• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Perilaku Keluarga Terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita Tuberkulosis Multi-Drug Resistant (TB MDR) di Puskesmas Helvetia Kota Medan Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Perilaku Keluarga Terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita Tuberkulosis Multi-Drug Resistant (TB MDR) di Puskesmas Helvetia Kota Medan Tahun 2016"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman dari kelompok Mycobacterium yaitu Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies Mycobacterium, antara lain : M. Tuberculosis, M. africanum M. Bpovis, M. Leprae, dan sebagianya yang juga dikenal sebagai Bakteri Tahan

Asam (BTA). Kelompok bakteri Mycobacterium selain Mycobacterium tuberculosis yang bisa menimbulkan gangguan pada saluran nafas dikenal sebagai

MOTT (Mycobacterium Other Than Tuberkulosis) yang terkadang bisa menganggu penegakkan diagnosis dan pengobatan Tb untuk pemerikasaan bakteriologis yang mampu melakukan identifikasi terhadap Mycobacterium tuberculosis menjadi sarana diagnosis ideal untuk TB (Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 2014)

(2)

Pengobatan kasus TB merupakan salah satu strategi utama pengendalian TB karena dapat memutuskan rantai penularan. Meskipun Program Pengendalian TB Nasional telah berhasil mencapai target angka penemuan dan angka kesembuhan, penatalaksanaan TB di sebagian besar rumah sakit dan praktik swasta belum sesuai dengan strategi Directly Observed Treatment Short-course (DOTS) dan penerapan standar pelayanan berdasar International Standards for Tuberculosis Care (ISTC) (Permenkes No. 13, 2013)

Di Indonesia penerapan strategi DOTS hanya dilaksanakan di pusat kesehatan masyarakat (puskesmas). Seiring berjalannya waktu, strategi DOTS mulai dikembangkan di Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) dan rumah sakit baik pemerintah maupun swasta. Hasil survei prevalens TB tahun 2004 melaporkan bahwa pola pencarian pengobatan sebagian besar pasien TB ketika pertama kali sakit adalah rumah sakit sehingga melibatkan rumah sakit untuk melaksanakan strategi DOTS menjadi sesuatu yang penting yang memberikan kontribusi berarti terhadap upaya penemuan pasien TB (Depkes, 2010).

Usaha keras yang dilakukan berhasil membawa Indonesia sebagai negara pertama di Regional Asia Tenggara yang mencapai target TB global yang dicanangkan waktu itu yaitu Angka Penemuan Kasus (Crude Detection Rate/CDR) diatas 70% dan Angka Keberhasilan Pengobatan (Treatment Success

Rate/ TSR) diatas 85% pada tahun 2006 (Renstra Kemenkes, 2015).

(3)

SDGs (Sustainble Development Goals) (Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 2014).

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015 - 2019, Indonesia tetap memakai prevalensi TB, yaitu 272 per 100.000 penduduk secara absolut (680.000 penderita) dan hasil survey prevalensi TB 2013 - 2014 yang bertujuan untuk menghitung prevalensi TB paru dengan konfirmasi bakteriologis pada populasi yang berusia 15 tahun ke atas di Indonesia menghasilkan : 1). Prevalensi TB paru smear positif per 100.000 penduduk umur 15 tahun ke atas adalah 257 (dengan tingkat kepercayaan 95% 210 - 303) 2). Prevalensi TB paru dengan konfirmasi bakteriologis per 100.000 penduduk umur 15 tahun ke atas adalah 759 (dengan interval tingkat kepercayaan 95% 590 - 961) 3). Prevalensi TB paru dengan konfirmasi bakteriologis pada semua umur per 100.000 penduduk adalah 601 (dengan interval tingkat kepercayaan 95% 466 - 758); dan 4). Prevalensi TB semua bentuk untuk semua umur per 100.000 penduduk adalah 660 (dengan interval tingkat kepercayaan 95% 523 - 813), diperkirakan terdapat 1.600.000 (dengan interval tingkat kepercayaan 1.300.000 - 2.000.000) orang dengan TB di Indonesia (Renstra Kemenkes, 2015).

Public-Private Mix (PPM) adalah keterlibatan seluruh penyedia kesehatan

(4)

1523 rumah sakit di Indonesia, hanya 38% yang melaksanakan program DOTS. Public private mix memungkinkan semua penyedia layanan kesehatan untuk berpartisipasi dalam memberikan gabungan yang tepat dari tugas pelayanan kesehatan yang selaras dengan program pengendalian penyakit nasional dan dilaksanakan secara lokal (Permenkes No. 13, 2013).

Ketidakpatuhan untuk berobat secara teratur bagi penderita TB tetap menjadi hambatan untuk mencapai angka kesembuhan yang tinggi. Tingginya angka putus obat mengakibatkan tingginya kasus resistensi kuman terhadap OAT (obat anti TB) yang membutuhkan biaya yang lebih besar dan bertambah lamanya pengobatan. Angka putus obat di rumah sakit di Jakarta pada tahun 2006 sekitar 7%. Berdasarkan laporan Subdit TB Depkes RI tahun 2009, proporsi putus obat pada pasien TB paru kasus baru dengan hasil basil tahan asam (BTA) positif berkisar antara 0,6%-19,2% dengan angka putus obat tertinggi yaitu di provinsi Papua Barat; angka putus obat di Jakarta pada tahun 2009 sebesar 5,7%. Ketidakpatuhan juga merupakan salah satu penyebab terjadinya TB MDR (Permenkes No.13, 2013).

(5)

resistensi dicurigai kuat jika kultur basil tahan asam (BTA) tetap positif setelah terapi 3 bulan atau kultur kembali positif setelah terjadi konversi negatif. Directly

observed therapy (DOTS) merupakan sebuah strategi baru yang dipromosikan oleh World Health Organization (WHO) untuk meningkatkan keberhasilan terapi TB dan mencegah terjadinya resistensi (Alfin, 2012).

Resistansi kuman M.tuberculosis terhadap OAT adalah keadaan dimana kuman sudah tidak dapat lagi dibunuh dengan OAT. TB resistan OAT pada dasarnya adalah suatu fenomena buatan manusia, sebagai akibat dari pengobatan pasien TB yang tidak adekuat dan penularan dari pasien TB resistan OAT. Penatalaksanaan TB resistan OAT lebih rumit dan memerlukan perhatian yang lebih banyak daripada penatalaksanaan TB yang tidak resistan (Permenkes No. 13, 2013).

The Green Light Committe (GLC) memperkenalkan manajemen

penanganan pasien TB Resistan Obat yang disebut sebagai Programmatic Management Drug Resistan TB (PMDT). Dalam Rencana Global Pengendalian TB (The Global Plan to Stop TB) 2006-2015 yang telah direvisi, secara global direncanakan untuk mengobati sekitar 1,6 juta pasien TB MDR di dunia pada tahun 2006 sampai 2015. Jumlah tersebut merupakan 61% dari beban kasus TB MDR yang ada di negara-negara dengan beban TB tinggi (Multi Drug Resistent Surveilance & Response WHO, 2014). Prevalensi TB MDR di dunia diperkirakan

(6)

tersebut, 136.000 kasus ditemukan dan diindikasi mengalami TB Multi Drug Resistent (TB MDR). 97 orang dari kasus TB MDR yang dtemukan mendapat

pengobatan dan menjalani pengobatan tahap dua di Tahun 2013 (Multi Drug Resistent Surveilance & Response WHO, 2014).

Kasus temuan TB MDR tersebut, 48 % pasien TB MDR secara global yang melakukan pengobatan sukses dan 5 orang dari 27 kasus di negara yang mengalami TB MDR tinggi mempunyai kesuksesan sebesar lebih dari 70% dalam pengobatan. Hampir 10 persen kasus TB-MDR berkembang menjadi TB-XDR (resisten terhadap obat secara ektensif). Kurang dari 20 persen pasien dengan TB-XDR mendapatkan pengobatan yang tepat. Indonesia berada di peringkat ke 8 dari 27 negara dengan beban TB-MDR terbanyak di dunia (Multi Drug Resistent Surveilance & Response WHO, 2014).

Indonesia telah melakukan beberapa survei resistansi OAT untuk mendapatkan data resistansi OAT. Survei tersebut diantaranya dilakukan di Kabupaten Timika Papua pada tahun 2004, menunjukkan data kasus TB MDR diantara kasus baru TB adalah sebesar 2 %; di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2006, data kasus TB MDR diantara kasus baru TB adalah 1,9 % dan kasus TB MDR pada TB yang pernah diobati sebelumnya adalah 17,1 %; di Kota Makasar pada tahun 2007, data kasus TB MDR diantara kasus baru TB adalah sebesar 4,1 % dan pada TB yang pernah diobati sebelumnya adalah 19,2 %. (Permenkes No.13, 2013).

(7)

sistem surveilans yang lemah, dan penanganan kasus TB resisten obat yang belum memadai (Strategi Nasional TB, 2011).

Banyak hal terkait dengan TB-MDR dan XDR seperti diagnosis dan penatalaksanaannya. Untuk diagnostic sangat dibutuhkan laboratorium yang terjamin dalam hal pemeriksaan resistensi obat antituberkulosis (OAT) lini pertama dan kedua. Dalam penatalaksanaannya dibutuhkan ketersediaan obat-obatan yang terjamin, kontinu dan adekuat. Belum tersedianya OAT lini kedua juga menjadi kendala dalam pengobatan TB-MDR dan XDR di Indonesia (Soepandi, 2010).

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, Kota Medan memiliki penderita TB MDR paling tinggi. Pada tahun 2012 bulan Juli-Desember, 308 orang penderita suspek, yang positif TB Resistan Obat sebanyak 48 orang namun yang bersedia diobati hanya 13 orang. Tahun 2013 dari 248 orang penderita suspect, yang positif TB Resistan Obat sebanyak 71 namun yang bersedia diobati hanya 62 orang. Dari 93 penderita TB-Resisten Obat data bulan Januari-Oktober 2014, sebanyak 93 orang bersedia untuk diobati. Sementara target di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2013 estimated TB Resistan Obat suspect sebanyak 800 orang, expected Resistan Obat diagnosis sebanyak 320 orang, yang diobati 240 orang (Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2014).

(8)

Hal ini membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang “Gambaran Perilaku Keluarga Terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita Tuberkulosis Multi Drug Resistence (TB MDR) di Puskesmas Helvetia Tahun 2016”.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat merumuskan permasalahan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku keluarga terhadap kepatuhan minum obat Pasien Resisten Obat di Puskesmas Helvetia.

1.3Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku keluarga terhadap kepatuhan berobat Pasien TB MDR di Puskesmas Helvetia.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui faktor presdiposi (presdiposing factors) yang mempengaruhi perilaku keluarga dalam mendorong pasien TB MDR minum obat.

b. Untuk mengetahui faktor pemungkin (enabling factors) perilaku keluarga dalam memepengaruhi kepatuhan pasien berobat TB MDR

c. Untuk mengetahui faktor pendorong (reinforcing factors) yang mempengaruhi perilaku keluarga dalam pengobatan pasien TB MDR

1.4 Manfaat Penelitian

(9)

a. Untuk pasien tuberkulosis resisten paru, agar dapat memperbaiki kebiasaan-kebiasaan yang dimiliki sehingga dapat mendapatkan hasil pengobatan yang maksimal.

b. Untuk Instansi Pendidikan

Sebagai informasi dalam pengembangan dan penelitian di bidang pendidikan terutama yang berkaitan dengan variabel yang sama dengan daerah yang berbeda.

c. Untuk Puskesmas

Memberikan bahan masukan, Informasi dan dukungan yang baik kepada pasien dan keluarga terkait TB MDR untuk tetap patuh berobat.

d. Untuk Pemerintah

Referensi

Dokumen terkait

Diharapkan dari penelitian ini menjadi bahan pertimbangan untuk pemerintah atau instansi kesehatan dalam mencanangkan program pemanfaatan starter tape, nasi basi

Dari hasil ujicoba program simulasi dan shorewall asli dengan konfigurasi. jaringan dan data yang sama diperoleh hasil

[r]

Sehubungan dengan akan dilaksanakannya Pembuktian Kualifikasi untuk paket pekerjaan Study Kelayakan (Feasibility Study) Pengembangan RSU Teungku Peukan Kabupaten Aceh Barat Daya

Kualitas dari aspek medis harus adekuat (tidak lebih dan tidak kurang) Sementara peran swasta for profit ada kecenderungan untuk memberi layanan berlebihan (untuk

Kedua definisi ini hanya berlaku pada fungsi yang terdefinisi pada subset konveks � pada ruang linear bernorm dan akan dilihat hubungan antara fungsi konveks dan fungsi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pemikiran (17 data) dan tindakan (19 data) tokoh Helen yang merepresentasikan perspektif feminisme radikal-libertarian

The ‘Cell Attributes’ window (click Format, Cells) below includes other tabs for cell formatting (e.g. Fonts, Font Effects, Alignment, etc).. The function toolbar also contains