap dampak perubahan iklim.
Dokumen Rencana Aksi Adaptasi Perubahan Iklim Daerah (RAD-API) untuk wilayah Pangandaran memberikan beberapa informasi terkait isu perubahan iklim, antara lain kondisi tingkat kerentanan desa, tingkat risiko iklim, dan prioritas lokasi serta langkah-langkah adaptasi perubahan iklim. Ekonomi Pemanfaatan lahan pertanian di Kabupaten Pangandaran, baik di dataran rendah maupun di dataran tinggi, akan berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat di daerah tersebut jika dikelola dengan baik tanpa mengabaikan dampak perubahan iklim.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Berdasarkan uraian tersebut, dampak positif dari upaya peningkatan indikator KK Bantaran Sungai pada aspek ekosistem jauh lebih besar dibandingkan dengan aspek pembangunan lainnya. Berdasarkan uraian tersebut, dampak positif dari upaya peningkatan bangunan Bantaran Sungai pada aspek Ekosistem jauh lebih besar dibandingkan dengan aspek pembangunan lainnya. Sebaran desa di Kabupaten Pangandaran berdasarkan tingkat kerentanan Sangat Rendah(1), Rendah(2), Rendah-Sedang(3), Sedang(4), Sedang-Tinggi(5), Tinggi(6) dan Sangat Tinggi( 7).
Sebaran desa yang melaksanakan aksi adaptasi di Kabupaten Pangandaran untuk prioritas I, II, III, IV dan V pada kondisi basah ekstrim. Sebaran desa yang melaksanakan aksi adaptasi di Kabupaten Pangandaran untuk prioritas I, II, III, IV dan V pada kekeringan ekstrim. Sebaran desa yang melaksanakan aksi adaptasi di Kabupaten Pangandaran untuk prioritas-I, II, III, IV dan V pada ekstrem gabungan (basah dan kering).
Program peningkatan mitigasi bencana alam laut dan prakiraan iklim laut Sosialisasi mitigasi bencana alam laut dan prakiraan iklim. Program peningkatan produksi pertanian untuk pembuatan pupuk organik Program peningkatan produksi pertanian untuk pengembangan beras organik Program pengembangan pemasaran pariwisata Sosialisasi objek wisata potensial untuk.