• Tidak ada hasil yang ditemukan

Repositori Institusi | Universitas Kristen Satya Wacana: Tindak Pidana Secara Bersama-Sama Mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan Cara Apapun dengan Tujuan untuk Memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Repositori Institusi | Universitas Kristen Satya Wacana: Tindak Pidana Secara Bersama-Sama Mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan Cara Apapun dengan Tujuan untuk Memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik."

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

13

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Tindak Pidana

Moeljatno mengartikan bahwa hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan untuk:14 Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barangsiapa yang melanggar larangan tersebut. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.

Menentukan dengan cara bagaimana mengenai pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.

Berdasarkan pendapat yang disampaikan Moeljatno, dapat disimpulkan bahwa cakupan dari hukum pidana cukup luas yakni terdiri dari hukum pidana materiil dan hukum pidana formiil. Adapun hukum pidana materiil yakni terdiri dari perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana, sedangkan dalam pidana formil dimuat cara mempertahankan pidana materiil.

Berkaitan dengan tindak pidana, terdapat suatu istilah berupa strafbaarfeit yakni perbuatan pidana atau dalam kepustakaan hukum pidana disebut dengan delik. Adapun pengertian tindak pidana menurut Amir Ilyas

14 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana,Cetakan I, Rineka Cipta, Jakarta, 2002, hal.,1.

(2)

14 yakni berupa istilah yang mengandung suatu pengertian dasar dalam ilmu hukum, sebagai istilah yang dibentuk dengan kesadaran dalam memberikan ciri tertentu pada peristiwa hukum pidana.15 Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa tindak pidana memiliki pengertian yang abstrak dari peristiwa- peristiwa yang konkrit dalam lapangan hukum pidana.

Berkaitan dengan unsur-unsur tindak pidana, dapat dikemukakan suatu tindak pidana yang harus memenuhi unsur-unsur, berupa: Ada perbuatan yang dilarang, Van Hamel menunjukkan adanya tiga pengertian perbuatan atau feit yakni berupa:16 Perbuatan (feit) yakni terjadinya suatu kejahatan atau delik, Perbuatan (feit), yakni perbuatan yang didakwakan. Dan Perbuatan (feit) yakni perbuatan material, jadi perbuatan itu terlepas dari unsur kesalahan dan terlepas dari akibat. Dengan adanya pengertian tersebut, maka ketidakpastian yang ada pada kedua pengertian terdahulu dapat dihindari.

Berkaitan dengan perbuatan dalam tindak pidana, pada prinsipnya seseorang hanya dapat dibebani tanggungjawab pidana bukan hanya karena ia telah melakukan suatu perilaku lahiriah (outward conduct) yang harus dapat dibuktikan oleh seorang Penuntut Umum. Dengan kata lain, terdapat suatu actus reus berupa elemen luar atau eksternal element berupa act and omission dalam kedua frasanya act sama dengan commission. Adapun commission adalah melakukan perbuatan tertentu yang dilarang oleh ketentuan pidana sedangkan omission adalah tidak melakukan perbuatan tertentu yang diwajibkan oleh

15 Amir Ilyas, Asas-Asas Hukum Pidana Memahami Tindak Pidana dan Pertanggungjawaba Pidana Sebagai Syarat Pemidanaan, Cetakan I, Rangkang Education &

PuKAP-Indonesia, Yogyakarta, 2012, hal., 21.

16 Andi Zainal Abidin, Hukum Pidana I, Cetakan I, Sinar Grafika, Jakarta, 1995, hal., 175.

(3)

15 ketentuan pidana untuk dilakukan.17 Sifat Melawan Hukum (Wederrechtelijk) setiap perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh peraturan hukum pidana harus bersifat melawan hukum. Adapun sifat perbuatan melawan hukum suatu perbuatan terbagi dalam 2 macam, berupa:18 Pertama sifat melawan hukum formil (Formale wederrechteljik).

Dimaksud dengan sifat melawan hukum formil adalah perbuatan bersifat melawan hukum merupakan perbuatan yang memenuhi rumusan Perundang- Undangan, kecuali jika diadakan pengecualian-pengecualian yang telah ditentukan dalam Undang-Undang. Dan sifat melawan hukum materiil (Materiele wederrechteljik) yaitu perbuatan yang memenuhi rumusan Undang-Undang bersifat melawan hukum. Adapun di dalam ketentuannya terdapat aturan hukum tertulis serta diamini adanya hukum yang tidak tertulis berupa kaidah-kaidah atau kenyataan-kenyataan yang berlaku di masyarakat.

Tidak ada alasan penghapusan pidana (Strafuitsluitingsground), Teguh Prasetyo mengartikan Strafuitsluitingsground sebagai suatu keadaan yang dapat mengakibatkan orang yang telah melakukan suatu perbuatan dengan tegas dilarang dan diancam dengan hukuman oleh Undang-Undang tidak dapat dipidana.19 Berdasarkan ketentuan dalam KUHP, alasan penghapusan pidana diatur dalam Buku I dan Buku III, berupa: Pertama alasan tidak dapat dipertanggungjawabkannya seseorang yang terletak pada diri orang itu

17 Amir Ilyas, Asas-Asas Hukum Pidana Memahami Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana Sebagai Syarat Pemidanaan, Cetakan I, Rangkang Education &

PuKAP-Indonesia, Yogyakarta, 2012, hal., 50.

18 Ibid., hal.,53.

19 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana Materiil Jilid II,Cetakan I, Kurnia Kalam, Yogyakarta, 2005, hal.,135.

(4)

16 (inwending) dan kedua alasan tidak dapat dipertanggungjawabkannya seseorang yang terletak di luar orang itu (uitwending).

Kemudian alasan penghapusan pidana yang terletak di luar orang itu, dapat di lihat dari ketentuan KUHP, sebagaimana berikut: Pertama keadaan memaksa (overmacht) yaitu ketentuan mengenai keadaan memaksa atau overmacht diatur dalam Pasal 48 KUHP yang menyatakan, “barang siapa melakukan perbautan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana” . Hal tersebut sejalan dengan pendapat Moeljatno.

Menurut Moeljatno, keadaan memaksa merupakan suatu perbuatan yang dilakukan orang karena pengaruh daya paksa, fungsi batinnya tidak dapat bekerja secara normal karena adanya tekanan-tekanan dari luar, maka orang tersebut dapat dimaafkan kesalahannya. Kedua pembelaan terpaksa (Noodweer) yaitu pengaturan mengenai noodweer diatur dalam Pasal 49 Ayat (1) KUHP yang menyatakan bahwa: “Tidak dipidana barang siapa yang melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri atau orang lain, kehormatan kesusilaan, atau harta benda sendiri atau orang lain, karena serangan sekejap itu ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum”.

Adapun ketentuan dalam rumusan Pasal 49 Ayat (1) KUHP tersebut dapat ditarik unsur-unsur pembelaan terpaksa atau noodweer yang berupa:

Pertama pembelaan itu bersifat terpaksa, Kedua yang dibela ialah diri sendiri, orang lain, kehormatan kesusilaan, atau harta benda sendiri atau orang lain, Ketiga ada serangan sekejap atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu dan serangan itu melawan hukum.

(5)

17 Ketiga menjalankan Undang-Undang yaitu pengaturan mengenai menjalankan Undang-Undang diatur dalam Pasal 50 KUHP yang menyatakan bahwa “Barang siapa yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang tidak dipidana”. Pengaturan dalam Pasal 50 KUHP tersebut juga diperkuat dengan pendapat Teguh Prasetyo yang menyatakan bahwa untuk melaksanakan Peraturan Perundang-Undangan diberikan suatu kewajiban, sehingga untuk dapat menggunakan ketentuan Pasal 50 KUHP maka tindakan tersebut harus seimbang dan patut.20

Keempat menjalankan perintah atasan yaitu menjalankan perintah atasan diatur dalam Pasal 51 KUHP yang menyatakan: Pertama Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana”. Kedua Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali yang diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa perintah yang diberikan dengan wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya”. Apabila dipahami lebih dalam, ketentuan dalam Pasal 50 KUHP tersebut mengisyaratkan adanya hubungan langsung antara yang memberi perintah dan yang diperintah berupa adanya hubungan hukum publik.

B. Konsep Tindak Pidana Umum dan Khusus

Tindak Pidana Umum ialah suatu perbuatan pidana yang pengaturannya terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang terdiri dari: Pertama

20Ibid. hal., 150.

(6)

18 Tindak Pidana umum ialah suatu perbuatan pidana yang pengaturannya terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Kedua kejahatan adalah perbuatan yang melanggar dan bertentangan dengan apa yang ditentukan dalam kaidah dan tegasnya, perbuatan yang melanggar larangan yang ditetapkan dalam kaidah hukum dan tidak memenuhi atau melawan perintah yang telah ditetapkan dalam kaidah hukum yang berlaku dalam masyarakat.

Ketiga pelanggaran dalam KUHP yang mengatur tentang pelanggaran adalah Pasal 489-59/BAB I-IX. Pelanggaran adalah “Wetsdelichten” yaitu perbuatan-perbuatan yang sifat hukumnya baru dapat diketahui setelah ada Wet yang menentukan demikian. Maka pembunuhan, pencurian, penganiayaan, dan peristiwa-peristiwa semacam itu merupakan kejahatan (Rechtsdelicten) karena terpisah dari aturan pidana yang tegas, dirasakan sebagai perbuatan yang tidak adil. Sedangkan peristiwa seperti bersepeda di atas jalan yang dilarang, berkendara tanpa lampu atau ke jurusan yang dilarang merupakan kejahatan/

Undang-Undang/ pelanggaran (Wetsdelicten), karena kesadaran hukum kita tidak menganggap bahwa hal-hal itu dengan sendirinya dapat dipidana, tetapi baru dirasakan sebagai demikian, karena oleh Undang-Undang di ancam dengan pidana.21

Sedangkan tindak pidana khusus adalah suatu perbuatan pidana atau tindak pidana yang diatur di luar Kitab Undang-Undang Pidana dasar pemberlakuan tindak pidana khusus adalah KUHP diatur dalam Pasal 103 yaitu:

ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII buku ini juga berlaku bagi

21 Renggong Ruslan. Hukum Pidana Khusus Memahami Delik-Delik di Luar KUHP, Cetakan I, Prenadamedia Group, Jakarta:, 2016, hal,.26-27.

(7)

19 perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan Perundang-Undangan lainnya diancam dengan pidana kecuali jika oleh Undang-Undang ditentukan lain, misal: Tindak Pidana Korupsi (Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi), Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang Pencucian Uang, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Terorisme, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2003 Terorisme, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika, Kejahatan terhadap anak (Undang- Undang Nomor 23 Tahun2003 Tentang Perlindungan Anak), Pelanggaran HAM (Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia).

Tindak Pidana Khusus maksudnya ditinjau dari peraturan yang menurut Undang-Undang bersifat khusus baik jenis tindak pidananya, penyelesaiannya, sanksinya bahkan hukum acaranya sebagian diatur secara khusus dalam Undang-Undang tersebut dan secara umum tetap berpedoman pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).22

C. Tinjauan Umum Tindak Pidana Secara Bersama-Sama Mengakses Komputer Dan/Atau Sistem Elektronik Dengan Cara Apapun Dengan Tujuan Untuk Memperoleh Informasi Elektronik Dan/Atau Dokumen Elektronik

Tindak pidana secara bersama-sama mengakses komputer dan/atau sistem elektronik dengan cara apapun dengan tujuan untuk memperoleh informasi

22 Renggong Ruslan, Hukum Pidana Khusus Memahami Delik-Delik di Luar KUHP, Cetakan I, Prenadamedia Group, Jakarta, 2016, hal,.31-32.

(8)

20 elektronik dan/atau dokumen elektronik termasuk dalam kategori kejahatan komputer.

Tindakan tersebut bisa termasuk penggunaan teknik hacking atau pencurian identitas untuk mendapatkan akses ke dalam sistem komputer atau jaringan elektronik. Tujuan dari tindakan ini biasanya adalah untuk mencuri informasi rahasia atau data pribadi, mengubah data atau merusak sistem.

Tindakan semacam ini dapat merugikan individu, organisasi, atau bahkan negara. Oleh karena itu, tindakan semacam ini dilarang oleh hukum dan bisa mendapatkan hukuman yang serius jika terbukti bersalah.

Beberapa negara, tindakan semacam ini masuk dalam kategori cybercrime dan bisa dijerat dengan undang-undang yang berlaku untuk kejahatan tersebut.23 Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal terlibat dalam tindakan semacam ini, sebaiknya segera menghentikan tindakan tersebut dan meminta bantuan dari pihak yang berwenang.

D. Teori Keadilan Bermartabat

Teori Keadilan Bermartabat atau Dignified Justice Theory adalah teori keadilan yang menempatkan martabat manusia sebagai prinsip dasar untuk menentukan keadilan. Teori ini berpendapat bahwa semua orang harus diperlakukan dengan menghormati martabat dan nilai-nilai kemanusiaannya.

Menurut teori ini, keadilan bukan hanya tentang pembagian sumber daya atau perlakuan yang sama terhadap semua orang, tetapi juga tentang pengakuan

23 Convention on Cybercrime (Konvensi tentang Kejahatan Siber) yang disepakati oleh

Dewan Eropa pada tahun 2001.

(9)

21 dan penghormatan terhadap martabat manusia. Oleh karena itu, dalam memutuskan tentang keadilan, kita harus mempertimbangkan faktor-faktor seperti kesetaraan, pengakuan, dan keadilan prosedural.

Teori Keadilan Bermartabat juga menekankan pentingnya hak asasi manusia dan nilai-nilai kemanusiaan dalam menentukan keadilan. Hal ini menuntut bahwa keadilan harus diterapkan dengan cara yang memastikan bahwa hak asasi manusia dan martabat manusia dihormati dan dilindungi.

Konteks sosial dan politik, teori ini dapat memberikan pandangan bahwa ketimpangan dalam masyarakat harus diatasi dengan cara yang menghormati martabat manusia. Hal ini bisa diterapkan dalam berbagai bidang seperti ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan hak-hak politik.

Secara keseluruhan, Teori Keadilan Bermartabat menawarkan pendekatan yang menempatkan martabat manusia sebagai nilai yang paling penting dalam menentukan keadilan. Teori ini dapat digunakan untuk menginformasikan keputusan dan kebijakan publik yang menghormati hak asasi manusia dan nilai- nilai kemanusiaan.

E. Pemecahan Masalah Tindak Pidana Secara Bersama-Sama Mengakses Komputer Dan/Atau Sistem Elektronik Dengan Cara Apapun Dengan Tujuan Untuk Memperoleh Informasi Elektronik Dan/Atau Dokumen Elektronik

Penelitian yang dilakukan Penulis ditemukan adanya ketidakjelasan makna atau arti dari konsep yang berada di dalam pengaturan, sehingga peraturan itu memiliki banyak makna (multi interpretation). Ketentuan di dalam

(10)

22 KUHP dan UU ITE tidak merumuskan pengertian tindak pidana secara bersama- sama mengakses komputer dan/atau sistem elektronik dengan cara apapun dengan tujuan untuk memperoleh informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang tegas secara hukum. Meski di atur dalam Pasal 30 ayat (2) Jo Pasal 46 ayat (2) UU.RI.Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik Jo UU.RI.Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik akan tetapi masih banyak pihak yang mengeluhkan lemahnya penegakan hukum di Indonesia dalam rangka penegakan keadilan. Termasuk pada kasus tindak pidana secara bersama-sama mengakses komputer dan/atau sistem elektronik dengan cara apapun dengan tujuan untuk memperoleh informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik sendiri. Oleh sebab itu dengan adanya pengaturan yang menjelaskan mengenai tindak pidana mengakses komputer dan/atau sistem elektronik dengan cara apapun untuk memperoleh informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan juga sanksi apabila melakukan tindakan tersebut. Umumnya terdapat dua penanggulangan kejahatan yaitu tindakan preventif dan represif (sebelum dan sesudah kejahatan). Tindakan preventif adalah tindakan yang sebelum terjadinya kejahatan atau di sebut suatu tindakan pencegahan sebelum terjadi. Mencegah kejahatan lebih baik dari pada kita memperbaiki Setelah terjadi kejahatan itu sendiri. Upaya preventif ini lebih di utamakan dari pada upaya represif karena upaya ini bisa dilakukan oleh siapa saja tanpa harus memiliki keahlian khusus, pencegahan kejahatan sebelum terjadi juga dapat dilakuakan oleh masyarakat biasa dan dapat dimulai dari hal-hal kecil seperti, berhati-hati dalam mengelola

(11)

23 informasi elektronik dan menjaga data pribadi dalam media elektronik. Dan juga diadakanya penyuluhan tentang tindak pidana secara bersama-sama mengakses komputer dan/atau sistem elektronik dengan cara apapun dengan tujuan untuk memperoleh informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik. Upaya pencegahan tindak pidana secara bersama-sama mengakses komputer dan/atau sistem elektronik dengan cara apapun dengan tujuan untuk memperoleh informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu, pertama pemetaan tindak pidana secara bersama-sama mengakses komputer dan/atau sistem elektronik dengan cara apapun dengan tujuan untuk memperoleh informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik di Indonesia baik untuk tujuan domestik maupun luar negeri. Kedua peningkatan pendidikan masyarakat, khususnya pendidikan alternatif bagi anak-anak di Indonesia, termasuk dengan sarana prasarana pendidikannya, Ketiga, peningkatan pengetahuan masyarakat melalui pemberian informasi seluas-luasnya tentang tindak pidana secara bersama-sama mengakses komputer dan/atau sistem elektronik dengan cara apapun dengan tujuan untuk memperoleh informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan seluruh aspek terkait dengan tindak pidana tersebut. Keempat, perlu diupayakan adanya jaminan aksesbilitas bagi keluarga khususnya anak-anak memperoleh pendidikan, pelatihan, peningkatan pendapatan dan pelayanan sosial. Cara-cara tersebut terkesan tepat, tinggal bagaimana pengimplementasiannya saja secara nyata.

Legal issues mengenai kekaburan hukum peraturan menurut Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Infomasi dan Transaksi Elektronik dalam

(12)

24 bagian penerjemahan dalam Pasal 30 ayat (2) Jo Pasal 46 ayat (2) UU.RI.Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik Jo UU.RI.Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik tidak ada kepastian hukum yang mengatur secara khusus dan mengklasifikasikan mengenai kalimat “dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik”. Sehingga seringkali masyarakat dan penegak hukum bingung dengan kalimat tersebut dan salah mengartikannya dengan Pasal 32 ayat (1) Jo Pasal 48 ayat (1) yang berbunyi dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.

Pada Putusan 986/Pid.Sus/2020/PT.Sby. Jaksa memberikan dakwaan bersifat subsidair dengan Pasal 32 sebagai dakwaan primair dan Pasal 30 sebagai dakwaan subsidair. Majelis Hakim memberikan putusan bahwa terdakwa terbukti memenuhi unsur pada pasal 30 ayat 2 maka dakwaan subsidair dari jaksa dikabulkan oleh Majelis Hakim. Akan tetapi jika Jaksa salah dalam menafsirkan yang dapat dijerat oleh pasal tersebut dapat merugikan pihak dari korban maupun terdakwa.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar yang diharapkan penulis mewujudkan dalam bentuk penelitian tentang “ Peningkatan aktivitas dan hasil belajar biologi siswa melalui model