• Tidak ada hasil yang ditemukan

Preeklampsia

N/A
N/A
zuhdi azzyumar dhini

Academic year: 2024

Membagikan "Preeklampsia"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

1 DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI REFERAT FAKULTAS KEDOKTERAN OKTOBER 2019 UNIVERSITAS HASANUDDIN

REFERAT:

PREEKLAMPSIA

OLEH:

Qanitah Nabilah C014172141

RESIDEN PEMBIMBING:

dr. Andre Septian Putra

SUPERVISOR PEMBIMBING:

Dr. dr. Isharyah Sunarno, Sp.OG (K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2019

(2)

2 BAB I

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Tingginya angka kematian ibu (AKI) masih merupakan masalah kesehatan di dunia. Di dunia terdapat sekitar 295.000 ibu meninggal per tahun nya saat hamil atau bersalin. Tiga penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan, hipertensi dalam kehamilan, dan infeksi. 1

AKI di Indonesia merupakan salah satu yang tertinggi di Negara Asia Tenggara. Berdasarkan Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) tahun 2015, AKI di Indonesia sebesar 305 per 100.000 kelahiran hidup. Jika dibandingkan Negara lain di ASEAN, angka AKI di Indonesia masih cukup tinggi.2

WHO memperkirakan kasus preeklampsia tujuh kali lebh tinggi di Negara berkembang daripada Negara maju. Prevalensi preeklampsia di Negara maju adalah 1,3-6% sedangkan di Negara berkembang adalah 1,8017%. Insidensi preeklampsia di Indonesia sendiri adalah 128.273/tahun atau sekitar 5,4%.1,2

Preeklampsia merupakan masalah kedokteran yang serius dan memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi. Besarnya masalah ini bukan hanya karena preeklampsia berdampak pada saat ibu hamil dan melahirkan, namun juga menimbulkan masalah pasca persalinan akibat disfungsi endotel di berbagai organ.

Selain risiko pada ibu, preeklampsia juga berisiko terhadap janin. Penyakit hipertensi dalam kehamilan merupakan penyebab tersering kedua morbiditas dan mortalitas perinatal. Bayi dapat mengalami pertumbuhan janin terhambat dan berat badan lahir rendah.

(3)

3 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 1. Definisi

Preeklampsia adalah suatu kondisi spesifik pada kehamilan dengan keterlibatan gangguan multisistem organ yang terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu, pada ibu hamil yang sebelumnya normotensi, dengan atau tanpa proteinuria. 3,4

a. Penegakan Diagnosis Hipertensi

Hipertensi adalah tekanan darah sistolik sekurang-kurangnya 140 mmHg atau 90 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 4 jam yang didapatkan setelah umur kehamilan 20 minggu pada ibu hamil dengan tekanan darah normal sebelumnya. Definisi hipertensi berat adalah peningkatan tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik.3

Pengukuran tekanan darah pada kondisi preeklampsia harus dilakukan dengan teknik yang benar. Ukuran cuff harus sesuai dengan lengan pasien. Cuff yang terlalu besar atau terlalu kecil dapat memberikan hasil yang tidak sesuai.

Ukuran cuff yang sesuai panjangnya sekitar 1.5 kali lingkar lengan atau bagian mengembangnya harus melingkupi 80% atau lebih lengan atas. Pasien harus istirahat sebelum pengukuran tekanan darah kira-kira 10 menit atau lebih. Pasien tidak boleh mengonsumsi produk tembakau atau kafein 30 menit sebelum pemeriksaan karena substansi tersebut dapat meningkatkan tekanan darah. 3

b. Klasifikasi Proteinuria

Kriteria disebut proteinuria pada preeklampsia adalah:

 protein dalam urin sebanyak 300 mg atau lebih per 24 jam urin.

 Rasio protein.kreatinin 0.3mg/dl atau lebih

 Pembacaan dipstick 2+ 3

(4)

4 c. Penegakan Diagnosis Preeklampsia Berat

Beberapa gejala klinis meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada preeklampsia, dan jika gejala tersebut didapatkan, akan dikategorikan menjadi kondisi pemberatan preeklampsia atau disebut dengan preeklampsia berat. Kriteria gejala dan kondisi yang menunjukkan kondisi pemberatan preeklampsia atau preeklampsia berat adalah salah satu dibawah ini : 3,4

1. Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 4 jam menggunakan lengan yang sama

2. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter

3. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya 4. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen yang tidak berespon terhadap pengobatan atau tidak terkait penyakit lain

5. Edema Paru

6. Nyeri kepala yang tidak bersepon terhadap pengobatan.atau tidak terkait penyakit lain

7. Gangguan penglihatan3,4

2. Patomekanisme

Preeklampsia merupakan sindroma sistemik pada kehamilan yang berasal dari plasenta. Diyakini invasi sitotrofoblas plasenta yang inadekuat dan diikuti dengan disfungsi endotel maternal menjadi penyebabnya. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa adanya faktor antiangiogenik seperti soluble fins-like tyrosine kinase 1 (sFlt1) dan juga soluble endoglin (sEng) yang muncul di plasenta menjadi penyebab hipertensi, proteinuria dan manifestasi klinis lain.

Bersamaan dengan itu faktor angiogenik yang menurun juga menjadi penyebab preeklampsia, faktor tersebut antara lain VEGF dan PIGF. Selain faktor-faktor tersebut, faktor genetik, nulipara, riwayat preeklampsia, usia ibu yang terlalu tua atau terlalu muda, obesitas, diabetes, hipertensi kronis, kelainan ginjal serta penyakit autoimun juga berperan dalam kejadian preeklampsia.5

(5)

5 2.5.1 Teori Iskemik Plasenta

1. Arteri spiralis yang menjamin perfusi ruang intervillous di plasenta gagal mengalami perubahan morfologi yang layaknya terjadi dalam kehamilan normal seperti meningkatnya diameter vaskuler sekurang-kurangnya 4 kali serta menghilangnya komponen muskuler dan elastik vaskuler. Pada kehamilan normal morfologi vaskuler tersebut meluas melampaui jaringan desidua dan memasuki lapisan miometrium.5

2. Vaskuler mengalami oklusi fibrinoid dan invasi foal cell. Gambaran histopatologik ini amat mirip dengan yang nampak pada proses penolakan allograft yang disebut atherosis. Atherosis yang meliputi 1/10 daerah implantasi plasenta didapatkan pada akhir trimester I kehamilan nulipara.

Perubahan di atas menyebabkan terjadinya penurunan perfusi tropoblastik.

Pada preeklampsia proses plasentasi tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya oleh karena disebabkan 2 hal yaitu, tidak semua arteri spiralis mengalami invasi oleh sel-sel trofoblas secara normal, tetapi invasi tahap kedua tidak berlangsung sehingga bagian arteri spiralis yang berada dalam miometrium tetap mempunyai dinding muskuloelastik yang relaktif yang berarti masih terdapat resistensi vaskuler. Disamping itu juga terjadi atherosis akut pada arteri spiralis yang dapat menyebabkan lumen arteri bertambah kecil atau bahkan mengalami obliterasi.5

(6)

6 2.5.2 Teori Disfungsi Endotel

Teori mengenai patogenesis preeklampsia yang relatif baru yaitu teori mengenai disfungsi endotel. Disfungsi endotel diduga menjadi dasar dari timbulnya manifestasi klinis pada preeklampsia. Teori ini tidak lepas dari teori patogenesis preeklampsia yang lain, salah satunya yaitu teori iskemia plasenta.

Pada saat plasenta mengalami iskemia, maka plasenta akan menghasilkan peroksida lipid yang selanjutnya akan masuk ke dalam dan terikat dengan lipoprotein, khususnya low density lipoprotein (LDL). Dalam kadar yang rendah peroksida lipid merupakan peristiwa normal dalam kehidupan sel atau jaringan.

Pada preeklampsia berat dijumpai perubahan ultrastruktur mitokondria pada pembuluh darah arteri uterina dan jaringan plasenta.5

Mitokondria adalah sumber oksigen radikal dan diperkaya oleh asam lemak tak jenuh. Maka plasenta dapat merupakan sumber terbesar dari produksi peroksida lipid pada kehamilan. Proses peroksidasi lipid meningkat sesuai dengan meningkatnya umur kehamilan, bahkan pada akhir kehamilan aktivitasnya menjadi dua kali lipat. Dalam keadaan normal peroksida lipid selalu dijaga dalam keadaan seimbang melalui peran antioksidan. Bila kadar antioksidan rendah maka peroksidasi lipid menjadi tak terkendali dan timbulah keadaan yang disebut dengan stres oksidatif. Hal tersebut ditunjukkan oleh beberapa peneliti, dimana pada preeklampsia terjadi penurunan kadar antioksidan dan peningkatan produk hasil peroksidasi lipid.5

Gambar 1 Invasi Trofoblas dan Keadaan Pembuluh Darah

(7)

7 Gambar 2. Bagan patofisiologi preeklampsia

3. Screening dan Deteksi Dini a. Screening

Perjalanan penyakit preeklampsia pada awalnya tidak memberi gejala dan tanda, namun pada suatu ketika dapat memburuk dengan cepat. Pencegahan primer merupakan yang terbaik namun hanya dapat dilakukan bila penyebabnya telah diketahui dengan jelas sehingga memungkinkan untuk menghindari atau mengkontrol penyebab-penyebab tersebut, namun hingga saat ini penyebab pasti terjadinya preeklampsia masih belum diketahui.3,4

Butuh serangkaian pemeriksaan yang kompleks agar dapat meramalkan suatu kejadian preeklampsia dengan lebih baik. Praktisi kesehatan diharapkan dapat mengidentifikasi faktor risiko preeklampsia dan mengkontrolnya, sehingga memungkinkan dilakukan pencegahan primer.3,4

(8)

8 Klasifikasi Risiko Yang Dapat Dinilai Pada Kunjungan Antenatal Pertama Faktor Risiko Tinggi:

- Riwayat preeklampsia - Multipara

- Hipertensi kronik - Diabetes tipe 1 atau 2 - Penyakit ginjal

- Penyakit auto imun (Sistemik Lupus Eritematosus, sindrom antifosfolipid) Faktor Risiko Sedang

- Nulipara - Obesitas

- Riwayat keluarga preeklampsia (ibu atau saudara perempuan) - Ras (ras afrika Amerika, status sosioekonomi yang rendah) - Usia 35 atau lebih

- Riwayat obstetrik (bayi berat lahir rendah atau kecil masa kehamilan, lebih dari 10 tahun jarak kehamilan)

Adanya faktor risiko di atas dapat dipantau dengan pemeriksaan rutin tekanan darah dan kesejahteraan janin.3

b. Deteksi Dini

Sampai saat ini terdapat berbagai temuan biomarker yang dapat digunakan untuk meramalkan kejadian preeklampsia, namun belum ada satu tes pun yang memiliki sensitivitas dan spesifitas yang tinggi. Faktor angiogenik yang dapat digunakan sebagai prediksi untuk preeklampsia antara lain: tirosin kinase, placental growth factor [PIGF], dan endoglin. Tapi biomarker ini belum spesifik untuk mendeteksi preeklampsia dan masih sulit pemeriksaannya, terutama di Indonesia.6

Iskemik plasenta dapat diidentifikasi secara non-invasif menggunakan Doppler arteri uterine. Pada kehamilan normal, pemeriksaaan Doppler menunjukkan aliran arteri sistolik dan diastolic yang baik; sebaliknya, pada ibu

(9)

9 hamil dengan preeklampsia menunjukkan penurunan aliran diastolic/diastolic notch. Screening dengan USG Doppler arteri uterine dapat dilakukan pada pre- eklampsia onset awal, bahkan di akhir. 4,6

c. Pencegahan Primer

Disebutkan bahwa pemberian Vitamin C dan E, vitamin D, asam folat, kalsium, dan pembatasan natrium dapat mengurangi risiko preeklampsia.

1) Pemberian Vitamin C dan E (Antioksidan)

Salah satu faktor yang berkontribusi pada perkembangan preeklampsia diduga adalah tingginya kadar radikal bebas dalam darah. Antioksidan seperti vitamin C dan E disebutkan dapat menetralisir radikal bebas tersebut. Berdasarkan penelitian disebutkan bahwa tidak ada penurunan risiko preeklampsia, tidak ada penurunan tekanan darah atau lahir premature dengan penggunaan suplemen antioksidan tersebut. Saat ini fungsi dan manfaat dari pemberian antioksidan pada preeklampsia masih diteliti lebih lanjut. 7

2) Pemberian Vitamin D

Pemberian vitamin D saat kehamilan diduga dapat mengurangi risiko preeklampsia dan diabetes gestasional. Saat ini belum diketahui mekanisme kerja vitamin D dalam mengurangi risiko tersebut.8

3) Pemberian Asam Folat

Pemberian asam folat dapat mengurangi risiko terjadinya preeklampsia.

Diduga bahwa asam folat dapat mengurangi hiperhomosisteinemia yang dapat merusak endotel vaskuler pada plasenta. Defisiensi folat juga diduga dapat menyebabkan apoptosis dari sel sitotrofoblas yang dapat menghambat invasi trofoblas dan perkembangan plasenta. Sehingga pemberian asalm folat dapat memperbaiki implantasi plasenta dan mengurangi kejadian preeklampsia.9

(10)

10 4) Pemberian Kalsium

Suplementasi kalsium dosis tinggi (1 gram per hari) selama kehamilan adalah salah satu cara untuk mengurangi risiko preeklampsia, terutama pada ibu hamil dengan diet harian yang rendah kalsium. Risiko kematian dan komplikasi berkaitan preeklampsia pada ibu hamil yang mendapatkan suplemen kalsium jauh berkurang. 10

5) Pembatasan Natrium

Pembatasan intake natrium dalam kehamilan dengan tujuan untuk mencegah perkembangan preeklampsia dan komplikasinya tidak direkomendasikan. WHO merekomendasikan diet sehat dan seimbang tanpa perlu membatasi intake natrium, dan sebaliknya tidak mengonsumsi natrium secara berlebihan.11

d. Pencegahan Sekunder

o Pemberian Aspirin Dosis Rendah

Pemberian aspirin dosis rendah mengurangi risiko terjadinya preeklampsia, dan mengurangi komorbid yang dapat muncul (kelahiran preterm, pertumbuhan janin terhambat) sekitar 10-20% diberikan pada pasien dengan faktor risiko tinggi maupun sedang. Direkomendasikan pemberian aspirin profilaksis dosis rendah 80 mg.hari, dapat dimulai 12 minggu kehamilan, dan dapat dilanjutkan hingga 34 minggu atau hingga persalinan.3

4. Tatalaksana Awal

Preeklampsia pada usia kehamilan aterm kehamilan dapat diakhiri. Sangat penting untuk mengetahui bahwa semua modalitas terapi yang dilakukan hanyalah bersifat paliatif dan penyakit tersebut bersifat progesif hingga saat persalinan terjadi. Pengelolaan obstetrik tergantung dari umur kehamilan, berat ringannya penyakit, respon terhadap terapi dan kemampuan perinatologi. Pada preeklampsia

(11)

11 berat, harus mempertimbangkan umur kehamilan, maturitas paru, respon terhadap pengobatan, kemampuan perinatologi, serta komplikasi maternal. Penatalaksanaan preeklampsia bertujuan sebagai berikut: 3,4

• Mencegah terjadinya kejang eklamsia

• Persalinan pasien dalam waktu yang tepat

• Mendeteksi dan menangani komplikasi yang menyertai preeklampsia

• Menurunkan morbiditas dan mortalitas janin dan ibu

Keputusan untuk kapan mengkhiri kehamilan pada preeklampsia masih menjadi suatu dilema. Persalinan adalah satu-satunya tindakan definitif.

Pengakhiran kehamilan dilakukan saat usia ibu atau janin berumur 34 minggu.

Apabila persalinan pada usia persalinan yang lebih awal diperlukan, terdapat peningkatan risiko luaran neonatal yang buruk. Luaran neonatal bergantung pada penggunaan kortikosteroid untuk perbaikan maturitas paru janin. Dengan adanya perkembangan hasil luaran neonatal setelah profilaksis neonatus, persalinan ditunda hingga 48 jam untuk pemberian terapi kortikosteroid. Apabila kondisi maternal mencapai stabilisasi maka kehamilan dapat dilanjutkan. Pengelolaan ekspektatif dapat memperbaiki hasil neonatal, tetapi dapat memperburuk kondisi maternal. Apabila terdapat pemburukan kondisi ibu dan janin merupakan indikasi untuk melakukan persalinan. Manajemen ekspektatif pada preeklampsia berat <

34 minggu usia kehamilan dapat memperbaiki hasil bayi baru lahir tetapi memperlukan pengawasan ibu dan bayi di rumah sakit.3,4

Tujuan utama dari manajemen ekspektatif dan aktif adalah untuk memperbaiki luaran perinatal dengan mengurangi morbiditas neonatal serta memperpanjang usia kehamilan tanpa membahayakan ibu. Perjalanan klinis preeklampsia berat sering ditandai dengan penurunan kondisi ibu dan janin yang progesif jika persalinan tidak disegerakan. Dalam kepentingan ibu hamil dan janinnya, persalinan direkomendasikan ketika usia kehamilan 34 minggu atau lebih. Selain itu, persalinan segera merupakan pilihan yang paling aman bagi ibu dan janinnya ketika terdapat bukti adanya edema paru, gagal ginjal, abruption

(12)

12 plasenta, trombositopenia berat, gejala serebral persisten, status kesejahteraan janin tidak terjamin atau kematian janin tanpa memandang usia kehamilan pada ibu hamil dengan preeklampsia berat yang usia kehamilannya kurang dari 34 minggu. Bagi ibu hamil dengan preeklampsia berat pada usia kehamilan 34 minggu atau lebih, dan dengan kondisi ibu-janin yang tidak stabil tanpa memandang usia kehamilan, direkomendasikan untuk dilakukan persalinan segera setelah stabilisasi ibu.3

Profilaksis Kejang

Profilaksis diberikan apabila sebelumnya ibu sudah terdiagnosis dengan preeklampsia. Sebagai profilaksis kejang, magnesium sulfat lebih efektif dibandingkan fenitoin, diazepam, atau nimodipin untuk ibu hamil dengan preeklampsia, sehingga dijadikan drug of choice dalam mencegah kejang intrapartum maupun post-partum. Dosis yang biasa digunakan adalah 4 gram dosis awal yang dimasukkan intravena, habis dalam 30 menit. Diikuti dengan dosis rumatan 6 gram habis dalam 8 jam, atau dapat digunakan dosis 1-2 gram/jam. Dosis rumatan ini diberikan hingga 24 jam setelah persalinan.3

Jika ada kesulitan akses secara intravena, magnesium sulfat dapat diinjeksikan secara intramuskuler dengan dosis awal 10 gram (masing-masing 5 gram di tiap bokong), diikuti pemberian 5 gram setiap 4 jam. Pemberian secara intramuskuler sebaiknya disertai dengan pemberian xylocain 2% 1 ml.3

Pemantauan yang perlu dilakukan pada pemberian magnesium sulfat adalah monitor output urin, frekuensi pernapasan, dan reflex tendon. Sebelum memilih untuk memberikan magnesium sulfat perlu pula disiapkan antidotum kalsium glukonas 10%, diberikan 10 ml habis dalam 3 menit.3

(13)

13 GAMBAR 3 PENATALAKSANAAN PREEKLAMPSIA3

(14)

14 GAMBAR 4 MANAJEMEN EKSPEKTATIF PREEKLAMPSIA3

(15)

15 GAMBAR 5 PENATALAKSANAAN PREEKLAMPSIA BERAT3

(16)

16 GAMBAR 6 MANAJEMEN EKSPEKTATIF3

5. Sistem Rujukan a. Tujuan

Tujuan dari manual rujukan khusus penyakit PEB ini adalah sebagai kendali mutu dan biaya terhadap pengobatan yang diberikan pada pasien dengan kondisi tersebut, sehingga mendapatkan pengobatan yang efektif dan efisien.

(17)

17 b. Kriteria Rujukan

Prinsip dalam pemberian terapi pada pasien pre-eklampsia adalah pengawasan tekanan darah setiap kali ibu hamil berkunjung untuk melakukan pemeriksaan antenatal. Berikut adalah guideline pengobatan Pre-eklamsia sesuai dengan PMK no 5 tahun 2014, mengenai panduan praktek klinis bagi dokter di faskes primer yang dikombinasikan dengan indikasi rujukan.

Kondisi dan Gejala Pengobatan Kriteria Rujukan

Preeklampsia

- TD ≥ 140/90 mmHg - Proteinuria ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ 1+

dipstik)

Pantau keadaan klinis ibu tiap kunjungan antenatal, TD, BB, TB, IMT, ukuran uterus dan gerakan janin. Banyak istirahat, susu & buah - Metildopa 250-500 mg 2 atau 3 kali perhari, max 3g/hari

- Nifedipin 10 mg diulang 15-30 menit, max 30 mg

- tidak diperlukan obat-obatan seperti diuretik maupun sedatif

RUJUKAN Tidak diperlukan sepanjang pasien tidak memiliki salah satu gejala dari Pre-Eklampsia

Berat

Preeklampsia Berat - TD > 160/110 mmHg - Proteinuria 500 gr/24 jam atau ≥ 2+ dipstik - Edema, pandangan kabur, nyeri di

epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, sianosis, adanya pertumbuhan janin yang terhambat

Pemberian MgSO4 dosis awal dgn cara ambil 4 mg MgSO4(10 ml MgSO4 40%) dan larutkan dalam 10 ml aquades. Berikan secara

perlahan IV selama 20 menit. Jika akses IV sulit berikan masing-masing 5 mg MgSO4 (12,5 ml larutan MgSO4 40%) IM di bokong kiri dan kanan.

RUJUKAN

Segera, dengan tujuan rumah sakit yang memiliki dokter

spesialis obstetri dan ginekologi setelah dilakukan

tatalaksana Pre-eklampsia berat

(18)

18 c. Tata Cara Pelaksanaan Rujukan Kasus PEB

Sebelum dirujuk pada fasilitas kesehatan lain, maka pasien haruslah memenuhi kriteria untuk dirujuk seperti yang tertera pada halaman sebelumnya, seperti memiliki salah satu gejala dari pre eklamsia berat, seperti Tekanan darah yang tinggi, Proteinuria 500 gr/24 jam atau ≥ 2+ dipstik maupun Edema, pandangan kabur, nyeri di epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, sianosis, adanya pertumbuhan janin yang terhambat.

Setelah kriteria terpenuhi maka petugas kesehatan di fasilitas primer harus mengisi formulir administrasi rujukan sebanyak 2 rangkap yang berisi :

1. Identitas jelas pasien beserta jaminan kesehatan yang digunakan serta tanggal rujukan

2. Mencantumkan Nama Rumah Sakit tujuan dan poliklinik yang dituju.

Rumah sakit tujuan untuk pasien PEB haruslah rumah sakit yang memiliki dokter spesialis kandungan dan anak serta memiliki layanan operasi sesar darurat serta ruang ICU dan NICU sehingga pasien yang tiba-tiba membutuhkan pertolongan dapat segera tertangani baik ibu maupun bayinya.

apabila kasus PEB ini ditemukan pada saat jam poliklinik (Hari dan pada Jam kerja) dan stabil maka pasien dirujuk ke poliklinik kebidanan, namun apabila ditemukan saat diluar jam kerja atau dalam kondisi tidak stabil maka pasien segera dirujuk ke UGD RS yang bersangkutan.

3. Hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang yang sudah dilakukan 4. Mencantumkan tindakan serta terapi sementara yang telah diberikan 5. Mencantumkan tanda tangan dokter yang merujuk

Pasien tidak perlu didampingi oleh tenaga medis apabila dirujuk ke poliklinik dengan kondisi stabil, namun kondisi pasien PEB ini tidak stabil, maka pasien wajib didampingi oleh tenaga medis dengan ambulan transport yang memadai, setelah sebelumnya dokter menghubungi pihak rumah sakit tujuan, untuk dipastikan pasien tersebut mendapatkan kamar.

(19)

19 Apabila rumah sakit tujuan penuh dan tidak memiliki ruang, maka dokter harus mencarikan rumah sakit alternatif lain yang dirasa mampu menangani kasus tersebut, tanpa memandang jaminan kesehatan yang digunakan.

Apabila setelah diusahakan dan tetap tidak mendapatkan ruang di 10 rumah sakit tujuan, maka dokter harus menjelaskan kepada seluruh keluarga yang datang untuk menandatangani surat pernyataan untuk dititipkan sementara di faskes primer tersebut meskipun fasilitas dan tenaga untuk melakukan pengawasan terbatas, sehingga saat terjadi kegawatan tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Setelah ditandatangani, Dokter dapat melanjutkan penanganan pada pasien lain yang mungkin sudah menunggu sembari sesekali mengecek kondisi pasien. Penting untuk diketahui adalah tidak boleh merujuk tanpa adanya konfirmasi ke rumah sakit tujuan.11,13

(20)

20 DAFTAR PUSAKA

1. The Trends of Maternal Mortality, 1999-2017. WHO.

2. Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia 2015. Budijanto D, Yudianto, Hardhana B, Soenardi TA, editors. Jakarta; 2016.

3. American College of Obstetricians and Gynecologist. Gestational Hypertension and Preeklampsia. ACOG Practice Bulletin: Vol. 133, No.1 January 2019.

4. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, Himpunan Kedokteran Feto Maternal. 2016. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran: Diagnosis dan Tatalaksana Preeklampsia.

5. Duckitt K, Harrington D. Risk factors for preeklampsia at antenatal booking:

systematic review of controlled studies. BMJ. 2005;330:549-50.

6. Rana, et.al. 2019. Preeklampsia: pathophysiology, challenges, and perspective.

Circulation Research: AHA, Volume 124, No.7.

7. Duley, et al. 2008. Antioxidants for preventing pre-eclampsia. Cochrane Systematic Review.

8. Cochrane Systematic Review. 2019. Vitamin D supplementation for women during pregnancy.

9. Liu, Cheng et al. 2018. Supplementation of folic acid in pregnancy and the risk of preeklampsia and gestational hypertension: a meta-analysis. Arch- Gynecol-Obstet, 298 (4).

10. Hofmeyr et al. 2018. Calcium supplementation during pregnancy for preventing blood pressure disorders and related problems. Cochrane Systematic Review.

11. WHO. 2011. WHO recommendation against salt restriction for the prevention of pre-eclampsia.

12. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan.

13. Utarini, Adi, dkk. Tata Cara Pelaksanaan Rujukan Kasus PEB. Mutu Pelayanan Kesehatan.

Referensi

Dokumen terkait

Perbandingan rerata kadar Klorida antara penderita Preeklampsia Berat/Eklampsia dengan kehamilan normal. DIAGNOSIS N Mean

Diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi spesifik yang disebabkan kehamilan disertai dengan gangguan sistem organ lainnya pada usia kehamilan diatas

volume plasma pada hamil normal terjadi pada umur kehamilan 32-34 minggu. Sebaliknya oleh sebab yang tidak jelas pada preeklampsia terjadi

Dari hasil penelitian yang dilakukan, perbedaan distribusi kejadian komplikasi luaran maternal dan perinatal antara kehamilan dengan preeklampsia pada ibu

Preeklampsia (toksemia gravidarum) adalah tekanan darah tinggi yang disertai dengan proteinuria (protein dalam air kemih) atau edema (penimbunan cairan), yang terjadi pada

Jika didapatkan komplikasi preeklampsia atau komplikasi kehamilan lainnya pada usia kehamilan &lt; 34 minggu, keputusan untuk melakukan penundaan terminasi demi

Penyakit hipertensi dalam kehamilan adalah komplikasi yang serius trimester kedua-ketiga dengan gejala klinis seperti: odema hipertensi ,proteinuria, kejang sampai

Keadaan preeklampsia berat dengan dan tanpa sindrom HELLP merupakan keadaan yang memerlukan penanganan yang serius, di tambah lagi dengan komplikasi lain yang memperberat