• Tidak ada hasil yang ditemukan

Referat Tuberkulosis Resisten Obat

N/A
N/A
Kamila Nursyahla

Academic year: 2024

Membagikan "Referat Tuberkulosis Resisten Obat"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

REFERAT

TUBERKULOSIS RESISTEN OBAT

Pembimbing:

dr. Tjatur Kuat Sagoro, Sp.A(K)

Disusun Oleh:

Kamila Nursyahla 2220221101

HALAMAN JUDUL

KEPANITERAAN KLINIK

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UPN "VETERAN" JAKARTA RUMAH SAKIT UMUM PUSAT PERSAHABATAN

PERIODE 23 Oktober – 29 Desember 2023

(2)
(3)

LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT:

TUBERKULOSIS MULTIDRUG-RESISTANT

Disusun dan diajukan untuk melengkapi tugas kepaniteraan klinik Departemen Ilmu Kesehatan Anak

RSUP PERSAHABATAN

Disusun Oleh:

Kamila Nursyahla 2220221101

Telah disetujui pada tanggal:

……….

Pembimbing:

dr. Tjatur Kuat Sagoro, Sp.A(K)

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat karunia dan kuasa-Nya sehingga referat yang berjudul “Tuberkulosis Resisten Obat” dapat terselesaikan. Diharapkan agar referat ini dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada semua orang yang membacanya. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pembimbing, yaitu dr.

Tjatur Kuat Sagoro, Sp.A(K) yang telah memberikan saran, dukungan, dan nasehat sampai referat ini berhasil diselesaikan. Selain itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun referat ini.

Penulis menyadari adanya kekurangan dalam penyusunan referat ini. Oleh karena itu, kritik dan saran senantiasa terbuka demi perbaikan karya penulis.

Jakarta, 18 November 2023

Kamila Nursyahla

(5)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis resisten obat (TB RO) adalah penyakit infeksi paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang telah resisten terhadap obat TB. Indonesia berada di ranking 7 dunia untuk jumlah kasus TB RO pada tahun 2017 dengan 23.000 kasus.

Kasus TB RO di Indonesia berasal dari 2,4% kasus baru dan 13% kasus pengobatan ulang. Resistensi obat terjadi ketika pasien TB sensitif obat menerima pengobatan yang tidak adekuat atau putus berobat sehingga menyebabkan terjadinya mutasi pada Mycobacterium tuberculosis (MTB) menjadi resisten terhadap obat anti-TB1.

Salah satu jenis TB RO adalah tuberkulosis multidrug-resistant (TB-MDR), yaitu mengidentifikasikan infeksi kuman TB yang resiten terhadap isoniazid dan rifampisin secara bersamaan, yang mana kedua obat tersebut merupakan obat anti tuberkulosis (OAT) paling paten2. TB MDR merupakan salah satu masalah kesehatan utama di dunia.

Data surveilans resistensi obat anti TBC terbaru menunjukkan hal 3,5% dari kasus TBC baru dan 18% dari kasus TBC yang pernah diobati sebelumnya di dunia diperkirakan memiliki resistensi terhadap beberapa obat atau tuberkulosis resisten rifampisin (TB- MDR/RR). Pada tahun 2017, diperkirakan terdapat 558.000 kasus baru MDR muncul secara global. TB-MDR menyebabkan 230.000 kematian pada tahun 2017. Sekitar 8,5%

kasus TB-MDR memiliki resistensi obat yang luas TBC (XDR-TB)3.

Pada pasien yang memiliki riwayat pengobatan TB dan mengalami TB RO disebabkan karena mutasi pada MTB dengan pengobatan yang inadekuat. Sedangkan pada kasus pasien baru TB RO disebabkan oleh tertularnya kuman MTB dari penderita TB RO lainnya. Pada pasien anak kasus TB cenderung termasuk kasus baru yang dialaminya, dan tidak sedikit dari kasus baru TB anak merupakan TB RO. Oleh karena itu, karya ilmiah ini disusun untuk membahas dan meringkas temuan penelitian terkini yang mengulas bagaimana penularan serta penyebaran kuman TB RO dibandingkan dengan TB sensitif obat (TB SO), terkhusus pada kasus TB RO anak.

(6)

BAB II PEMBAHASAN

II.1 Definisi TB-RO

Resistansi kuman M.tuberculosis terhadap OAT adalah keadaan saat kuman tersebut sudah tidak dapat lagi dibunuh dengan OAT. TB resistan obat (TB-RO) pada dasarnya adalah suatu fenomena “buatan manusia”, sebagai akibat dari pengobatan pasien TB yang tidak adekuat maupun penularan dari pasien TB-RO4.

Tuberkulosis multidrug-resistant adalah TB yang disebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis yang tidak responsif setidaknya terhadap obat isoniazid dan rifampicin, yaitu dua obat anti tuberkulosis paling kuat3.

II.2 Klasifikasi TB berdasarkan kepekaan obat

TB-MDR merupakan klasifikasi TB yang dibedakan berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat. Berikut klasifikasi TB berdasarkan kepekaan terhadap OAT :

1. TB-SO (Tuberkulosis Sensitif Obat)

TB SO adalah jenis TB yang dapat diobati dengan regimen standar obat (isoniazid, rifampisin, pyrazinamide, dan ethambutol) selama 6 bulan.

2. TB-RO (Tuberkulosis Resisten Obat)

a. Monoresisten: resistensi terhadap salah satu jenis OAT lini pertama.

b. Poliresisten: resistensi terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama selain isoniazid (H) dan rifampisin (R) secara bersamaan, misalnya resistan isoniazid dan etambutol (HE), rifampisin etambutol (RE), isoniazid etambutol dan streptomisin (HES), rifampisin etambutol dan streptomisin (RES).

c. Multidrug resistant (TB MDR) : minimal resistan terhadap isoniazid (H) dan rifampisin (R) secara bersamaan, dengan atau tanpa OAT lini pertama yang lain, misalnya resistan HR, HRE, HRES.

d. Pre-extensive drug resistance (pre-XDR): TB MDR disertai resistansi terhadap salah salah satu obat golongan fluorokuinolon atau salah satu dari OAT injeksi lini kedua (kapreomisin, kanamisin dan amikasin).

(7)

e. Extensive drug resistant (TB XDR) : TB-MDR yang juga resistan terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (kanamisin, kapreomisin, dan amikasin).

f. Rifampicin resistant (TB RR) : terbukti resistan terhadap Rifampisin baik menggunakan metode genotip (tes cepat) atau metode fenotip (konvensional), dengan atau tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi. Termasuk dalam kelompok TB RR adalah semua bentuk TB MR, TB PR, TB MDR dan TB XDR yang terbukti resistan terhadap rifampisin4.

II.3 Epidemiologi TB RO

 Indonesia berada di ranking 7 dunia untuk jumlah kasus TB RO pada tahun 2017 dengan 23.000 kasus

 Kasus TB RO di Indonesia berasal dari 2,4% kasus baru dan 13% kasus pengobatan ulang

 3,5% kasus baru TB alami TB-MDR/RR

 18% kasus dengan riwayat pengobatan TB alami TB-MDR/RR

 Tahun 2017 diperkirakan 558.000 kasus baru MDR secara global

 TB-MDR/RR menyebabkab 230.00 kematian pada tahun 2017, dan kasus kematian terbanyak berada di India dan China

 8,5% TB-MDR alami TB-XDR

 Hanya 55% TB-MDR/RR yang memulai pengobatan, 15% diantaranya meninggal, 8% pengobatan gagal, 21% loss follow-up. TB-XDR sukses terobati pada 34%

kasus3

II.4 Etiologi

Etiologi TB RO adalah bakteri Mycobacterium tuberculosis yang sudah mengalami resistensi dengan obat antituberkulosis (OAT). Resistensi ini umumnya berkaitan dengan mutasi genetik pada bakteri5. Resistensi obat terhadap MTB disebabkan oleh mutasi kromosom spontan dan acak yang mengakibatkan mengurangi kerentanan terhadap agen tertentu6.

II. 5 Faktor Risiko TB-RO

Risiko TB-RO meningkat jika terdapat faktor-faktor berikut 7:

(8)

a. Faktor demografi: Usia <65 tahun atau status sosioekonomi rendah b. Faktor lingkungan: Imigran, tinggal di lingkungan padat

c. Faktor gaya hidup: Konsumsi alkohol

d. Akses sulit ke sistem kesehatan, termasuk untuk deteksi dan penatalaksanaan e. Riwayat klinis:

 Riwayat konsumsi obat antituberkulosis sebelumnya (pada pasien yang pengobatan tidak tuntas, minum obat secara tidak teratur, salah resep obat di layanan kesehatan, dosis yang tidak tepat, obat yang tidak selalu tersedia)2

 Riwayat paparan dengan pasien TB-RO

 Pada pasien yang alami re-infeksi TB

Riwayat penyakit komorbid seperti infeksi HIV dan diabetes mellitus

II.6 Cara penyebaran dan patogenesis TB-RO

Mekanisme yang menyebabkan berkembangnya resistensi obat meliputi aktivasi efflux pump pada permukaan bakteri, perubahan target obat, produksi enzim yang menonaktifkan obat, dan gangguan aktivasi obat8.

Resistensi obat dapat terjadi melalui dua cara, diantaranya:

1. Transmisi primer berkembang ketika pasien terpapar dan terinfeksi dengan strain yang sudah resistan terhadap obat.

2. Transmisi sekunder atau resistensi yang didapat terjadi karena kepatuhan yang buruk terhadap pengobatan, malabsorpsi obat, dan rejimen yang tidak memadai pada pasien meminum obat TBC.

Meski sebagian besar kasus TB-RO muncul dari resistensi yang didapat, penelitian sebelumnya melaporkan bahwa sebagian besar kejadian TB-RO disebabkan oleh penularan (resistensi primer), bukan karena perolehan resistensi selama pengobatan9.

Penularan primer bertanggung jawab atas proporsi yang signifikan dari kasus TB-RO, dengan tingkat penularan tergantung pada prevalensi TB-RO di masyarakat. Di beberapa negara, TB-RO didominasi oleh transmisi primer, sementara di negara lain, lebih umum pada kasus yang diobati sebelumnya (transmisi sekunder). Penularan primer hanya menyumbang 48% dari seluruh TB-RO di Bangladesh. Di negara-negara dengan kasus TB-RO yang sangat tinggi, contohnya Uzbekistan, dimana hampir satu dari empat kasus TBC baru adalah TB- RO, transmisi primer bertanggung jawab atas 99% kasus TB-RO10.

(9)

CDC (2012) menyatakan TB-SO dan TB-RO menyebar dengan cara yang sama. Bakteri TB yang disebarkan berupa droplet ketika seseorang menderita penyakit TB paru dengan berbagai cara diantaranya batuk, bersin, berbicara, atau bernyanyi. Bakteri ini dapat melayang di udara selama beberapa jam, tergantung pada lingkungan. Orang yang menghirup udara yang mengandung bakteri TB ini baik sensitif atau resistan obat sangat kemungkinan untuk terjangkit TB2.

Penelitian lain pun menunjukkan bahwa penyebaran TB-RO sama seperti halnya penyebaran TB-SO. Namun, dalam keadaan bilamana TB-SO terpapar TB-RO. Ketika efek protektif TB-SO 100%, maka kontak antara kasus TB-RO dengan TB-SO tidak akan mengakibatkan infeksi TB-RO. Tetapi bila efek protektif yang berkurang pada beberapa kasus maka TB-RO akan terjadi pada kasus TB-SO meskipun dengan tingkat yang lebih rendah11.

Penularan TB-RO dipengaruhi dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya karakteristik strain MTB-RO dan dari respon tubuh seseorang. Strain MTB-RO yang menimbulkan lebih sedikit peradangan dan respon sitokin yang lebih lemah akan lebih memungkinakan penularan secara tinggi. Dikarenakan hal tersebut dapat menunda diagnosis pada pasien yang tidak menimbulkan gejala signifikan dan melanjutkan aktivitas seperti biasa dan memberikan peluang penularan lebih tinggi. Namun ragam strain MTB-RO yang dapat mempengaruhi penularan secara tinggi tersebut tidak didefinisikan dengan baik10.

TB-RO menandakan terjadinya mutasi resistensi yang menyebabkan MTB-RO memiliki mekanisme fitness cost yaitu kemampuannya untuk bereplikasi dan bertahan dalam lingkungan yang kompetitif. Sehingga TB-RO memiliki tingkat penyesuaian serta pertahanan yang dapat mengurangi tingkat penularan serta perkembangan penyakit keluar dari keadaan latennya11. Mekanisme tersebut dapat menyimpulkan bahwa TB-RO memiliki tingkat penularan lebih rendah dibandingkan TB-SO, dengan kata lain TB-SO lebih infeksius dibandingkan TB-RO. Hal tersebut didukung dengan penelitian yang dilakukan Morcillo, dkk mengenai relative fitness pada MTB-RO. Ketika strain MTB-RO ditularkan, mekanisme fitness cost akan terjadi dan menyebabkan relative fitness cenderung menurun, dan strain dengan relative fitnes rendah cenderung lebih sedikit untuk menular. Dalam keterbatasan penelitian ini, hasil menunjukkan bahwa penurunan relative fitness dikaitkan dengan tingkat penularan yang semakin menurun12.

Selain terbentuknya fitness cost, strain TB-RO juga dapat melakukan mekanisme mutasi kompensasi dan berkontribusi pada penyebaran strain TB-RO. Mutasi kompensasi lebih sering terjadi pada strain dengan mutasi resistensi obat spesifik dan dikaitkan dengan

(10)

kelompok yang lebih besar dan lebih banyak. Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan adanya mutasi kompensasi menyebabkan tingkat menular yang lebih tinggi. Beberapa strain XDR sangat menular, seperti strain F15/LAM4/KZN di Afrika Selatan10.

Studi pada kera telah menunjukkan bahwa infeksi TB-RO dapat menyebabkan beban bakteri yang tinggi di jalan napas, respon imun bawah/adaptif, dan proses penyakit13. Namun, fitness cost dan mutasi resistensi obat berbeda antara TB-RO dan strain TB-SO14. Sementara mutasi resistensi obat dapat mempengaruhi fitness strain TB-RO, mutasi kompensasi dapat mengembalikan ketahanannya15. Penting untuk mendeteksi dan mengobati MDR-TB untuk mencegah penyebarannya di dalam masyarakat . Secara keseluruhan, infeksi TB-RO dapat menyerupai TB-SO dalam hal penularan, respon imun, dan proses penyakit, tetapi karakteristik genetik dan fitness strain TB-RO berbeda dari strain TB-SO. MDR dan TB XDR dikaitkan dengan hasil yang lebih buruk daripada TB-SO, terutama dalam pengaturan koinfeksi HIV16.

TB-SO dan TB-RO menyebar dengan cara yang sama. Namun, pengobatan infeksi TB- RO jauh lebih kompleks, kurang efektif, lebih toksik, dan lebih mahal dibandingkan mengobati pasien yang terinfeksi jenis TB-SO. Mengurangi kejadian infeksi TB-RO di masyarakat mungkin sulit dilakukan karena kurangnya pengetahuan tentang faktor risiko yang berhubungan dengan berkembangnya TB-RO17.

Penyebaran bakteri MTB baik sensitif atau resistan obat umumnya dengan cara yang sama, terdapat hipotesis bahwa strain MTB yang sensitif dan resistan terhadap obat akan beradaptasi secara kurang lebih serupa juga terhadap lingkungan mikro paru-paru, dan menyebabkan hasil infeksi yang serupa.

Pada gambar 1 menunjukkan patogenesis bagaimana proses interaksi MTB-RO di manusia saat memasuki paru-paru. Berikut penjelasan gambar 1.

(A)Setelah melakukan kontak dekat dengan individu dengan penyakit TBC aktif, infeksi dapat dimulai melalui inhalasi droplet mengandung MTB-RO. Basil MTB-RO mengandung perubahan kadar lipid pada selubung sel seperti asam lemak bebas (FA), trehalosa dimycolate (TDM), Phthiocerol dimycocerosates (PDIMs), glikolipid fenolik (PGLs), gliserofosfolipid, dan lain-lain. Setelah melewati sistem pertahanan saluran pernapasan bagian atas, MTB-RO pada akhirnya akan mencapai alveoli, struktur seperti kantung yang terdiri dari lapisan tipis sel epitel alveolar tipe I (ATI, dengan fungsi struktural dan pertukaran gas) dan sel epitel alveolar tipe II (ATII, dengan fungsi sekretori) dikelilingi oleh kapiler. Alveolar macrophages (AMs) adalah

(11)

mengelilingi alveoli berisi makrofag interstisial (IM), sel dendritik (DC), neutrofil (N), dan sel T, di antara sel inang lainnya.

Gambar 1. Interaksi host (manusia) dengan MTB yang resistan terhadap obat dalam lingkungan mikro paru-paru pada berbagai tahap infeksi. 18

(B)Di ruang alveolar, basil MTB-RO pertama kali berinteraksi dengan komponen sistem imun bawaan/non spesifik yang terdapat dalam alveolar linning fluid (ALF), di mana hidrolase (digambarkan sebagai gunting) dapat membelah dan memodifikasi selubung sel MTB, melepaskan fragmen selubung sel ke dalam ruang alveolar.

(C)Selanjutnya, basil MTB-RO yang dimodifikasi ALF akan berinteraksi dengan AM (fagosit profesional) dan/atau dengan AT (fagosit non-profesional), serta dengan sel imun bawaan inang lainnya (misalnya, neutrofil, DC). Fragmen MTB-RO yang dilepaskan bersifat imunogenik dan dapat menarik neutrofil ke lokasi infeksi yang

(12)

mendorong stres oksidatif dan peradangan lokal, yang dapat membantu AM yang sedang beristirahat untuk membersihkan infeksi.

(D)Hasil dari interaksi awal ini akan teratasi dalam pembersihan MTB-RO yang terpajan ALF, terjadinya infeksi menyebabkan TB aktif primer, atau infeksi MTB laten yang didefinisikan oleh MTB yang menetap di dalam granuloma. Sel induk mesenkim (MSC) di sekitarnya juga dapat meredam respons imun dan menyediakan lingkungan intraseluler yang protektif untuk MTB.

(E)Reaktivasi dan perkembangan selanjutnya menjadi penyakit TBC aktif dapat terjadi ketika granuloma gagal membendung MTB-RO didalamnya, maka demikian terjadi pertumbuhan MTB-RO ekstraseluler yang menyebabkan kerusakan jaringan paru- paru dan pembentukan rongga/kavitas. Telah dikemukakan bahwa dalam kasus ini, MTB-RO mengeluarkan asam lemak bebas, menciptakan semacam asam lemak bebas matriks ekstraseluler yang selanjutnya melindungi MTB-RO terhadap obat TBC.18

II.7 Gejala TB-RO

Gejala TB-RO sama halnya dengan gejala TB Paru pada umumnya, yang mebedakan adalah ditandai dengan memburuknya gejala seperti batuk terus-menerus, batuk berdarah, sesak napas, demam ringan, dan berkeringat pada malam hari, dan tidak usai membaik setelah pemeberian OAT.

Terduga TB-RO adalah semua orang yang mempunyai gejala TB dengan satu atau lebih kriteria di bawah ini yaitu:

1. Pasien TB gagal pengobatan kategori 2

2. Pasien TB pengobatan kategori 2 yang tidak konversi setelah 3 bulan pengobatan

3. Pasien TB yang mempunyai riwayat pengobatan TB yang tidak standar serta menggunakan kuinolon dan obat injeksi lini kedua minimal selama 1 bulan

4. Pasien TB pengobatan kategori 1 yang gagal

5. Pasien TB pengobatan kategori 1 yang tidak konversi 6. Pasien TB kasus kambuh (relaps), kategori 1 dan kategori 2

7. Pasien TB yang kembali setelah loss to follow-up (lalai berobat/default) 8. Terduga TB yang mempunyai riwayat kontak erat dengan pasien TB RO

9. Pasien ko-infeksi TB-HIV yang tidak respons secara klinis maupun bakteriologis terhadap pemberian OAT (bila penegakan diagnosis awal tidak menggunakan TCM/Tes Cepat Molekuler).

(13)

Pasien dengan salah satu atau lebih dari kriteria di atas merupakan pasien dengan risiko tinggi terhadap TB RO dan harus segera dilanjutkan dengan penegakan diagnosis.

Pasien yang memenuhi salah satu kriteria terduga TB RO harus segera dirujuk secara sistematik ke fasyankes yang memiliki pemeriksaan TCM untuk dilakukan pemeriksaan tersebut. Bila hasil pemeriksaan TCM menunjukkan hasil resistan terhadap rifampisin maka dilanjutkan dengan uji kepekaan M. Tuberculosis.4

II.8 Diagnosis TB-MDR A. Alur diagnosis TB-RO

Gambar 2. Alur diagnosis TB-RO4

(14)
(15)

BAB III KESIMPULAN

Penyebaran tuberkulosis (TB) yang sensitif obat dan TB yang resistan terhadap obat dapat berbeda dalam beberapa aspek utama.

TB-SO Yang dimaksud adalah tuberkulosis yang disebabkan oleh strain bakteri Mycobacterium tuberkulosis yang rentan terhadap obat anti tuberkulosis standar seperti isoniazid, rifampisin, etambutol, dan pirazinamid. TB-SO umumnya lebih dapat diobati dan disembuhkan dengan obat anti tuberkulosis lini pertama yang standar. Dinamika penularan TB-SO dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kontak dekat dengan individu yang menularkan penyakit, kondisi tempat tinggal yang padat, dan prevalensi TBC secara keseluruhan dalam suatu populasi.

TB-RO yaitu TB yang resistan terhadap obat terjadi ketika bakteri penyebab TB mengembangkan resistensi terhadap satu atau lebih obat anti tuberkulosis standar. Hal ini dapat mengakibatkan TB yang resistan terhadap banyak obat (TB-MDR) atau TB yang resistan terhadap obat secara luas (TB-XDR), tergantung pada tingkat resistensinya. TB-RO lebih sulit diobati karena memerlukan obat lini kedua yang seringkali lebih mahal, memiliki lebih banyak efek samping, dan memerlukan jangka waktu pengobatan yang lebih lama.

Penyebaran TB-RO menjadi perhatian karena dapat terjadi melalui penularan jenis TB-RO dari orang ke orang. Hal ini dapat terjadi jika penderita TB-RO tidak diobati secara efektif dan terus menularkan jenis TB yang resistan tersebut kepada orang lain.

Ringkasnya, meskipun cara penularan dasar TB-SO dan TB-RO adalah serupa (terutama melalui udara ketika orang yang menularkan batuk atau bersin), dampaknya terhadap kesehatan masyarakat dan tantangan yang terkait dengan pengobatan lebih besar pada TB-RO terkhusus TB-MDR/RR/XDR. Upaya untuk mengendalikan penyebaran TBC, baik yang sensitif obat atau yang resistan obat, melibatkan kombinasi deteksi dini, pengobatan yang efektif, pelacakan kontak, dan tindakan kesehatan masyarakat untuk mencegah penularan.

(16)

DAFTAR PUSTAKA

1. Made Mertaniasih N, Sulistyowati T. First Line Anti-Tuberculosis Drug Resistance Pattern in Multidrug-Resistant Pulmonary Tuberculosis Patients Correlate with Acid-Fast Bacilli Microscopy Grading. Indonesian Journal of Tropical and Infectious Disease [homepage on the Internet] 2020;8(2):83–89. Available from: https://e-journal.unair.ac.id/IJTID/

2. CDC. TB Elimination Multidrug-Resistant Tuberculosis (MDR TB) [Homepage on the Internet]. CDC. 2012 [cited 2023 Nov 18];Available from:

https://www.cdc.gov/tb/publications/factsheets/drtb/mdrtb.htm

3. WHO. MULTIDRUG-RESISTANT TUBERCULOSIS (MDR-TB) [Homepage on the Internet]. 2019; Available from: http://www.who.int/tb/areas-of-work/drug-resistant-tb/

4. Kemenkes RI. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis. Jakarta:

Kemenkes RI, 2020;

5. Jang JG, Chung JH. Diagnosis and treatment of multidrug-resistant tuberculosis. Yeungnam Univ J Med [homepage on the Internet] 2020;37(4):277–285. Available from: http://e- yujm.org/journal/view.php?doi=10.12701/yujm.2020.00626

6. David HL. Probability Distribution of Drug-Resistant Mutants in Unselected Populations of Mycobacterium tuberculosis [Homepage on the Internet]. 1970; Available from:

https://journals.asm.org/journal/am

7. Adigun R, Singh R. Tuberculosis [Homepage on the Internet]. StatPearls Publishing. 2023 [cited 2023 Nov 20];Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441916/

8. Kim SJ. Drug-susceptibility testing in tuberculosis: Methods and reliability of results.

European Respiratory Journal 2005;25(3):564–569.

9. Kendall EA, Fofana MO, Dowdy DW. Burden of transmitted multidrug resistance in epidemics of tuberculosis: A transmission modelling analysis. Lancet Respir Med 2015;3(12):963–972.

10. Alame Emane AK, Guo X, Takiff HE, Liu S. Highly transmitted M. tuberculosis strains are more likely to evolve MDR/XDR and cause outbreaks, but what makes them highly transmitted? Tuberculosis 2021;129.

11. Bishai JD, Bishai WR, Bishai DM. Heightened vulnerability to MDR-TB epidemics after controlling drug-susceptible TB. PLoS One 2010;5(9):e12843.

12. Morcillo NS, Imperiale BR, Giulio Á Di, Zumárraga MJ, Takiff H, Cataldi ÁA. Fitness of drug resistant Mycobacterium tuberculosis and the impact on the transmission among household contacts. Tuberculosis 2014;94(6):672–677.

13. Yang E, Yang R, Guo M, et al. Multidrug-resistant tuberculosis (MDR-TB) strain infection in macaques results in high bacilli burdens in airways, driving broad innate/adaptive immune

(17)

14. Lempens P, Deun A Van, Aung KJ, Hossain MA. Borderline rpoB mutations transmit at the same rate as common rpoB mutations in a tuberculosis cohort in Bangladesh. bioRxi 2023;

15. McBryde ES, Meehan MT, Doan TN, et al. The risk of global epidemic replacement with drug-resistant Mycobacterium tuberculosis strains. International Journal of Infectious Diseases 2017;56:14–20.

16. Chen J, Han Y, Yi W, et al. Serum sCD14, PGLYRP2 and FGA as potential biomarkers for multidrug resistant tuberculosis based on data independent acquisition and targeted‐ ‐ proteomics. J Cell Mol Med 2020;24(21):12537–12549.

17. Park J, Hong Y, Hong JY. Risk for multidrug-resistant tuberculosis in patients treated with anti-tumor necrosis factor agents. Front Med (Lausanne) 2023;10.

18. Allué-Guardia A, García JI, Torrelles JB. Evolution of Drug-Resistant Mycobacterium tuberculosis Strains and Their Adaptation to the Human Lung Environment. Front Microbiol.

2021;12.

Referensi

Dokumen terkait

Peningkatan kadar transaminase tanpa gejala merupakan hal yang umum pada pemakaian obat anti tuberkulosis, namun efek ini dapat menjadi fatal jika tidak dikenali

Menjadikan perbaikan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan kepada pasien tuberkulosis resisten obat, baik dukungan moril dan materil untuk meningkatkan perilaku

“STUDI PENGGUNAAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT) PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU (Penelitian dilakukan di SMF Paru RSUD Dr. Soetomo Surabaya)” ini dapat terselesaikan

Telah dilakukan penelitian mengenai pola penggunaan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) pada pasien rawat inap dengan diagnosis akhir tuberkulosis paru di Rumah Sakit Adi

Pasien yang menderita atau kemungkinan besar menderita tuberkulosis yang disebabkan kuman resisten obat (khususnya MDR/XDR) seharusnya diobati dengan paduan obat khusus

Hal ini tidak terlepas dari kemampuan obat tersebut dalam menginhibisi ekspresi berlebihan pompa efflux pada sel, sehingga obat-obatan TB yang sebelumnya resisten dapat kembali bekerja

v ABSTRAK Nama : Rizki Amanah Program Studi : Kedokteran Judul : Hubungan Antara Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis OAT Dengan kepatuhan Minum Obat Pada Pasien Tuberkulosis Paru

Rumah Sakit Swasta Semarang saat ini sebagai RS MTPTRO Manajemen Terpadu Pengendalian Tuberkulosis Resisten Obat yang dapat menerima rujukan pasien TBC RO dari fasilitas pelayanan