• Tidak ada hasil yang ditemukan

RENCANA PERTAMBANGAN DI PULAU SANGIHE DALAM PERSPEKTIF HUKUM LINGKUNGAN

N/A
N/A
Aidil Adam

Academic year: 2024

Membagikan "RENCANA PERTAMBANGAN DI PULAU SANGIHE DALAM PERSPEKTIF HUKUM LINGKUNGAN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

A.Pendahuluan

Keberadaan lingkungan hidup sebagai warisan alam tidak dapat dipungkiri memiliki nilai strategis bagi kelangsungan kehidupan makhluk di bumi, termasuk pula manusia yang ada di dalamnya1.

Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan segala benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan tingkah lakunya yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan hidup,

1 Rahmadanty, A., Handayani, I. G. A. K. R., & Najicha, F. U. (2021). KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DI INDONESIA: SUATU TEROBOSAN DALAM MENCIPTAKAN PENGELOLAAN HUTAN LESTARI. Al-Adl: Jurnal Hukum, 13(2), 265.

kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.2

Luas kawasan hutan di Indonesia semula mencapai 144 juta hektar Sebagian besar digunakan untuk Kawasan produksi seluas 65 juta hektar Kawasan hutan lindung seluas 30 juta hektar dan 19 juta hektar digunakan untuk perlindungan keanekaragaman hayati dan konversi menjadi lahan, pertanian, hutan tanaman, dan perkebunan3. Namun pada saat ini Kawasan hutan di Indonesia sudah mulai berkurang dikarenakan aktivitas

2 Najicha, F. U., Handayani, I. G. A. K. R., & Karjoko, L. (2021). Regulation Of Law Enforcement In Prevention And Handling Of Fire Forests In Environmental Hazards. Medico Legal Update, 21(1), 260.

3 Baharuddin Nurkin, Karakteristik tegakan dan perlakuan silvikultur yang diperlukan pada hutan bakau rakyat di Sinja Timur, 1999

RENCANA PERTAMBANGAN DI PULAU SANGIHE DALAM PERSPEKTIF HUKUM LINGKUNGAN

Mochamad Aidil Adam 1), I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani 2), Fatma Ulfatun Najicha 3)

1) Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret

2) Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret

3) Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret

Jl. Ir Sutami 36 A Surakarta 57126 phone: +62271-647481 | fax: +62271-638143 | e-mail:

1)[email protected], 2) [email protected]

3) [email protected] Abstrak

Pemerintah memberikan izin tambang pada TMS di wilayah seluas 42 ribu hektar atau setengah dari luas Pulau Sangihe. Di dalam wilayah ini ada Gunung Sahendruman yang merupakan daerah resapan air utama Pulau Sangihe dan tempat tinggal burung endemik yang sempat dikira punah, manu’niu atau seriwang sangihe.

Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2014 pulau-pulau dengan luas daratan kurang 2.000 Kilometer persegi tidak boleh dijadikan pertambangan atau tidak masuk ke dalam kategori yang boleh ditambang. Izin pertambangan yang diberikan pemerintah kepada PT TMS sangat bertentangan dengan UU Nomor 1 Tahun 2014 dimana pertambangan ini akan menimbulkan berbagai masalah baik dari perspektif lingkungann dan juga dalam perspektif biotik yang nantinya akan merusak lingkaran ekosistem kehidupan biotik di Pulau Sangihe dan menyebabkan kerusakan alam.

Kata Kunci : ekosistem, lingkungan, pertambangan

(2)

pertambangan yang dapat mengancam lingkungan dan biotik. Kawasan hutan telah menyusut menjadi 130 juta hektar (70% dari luas daratan), dan secara terus menerus mengalami

penurunan bahkan 42 juta hektar dimana hutan yang mengalami penurunan tersebut sudah benar-benar nyaris tanpa vegetasi. Hutan termasuk ke dalam sumber daya alam yang dapat diperbaharui dengan cara reboisasi atau peghijauan kembali.

Namun dalam pelaksanaannya tidak semudah yang dipikirkan butuh waktu dan proses yang cukup lama dan juga harus di perhatikan secara berkala. Hutan memiliki beragam flora dan fauna yang saling berinteraksi secara alamiah untuk mencapai keseimbangan. Kerusakan hutan terjadi di berbagai wilayah Indonesia seperti rusaknya hutan dikarenakan pembukaan lahan oleh masyarakat dengan cara membakar, membabat hutan secara illegal dan juga hutan dirusak guna memenuhi kepentingan pribadi atau segolongan orang yang ingin mendirikan bangunan ataupun pertambangan untuk mencari keuntungan sendiri tanpa memikirkan alam sekitar. Kerusakan hutan dapat mengakibatkan beberapa kejadian seperti longsor, kurangnya daerah resapan sehingga menimbulkan banjir dan lain sebagainya.

Masalah perijinan penggunaan kawasan hutan lindung untuk pertambangan telah menjadi polemik berkepanjangan antara pemerintah pusat dan Pemerintah daerah. Selain itu, terjadi tarik menarik antar kemetrian karena kepentingan yang berbeda. Padahal, aturan mengenai penggunaan kawasan hutan lindung sudah jelas.UU No.41/1999 tentang Kehutanan Pasal 38 ayat(1) menyatakan bahwa “Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan di dalam kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung”.

Kemudian dalam ayat (4) dinyatakan bahwa “Pada kawasan hutan lindung dilarang melakukan penambangan dengan pola pertambangan terbuka”. Jelas bahwa pertambangan terbuka di kawasan hutan lindung tidak diijinkan. Selain melanggar UU Kehutanan, juga mengingat pentingnya kawasan lindung dan kawasan konservasi sebagai sistem penyangga kehidupan4.

Indonesia adalah negara hukum, dan sebagaimana yang diterapkan dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), maka segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan

4 Najicha F.U., & Handayani, I.G.A.K.R. (2017).

Politik Hukum Pada Pembetukan Produk Hukum Perundang-Undangan Kehutanan. Jurnal Hukum Dan Pembangunan Ekonomi. 5(1). hal. 120

(3)

negara dan pemerintah han harus berlandaskan dan berdasarkan atas hukum.

Hal itu juga sekaligus merupakan

“barometer” untuk mengukur apakah suatu perbuatan atau tindakan telah sesuai atau tidak sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati. Sebelum perubahan UUD 1945, Pasal 33 ayat (3) merupakan satu- satunya ketentuan konstitusional yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan dan sumberdaya alam.5

Pada Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Pasal 1 ayat (1) Kehutanan adalah sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu. Pasal 2 ayat (2) Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan6.

Rencana pertambangan yang akan dilakukan oleh PT. TMS di Pulau Sangihe yang dapat merusak lingkungan dan juga

5 Najicha F.U., & Handayani, I.G.A.K.R. (2017).

Politik Hukum Pada Pembetukan Produk Hukum Perundang-Undangan Kehutanan. Jurnal Hukum Dan Pembangunan Ekonomi. 5(1). hal. 123

6 Arum, I. S., Handayani, I. G. A. K. R., & Najicha, F.

U. (2021). Pertanggungjawaban Indonesia Terhadap Pencemaran Udara Akibat Kebakaran Hutan Dalam Hukum Internasional. Justitia Jurnal Hukum, 6(1). Hal.

38

masih belum terpenuhinya hak-hak masyarkat seperti harga tanah dijual Rp5 ribu atau Rp50 juta per hektar dalam hal ini belum memenuhi atau mencukupi unsur dalam pembebasan lahan dikarenakan tidak sebanding dengan hasil yang akan di dapat nantinya oleh PT.

TMS. Dengan adanya rencana pembukaan pertambangan di Pulau Sangihe akan berdampak kerusakan lingkungan seperti punah nya hewan endemik Pulau Sangihe yang termasuk dalam kategori dilindungi dan juga masuk ke dalam daftar hewan terancam punah. Oleh sebab itu rencana pertambangan yang akan dilakukan banyak sekali membawa dampak buruk bagi lingkungan, masyarakat dan juga flora maupun fauna yang ada di Pulau Sangihe.

B. Metode Penelitian

Kajian ini menggunakan hukum normative dan penelitian hukum kepustakaan sehingga data primer yang digunakan hanya memperkuat, melengkapi, dan menunjang. Adapaun bahan primer adalah undang-undang yang mengatur tentang lingkungan bertitik tolak pada peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yaitu Peraturan Pemerintah (PP) No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL), PERPU No. 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan

(4)

Kawasan Hutan, Peraturan Presiden No.

28 Tahun 2011 tentang Penggunaan Kawasan Hutan Lindung untuk Penambangan Bawah Tanah, UU No. 5 Tahun 1967 tentang Undang-undang pokok Kehutanan, UU No. 5 tahun 1990 tentang Konversi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, UU No.

10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, UU No.

19 Tahun 2004 tentang PERPU No. 1 Tahun 2004, UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Berikutnya digunakan bahan sekunder seperti berupa pendapat dari para ahli hukum, melalui pendekatan kasus, analisis konsep, pendekatan perundang-undangan.

Dengan menggunakan metode tersebut hasil pengumpulan bahan kemudian dianalisis dan di susun secara sitematis, dan konstruktif dan diolah sesuai dengan rumusan masalah kemudian disajikan secara deskriptif.

C. Pembahasan

Menurut Jimly Asshiddiqie, paham negara hukum yang diutamakan adalah hukum sebagai suatu kesatuan sistem

bernegara, sistem yang paling tinggi kekuasaannya bukanlah orang tetapi sistem aturan yang dinamakan hukum. Hukumlah yang sesungguhnya berdaulat, bukan orang, sehingga pemegang kekuasaan yang tertinggi dalam suatu negara adalah hukum, yang pengaturannya pada tingkat puncak atau tertinggi tercermin dalam konstitusi negara yaitu the rule of the constitution. Di negara kita, hukum yang mempunyai kedudukan tertinggi adalah UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.7 Oleh karena hukum mempunyai kedudukan yang tertinggi, maka hukum haruslah ditegakkan, sebab apabila hukum tidak ditegakkan maka tidak akan ada gunanya hukum tersebut. Tegaknya hukum akan menjadi pengatur dan pengontrol semua aktivitas atau kegiatan manusia.

Manusia yang merupakan komponen lingkungan hidup yang paling sempurna di antara komponen lingkungan lainnya, maka menurut Kusnadi Hardjasoemantri, dengan kelebihannya atas populasi- populasi yang lain, manusia mengemban tugas dan kewajiban untuk mengatur adanya keselarasan dan keseimbangan antara keseluruhan ekosistem baik ekosistem alamiah maupun ekosistem

7 Asshiddiqie, J. (2009). Green Constitution:

Nuansa Hijau Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jakarta: Rajawali Press.

(5)

buatan8. Demikian yang dimaksudkan dan yang diinginkan dalam filosofi Pancasila sebagai dasar negara yang kemudian diimplementasi dalam hukum dasar tertulis yaitu UUD 1945. Hal ini dikarenakan masyarakat Indonesia dalam kenyataannya lebih akrab dengan lingkungan alamnya dari pada dengan lingkungan teknologi.

Keadaan alam masih lebih menentukan untuk sebagian besar masyarakat Indonesia daripada upaya teknologi. Perkembangan teknologi yang mengelola sumber daya alam harus Demikian yang dimaksudkan dan yang diinginkan dalam filosofi Pancasila sebagai dasar negara yang kemudian diimplementasi dalam hukum dasar tertulis yaitu UUD 1945. Hal ini dikarenakan masyarakat Indonesia dalam kenyataannya lebih akrab dengan lingkungan alamnya dari pada dengan lingkungan teknologi. Keadaan alam masih lebih menentukan untuk sebagian besar masyarakat Indonesia daripada upaya teknologi. Perkembangan teknologi yang mengelola sumber daya alam harus memberikan manfaat yang sebesar- besarnya bagi kesejahteraan rakyat dengan tetap memperhatikan keseimbangan dan kelestariannya sehingga akan tetap bermanfaat bagi generasi mendatang.9

8 Hardjasoemantri, K. (2002). Hukum Tata Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

9 Soerjani, M., & Et.al. (1997). Lingkungan: Sumber daya alam dan Kependudukan Dalam

Adanya hak atas lingkungan yang baik dan sehat sebagaimana ditentukan dalam dalam Pasal 28H ayat (1) UUD 1945, sehingga perlunya perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia di bidang lingkungan hidup yang juga berarti melindungi hak asasi manusia sekaligus melindungi lingkungan hidup. Hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat termasuk mendapatkan lingkungan hidup yang bersih (right to a clean environment) yang dapat dipilah menjadi hak untuk hidup, hak mendapat kehidupan yang layak, hak untuk mendapatkan kesehatan serta hak untuk mendapatkan kebebasan atas harta benda, yang tidak boleh dilupakan adalah perlindungan HAM yang sangat berkaitan dengan lingkungan hidup yaitu perlindungan terhadap indigenous people/local community.10

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI 1945) pasal 33 ayat 3 menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Seluruh rakyat Indonesia mepunyai hak sama untuk

Pembangunan. Jakarta: UI Press.

10 Sodikin, S. (2019). Gagasan Kedaulatan Lingkungan Dalam Konstitusi Dan Implementasinya Dalam Pelestarian Lingkungan Hidup. Jurnal Masalah-Masalah Hukum, 48(3), Hal. 301

(6)

memanfaatkan kekayaan alam, namun harus sesuai ketentuan agar nantinya tidak menimbulkan kerusakan alam. Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara menjelaskan bahwa pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan, dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, pertambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang. Usaha pertambangan dapat dilakukan saat sudah mempunyai izin, baik Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), Izin Pertambangan Rakyat (IPR).11

Hutan sebagai salah satu penentu penyangga kehidupan dan sumber kesejahteraan rakyat yang semakin menurun keadaannya, oleh karena itu, eksistensi hutan harus dijaga secara terus menerus agar keberlangsungan hutan tidak rusak dan tetap abadi.12

Meningkatnya kebutuhan logam seperti emas menuntut adanya eksploitasi yang menyebabkan kerusakan dan

11 Harleando., & Hermawan, (2020). Pelaksanaan Izin Pertambangan Rakyat di Sungai Progo. Jurnal Discretie, 1(2), Hal. 79

12 Arum, I. S., Handayani, I. G. A. K. R., & Najicha, F.

U. (2021). Pertanggungjawaban Indonesia Terhadap Pencemaran Udara Akibat Kebakaran Hutan Dalam Hukum Internasional. Justitia Jurnal Hukum, 6(1). Hal.

38

pencemaran lingkungan yang nantinya akan menghambat dan mengakibatkan ketidakseimbangan ekosistem. Beberapa isu-isu permasalahan yang sering timbul dari adanya rencana pertambangan adalah ketidakpastian kebijakan, konflik dengan masyarakat lokal dan juga pencemaran lingkugan.

Pulau Sangihe merupakan Pulau tempat bagi hewan-hewan yang terancam punah seperti Capung Jarum Sangihe, Kuskus Kecil Sulawesi, Tupai Perut Merah, Tarsius Peleng dan Burung Madu Sangihe. Hewan langka di Indonesia dilindungi oleh Undang-undang Perlindungan Satwa karena keberadaannya yang sudah diambang kepunahan, dan harus dijaga keberlangsungan hidupnya.

Peraturan Perundangan tersebut tertuang dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya.

Dengan adanya pertambangan juga akan menghasilkan limbah B3. Limbah adalah bahan buangan yang dihasilkan oleh suatu proses produksi baik dari skala rumah tangga (domestik) maupun industri yang kehadirannya pada suatu tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis.

Bahan berbahaya dan beracun (B3) didefinisikan sebagai bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifatnya atau

(7)

konsentrasinya baik secara langsung atau tidak langsung dapat mencemarkan lingkungan atau merusak lingkungan hidup, kesehatan hidup manusia serta, makhluk lain. Dengan demikian limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun karena sifat dan atau konsetrasinya dan atau jumlahnya baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup dan atau membahayakan lingkungan hidup, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.13

Luas wilayah kontrak kerja PT. TSM tersebut mencapai 42.000 hektar atau setara 420 km persegi. Bila dibandingkan dengan luas wilayah Kabupaten Kepulauan Sangihe yakni 737 km persegi, maka izin tambang yang diberikan pemerintah mencapai 56,98 persen. Dalam sebuah petisi online yang dibuat sejumlah aliansi masyarakat Sangihe menyebutkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil melarang pulau dengan luas daratan di bawah 2000 kilometer persegi atau setara 200 ribu hektar dilarang untuk dikategorikan sebagai pulau kecil.

Untuk itu pulau kecil Sangihe seharusnya tidak boleh digunakan untuk aktivitas

13 Jumari, (2019), Potensi Pelanggaran Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Jurnal Discretie, 1(2). Hal. 79

pertambangan. Mengakibatkan nelayan lain enggan melaut karena selalu merugi.

Pengusahaan pertambangan sejumlah daerah di Indonesia tidak meperhatikan regulasi dan instrumen perizinan di bidang lingkungan hidup melalui UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menjadi general environmental law dari UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan dalam praktiknya terjadi ketidakjelasan hubungan antara pemerintah pusat dengan daerah melalui UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Beberapa isu strategis dalam UU Pertambangan Mineral dan Batubara adalah semacam bentuk kontrak karya untuk mengakomodasi kepentingan investasi tambang dalam jumlah besar. Kegiatan usaha pertambangan tanpa izin (PETI) dapat diartikan sebagai usaha pertambangan atas segala jenis bahan galian dengan pelaksanaan kegiatannya tanpa dilandasi aturan / ketentuan hukum pertambangan resmi Pemerintah Pusat ataupun Daerah secara substansial menunjang pembangunan ekonomi dan sosial di masyarakat di wilayah-wilaya tersebut.14

14 Eni Muryani. (2019). Sinergisitas Penegakan Hukum Pada Kasus Pertambangan Emas Tanpa Izin di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Jurnal Bestur, 7(2). Hal. 85

(8)

D. Penutup

Kegiatan pertambangan telah sangat meluas meliputi seluruh hutan Indonesia berakibat kerusakan lingkungan alam sudah sangat parah dan telah menciptakan lingkungan buruk bagi kesehatan, penurunan kualitas SDM, rusaknya infrastruktur, hilangnya hak ulayat, rusaknya perkebunan rakyat, kemiskinan, penyebab utama banjir dan problema lingkungan yang buruk yang berkesinambungan.Kegiatan penambangan di Indonesia tidak mencerminkan penerapan hukum lingkungan yang berbasis progresif tetapi hanya mengambil aspek yang menguntungkan daerah terhadap UU No.4 Tahun 2009 tentang Minerba tanpa mengaitkan dengan UU yang berbasis Pengelolaan Lingkungan seperti UU No. 32 Tahun 2009, UU N0. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta UU No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan.15 Seharusnya pemerintah dalam hal ini tidak memberikan izin kepada PT TMS karena pertambangan yang direncakanakan akan menimbulkan ketidakseimbangan alam, kerusakan alam dan mengancam punah

15 Najicha F.U., & Handayani, I.G.A.K.R. (2017).

Politik Hukum Pada Pembetukan Produk Hukum Perundang-Undangan Kehutanan. Jurnal Hukum Dan Pembangunan Ekonomi. 5(1). hal. 132

nya satwa yang dilindungi dan juga perekonomian warga sekitar terganggu dan juga terancam.

E. Daftar Pustaka

Arum, I. S., Handayani, I. G. A. K. R., &

Najicha, F. U. (2021).

Pertanggungjawaban Indonesia Terhadap Pencemaran Udara Akibat Kebakaran Hutan Dalam Hukum Internasional. Justitia Jurnal Hukum, 6(1).

Asshiddiqie, J., (2009), Green Constution:

Nuansa Hijau Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Jakarta: Rajawali Press.

Bbcindonesia.com (2021). 'Di mana ada tambang di situ ada penderitaan dan kerusakan lingkungan', nelangsa warga dan alam di lingkar tambang (bbcindonesia.com), diakses pada 12 Juni 2021.

Baharuddin Nurkin, (1999), Karakteristik tegakan dan perlakuan silvikultur yang diperlkan pada hutan bakau rakyat di Sinja Timur, Jakarta: Pusat Studi Lingkungan, Lembaga Penelitian, Universitas Hasanuddin Cnnindonesia.com (2021). Mengenal

Tambang Emas Sangihe

(cnnindonesia.com), diakses pada 11 Juni 2021.

(9)

Hardjasoemantri, K. (2002). Hukum Tata Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Jumari, (2019), Potensi Pelanggaran Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Jurnal Discretie, 1(2).

Liputan6.com (2021). Menengok Luas Izin Tambang di Kepulauan Sangihe (liputan6.com), diakses pada 10 Juni 2021.

Muryani. E., (2019). Sinergisitas Penegakan Hukum Pada Kasus Pertambangan Emas Tanpa Izin di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.

Jurnal Bestur, 7(2)

Najicha, F. U., & Handayani, I. G. A. K.

R. (2017). POLITIK HUKUM PERUNDANG–UNDANGAN

KEHUTANAN DALAM

PEMBERIAN IZIN KEGIATAN

PERTAMBANGAN DI

KAWASAN HUTAN DITINJAU

DARI STRATEGI

PENGELOLAAN LINGKUNGAN Najicha, F. U., Handayani, I. G. A. K. R.,

& Karjoko, L. (2021). Regulation Of

Law Enforcement In Prevention And Handling Of Fire Forests In Environmental Hazards. Medico Legal Update, 21(1), 259-262.

Rahmadanty, A., Handayani, I. G. A. K.

R., & Najicha, F. U. (2021).

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DI INDONESIA: SUATU

TEROBOSAN DALAM

MENCIPTAKAN PENGELOLAAN HUTAN LESTARI. Al-Adl: Jurnal Hukum, 13(2), 264-283.

Soerjani, M., & Et.al. (1997). Lingkungan:

Sumber daya alam dan

Kependudukan Dalam

Pembangunan. Jakarta: UI Press.

Sodikin, (2019), Gagasan kedaulatan lingkungan dalam konstitusi dan implementasinya dalam pelestarian lingkungan hidup, Jurnal Masalah- Masalah Hukum 48(3).

Tirtoid.com (2021). Polemik Izin Tambang Emas Sangihe: Ditolak Warga & Helmud Hontang (tirtoid.com), diakses pada 11 Juni 2021.

Referensi

Dokumen terkait

“ POLITIK HUKUM PERUNDANG – UNDANGAN KEHUTANAN DALAM PEMBERIAN IZIN KEGIATAN PERTAMBANGAN DI KAWASAN HUTAN DITINJAU DARI STRATEGI PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP YANG

FUNGSI PENGAWASAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGANTISIPASI KERUSAKAN LINGKUNGAN TERHADAP PERUSAHAAN PERTAMBANGAN BOUKSIT DI.. KOTA

Kendala-kendala yang dihadapi dalam Pengendalian Kerusakan Lingkungan sebagai akibat Pertambangan Pasir Pantai di Kabupaten Merauke……….. SURAT

pertambangan khususnya pertambangan rakyat. Untuk memberikan masukan bagi Badan Lingkungan Hidup kota palu. dalam rangka pengendalian lingkungan sebagai akibat

Peningkatan jumlah penduduk, industri, dan eksploitasi terhadap alam secara tidak terkendali tentunya berakibat buruk terhadap sistem daya dukung lingkungan aspek sumberdaya

Peningkatan jumlah penduduk, industri, dan eksploitasi terhadap alam secara tidak terkendali tentunya berakibat buruk terhadap sistem daya dukung lingkungan aspek sumberdaya

Mengenai sanksi terhadap penyalahgunaan pengelolaan pertambangan terhadap kerusakan lingkungan hidup dalam hukum Islam tidak ada ketentuan dalam nash baik itu dalam

Beberapa kasus yang terjadi seperti kebakaran hutan di Riau, Kalimantan dan Sumatera, kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh eksploitasi sumber daya alam berlebihan, dan