RELOKASI PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) TAMAN INTIRUB YANG BERPUSAT DI KELURAHAN HALIM P.
Andika Bayu Wicaksana1, Viddy Septyani2, Hendri Kuswoyo3 Magister Manajemen Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma1, 2, 3
Email: [email protected]2
ABSTRAK
Keberadaan PKL harus ditata dan dikelola. Salah satu upaya yang paling populer adalah dengan melakukan evaluasi kebijakan relokasi PKL. Akan tetapi pada prakteknya, kebijakan tersebut sering menuai penolakan darI PKL itu sendiri. Hal yang sama terjadi di pedagang kaki lima (PKL) di wilayah Halim Perdana Kusuma Jakarta Timur yang mana akan direlokasi ke dalam taman agar dapat menciptakan tata kehidupan yang aman, nyaman dan indah. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses kebijakan relokasi PKL di lingkungan Halim Perdana Kusuma ke dalam taman dengan Teknik penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kualitatif, pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, dan observasi.
Hasil penelitian evaluasi dimulai dari penilaian proses pelaksanaan yaitu proses sosialisasi, penataan, penertiban dan terakhir pembinaan. Mengetahui faktor faktor yang menghambat yaitu Perawatan dan pengelolaan sentra kuliner yang kurang, Sarana dan prasarana relokasi masih belum memadai. Berdasarkan hasil penelitian maka Pemerintah Kota Jakarta Timur diharapkan melakukan pembinaan dan pemberdayaan secara rutin, mengadakan forum diskusi antara pedagang kaki lima (PKL) dan mencari solusi bersama agar dapat dimanfaatkan dan dikelola lebih baik lagi.
Kata kunci: Kebijakan, Relokasi, Pedagang kaki Lima.
ABSTRACT
The existence of street vendors must be organized and managed. One of the most popular efforts is to evaluate the street vendors' relocation policy. However, in practice, these policies often reap resistance from the street vendors themselves.
The same thing happened to street vendors (PKL) in the Halim Perdana Kusuma area, East Jakarta, which will be relocated to parks so they can create a safe, comfortable and beautiful living system. This study aims to describe the policy process for relocating street vendors in the Halim Perdana Kusuma environment to a park. This research technique uses descriptive qualitative analysis, data collection is carried out through interviews and observation. The results of the evaluation research started from the assessment of the implementation process, namely the process of socialization, arrangement, control and finally coaching. Knowing the inhibiting factors, namely maintenance and management of culinary centers that are lacking, relocation facilities and infrastructure are still inadequate. Based on the results of the research, the City Government of East Jakarta is expected to carry out coaching and empowerment on a regular basis, hold discussion forums between street vendors (PKL) and find solutions together so that they can be utilized and managed even better.
Keywords: Policy, Relocation, Street Vendors.
PENDAHULUAN
Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, selalu melakukan pembangunan di segala bidang termasuk bidang fisik untuk peningkatan sarana dan prasarana yang ada pada saat ini. Bidang-bidang lain yang masih sangat memerlukan peningkatan diantaranya adalah transpotasi dan peningkatan pembangunan ekonomi. Semua kegiatan pembangunan tersebut merupakan aktivitas manusia yang ditujukan untuk peningkatan kesejahteraan manusia. Pembangunan Nasional yang berlangsung saat ini memasuki era baru yaitu demokrasi, otonomi daerah serta globalisasi. Hal tersebut memberi konsekuensi terhadap perkembangan wilayah perkotaan yang ada pada tiap-tiap daerah terutama pada ruang perkotaan yang tercipta sangat beragam. Pengembangan suatu wilayah perkotaan mengindikasikan bahwa kawasan perkotaan merupakan konsentrasi pemukiman dengan segala kebutuhan penunjangnya bagi pembangunan sumber daya manusia dan kualitas kehidupan. Penataan ruang
Umumnya terdapat dua sektor ekonomi di Indonesia, yaitu sektor formal dan sektor informal. Sektor ekonomi formal adalah sektor yang memiliki ijin usaha dan terdaftar di lembaga pemerintahan, sedangkan sektor ekonomi informal adalah sektor yang tidak memiliki ijin dan tidak terdaftar di lembaga pemerintahan. Sektor ekonomi informal dalam masyarakat di Indonesia sangat berkembang. Sektor tersebut dibangun berdasarkan struktur masyarakat atau organisasi dan bersifat mandiri.
Sektor usaha informal merupakan bentuk usaha yang paling banyak kita temukan di masyarakat. Selain itu kegiatan informal adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan secara tradisional oleh organisasi bertingkat rendah maupun tidak memiliki struktur, tidak terdapat akun transaksi (transaction accounts) dan ketika terdapat relasi kerja biasanya bersifat musiman, pertemanan atau relasi personal, ketimbang berbasis perjanjian kontrak, BPS dalam Suahasil Nazara, (2010: 11).
Bentuk usaha sektor informal banyak dilakukkan oleh masyarakat yang tidak berpendidikan, bermodal kecil, dilakukkan oleh masyarakat golongan bawah dan tidak mempunyai tempat usaha yang tetap. Sektor usaha informal terbuka bagi siapa saja dan sangat mudah mendirikannya, sehingga jumlahnya tidak dapat di hitung, dengan banyaknya usaha ini berarti akan menyerap tenaga kerja dan mengurangi pengangguran.
Sebagai salah satu contoh sektor informal adalah pedagang kaki lima.
Pedagang kaki lima (PKL) adalah kegiatan keuangan rakyat, yang dapat digunakan untuk berkonsultasi dengan orang (pedagang) yang berjualan barang ataupun makanan di emperan toko, trotoar dengan menggunakan alat dagang lapak ataupun gerobak beroda. PKL Umumnya bermodal kecil terkadang hanya merupakan alat bagi pemilik modal dengan mendapatkan sekedar komisi sebagai imbalan atau jerih payahnya (Purwanti, 2012). PKL adalah suatu bentuk kegiatan ekonomi di dalam sektor kasual yang didefinisikan karena sektor ekonomi yang mengambil lokasi di luar kebijakan dan kebijakan yang mengatur sektor formal (Agustino, 2016) .
Sebenarnya, kegiatan ekonomi informal semacam ini dianggap sebagai kantung penyelamat selama masa krisis ekonomi dan PKL juga merupakan bagian penting dalam sistem perekonomian kota karena terbukti mampu memberikan dukungan kepada masyarakat luas, terutama kelompok miskin melalui penyediaan produk-produk murah dan terjangkau. Beragamnya masyarakat yang memilih menjadi PKL juga disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain masalah keuangan, keterbatasan lapangan pekerjaan dan urbanisasi (Kartini, 2010). Demikian pula karena rentannya pengawasan dan perencanaan tata ruang kota yang menggeser efisiensi lahan (pertanian) untuk peningkatan produksi. Itulah sebabnya beberapa orang memilih bekerja sebagai pedagang (Effendy, 2015).
Namun, keberadaan PKL juga menjadi pertimbangan untuk mengganggu pengunjung karena mungkin berada di pinggir jalan atau trotoar (Rahmi, 2013). Sampai saat ini konflik PKL di Indonesia terkait penataan ruang kota maupun kebijakan-kebijakan pemerintah daerah untuk menertibkan PKL, masih tetap menjadi isu nasional yang belum terselesaikan secara baik. Munculnya konflik antar PKL dengan berbagai stakeholder yang berada di sekitar lokasi maupun dengan pemerintah bukanlah hal baru bagi Indonesia (Mustafa, 2008).
PKL adalah sektor informal yang hampir dapat ditemukan di setiap sudut kota besar. Seperti halnya di DKI Jakarta, PKL beberapa tahun belakangan ini menjadi salah satu isu penting dalam penataan kota. Menurut Dinas Koperasi UMKM dan Perdagangan DKI Jakarta, pada tahun 2018 terdapat 170.000 PKL baik yang terdaftar maupun tidak.
Tidak menutup kemungkinan, jumlah PKL sesungguhnya melebihi angka yang dirilis oleh pemerintah tersebut yang mana ini menunjukan bahwa keinginan berwirausaha warga DKI Jakarta makin meningkat dari tahun ke tahun. PKL rata-rata menempati ruang publik yang, berdasarkan peraturan, tidak difungsikan untuk berjualan seperti di trotoar, badan jalan, pinggir rel kereta maupun di jembatan penyebrangan.
Kebijakan dalam penataan PKL sudah diatur sejak tahun 1978 oleh Pemprov DKI Jakarta. Pada masa itu sudah mulai banyak pedagang yang memanfaatkan bagian jalan/trotoar untuk tempat usaha. Maka, pada masa kepemimpinan Gubernur Tjokropranolo, ditetapkan Perda No 5 Tahun 1978 tentang Pengaturan Tempat dan Usaha serta Pembinaan Pedagang Kaki Lima dalam Wilayah Daerah Khusus Ibu Kota.
Melalui perda ini, Gubernur memiliki kewenangan untuk menentukan tempat yang diperbolehkan untuk berjualan. Sebelumnya, PKL harus mendapatkan izin terlebih dahulu untuk bisa berjualan. PKL yang sudah mengantongi izin ini dilarang untuk membuat bangunan permanen di lokasi berjualan.
Menurut Perda No 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, PKL dilarang berjualan di tempat-tempat untuk kepentingan umum, seperti jalan, trotoar, halte dan jembatan penyebrangan kecuali tempat tersebut sudah ditetapkan oleh Gubernur boleh untuk berjualan. Namun faktanya, mekanisme pasar yang bekerja, dalam hal ini pola demand-supply menjadikan ruang-ruang seperti trotoar menjadi ruang ekonomi untuk PKL. Menjadi tantangan bagi Pemda DKI Jakarta untuk mengatur pemanfaatan ruang yang bisa juga memenuhi kebutuhan PKL, sebagai sumber ekonomi. Dalam Perda No 2 Tahun 2002 tentang Perpasaran Swasta, diatur bahwa setiap usaha perpasaran swasta seperti misalnya swalayan, pusat pertokoan diwajibkan menyediakan ruang bagi usaha kecil dan PKL. Aturan ini dikenakan untuk usaha perpasaran swasta dengan luas bangunan 200-500 m2 dan lebih dari 500 m2. Penyediaan ruang untuk berjualan ini tidak dapat dikonversi ke dalam bentuk lain. Pedagang yang akan menempatinya diprioritaskan bagi pedagang yang sudah berjualan di sekitar lokasi tersebut.
Salah satu upaya penegakan penertiban PKL adalah dengan mengevaluasi cakupan relokasi atau penempatan yang sesuai, sehingga dapat menempati lahan-lahan yang menjadi target perencanaan tata ruang kota, yang terdiri dari relokasi yang dilakukan ke pedagang kaki lima (PKL) di Intirub ke dalam taman, yang didukung dengan berbagai fasilitas yang ada saat ini, antara lain lahan parkir yang luas, toilet, air dan jalan yang sesuai. Karena itu, pemerintah kota berharap selain diarahkan untuk mengelola transportasi jalan, juga menjadi tempat yang mampu menawarkan kenyamanan bagi pedagang dan pelanggan dalam membeli dan mempromosikan barang dagangannya.
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.
Melalui metode kualitatif, peneliti dapat mengeksplorasi dan memahami makna dari
partisipan maupun fenomena-fenomena sosial kemudian mengumpulkan data dan informasi yang spesifik mengenai program relokasi PKL di Kelurahan Kelurahan Halim Perdanakusuma. Adapun dalam mengembangkan dan menggambarkan penelitian, peneliti menggunakan .pendekatan penelitian deskriptif. Penelitian ini dilaksanakan di kelurahan Kelurahan Halim Perdanakusuma, khususnya di lokasi yang menjadi zona merah yang banyak ditempati PKL yaitu di Jln. Komodor Halim, Jln. Inturub Raya dan Jln.
Intirub Utara serta dua Gedung PKL yang terletak di Jln. Cassa dan Jln. Skadron.
Pemilihan lokasi tersebut sebagai lokasi penelitian yaitu karena isu mengenai PKL dan dua Gedung relokasi yang terbengkalai, dan terbukti dengan semakin menjamurnya PKL di area zona merah. Teknik pengambilan sumber data yang ditentukan secara purposive, dengan informan kunci yaitu Koordinator PKL UPT Disperindag ESDM, madya Jakarta Timur. Secara lebih rinci informan penelitian dapat dilihat pada tabel berikut:
No Informasi Jumlah
orang 1 Koordinator PKL UPT Disperindag dan Energi Sumber Daya
Mineral (ESDM) wilayah ,madya Jakarta Timur, Kelurahan Halim P (key informan)
1
2 Kabid Perdagangan Dinas Perindustrian dan Perdagan- gan
,madya Jaktim, subbag PenWil Kelurahan Halim Perdanakusuma
1
3 Ketua Lembaga Pedagang Kaki Lima (LPKLH) 1
4 Satpol PP 1
5 Pedagang Kaki Lima di Kelurahan Halim Perdanakusuma yang berjualan di area zona merah
4
6 Masyarakat sebagai konsumen PKL 4
TOTAL 12
Tabel 1. Informasi Penelitian
Teknik pengumpulan data penelitian ini dilakukan melalui observasi secara langsung ke lapangan tepatnya di tempat-tempat yang menjadi titik PKL menjajakan dagangannya di zona merah sekitar Kelurahan Halim P. Lalu wawancara dengan pertanyaan- pertanyaan yang terbuka mengenai program relokasi PKL. Serta studi dokumentasi melalui dokumen-dokumen penting, catatan harian, peraturan, kebijakan dan sebagainya yaitu dengan cara menganalisis dan mengkaji data-data secara mendalam mengenai program relokasi PKL di Kelurahan Halim P. Sementara tehnik analisis data dalam penelitian ini terdiri dari tiga tahapan yaitu Data reduction (Reduksi Data), Data Display (Penyajian Data) dan Conclusion Drawing/Verification.
HASIL
1.
Evaluasi Kebijakan Program Relokasi PKL di Kelurahan Kelurahan Halim P.Keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kelurahan Halim P sama halnya seperti di wilayah lain yaitu muncul dikarenakan kurangnya lapangan pekerjaan. Berdasarkan data yang tercatat di Dinas Perindustrian Perdagangan dan Energi Sumber Daya Mineral (Disperindag ESDM) Kelurahan Halim P, jumlah PKL di kawasan pusat Kelurahan Halim P , saat ini berkembang pesat mencapai angka 205 PKL pada tahun 2017-2019 khususnya yang berada di Kelurahan Halim P,. Berikut tabel jumlah PKL Kelurahan Halim P , dari tahun 2017-2019:
No Uraian Jumlah
1 Taman keluarahan Halim ( INTIRUB) 57
2 Taman Skadron Halim.P 53
3 Celilitan 95
TOTAL 205
Tabel 2. Jumlah PKL sekitar taman Intirub Kelurahan Halim PK Tahun 2017-2019 Sumber: Dinas Perindustrian Perdagangan dan ESDM Kelurahan Halim P, 2017-2019
PKL tersebut diatas terbagi menjadi tiga kelompok yaitu: 1) Umum, 2) Makanan dan 3) Buah-buahan. Pertumbuhan jumlah PKL di , Kelurahan Halim P khususnya di pusat Kelurahan Halim P dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Hal tersebut dapat terlihat dari kondisi zona merah atau area yang dilarang oleh Pemerintah , Kelurahan Halim P yakni Jalan Cassa, Jalan Skadron, Jalan Inturub Raya dan sebagainya bahwa terdapat banyak PKL yang menjamur dan menjajakan dagangannya hingga mereka menimbulkan permasalahan seperti mengurangi keindahan suatu , dengan memasang tenda-tenda biru di atas trotoar yang dikhususkan untuk pejalan kaki sehingga membuat bahu jalan menyempit. Menjamurnya PKL yaitu dikarenakan tingginya jumlah masyarakat Kelurahan Halim P yang memilih menjadi seorang PKL.
Latar belakang masyarakat di luar Kelurahan Halim P menjadi PK , yaitu karena faktor ekonomi. Para PKL harus memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, kebanyakan dari mereka justru bukan berasal dari wilayah Halim P. Angka pengangguran yang tinggi dikarenakan ketersediaan lapangan pekerjaan dan sebagian dari mereka yang memiliki latar belakang pendidikan yang rendah sehingga dapat mempersulit untuk mendapatkan pekerjaan. Masyarakat harus memiliki tingkat kecakapan tinggi untuk mendapat perkerjaan. baik dari sisi pendidikan maupun kemampuan, sedangkan masyarakat masih banyak yang belum mumpuni dalam hal tersebut. Menjadi PKL, dirasa tidak harus memiliki keahlian khusus dan tidak harus memiliki modal besar, modal yang relatif kecil dan keinginan untuk berdagang saja sudah cukup untuk menjadi PKL selain bisa menghasilkan uang untuk pemenuhan kehidupan sehari-hari. Hal tersebut yang menjadikan faktor atau penyebab utama mereka terjun menjadi PKL.
Disamping itu penyediaan lapangan pekerjaan juga menjadi hambatan, bisa jadi saat ini banyak masyarakat yang tingkat pendidikannya cukup tinggi namun tidak berhasil dalam persaingan mendapatkan pekerjaan, selain karena lapangan pekerjaan yang masih sedikit sehingga pemerintah juga harus lebih berupaya membuka lapangan pekerjaan atau memfasilitasi peningkatan kualitas usaha kreatif bagi masyarakat yang berminat berwirausaha. Faktor ketenangan berjualan juga menjadi alasan kenyamanan sehingga PKL tidak harus berkeliling dan berpindah-pindah ke berbagai tempat untuk berjualan serta tidak harus menyewa sebuah ruko untuk berjualan merupakan salah satu alasan menjadi PKL, intinya PKL tidak memerlukan modal yang begitu besar.
Ketenangan berjualan PKL ini menjadi pertanyaan, zona merah jelas-jelas menjadi tempat yang dilarang bagi PKL namun PKL merasa tenang berjualan di sana, padahal saat ini sering diadakan relokasi atau revitalisasi oleh Satpol PP yang menertibkan keberadaan PKL di zona merah. Namun meski upaya Satpol PP dalam merevitalisasi selalu dilaksanakan, PKL juga sama saja karena selalu kembali lagi ke zona merah meskipun sudah berkali-kali dibubarkan. Hal tersebut terjadi karena taman Intirub yang berlokasi di pusat Kelurahan Halim P, merupakan lokasi zona merah yang banyak ditempati oleh para PKL karena salah satu alasannya yaitu strategis dan dekat dengan pusat keramaian juga area tersebut sebagai etalase , Kelurahan Halim P. Mulai dari supermarket, sekolah, semua jalur angkutan umum terpusat disana. Dengan
berbagai macam permasalahan yang timbul akibat menjamurnya PKL di Kelurahan Halim P, maka Pemerintah, Lurah Halim P mengeluarkan kebijakan untuk mengatasi permasalahan dengan cara merelokasi PKL.
Suatu kebijakan yang telah diimplementasikan haruslah dilakukan pengevaluasian agar hasil dari kebijakan tersebut dapat dilihat dan dinilai seberapa jauh kebijakan yang sudah berjalan juga mengetahui berhasil atau tidaknya kebijakan tersebut. Di sini peneliti menggunakan teori dari Suchman (dalam Santosa, 2012:44) yang menggambarkan langkah-langkah evaluasi kebijakan yaitu :
1. Mengidentifikasi tujuan-tujuan program yang akan dievaluasi.
2.
Analisis terhadap masalah.3.
Deskripsi dan standarisasi kegiatan.4.
Pengukuran terhadap tingkatan perubahan yang terjadi.5.
Menentukan apakah langkah perubahan yang diamati merupakah akibat dari kegiatan tersebut atau karena penyebab lain.6.
Beberapa indikator untuk menentukan keberadaan suatu dampak.Dari langkah-langkah evaluasi kebijakan tersebut akan peneliti uraikan dan jabarkan wawancara berdasarkan teori dengan para informan yang terkait sebagai berikut:
a.
Mengidentifikasi tujuan-tujuan program yang akan dievaluasi Perencanaan yang matang dengan menetapkan sebuah tujuan yang akan dicapai melalui suatu program merupakan suatu hal yang sangat penting untuk menentukan efesiensi dan efektifitas program dan SDM dalam mencapai keberhasilan suatu tujuan yang telah ditetapkan. Peningkatan jumlah PKL di , Kelurahan Halim P telah berdampak pada terganggunya kelancaran lalu lintas, estetika, kesehatan lingkungan dan kebersihan serta fungsi prasarana kawasan per,an dan pejalan kaki yang merasa terganggu saat berjalan di trotoar. Agar fungsi-fungsi tersebut kembali sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan dengan tetap memperhatikan kepentingan umum, sosial, ekonomi, keamanan dan ketertiban, maka perlu dilakukan penertiban dan penataan lokasi PKL yang tidak sesuai peruntukannya. Tujuan program relokasi PKL adalah untuk menciptakan tata kehidupan Kelurahan Halim P yang aman, nyaman dan indah. Tujuan tersebut telah dicantumkan dalam Peraturan Daerah, Pemkot Jaktim Nomor 12 Tahun 2015 tentang Ketertiban, Kebersihan, dan Keindahan serta untuk penataan , disisi lain supaya lebih PKL tertata baik dari segi bentuk bangunan dan sarana perdagangan.b.
Analisis terhadap masalah PKL yang sudah dipindahkan ke Gedung PKL 1 dan 2 kembali lagi ke zona merah yaitu Jalan Cassa, Jalan Intirub dan Jalan Skadron serta jumlah PKL yang semakin meningkat. Peningkatan jumlah PKL di Kelurahan Halim P telah berdampak pada terganggunya kelancaran lalu lintas seperti kemacetan, terganggunya estetika, kesehatan lingkungan dan kebersihan serta banyak PKL yang semakin berdesakan menjajakan dagangannya secara sembarang serta mendirikan tenda-tenda semi permanen yang membuat Pusat Kelurahan Halim P, terlihat kumuh, fungsi prasarana kawasan peran atau fasilitas umum seperti trotoar atau bahu jalan yang semakin menyempit membuat pejalan kaki merasa terganggu saat berjalan. Selain itu masyarakat yang berbelanja pada PKL juga menambah kesemrawutan karena mereka biasanya memarkirkan kendaraan di pinggir jalan sehingga menambah kemacetan di pusat,. KemudianGedung PKL yang dijadikan tempat untuk relokasi PKL kini kondisinya kosong terbengkalai.
c.
Deskripsi dan standarisasi kegiatan Dengan timbulnya permasalahan permasalahan yang disebabkan oleh keberadaan PKL maka Pemerintah, dalam hal ini Kelurahan Halim P berupaya untuk menata PKL, menjadikan fokus penataan PKL yang harus diselesaikan demi kenyamanan semua masyarakat Kelurahan Halim P juga untuk menciptakan Kelurahan Halim P yang aman, nyaman dan indah. Dengan dikeluarkannya Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2014 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Kelurahan Halim P Tahun 2014-2019, dimana dari peraturan tersebut dipaparkan mengenai visi, misi serta program yang akan direalisasikan oleh Bupati Kelurahan Halim P salah satunya yaitu peningkatan penataan perdesaan, bangunan gedung dan kualitas lingkungan permukiman dan perumahan tentang arah kebijakan yaitu penataan wilayah (PKL). Serta Peraturan Daerah , Kota Jakarta Timur P Nomor 12 Tahun 2015 tentang Ketertiban, Kebersihan, dan Keindahan. Upaya penataan dan penertiban PKL yang dilakukan oleh Pemerintah, Kelurahan Halim P yaitu dengan cara memindahkan atau merelokasi PKL. Upaya penataan PKL yang dilaksanakan oleh Kelurahan Halim P dengan cara merelokasi atau memindahkan PKL terutama yang berada di zona merah ke tempat yang telah disediakan dan dibangun oleh Kelurahan Halim P. Adapun tahapan-tahapan relokasi yaitu diantaranya terdiri dari sosialisasi, pengundian serta penempatan. Sebelum melakukan sosialiasi mengenai relokasi PKL, terlebih dahulu Lurah Halim P membentuk tim yang berdasarkan dengan Keputusan Walikota Jaktim Nomor 511.23/Kep.790- Admrek/2014 tentang Pembentukan Tim Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima Di Kelurahan Halim P. Kedua tim tersebut terdiri dari berbagai lapisan aparatur Pemerintah Daerah dan juga struktur organisasi dan tugas pokok masing masing tim sudah tertera dalam peraturan tersebut. Setelah tim terbentuk, lalu tim melakukan sosialisasi secara langsung mengenai program penataan atau relokasi PKL, teknisnya yaitu semua PKL terutama yang berada di zona merah diundang oleh tim untuk menerima pengarahan dan pembinaan mengenai relokasi serta mengundang pemerintah daerah setempat seperti Camat, Koramil, Polsek, LPKLH, Kelurahan Halim PK yang bertempat di Gedung PKL 1. Selanjutnya adalah ketika sosialisasi telah selesai kemudian pengundian kupon dilakukan oleh semua PKL. Pengundian ditentukan seperti arisan yaitu di kocok kemudian setelah itu akan ada kesepakatan untuk penomoran hasil dari pengundian. Untuk pengundian dilakukan di Kecamatan Kelurahan Halim P, yang mengatur adalah perwakilan PKL yaitu LPKLH karena yang lebih dekat dengan pedagang, diwakili dengan pembagian-pembagian sesuai daerah atau yang mau menempati agar tercipta keadilan, Lembaga Pedagang Kaki Lima Kelurahan Halim P (LPKLH) adalah sebuah wadah untuk para PKL Kelurahan Halim P agar dapat menyalurkan aspirasinya kepada Pemerintah, Kelurahan Halim P. Disperindag sebagai pencatat, setelah itu di BAP kan dengan pengundian di hadapan Polsek, kecamatan, Kelurahan Halim P. Setelah PKL memegang nomor undian barulah mereka melakukan pemindahan untuk menempati Gedung PKL 1 dan 2 sesuai dengan urutan nomor yang didapat. Gedung PKL yang dibangun pada tahun 2014- 2015 oleh Pemerintah Kelurahan Halim P bernama Gedung PKL Intirub Kelurahan Halim P yang terdiri dari dua gedung. Pembangunan kedua gedung tersebut menghabiskan total dana sebesar Rp. 800 juta. Gedung tersebut dianggap strategis oleh pemerintah karena dekat juga dengan lokasi para PKL sebelumdipindahkan. Gedung PKL 1 dan 2 sudah terisi oleh para PKL dan pada saat itu zona merah yang berada di pusat Kelurahan Halim P, sudah bersih dengan para PKL yang menjajakan daganganya di trotoar, jalan lalu lintas lancar dan para pengguna jalan kaki menggunakan haknya tanpa ada gangguan apapun.
Berselang waktu beberapa bulan, para PKL kembali lagi ke zona merah tersebut dan semakin bertambah banyak jumlahnya. Pemerintah pun menanggapi hal tersebut serta banyak sekali upaya yang dilakukan terhadap para PKL yang kembali lagi ke zona merah.
d.
Pengukuran terhadap tingkatan perubahan yang terjadi Upaya yang dilakukan Pemerintah Kelurahan Halim P untuk mempromosikan Gedung PKL Intirub dengan tujuan mengenalkan kepada seluruh masyarakat Kelurahan Halim P bahwa disana terdapat Gedung PKL dan menarik masyarakat agar bisa berbelanja dengan nyama. Adapun upaya tersebut yaitu :
Membagikan kupon atau voucher berbelanja kepada masyarakat
Mengadakan festival keagamaan
Mengadakan pertunjukan pencak silat Kelurahan Halim P.e.
Menentukan apakah langkah perubahan yang diamati merupakan akibat dari kegiatan tersebut atau karena penyebab lain. Dengan dilaksanakannya relokasi PKL ke Gedung PKL Intirub membuat perubahan yang terjadi ternyata tidak seperti apa yang diharapkan oleh Pemerintah Kelurahan Halim P dan masyarakat sekitar.Perwujudan daerah yang aman, nyaman dan indah sudah jauh dari harapan.
Berbagai upaya yang telah diterapkan dianggap masih belum mencapai hasil yang optimal. Para PKL yang direlokasi kembali lagi ke zona merah dan kini kondisi pusat Kelurahan Halim P, semakin semrawut dan terkesan kumuh.
2.
Faktor-faktor yang Menjadi Penghambat dalam Merelokasi PKL di Kelurahan Halim P.Berdasarkan hasil dari penelitian, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi relokasi sehingga tidak berjalan dengan lancar. Faktor-faktor tersebut antara lain yatu:
a)
Kurang begitu laku dan sepi pembeli. Mindset warga takut rugi, jadi kalau tidak berjualan di sana barang dagangan tidak akan laku.b)
Infrastruktur yang tersedia tidak memungkinkan untuk dilakukan pelebaran jalan/trotoar maka memang tidak ada space untuk PKL sehingga kehadiran PKL mengganggu ketertiban pejalan kaki.c)
Mindset Petugas: Seringkali mengalami titik jenuh akan tugas menertibkan dan kenakalan PKL yang terus kembali ke zona merah.d)
Sarana dan prasarana relokasi masih belum memadai dan belum memfasilitasi semuia PKL yang ada di Kelurahan Halim P.e)
Kurangnya sinergitas antara Satpol PP, PUPR, Stakeholder, dll.f)
Warga masih senang bertransaksi di PKL sehingga memperkuat PKL untuk kembali ke zona merah, enggan berpindah ke tempat relokasi.g)
PKL tidak setuju dengan program relokasi.h)
Sosialisasi yang dilakukan hanya sosialisasi terkait pemindahan ke Gedung PKL saja bukan mengenai perencanaan pembangunan Gedung PKL. Untuk pembinaan PKL pun, pemerintah kurang gencar melakukannya.KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan, maka peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa Kebijakan Program Relokasi PKL di Kelurahan Halim P. dapat dikatakan belum efektif dikarenakan belum mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan program relokasi PKL adalah untuk menciptakan tata kehidupan yang aman, nyaman dan indah. Setelah sempat pindah berjualan di gedung relokasi dalam beberapa waktu yg singkat, PKL malah kembali berjualan pada zona merah bahkan jumlah PKL semakin meningkat. Hal ini berdampak pada terganggunya kelancaran lalu lintas, estetika, kesehatan lingkungan dan kebersihan serta fungsi prasarana di kawasan perkotaan seperti trotoar atau bahu jalan yang semakin menyempit sehingga membuat pejalan kaki merasa terganggu saat berjalan. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi hal tersebut, tetapi tetap saja PKL kembali lagi ke zona merah. Adapun yang menjadi penyebab kembalinya PKL ke zona merah atau penghambat relokasi adalah ketidak setujuan PKL terhadap kebijakan program relokasi ini dan kurang begitu laku dan sepi pembeli yang mengakibatkan penurunan pendapatan PKL secara dratis. Dengan kata lain program relokasi tidak sesuai dengan target pasar mereka. Upaya penataan dan penertiban PKL yang dilakukan oleh Pemerintah Kelurahan Halim P yaitu dengan cara memindahkan atau merelokasi PKL. Upaya penataan PKL yang dilaksanakan oleh Kelurahan Halim P dengan cara merelokasi atau memindahkan PKL terutama yang berada di zona merah ke tempat yang telah disediakan dan dibangun oleh Kelurahan Halim P. Adapun tahapan-tahapan relokasi yaitu diantaranya terdiri dari sosialisasi, pengundian serta penempatan. Sebelum melakukan sosialiasi mengenai relokasi PKL, terlebih dahulu Lurah Halim P membentuk tim yang berdasarkan dengan Keputusan Walikota Jaktim Nomor 511.23/Kep.790-Admrek/2014 tentang Pembentukan Tim Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima Di Kelurahan Halim P. Kedua tim tersebut terdiri dari berbagai lapisan aparatur Pemerintah Daerah dan juga struktur organisasi dan tugas pokok masing masing tim sudah tertera dalam peraturan tersebut.
Setelah tim terbentuk, lalu tim melakukan sosialisasi secara langsung mengenai program penataan atau relokasi PKL, teknisnya yaitu semua PKL terutama yang berada di zona merah diundang oleh tim untuk menerima pengarahan dan pembinaan mengenai relokasi serta mengundang pemerintah daerah setempat seperti Camat, Danlanud, Polsek, LP- KLH, Kelurahan Halim PK yang bertempat di Gedung PKL 1. Selanjutnya adalah ketika sosialisasi telah selesai kemudian pengundian kupon dilakukan oleh semua PKL. Pen- gundian ditentukan seperti arisan yaitu di kocok kemudian setelah itu akan ada kesepa- katan untuk penomoran hasil dari pengundian. Untuk pengundian dilakukan di Keca- matan Kelurahan Halim P, yang mengatur adalah perwakilan PKL yaitu LPKLH karena yang lebih dekat dengan pedagang, diwakili dengan pembagian-pembagian sesuai daerah atau yang mau menempati agar tercipta keadilan, Lembaga Pedagang Kaki Lima Kelurahan Halim P (LPKLH) adalah sebuah wadah untuk para PKL Kelurahan Halim P agar dapat menyalurkan aspirasinya kepada Pemerintah , Kelurahan Halim P. Dis- perindag sebagai pencatat, setelah itu di BAP kan dengan pengundian di hadapan Polsek, kecamatan, Kelurahan Halim P. Setelah PKL memegang nomor undian barulah mereka melakukan pemindahan untuk menempati Gedung PKL 1 dan 2 sesuai dengan urutan nomor yang didapat. Gedung PKL yang dibangun pada tahun 2014-2015 oleh Pe- merintah Kelurahan Halim P bernama Gedung PKL Intirub Kelurahan Halim P yang terdiri dari dua gedung. Pembangunan kedua gedung tersebut menghabiskan total dana sebe- sar Rp. 800 juta lebih. Gedung tersebut dianggap strategis oleh pemerintah karena dekat
juga dengan lokasi para PKL sebelum dipindahkan. Gedung PKL 1 dan 2 sudah terisi oleh para PKL dan pada saat itu zona merah yang berada di pusat Kelurahan Halim P, sudah bersih dengan para PKL yang menjajakan daganganya di trotoar, jalan lalu lintas lancar dan para pengguna jalan kaki menggunakan haknya tanpa ada gangguan apapun.
Berselang waktu beberapa bulan, para PKL kembali lagi ke zona merah tersebut dan se- makin bertambah banyak jumlahnya. Pemerintah pun menanggapi hal tersebut serta banyak sekali upaya yang dilakukan terhadap para PKL yang kembali lagi ke zona merah.
DAFTAR PUSTAKA
Agustino, L. (2017). Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.
Ali, F., & Alam, A. S. (2016). Studi Kebijakan Pemerintah. Bandung: PT Refika Aditama.
Dunn, W. N. (2003). Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Fermana, S. (2009). Kebijakan Publik: Sebuah Tinjauan Filosofis. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Hendro, E. P. 2008. Konservasi Bangunan Kontruksi Kayu Di Lingkungan Kawasan Masjid Agung Demak. Jurnal Konservasi Benda Cagar Budaya.
Borobudur Vol. II No. 2. Magelang: Balai Konservasi Peninggalan Borobudur.
Islamy, M. I. (2009). Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara Jakarta: Bumi Aksara.
Ihsan, A. M. (2017, Agustus 30). Bangunan Miliaran Dibiarkan Kosong. Dipetik Mei 11,
2018, dari Pikiran Rakyat: http://www.pikiran-
rakyat.com/suratpembaca/2017/08/30/bangunanmiliaran-dibiarkan-kosong-408347 Keputusan Bupati Garut Nomor 511.23/Kep.790-Admrek/2014 tentang Pembentukan Tim
Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima Di Kabupaten Garut
Kusumohartono. 1993. Berkala Arkeologi Temu Evalusi Penelitian Wonoboyo.
Klaten Jawa Tengah: Balai Arkeologi Yogyakarta.
Mahmud, M. I. dan Mas’ud, Z. 2012. Warisan Sumber Daya Arkeologi Dan Pembangunan. Yogyakarta: Ombak Dua.
Miles, M. B. dan Huberman, A. M. 1992. Analisis Data Kualitatif.
Jakarta: Universitas Indonesia.
Moleong, L. J. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.Nazir, M. 2009.Metode Penelitian. Jakarta Selatan: Ghalia Indonesia.
Utomo, F. R. (2014). Studi Deskriptif Tentang Faktor-Faktor Penyebab Kegagalan Program Relokasi PKL di Area Stadion Tambaksari Surabaya . Kebijakan dan Manajemen Publik, Volume 2, Nomor 1. Widodo, A. S., Idayanti, S., Permanasari, D. I., & Sahri, A. (2016). Kebijakan Relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kawasan Kota Tegal. Jurnal Ilmu Pemerintahan : Kajian Ilmu Pemerintahan dan Politik Daerah , 185.
Winarno, B. (2007). Kebijakan Publik Teori dan Proses. Yogyakarta. Media Presindo