• Tidak ada hasil yang ditemukan

Refleksi Arsitektur: Visi Sosial dan Arsitektur Berkelanjutan

N/A
N/A
SHAHNAZ ALYA RASHIFA

Academic year: 2024

Membagikan "Refleksi Arsitektur: Visi Sosial dan Arsitektur Berkelanjutan"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Refleksi Arsitektur : Visi Sosial dan Arsitektur Berkelanjutan

Narasumber Webinar :

 Yu sing (Akanoma Studio)

 Effan Adhiwira (Eff Studio)

Narasumber Yu Sing menyatakan bahwa penduduk bumi mengalami pertambahan populasi dari tahun ke tahun. Hal tersebut juga yang membuat manusia terdorong untuk melakukan pembangunan untuk menunjang aktivitasnya. Tetapi dalam menghadapi

pertumbuhan penduduk ini, manusia sendiri seakan gagap dalam menghadapi pertumbuhan yang sangat cepat ini terhitung dari tahun 1950 sampai 2015 populasi manusia awalnya terhitung sebanyak 2,5 milyar hingga akhirnya menyentuh angka 7,3 milyar. Akibat dari pertumbuhan populasi ini pun alam menjadi korbannya. Terlihat dari pembangunan kota-kota yang semakin merusak alam sekitarnya. Dampak kerusakan alam menyebabkan bencana alam yang semakin banyak menerpa manusia.

Keadaan pandemi yang disebabkan oleh Virus Corona saat ini merupakan buah kita merusak bumi. Virus ini muncul akibat hewan yang merupakan inang dari virus, kehilangan habitat karena ulah manusia yang merusak alam. Pandemi Covid-19 saat ini sudah

seharusnya menjadi kesadaran holistik kepada manusia tentang bagaimana peradaban sudah sangat merusak bumi. Begitu juga dengan arsitektur yang terlalu berpusat pada dirinya sendiri juga pada keperluan manusia, sehingga menyingkirkan ruang-ruang hidup ekosistem makhluk hidup lain seperti tumbuhan dan hewan. Yang akhirnya peristiwa tersebut membuat manusia kesulitan menghadapinya. Pertumbuhan populasi manusia mengakibatkan

kepunahan pada hewan. Data menyatakan bahwa hanya 4% populasi mamalia yang liar, menyisakan manusia dan makanannya. Selain itu, populasi burung pun hanya 30% yang liar.

Berdasarkan data final energy consumption by sector and building energy mix tahun 2010, didapatkan data bahwa 35% energi dunia digunakan oleh bangunan, 31% digunakan oleh sektor industri, dan 30% digunakan pada sektor transportasi. Dan apakah valid jika mengasumsikan penggunaan energi-energi terbarukan seperti biomas, angin, dan matahari merupakan energi terbarukan yang bersih?. Pada kenyataannya sendiri, ternyata untuk

(2)

membuat biomass ini tetap bekerja maka harus memakai kayu alami yang berasal dari pohon sehingga memaksa produsen untuk menebang pohon untuk meningkatkan ketersediaan kayu pada keberlanjutan pembuatan biomass. Pembangkit energi matahari, angin, air, dan

geotermal juga menuntut penggunaan material-material tidak terbarukan yang sangat banyak dan sebagian material tersebut merupakan bahan tambang yang langka. Dalam

operasionalnya pun membutuhkan banyak sekali air, contohnya untuk membersihkan kaca solar cell. Ilmuwan pun memiliki solusi lain untuk menggunakan energi selain daripada energi terbarukan yakni energi nuklir. Perbandingan luas lahan yang diperlukan untuk pembangkit energi matahari 450 kali lipat lebih besar daripada energi nuklir. Juga material non terbarukan untuk membangun pembangkit nuklir juga jauh lebih kecil daripada yang lain, begitu pula sampah dan limbahnya.

Lalu dalam pembangunan di masyarakat, bagaimana peran arsitektur hijau?. Nilai sertifikasi bangunan hijau sendiri nyatanya hanya menghemat 30-45% konsumsi energi dan masih memberikan dampak negatif terhadap bumi. Ternyata arsitektur hijau tidak cukup untuk menahan peningkatan pemanasan global. Data lain juga menyatakan dengan Singapura yang mendapat index pencapaian tertinggi bangunan hijau pada urutan kedua dunia serta mendapat persentase terbanyak bangunan hijau pada urutan ketiga dunia pun masih

mengalami peningkatan suhu lebih tinggi dari rata-rata dunia. Mengapa hal ini dapat terjadi?

hal ini sendiri merupakan akibat dari efek pemanasan kota karena pembangunan gedung- gedung yang menggunakan AC.

Arsitektur tidak bisa menyelamatkan bumi, tetapi dapat berkontribusi pada pengurangan kerusakan bumi. Respon arsitektur terhadap kelestarian tidak bisa seragam.

Perlu dibedakan berdasarkan konteks kotanya seperti kota padat, pinggiran kota, dan

pedesaan. Mungkin harapan kita justru ada di masa lalu, ketika bumi belum serusak sekarang, ketika manusia masih sangat bergantung pada sumber daya alam (langsung). Contohnya pada arsitektur tradisional dan vernakular sebagai medium untuk menggali esensi kelestarian dengan terjadinya interdependensi yaitu hubungan saling bergantung. Dengan bergantung dengan alam, maka kecenderungan untuk menjaga alam pun akan semakin terdorong.

Perilaku yang terjadi di masyarakat yang menunjukkan interdependensi ini terlihat pada masyarakat marjinal di Batam yang hidupnya menjual arang ranting bakau. Dan mereka bergantung pada tanaman bakau tersebut, karena itu mereka hanya mengambil ranting- rantingnya saja agar pohon bakau tetap hidup dan ekosistem bakau dapat terjaga.

(3)

Dalam hal ini juga, kesederhanaan dan kealamian arsitektur menjadi penting untuk keberlangsungan pelestarian lingkungan. Semakin alami dan sederhana arsitekturnya, maka semakin kecil penggunaan energinya. Dan dengan terjadinya interdependensi dapat membuat manusia sadar untuk menjaga kelestarian sumber-sumber material alami.

Selain daripada pembahasan mengenai data-data lingkungan yang terjadi dan keterkaitan antara lingkungan dan arsitektur, penggunaan material lokal pada arsitektur pun dibahas pada webinar kali ini. Narasumber Effan Adhiwira kali ini membahas tentang material lokal berkelanjutan berupa bambu yang dapat diaplikasikan pada arsitektur berkelanjutan. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mensosialisasikan arsitektur berkelanjutan menurut narasumber. Hal yang pertama adalah melakukan inovasi seperti memakai material atau sistem yang tidak biasa dilakukan pada praktisi sebelumnya. Harus ada contoh yang nyata, juga merupakan hal yang dapat menjadi bukti keberadaan arsitektur berkelanjutan. Contoh nyata ini adalah sesuatu yang dapat dilihat serta diraba oleh

masyarakat. Jika masyarakat sudah dapat melihat dan meraba contoh nyata yang terwujud maka hal ini dapat membuat kepopuleran dan trend setter. Untuk melakukan sosialisasi arsitektur berkelanjutan ini tentunya diperlukan desain yang baik. Dan desain yang baik adalah desain yang memahami materialnya kemudian dikembangkan dengan karakternya.

Harapan dari sosialisasi ini masyarakat menjadi tercerahkan serta mendapat opsi dalam berarsitektur. Selain itu, masyarakat memiliki ketertarikan untuk mengetahui, mempelajari, dan mulai mencoba sehingga dengan terjadinya hal tersebut membuat terjadinya diskusi, pengembangan ide/konsep, dan strategi edukasi hingga akhirnya menciptakan produk baru atau inovasi. Dengan ini arsitektur berkelanjutan dapat menjadi opsi dalam kehidupan masyarakat.

(4)

Argumen Terhadap Topik Berkelanjutan Dalam Strategi Desain Berkelanjutan

Arsitektur berkelanjutan merupakan konsep arsitektur yang bertujuan untuk

meminimalisir adanya pengaruh negatif arsitektur yang dibangun terhadap lingkungan serta melakukan efisiensi penggunaan bahan bangunan, energi, dan ruang pembangunan. Dalam keberwujudan arsitektur berkelanjutan juga diperlukan strategi dalam desainnya. Beberapa strategi yang dapat dilakukan yaitu :

1. Strategi Energi

Energi merupakan sesuatu yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk melakukan kegiatannya sehari-hari. Energi ini sendiri terdapat energi terbarukan dan energi tidak terbarukan. Dalam penggunaan energi tidak terbarukan tentunya memiliki batas limit dalam penggunaannya. Tidak hanya keterbatasannya, energi tidak

terbarukan juga kurang ramah lingkungan.

Hampir 30 % dari total emisi karbon yang terkandung di atmosfer berasal dari sektor industri konstruksi. Tidak hanya itu, emisi gas CFC, penyebab utama bocornya lapisan ozon, juga sebagian besar berasal dari bangunan. Untuk itu diperlukan solusi lain agar energi tidak terbarukan dapat digunakan secara minimal dan tidak merusak lingkungan. Solusi paling tepat adalah dengan mengganti sumber energi fosil dengan sumber energi terbarukan yang minim emisi karbon seperti cahaya matahari, angin, dan sebagainya. Maka dari itu diharapkan ketika merancang, harus memikirkan bagaimana bangunan dapat memanfaatkan sumber energi terbarukan saat bangunan digunakan. Contohnya saja bangunan harus memiliki bukaan baik agar penghuni dapat menghindari adanya penggunaan AC dalam ruangan.

2. Pertimbangan penggunaan material

Distribusi bahan bangunan dengan kendaraan bermotor turut menyumbangkan emisi karbon dalam jumlah besar, hal inilah yang menyebabkan hampir 30 % total emisi karbon berasal dari sektor bangunan. Perawatan (maintenance) bangunan juga membutuhkan energi dan material, walau dalam jumlah tidak sebanyak proses konstruksi. Industri konstruksi di Inggris bertanggung jawab atas 70 % limbah bahan bangunan bekas renovasi, penggusuran atau penghancuran yang dibuang begitu saja tanpa pengolahan lebih lanjut padahal limbah bahan bangunan mengandung banyak racun yang dapat meresap ke dalam kandungan air tanah dan udara. Dengan melihat peristiwa tersebut, untuk menjaga lingkungan yang ada, kita dapat

mempertimbangkan pemakaian material bangunan yang akan kita pakai ke depannya.

Menggunakan bambu sebagai material utama pada bangunan dapat menjadi salah satu solusi dari permasalahan lingkungan tersebut.

3. Pengelolaan Air

Air tentunya sudah menjadi sesuatu yang penting dalam keperluan manusia.

Tetapi seiring dengan peningkatan populasi manusia yang ada di bumi juga terjadi peningkatan pemakaian air. Di saat itu pula, sumber pemasok air dapat mengalami pengurangan. Kondisi juga diperparah dengan terjadinya peningkatan suhu bumi dan

(5)

perubahan iklim. Ancaman terhadap ketersediaan sumber air bersih dapat disebabkan oleh polusi air akibat pengolahan dan pembuangan limbah yang tidak tepat, baik cair maupun padat, ke sumber air bersih. Polusi air merupakan dampak langsung aktivitas pemenuhan kebutuhan dan peningkatan populasi manusia; urbanisasi, lahan yang terkontaminasi, buangan kotoran, dan penggunaan bahan kimia dalam kegiatan sehari-hari. Oleh karena itu, dalam desain kita sudah sepantasnya dapat mengelola penyebab polusi air yang disebabkan penghuni nantinya. Dengan perencanaan pembuangan air kotor serta pembuangan kotoran dengan tepat diharapkan dapat meminimalisir dampak negatif yang disebabkan oleh kegiatan yang dilakukan penghuni.

Referensi

Dokumen terkait