• Tidak ada hasil yang ditemukan

representasi nilai budaya jawa dalam novel pengakuan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "representasi nilai budaya jawa dalam novel pengakuan"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Rumusan Masalah

Tujuan Penelitian

Manfaat Penelitian

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

Kajian Pustaka

Penelitian yang dilakukan oleh Zaenab (1997) berjudul “Refleksi Warisan Nilai Budaya Jawa dalam Novel “Pasar” Karya Kuntowijoyo (Pendekatan Sosiologi Sastra)”. Penelitian ini juga membahas nilai-nilai budaya Jawa, antara lain: (1) Nilai moral; (2) Nilai-nilai kemanusiaan; (3) Nilai-nilai sosial. Hakikat kehidupan masyarakat Jawa sangat dipengaruhi oleh sastra seperti Wedhatama, Wulang Reh dan filsafat wayang.

Keraton Surakarta menggambarkan berbagai tradisi atau adat istiadat masyarakat Jawa, mulai dari masa bayi hingga kematian. Mengenai sistem penanggalan, orang Jawa mengatakan bahwa sistem penanggalan digunakan untuk perhitungan, tetapi juga untuk dijadikan pedoman dalam mencari keselamatan dalam hidup. Hanya karena tradisi Jawa yang penuh perhitungan maka hari mempunyai arti khusus.

Kerangka Pikir

Oleh karena itu fokus penelitiannya adalah orientasi nilai budaya Jawa menurut Koentjaraningrat (dalam Prihatma, 2003:68), yang terbagi atas hakikat hidup, etos kerja dan kerja, sikap terhadap alam, hubungan dengan orang lain dan persepsi terhadap waktu. . yang akan dipelajari.

METODE PENELITIAN

  • Desain Penelitian
  • Definisi Penelitian
  • Data dan Sumber Data
  • Teknik Pengumpulan Data
  • Teknik Analisis Data

Lingkungan spiritual yang bagi orang Jawa meliputi keterkaitan dengan alam, berupa adat istiadat, tata cara, dan nilai-nilai budaya umum yang berlaku di masyarakat. Tradisi lain yang sangat terlihat pada masyarakat Jawa adalah pemberian nama pada orang Jawa, khususnya pada orang yang dianggap mempunyai kedudukan. Dan bertanya kepada nDoro Kanjeng: “Iya, orang Jawa betah nonton wayang sampai subuh.” Dalam perbincangan di ruang depan, nDoro Kanjeng memberikan nasehat: “Jangan berpikir untuk melihat wayang, harus dirasakan dan diserap.

Data di atas merupakan bagian dari tradisi masyarakat Jawa yang gemar menonton pertunjukan wayan. Hal ini mencerminkan bahwa masyarakat Jawa mempunyai sistem kekerabatan yang tinggi dalam keluarga dan masyarakat. Sistem penanggalan Jawa dalam sejarah juga dapat dilihat pada beberapa data di bawah ini.

Hakikat hidup yang menanti orang Jawa adalah menerima takdir dan menerima takdir serta menjalani hidup. Hakikat kehidupan masyarakat Jawa dalam cerita digambarkan oleh beberapa tokoh yaitu Pariyem menerima takdir yang telah ditentukan, ia pasrah dan tidak memberontak terhadap takdirnya, bahkan ia mengabdikan dirinya sepenuhnya kepada nDoro Kanjeng Cokro Sentono. Hubungan dengan alam bagi masyarakat Jawa terbagi menjadi dua, yaitu lingkungan fisik dan lingkungan spiritual.

Hubungan dengan orang Jawa lainnya mempunyai nilai sosial gotong royong dan solidaritas yang tinggi dalam sistem kekerabatan. Sistem kalender Jawa adalah konsep waktu yang digunakan untuk menentukan tanggal baik untuk memulai suatu pekerjaan penting. Dan bertanya kepada nDoro Kanjeng: “Wah, orang Jawa betah nonton wayang sampai subuh.” Dalam perbincangan di ruang depan, nDoro Kanjeng berpesan, “Jangan berpikir untuk menonton wayang, harus dirasakan dan diserap.

Dan bertanya kepada nDoro Kanjeng: ‘Iya, orang Jawa betah nonton wayang sampai subuh.’ Dalam perbincangan di ruang depan, nDoro Kanjeng memberi nasehat: ‘Jangan pernah berpikir untuk menonton wayang, tapi harus.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Hakikat kehidupan masyarakat Jawa dapat tercermin dalam konsep takdir, penyerahan diri, dan sumarah yang merupakan kepercayaan masyarakat Jawa. Data di atas merupakan ajaran atau nasehat yang diberikan oleh nDoro Kanjeng dari nDalem Suryamentaraman Ngayogyakarta. Umumnya orang Jawa tidak menyadari tujuan dan pentingnya kerja keras mereka; Orang Jawa hanya bekerja untuk bertahan hidup demi sesuap nasi.

Intisari karya dan etos kerja dalam cerita ini adalah Pariyem yang berprofesi sebagai babu mengabdikan dirinya pada keluarga nDoro Kanjeng Cokro Sentono di nDalem Suryomentaraman Ngayogyakarta dan bekerja sepanjang hari dan setiap waktu hanya untuk mencari nafkah. Kebiasaan lain yang sering terjadi di kalangan masyarakat Jawa adalah mereka sering memberi nama yang membawa keberuntungan dengan memberi nama seperti Jenang abang, jenang putih, Ingkung ayam, nasi tumpeng dan gudhangan yang melambangkan kesucian bayi, cahaya yang menerangi. alam, keutuhan bayi Tubuh Wadhag telanjang, interaksi kehidupan akan memperkaya pengalaman. Tata cara beribadah, jongkok dengan punggung lurus dan tangan menyentuh lantai, merupakan tradisi masyarakat Jawa ketika ingin menatap mata.

Pemberian nama pada beberapa data di atas menandakan bahwa nama tersebut berasal dari Pulau Jawa, dan pemberian nama terlihat jika orang tersebut berasal dari Pulau Jawa atau keturunan Jawa. Terasa sederhana, namun makna dalam “Wayang,” kata nDoro Kanjeng: “pada dasarnya adalah bayangan yang hanya bisa hidup jika digerakkan oleh ki dalang.” Ini adalah tubuh kita, kita adalah otak di baliknya. Beberapa data di atas memberikan gambaran bahwa hubungan dengan sesama masyarakat dan keluarga kerajaan tercermin dalam keluarga Pariyem dan nDoro Kanjeng Cokro Sentono di nDalem Suryomentaraman Ngayogyakarta.

Sistem penanggalan atau persepsi waktu yang digunakan oleh masyarakat Jawa untuk menentukan tanggal-tanggal baik secara agama guna memulai pekerjaan penting. Menurut masyarakat Jawa, malam Jumat kliwon merupakan malam yang tidak berbeda dengan malam-malam sebelumnya. Malam Jum'at Kliwon merupakan malam yang sakral dan sakral bagi persepsi orang Jawa karena pada malam ini sebagian besar masyarakat Jawa melakukan tirakatan atau melek wengi untuk membicarakan budaya Jawa.

Data 109 Karena sistem penanggalan merupakan perhitungan untuk memperoleh hari baik dan hari buruk menurut persepsi masyarakat Jawa. Persepsi orang Jawa terhadap waktu berbeda-beda, sehingga penyelesaiannya juga mencakup persepsi orang Jawa terhadap waktu menurut perhitungan dalam sistem penanggalan. Beberapa informasi di atas merupakan persepsi masyarakat Jawa mengenai waktu untuk menentukan hari perayaan upacara perayaan kelahiran bayi dan acara Miton Kembang Selamatan, upacara kehamilan bulan ke 7, serta menentukan hari baik untuk bertemu sanak saudara dan kerabat. nikmati koneksi, tenggelam dalam hiruk pikuk kebahagiaan.

Pembahasan

Hal-hal demikian merupakan salah satu adat istiadat yang melekat di lingkungan masyarakat Jawa, baik bangsawan maupun pemuda. beribadah, tata cara berjalan berjongkok dengan punggung lurus, tangan menyentuh tanah, merupakan adat istiadat masyarakat Jawa ketika ingin berhadapan dengan orang yang sangat mereka hormati, terutama orang tua yang digambarkan dalam Pariyem, anak nDoro Kanjeng dan Sodiki Kliwon. Salah satu adat istiadat yang terdapat dalam novel tersebut adalah saling menghormati, penggunaan bahasa jawa halus kepada orang yang lebih tua seperti pelajar pada nDoro Kanjeng karena berbeda kedudukan, nDoro Kanjeng, nDoro Ayu kepada anaknya serta Pariyem dan keluarga majikannya. Kelihatannya sederhana, namun makna dalam “Wayang,” kata nDoro Kanjeng, “pada dasarnya adalah bayangan yang hanya bisa hidup bila digerakkan oleh sang dalang.”

9) “Kalau nDoro Kanjeng diundang, bajunya berantakan sekali, dia punya jaket dan pantalon, tapi dia tidak pernah memakainya. Selalu baju jawa, selalu baju jawa: Ya iya, nDoro Kanjeng pernah berkata: “Kami punya peradaban sendiri, Iyem. Dan saya jarang menghina orang lho, kecuali orang tersebut benar-benar sontoloyo. Ndoro Kanjeng begitulah beliau disapa, priyagung Kraton Ngayogyakarta.

Diam-diam hatiku bangga banget lho, bagaimana tidak, ta. nDoro Kanjeng begitulah panggilan akrabnya, priyagung Keraton Ngayogyakarta. Terasa sederhana, namun makna dalam “Wayang,” kata nDoro Kanjeng: “pada dasarnya adalah bayangan yang hanya bisa hidup jika digerakkan oleh ki dalang.” 34;Wayang,” kata nDoro Kanjeng: “hakikatnya adalah bayang-bayang kehidupan kita selama berada di dalam marcapada: gudang yang menyimpan karakter pribadi kita.”

Ya begitulah, titik awal hidup saya sebagai babu nDoro Kanjeng Cokro Sentono dimulai dari titik kegilaan pasar ini: Bos saya penyebabnya. Kalau nDoro Kanjeng diundang, sungguh menyebalkan karena memakai jaket dan pantalon yang dia punya tapi tidak pernah dipakai. Tanda penghormatan dan kesetiaan kepada Kanjeng Sultan Raja di Keraton Mataram kesembilan. nDoro Kanjeng Cokro Sentono di nDalem Suryamentaraman Ngayogyakarta.

34;Wayang,” kata nDoro Kanjeng: “pada hakekatnya adalah bayangan hidup kita selama berada di dalam marcapada: gudang yang menyimpan karakter pribadi kita.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Sedangkan lingkungan spiritual berupa adat istiadat masyarakat Jawa berupa tradisi seperti menyelamatkan ibu hamil, bayi lahir mati, menu makanan yang disajikan, dan adat pergi ke dukun.

Saran

4) “Iya iya, awalnya niat: yang mengalir di panca indera saya dan mengganggu perasaan dan pikiran saya. 11) "Pasuryan nDoro Ayu Cahya Wulaningsih selalu memancarkan kesegaran, jarang mengeluh, suka bercanda, suka mengunjungi kerabat yang mempunyai keinginan besar - Tuguran namanya. 20) "Tidak ada kesedihan, tidak ada keluh kesah batin dan tidak ada perasaan khawatir. sebelum hari pembebasan berakhir.

21) “Iya iya, semua tergantung hasil panen, tergantung hasil panen semua orang menghitung: “Hidup ini sungguh tidak masuk akal, tidak mungkin. 24) “Tidak ada duka, tidak ada rintihan batin dan tidak ada perasaan khawatir, hingga hari pembebasan itu usai. 57) “Aku berkata bahwa aku tidak pernah berteriak dalam diam, namun yang jelas aku mampu mengangkat tabir kesunyian dan mengungkap kebisingan percakapan.

Ya iya, pusaka kampium dan indah kreasi nenek moyang zaman dahulu para empu kondhang-kaloka kajana-pria. Dan lakon Kresna Duta, Rama Tambak, Anggada Duta, Parta Kromo, Babat Alas Wanamarta dan saingan peran Karna-Arjuna keluarga Bharata: dalam perang Baratayudha, lakon favorit nDoro Kanjeng. Taman harapan keluarga harus kita pupuk, semua akan berjalan apa adanya. tapi nunnu sewu tanggal lahirku aku lupa tapi aku ingat betul hukumku: Wukunya kuningan di bawah lindungan bethara Indra Jum'at upah waktu ketika hari bangun subuh.

Ya iya, pusaka kampium dan buah-buahan indah hasil karya nenek moyang zaman dahulu para empu kondhang-kaloka kajana-pria. nDoro Ayu, nDoro Putri dan saya datang ke Lor Square. Datanglah ke hiruk pikuk Sekaten yang diadakan setahun sekali. Aku dan Doro Ayu membeli kinang dan menikmati berkah di keramaian. Tidak ada kesedihan, tidak ada rintihan batin dan tidak ada rasa khawatir, hingga hari pembebasan itu usai.

Ayah saya seharian bekerja di sawah, mengolah tanah Data 4. Tidak ada kesedihan, tidak ada rintihan batin dan tidak ada rasa khawatir, hingga hari pembebasan itu usai. Ya iya, pusaka kampium dan buah-buahan indah hasil karya nenek moyang zaman dahulu para empu kondhang-kaloka kajana-pria. Setelah memberitakan sana-sini, apel sana-sini, orang tua Pariyem kembali hidup sebagai petani “tapi hanya bekerja curang, Pak Sosial.”

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisis data, dapat dideskripsikan bahwa dalam novel tersebut ditemukan nilai-nilai budaya yang dijabarkan seperti berikut: (1) Nilai budaya dalam hubungan manusia