• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respon Nelayan Terhadap Fenomena Iklim Perspektif

N/A
N/A
asrama

Academic year: 2025

Membagikan "Respon Nelayan Terhadap Fenomena Iklim Perspektif "

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Website: http://jonedu.org/index.php/joe

Respon Nelayan terhadap Fenomena Iklim (Perspektif Sosial Ekonomi)

Wahyudi1, Muslihin2, Mauliana Wayudi3, Aisyah A Rahman4, Muhammad Rizal5, Rahmi6

1, 2, 4,5 Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Almuslim, Jl. Almuslim,

Matangglumpangdua, Paya Cut, Kec. Peusangan, Kabupaten Bireuen, Aceh

3Program Studi Pendidikan Ekonomi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Almuslim, Jl. Almuslim, Matangglumpangdua, Paya Cut, Kec. Peusangan, Kabupaten Bireuen, Aceh

6Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Almuslim, Jl. Almuslim, Matangglumpangdua, Paya Cut, Kec. Peusangan, Kabupaten Bireuen, Aceh

[email protected] Abstract

Against the background of climate phenomena, people who rely on fishing are greatly affected by climate change.

This phenomenon occurs due to global warming which causes the earth's temperature to continue to increase, thus affecting a prolonged dry season. This phenomenon is known as climate change. Alue Bi Pusong Village, which is located on the coast of Jangka District, Bireuen Regency, is a fishing community. As coastal communities, fishermen rely on the sea as a resource to supply various needs. This problem raises a study question, "How do fishing communities respond to the impacts of climate change on socio-economic life," based on these problems. This study uses a qualitative methodology. The researcher intends to provide comprehensive analysis and data through in-depth interviews and observations. This study uses the community as informant subjects by means of snowball. The results of the study have an impact that climate change causes fishermen to experience socio-economic problems. From an economic perspective, the impact of climate change has made fishing communities unable to meet their daily needs and vulnerable to poverty, while social problems, particularly the inability of fishermen to predict the season due to uncertain weather, the distance traveled to find additional fish, has reduced fishery resources.

Keywords: Fishermen, Climate Change, Socio-Economy Abstrak

Dilatar belakangi oleh fenomena iklim, masyarakat yang mengandalkan penangkapan ikan sangat terpengaruh oleh perubahan iklim. Fenomena ini terjadi dikarenakan pemanasan global yang menyebabkan suhu bumi terus meningkat, maka mempengaruhi musim kekeringan yang berpanjangan. Fenomena ini dikenal sebagai perubahan iklim. Desa Alue Bi Pusong yang terletak di pesisir pantai Kecamatan Jangka Kabupaten Bireuen merupakan masyarakat nelayan. Sebagai masyarakat pesisir, nelayan mengandalkan laut sebagai sumber daya untuk menyuplai berbagai kebutuhan. Permasalahan tersebut memunculkan pertanyaan kajian, “Bagaimana tanggapan masyarakat nelayan terhadap dampak perubahan iklim untuk kehidupan sosial ekonomi,” berdasarkan permasalahan tersebut. Penelitian ini menggunakan metodologi kualitatif. Peneliti bermaksud untuk memberikan analisis dan data yang komprehensif melalui wawancara mendalam dan observasi. Penelitian ini menggunakan masyarakat sebagai subyek informan dengan cara snowball. Hasil penelitian berdampak bahwa peralihan iklim menyebabkan nelayan mengalami permasalahan sosial ekonomi. Dari segi ekonomi, dampak perubahan iklim membuat masyarakat nelayan tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup dan rentan terhadap kemiskinan, sedangkan permasalahan sosial, khususnya ketidakmampuan nelayan dalam memprediksi musim akibat cuaca yang tidak menentu, jarak tempuh untuk mencari tambahan ikan, sehingga menjadikan sumber daya perikanan berkurang.

Kata Kunci: Nelayan, Perubahan Iklim, Sosial Ekonomi

Copyright (c) 2023 Wahyudi, Muslihin, Mauliana Wayudi, Aisyah A Rahman, Muhammad Rizal, Rahmi Corresponding author: Wahyudi

Email Address: [email protected] (Jl. Almuslim, Matangglumpangdua, Paya Cut, Kec. Peusangan, Kabupaten Bireuen, Aceh)

Received 6 Mei 2023, Accepted 13 Mei 2023, Published 15 Mei 2023

PENDAHULUAN

Perubahan iklim merupakan akibat dari pemanasan global, dan berdampak negatif terhadap wilayah pesisir dan kehidupan sehari-hari masyarakat nelayan. Naiknya suhu permukaan laut, intensitas

(2)

cuaca ekstrim, perubahan pola curah hujan, dan gelombang besar merupakan dampak negatif dari peralihan iklim. Dampak negatif ini berdampak jangka panjang terhadap cara masyarakat memenuhi kebutuhan sehari-hari.(Adiatma et al., 2013; Akbar & Huda, 2017; Isdianto & Luthfi, 2020).

Pemenuhan kebutuhan sehari-hari terkait dengan kehidupan sosial ekonomi mereka yang bergantung pada sumber pendapatan utama mereka sebagai nelayan, sehingga harus memiliki strategi bertahan hidup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan modal sosialnya.

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki ± 17.480 pulau dengan luas laut mencapai 5,8 juta km² dan pantai seluas ± 95.181 km². Negara kepulauan adalah negara yang seluruhnya terdiri dari satu pulau atau lebih dan dapat mencakup pulau-pulau lain. (Lasabuda, 2013).

Wilayah laut yang dimiliki Indonesia lebih luas dari daratannya, sehingga peranan wilayah laut dalam kehidupan masyarakat dan negara sangatlah penting. Peran masyarakat sangat diperlukan untuk mencapai tujuan pembangunan karena keberhasilan pembangunan ditentukan oleh tingkat partisipasi masyarakat dan pemerintah menetapkan model pemberdayaan masyarakat (Tinambunan, 2017).

Masyarakat wilayah pesisir adalah masyarakat nelayan yang kehidupan ekonominya berasal dari sumber daya laut. Mata pencaharian nelayan bergantung pada laut, dan penghasil utamanya adalah ikan. Sebagian besar masyarakat Indonesia adalah masyarakat nelayan yang tinggal di daerah pesisir.

Indonesia adalah negara maritim dengan garis pantai lebih dari 81.000 km dan lebih dari 15.500 pulau.

Luas daratan mencapai 1,9 juta kilometer persegi dan luas perairan mencapai 6,6 juta kilometer persegi (Ramdhan & Taslim 2013). Perairan teritorial dan sumber daya alam memiliki kepentingan strategis untuk pengembangan ekonomi nasional. Dalam UU Pemda No. 32 Tahun 2004, ditegaskan bahwa daerah yang memiliki wilayah laut diberdayakan untuk mengelola sumber daya yang berada di wilayah lautnya.

Letak geografis kepulauan Indonesia sangat strategis karena merupakan pusat lalu lintas maritim antarbenua, Indonesia memiliki kedaulatan atas laut teritorial yang meliputi; perairan pedalaman, perairan kepulauan, dan laut teritorial (12 mil dari garis pangkal). Zona tambahan Indonesia dengan hak berdaulat dan yurisdiksi tertentu serta zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia 200 mil dari garis pangkal. Indonesia memiliki hak berdaulat atas sumber daya alam (perikanan), hak melindungi lingkungan laut, mengatur dan mengizinkan penelitian ilmiah kelautan, memberikan izin pembangunan pulau buatan, fasilitas dan bangunan lainnya (Lasabuda, 2013).

Pemanasan iklim, dengan perubahannya yang tidak pasti, membuat nelayan sulit menentukan waktu datangnya ikan. Rusaknya biota laut juga mengurangi keberadaan ikan. Penyebab kerusakan lingkungan tersebut adalah pengelolaan lingkungan yang buruk dan pengaruh gas rumah kaca terhadap keadaan lingkungan. Puncak pemanasan global akan mempengaruhi perubahan cuaca yang semakin sulit diprediksi (Isdianto & Luthfi, 2020). Bencana yang disebabkan oleh peralihan iklim membuat perikanan rentan terhadap kenaikan permukaan laut, peningkatan siklon tropis, dan intrusi air laut.

Bencana yang disebabkan oleh peralihan iklim menciptakan kerentanan di bidang perikanan akibat kenaikan muka air laut, peningkatan siklon tropis dan intrusi air laut. Penelitian Helmi dan Satria

(3)

tentang strategi adaptasi nelayan terhadap perubahan ekologi menunjukkan bahwa perubahan ekologi di kawasan pesisir Pulau Panjang telah mempengaruhi kehidupan nelayan dalam kehidupan sosial ekonominya (Helmi & Satria, 2012). Juga penelitian Ni Nengah Dea Ayu Ferina menunjukan bahwa nelayan Kenjeran memiliki beberapa strategi adaptif dalam kehidupan rumah tangganya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (Ni Nengah Dea Ayu Ferina, 2021). Kondisi iklim saat ini sangat mendukung kehidupan sosial ekonomi nelayan, sehingga peralihan iklim menyebabkan penurunan pendapatan yang diperoleh nelayan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, yang mendorong masyarakat nelayan ke jurang kemiskinan.

Menurut Undang-Undang Perikanan No. 45 Tahun 2009, nelayan adalah orang yang pekerjaan utamanya menangkap ikan. Sedangkan nelayan kecil adalah masyarakat yang mata pencahariannya mencari ikan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Nelayan kecil ini adalah nelayan tradisional yang menggunakan perahu kecil dan alat tangkap sederhana. Pada masyarakat nelayan desa jangka yang tergolong nelayan tradisional, kombinasi peralihan iklim dan penangkapan ikan yang merusak lingkungan semakin memperburuk keadaan ekosistem laut, mempengaruhi kehidupan masyarakat yang bergantung pada penangkapan ikan untuk mata pencaharian mereka.

Nelayan tradisional menggunakan alat tangkap sederhana dalam proses penangkapan ikannya.

Nelayan sangat bergantung pada waktu kedatangan ikan saat menangkap ikan dari laut. Biasanya kemunculan ikan dipengaruhi oleh hembusan angin di laut. Sekitar Agustus-September akan menunjukkan bahwa peluang menangkap ikan bagus atau waktu untuk menangkap ikan akan datang.

Namun, adanya peralihan iklim membuat nelayan kesulitan menentukan waktu kedatangan ikan.

Perubahan iklim berdampak signifikan terhadap nelayan, karena sebagian besar nelayan bergantung pada cuaca dan kondisi lingkungan untuk mencari ikan dan makanan lainnya. Beberapa efek perubahan iklim terhadap nelayan seperti perubahan suhu air, intensitas cuaca ekstrem sampai ke perubahan pola arus laut.Tentunya masyarakat nelayan Alue Bi Pusong juga mengalami perubahan iklim ini. Saat ini masyarakat nelayan masih merasakan dampaknya terhadap penangkapan ikan di laut. Ada beberapa laporan bahwa cuaca buruk menghalangi para nelayan untuk melaut. Cuaca buruk terjadi pada pertengahan mei 2020 hal ini diketahui melalui Suhaimi Hamid, Ketua Forum DAS Krueng Peusangan di Bireuen. Kondisi ini diperparah dengan kondisi cuaca ekstrem seperti hujan deras kondisi peralihan iklim memprediksi bahwa curah hujan akan meningkat sebesar 24 persen selama kuartal hujan tahun ini. Hujan deras meningkatkan aliran air di sungai, membanjiri daerah pedalaman dan pesisir (www.kabarbireuen.com).

Fenomena perubahan iklim ini dapat menyebabkan nelayan kesulitan dalam menentukan musim penangkapan ikan karena cuaca yang tidak menentu. Hal ini berisiko mengubah stabilitas ekosistem, sosial ekonomi masyarakat. keadaan sumber daya perikanan laut, sebagian kecil stok ikan laut yang ditangkap dalam tingkat yang berkelanjutan secara biologis menunjukkan tren menurun dari tahun ke tahun, perubahan iklim juga dapat mempengaruhi akses nelayan terhadap sumber daya laut, kesehatan, dan gizi. Studi tersebut menunjukkan bahwa masyarakat nelayan di negara-negara

(4)

berkembang, termasuk Indonesia, menghadapi risiko keamanan pangan yang lebih tinggi karena menurunnya produksi ikan (Béné et al., 2015 ; Pauly & Zeller, 2019 ;). Studi tersebut perlu diterapkan agar masyarakat tidak troma denga napa yang sudah terjadi, mitigasi dan adaptasi dapat membantu masyarakat nelayan untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan dan meningkatkan ketahanan pangan serta kesejahteraan ekonomi mereka (Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), 2022). Maka dari peristiwa tersebut masyarakat sudah sedikit mengetahui kapan perubahan itu terjadi dan apa saja yang harus disiapkan sebagai bentuk antisipasi dalam menaggulangi akibat buruk perubahan iklim tersebut (Wahyudi et al., 2020).

METODE

Metode penelitian yang digunakan dalam studi ini adalah metode kualitatif yang menitikberatkan pada realitas yang dibangun secara sosial, keterkaitan antara peneliti dan subjek yang diteliti, serta situasi yang menjadi ciri khas dari penelitian (Denzin & Lincoln, 2009;6 ; Maya &

Muhajirin, 2017). Studi ini menggunakan pendekatan interpretatif yang diamati langsung di Desa Alue Bi Pusong, Kecamatan Jangka, Kabupaten Bireuen. Pemilihan lokasi penelitian ini didasarkan pada karakteristik masyarakat yang sebagian besar adalah nelayan tradisional yang miskin dengan sumber daya keuangan yang terbatas dan tingkat pendidikan yang rendah. Metode snowball digunakan untuk mengidentifikasi dan mengambil sampel responden melalui jaringan koneksi. Data penelitian dikumpulkan melalui wawancara mendalam dan observasi terhadap nelayan. Proses analisis data meliputi pemilihan data melalui wawancara mendalam dan observasi, penyajian data, serta penarikan kesimpulan atau verifikasi data.

HASIL DAN DISKUSI

Hubungan antar manusia dapat membentuk modal sosial, yang merupakan sumber daya yang berguna bagi individu itu sendiri. Teori tindakan rasional dimulai dengan pengelolaan sumber daya tertentu, sehingga modal sosial merupakan jenis tertentu dari sumber daya tersebut, tindakan manusia didasarkan pada pertimbangan rasional yang disesuaikan dengan situasi sosial yang berubah dan menjelaskan bahwa tindakan manusia tidak selalu berdasarkan pertimbangan rasional, tetapi juga berdasarkan refleksi konstan terhadap tujuan dan nilai yang diinginkan (Gintis, 2017; Giddens, 2018;

Archer, 2019). Modal sosial dapat dicapai seperti yang diharapkan asalkan aktor individu cenderung untuk mengejar kepentingan mereka sendiri dan mereka memilih untuk bekerja sama karena kepentingan mereka (Coleman, 2009).

Secara keseluruhan, teori modal sosial memberikan pandangan yang kaya dan bermanfaat dalam memahami peran faktor sosial dalam pembentukan perilaku manusia dan kinerja organisasi (Nahapiet & Goshal, 1998; Hoy et al., 2019). Dampak sosial dari perubahan iklim, sebagaimana dalam teori modal sosial, masyarakat nelayan dapat mengatasi kondisi tersebut melalui berbagai bentuk modal sosial. Melalui hubungan antara nelayan dan tetangga, teman dan lembaga pemerintah menciptakan

(5)

jaringan yang dapat membantu mereka dalam situasi tertentu (Daly & Silver, 2008 ; Stewart et al., 2017).

Alue Bi Pusong merupakan salah satu desa di Kecamatan Jangka yang merupakan bagian dari Kabupaten Bireuen, Provinsi Aceh. Alue Bie Pusong merupakan salah satu kawasan pesisir Bireuen.

Sebagian besar penduduk desa bekerja di sekta perikanan, yaitu sebagai nelayan. kawasan tersebut merupakan desa nelayan yang hidupnya bergantung pada sumber daya alam laut. Perubahan iklim mengakibatkan nelayan tidak bisa melaut akibat badai, ombak, dan angin kencang. Efek perubahan iklim juga berdampak pada potensi stok ikan semakin berkurang, sehingga nelayan harus mencari ikan lebih banyak lagi. Pengaruh perubahan iklim juga dapat disebut masa kelaparan, karena masyarakat nelayan tidak memperoleh pendapatan yang cukup, dan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, masyarakat nelayan memberikan pengaruh yang kuat terhadap lingkungan, musim dan pasar. Agar masyarakat nelayan tetap dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari dan menunjang kehidupan keluarga yang mengarah pada kehidupan yang sejahtera, maka nelayan menggunakan modal sosialnya untuk mempertahankan kondisi sosial ekonominya.

Dampak perubahan cuaca pada kehidupan sosial nelayan

Konsekuensi dari perubahan iklim menjadi masalah bagi nelayan. Perubahan iklim merupakan fenomena global dimana suhu bumi meningkat akibat aktivitas manusia, seperti penggunaan bahan bakar fosil dan perubahan penggunaan lahan (Serang, 2012; Hukom et al., 2012; Ferijal et al., 2016;

Lestari et al., 2018). Adanya perubahan iklim menyebabkan nelayan tidak dapat menentukan musim yang akan datang. Setiap informan memberikan informasi tentang perubahan iklim yang mempengaruhi kehidupan nelayan, bahwa musim ini tidak dapat diprediksi, seperti yang diungkapkan Sulaiman sebagai berikut:

“ nyoe wate awai, wate katroh musem hujen, jadi jih na ujen, tapi nyoe jinoe Tatupu musem ujen, tapi hana teuntee ujeun, jadi hana saban wate awai, maka hanjet ta teubak, lage jinoe musim ujeun, seharus jih ka itameung musem khong” (wawancara, tanggal 5 maret 2021)

Artinya: “Kalau dulu, kalua musim hujan, maka ada hujan, tetapi sekarang kita tau sedang masuk musim hujan, tetapi tidak ada hujan, maka tidaklah sama seperti dulu, jadi tidak bisa ditebak cuacanya, seperti sekarang hujan lebat seharusnya ini sudah musim kemarau” (wawancara tanggal 5 maret 2021)

Pernyataan para informan di atas mengacu pada perubahan iklim yang saat ini tidak dapat diprediksi. Ketidaktahuan masyarakat akan ramalan cuaca yang berubah-ubah mengakibatkan nelayan tidak dapat menentukan musim yang seharusnya terjadi. Saat angin bertiup dari arah selatan, nelayan desa Alue Bie Pusong masih bisa menangkap ikan, namun saat angin bertiup dari arah timur, nelayan tidak bisa melaut karena terjadi gelombang besar dan jumlah ikan berkurang. Informasi yang diberikan oleh informan Ishaq adalah sebagai berikut:

(6)

“Menyoe angen baroeh manteng jet ta ek u laot, tapi nyoe angen timu hanjet, karena ie rayeuk dan ungkot pih hana, nyoe angen dari baroeh hana gelombang, karena nyoe na glombang rayeuk hana ungkot, tapi nyoe hana rayeuk, na ungkot” (wawancara 5 maret 2021).

“Kalau angin utara masih bisa kita untuk melaut, tetapi kalau angin timur susah, karena gelombangnya besar dan ikannya juga kurang, kalau angin utara kita bisa melaut dan ikannya banyak, karena gelobangnya tidak besar, kalua gelombang besar maka ikanpun berkurang, kalau tidak besar gelombang ikannya banyak” (wawancara 5 maret 2021).

Perubahan iklim mempengaruhi kondisi cuaca yang ekstrim sehingga para nelayan tidak berani melaut. Perubahan iklim ini akan berdampak pada musim hujan yang lebih panjang dengan gelombang laut yang tinggi. Berdasarkan data wawancara informan, nelayan tidak bisa melaut dengan angin, namun saat hujan dan tidak ada angin, nelayan tetap berani melaut. Perubahan iklim tidak hanya memengaruhi kondisi cuaca, tetapi juga mengurangi stok ikan. Penurunan stok ikan membuat nelayan harus mencari ikan lebih jauh. Dari Desa Parsehan hingga Paiton, Lelok bahkan Panarukan, para nelayan berharap dapat menangkap ikan untuk memenuhi kebutuhan finansial mereka.

Nelayan di kawasan Alue Bi Pusong terbagi menjadi dua kelompok nelayan, yaitu ikan besar dan ikan kecil seperti nelayan layur dan nelayan mencari ikan shot dan rajungan, ikan seset dan cumi- cumi. Setiap nelayan ikan layur memiliki jam kerja yang sama dengan tujuan yang sama dikarenakan ketersediaan ikan, nelayan melaut antara jam 1-2 pagi. Berbeda dengan nelayan ikan besar, nelayan pencari ikan kecil akan mulai bekerja untuk melihat kondisi keberadaan ikan, jika ikan dekat dengan tempat tinggalnya, mereka akan pergi bekerja sebelum fajar, sedangkan lokasi ikan lebih jauh dari tempat tinggalnya, para nelayan berangkat pagi yaitu jam 2 pagi.

Nelayan melakukan perjalanan jauh untuk menangkap ikan. Proses penangkapan ikan tergantung kondisi keberadaan ikan, jika ikan dekat dengan pemukiman penduduk, jaraknya tidak terlalu jauh, namun jika sulit mencari ikan dan jauh maka nelayan pergi dimana keberadaan ikan tersebut. Mekanisme komunitas nelayan berfungsi di bawah perubahan iklim mempengaruhi waktu untuk meninggalkan pekerjaan, jarak yang harus ditempuh nelayan untuk menangkap ikan akibat penurunan jumlah ikan. Jam kerja nelayan tergantung pada kondisi cuaca yang ada, pada cuaca mendung dan berangin, nelayan tidak bisa melaut.

Jam kerja nelayan juga tergantung keadaan ikan, jika ada informasi dari jauh, nelayan berangkat lebih awal. Jika perubahan iklim tidak mempengaruhi lokasi penangkapan ikan, maka nelayan mencari ikan di tempat yang sama seperti hari sebelumnya, namun jika ketersediaan ikan menurun dan cuaca tidak mendukung maka tujuan ditentukan berdasarkan informasi yang diterima. seperti kerabat dan nelayan lain. Sumber daya alam laut bukan milik individu, sehingga informasi terkait pekerjaannya disediakan oleh nelayan sebagai komunitas yang memiliki karakteristik kehidupan, budaya, dan pekerjaan yang sama sebagai unit komunitas. Nelayan tidak dirugikan jika mereka memberikan informasi tentang keberadaan ikan dan dipandang sebagai unit komunitas yang percaya pada aset masing-masing.

(7)

Komunitas kepercayaan tinggi mampu menciptakan jaringan yang sangat beragam. Oleh karena itu, terlihat bahwa modal sosial menguat ketika suatu komunitas memiliki norma kerjasama dan gotong royong melalui koneksi jaringan. komunitas Desa Alue Bie Pusong mempunyai kepercayaan masyarakat nelayan berdasarkan nilai-nilai budaya yang berkembang. Nilai-nilai budaya tersebut membawa rasa saling percaya kepada nelayan pada masyarakat setempat yang tinggal di lingkungan pesisir. Tempat tinggal merupakan salah satu faktor pembentuk budaya dan religi masyarakat yang kredibel. Sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan iklim, proses kerja nelayan bergantung pada berapa banyak nelayan yang memberikan informasi lokasi ikan dan berkumpul di satu tempat dengan harapan masing-masing nelayan mendapatkan hartanya. Dapat dilihat bahwa kepercayaan yang tercipta pada masyarakat nelayan tidak lepas dari budaya dan agama sebagai kunci penguatan kepercayaan antar masyarakat. Memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi memungkinkan nelayan membuat jaring yang berbeda.

Adanya masyarakat nelayan yang berbagi nilai-nilai etika yang dilandasi kepercayaan dan keyakinan melalui akhlak yang dikembangkan dalam kepribadiannya, maka masyarakat nelayan desa Alue Bi Pusong mewujudkan rasa saling percaya. Kepercayaan yang terbentuk mencerminkan kekuatan jaringan. Nelayan dapat menggunakan jaringan ini untuk mengatasi masalah operasional di laut akibat pengaruh perubahan iklim. Adanya modal sosial berupa kepercayaan dapat mempermudah nelayan untuk bekerja melaut, memberikan informasi dan akses yang penuh harapan kepada masyarakat pemilik modal. Harapan ini merupakan bantuan permodalan yang dapat dimanfaatkan nelayan sebagai modal kerja dan modal untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Dampak Perubahan Iklim Terhadap Ekonomi Nelayan

Modal finansial yang dimiliki masyarakat nelayan tidak hanya meliputi barang-barang yang digunakan sebagai alat tangkap. Modal finansial yang diperoleh juga termasuk pendapatan harian dari pekerjaan. Penghasilan ini digunakan untuk berbagai hal guna memenuhi kebutuhan hidup dan digunakan sebagai modal untuk kembali bekerja. Namun, jika perubahan iklim mempengaruhi cuaca, para nelayan tidak akan bisa bekerja. Saat musim paceklik, nelayan tidak bisa bekerja maksimal seminggu. Nelayan membutuhkan biaya setiap hari untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, membayar hutang dan modal kerja.

Komunitas nelayan bergantung pada stok ikan yang rentan setiap harinya. Ketidakpastian ini bersumber dari kenyataan bahwa, berbeda dengan petani yang memiliki lahan pertanian, nelayan harus mencari dan menangkap ikan untuk mendapatkan penghasilan. Masyarakat nelayan harus mencari ke laut untuk menangkap ikan. Pendapatan merupakan modal keuangan bagi masyarakat nelayan untuk mencari nafkah. Pendapatan itu kembali digunakan sebagai modal untuk membeli solar, memperbaiki perahu, dan membeli alat tangkap yang rusak. jala besar dan perahu merupakan alat tangkap utama bagi nelayan. Peralatan yang dimiliki nelayan digunakan untuk tenaga kerja sebagai modal ekonomi.

Penangkapan ikan dan perahu berasal dari uang milik nelayan dan pinjaman atau hutang kepada toke bangku atau agen lapak.

(8)

Selama musim paceklik, masyarakat nelayan menghadapi kemiskinan dan kesejahteraan yang menurun. Masyarakat nelayan memperoleh sebagian dari kehidupan ekonomi mereka dari laut, yang bergantung pada sumber daya alam laut untuk bertahan hidup. Ruang yang tidak mencukupi tidak hanya dilihat dari perspektif ekonomi, tetapi juga dari perspektif sosial, budaya, dan politik (Imron, 2003;

Wijaya, 2010; Komunitas & Purwastuty, 2018). Dalam dimensi ekonomi, kemiskinan dilihat dan diwujudkan sebagai kebutuhan dasar manusia seperti pangan, sandang, papan dan kesehatan, sedangkan pada masyarakat nelayan, kemiskinan dipandang sebagai prasyarat untuk memenuhi kebutuhan hidup, sandang, pangan dan kesehatan.

Kemiskinan dalam dimensi sosial budaya tidak dapat dihitung dengan bantuan angka, tetapi terwujud dalam bentuk budaya kemiskinan. Menanggapi kehidupan masyarakat miskin, mereka cenderung menghambur-hamburkan uang, mudah menyerah, menjadi tidak berdaya dan apatis. Meski tidak sepenuhnya benar, kondisi masyarakat nelayan hampir sama dalam hal membelanjakan uang untuk furnitur, perhiasan, dan barang konsumsi. Kecenderungan membeli barang konsumsi ketika nelayan mendapatkan hasil tangkapan yang cukup besar. Namun ketika musim paceklik tiba, para nelayan tidak memiliki tabungan lagi untuk digunakan memenuhi kebutuhan sehari-hari dan mengembangkan modal usahanya.

Kemiskinan masyarakat nelayan dikaji dalam sosial politik, yaitu. munculnya kelompok masyarakat nelayan miskin dalam struktur sosial yang tidak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Pada masyarakat nelayan muncul sebagai masyarakat yang terpinggirkan tanpa akses, seperti tuntutan lembaga keuangan seperti bank untuk akses permodalan. Oleh karena itu, jaringan yang terbentuk dengan perantara dalam komunitas nelayan dilindungi dan dipegang oleh rasa saling percaya dan nilai untuk mengakses modal tanpa persyaratan yang lebih rumit. Nelayan menjual hasil tangkapannya kepada toke bangku atau agen lapak. Toke bangku memberikan modal pinjaman untuk menghasilkan uang.

Masyarakat nelayan mengalami kerentanan dalam menghadapi krisis, dalam hal ini masyarakat nelayan Desa Alue Bie Pusong menghadapi dampak perubahan iklim. Nelayan kesulitan membeli bahan bakar untuk melaut karena tidak bisa menjual hasil tangkapannya dan tidak ada dana cadangan yang bisa digunakan untuk kebutuhan tak terduga sehingga menyebabkan nelayan jatuh miskin. Keadaan ini juga diperparah dengan keadaan nelayan yang peralatannya terbatas, hutang yang semakin besar dan terbatasnya kemampuan nelayan dalam menentukan harga ikan. Secara umum dapat dikatakan bahwa istilah kemiskinan selalu merujuk pada keadaan yang kurang. Kondisi kekurangan tersebut dapat diukur secara objektif, dilihat secara subjektif maupun komparatif berdasarkan perbandingan dengan orang lain, sehingga menciptakan citra kemiskinan yang objektif, subjektif dan relatif (Imron, 2003; Wijaya, 2010; Komunitas & Purwastuty, 2018).

Akibat musim paceklik, para nelayan mengalam pengangguranyang mengancam kesejahteraan nelayan, dan ketika nelayan tidak bisa bekerja, para nelayan menggunakan tabungan untuk kebutuhan sendiri. Saat tabungan semakin menipis, para nelayan meminta bantuan orang lain saat mereka terlilit

(9)

hutang. Dalam hal ini, nelayan harus menggunakan modal sosialnya secara optimal dengan harapan kebutuhan finansial keluarga tetap terjaga. Modal sosial memberi harapan kepada masyarakat nelayan sebagai sumber daya yang berguna dalam memerangi perubahan iklim. Modal sosial masyarakat nelayan berupa jaringan, kepercayaan, norma, dan nilai-nilai bersama membuat masyarakat nelayan tidak mungkin bertahan meskipun sedang mengalami musim lemah.

Saat musim sepi, nelayan lebih memilih mengandalkan toke bangku. Pinjaman dari perantara atau pemasok memberi nelayan modal sosial yang membantu mereka mendapatkan sumber daya yang mereka butuhkan pada saat krisis ekonomi. Modal sosial tidak hanya dibentuk oleh komunikasi antara nelayan dan calo, tetapi latar belakang komunikasi calo memberi kesempatan pada hubungan ini untuk menggunakan jaringan yang mereka miliki.

Modal ekonomi yang dimiliki masyarakat nelayan adalah pendapatan dari melaut dan peralatan yang digunakan untuk melaut. Dapat dilihat bahwa modal finansial yang diperoleh masyarakat nelayan pada awalnya dimulai sebagai modal budaya sebagai jembatan untuk mendapatkan modal lain untuk mencapai tujuan. Hubungan yang berlaku dalam masyarakat nelayan adalah interaksi berdasarkan sosial dan budaya masyarakat.

KESIMPULAN

Desa Alue Bi Pusong merupakan masyarakat yang hidupnya bergantung pada potensi sumber daya laut, sebagian besar masyarakatnya berprofesi sebagai nelayan. Namun, dampak perubahan iklim mempengaruhi kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Adanya perubahan iklim menyebabkan nelayan tidak dapat menentukan musim yang akan datang. Perubahan iklim mempengaruhi kondisi cuaca yang ekstrim sehingga para nelayan tidak berani melaut. Perubahan iklim tidak hanya mempengaruhi kondisi cuaca, tetapi juga mengurangi stok ikan, membuat nelayan ingin mencari ikan lebih jauh. Menurut komunitas nelayan, perubahan iklim saat ini tidak terdefinisi dan diramalkan, oleh karena itu nelayan tidak mau melaut dalam cuaca mendung dan berangin, yang dikhawatirkan dapat membahayakan nelayan itu sendiri. Perubahan iklim juga membuat para nelayan terpapar kelaparan, kerentanan terhadap kemiskinan, dan penurunan kesejahteraan. Jika nelayan tidak mendapatkan hasil tangkapannya, nelayan kesulitan membeli bahan bakar untuk kebutuhannya dan tidak ada dana cadangan untuk kebutuhan mendadak. Ketika perubahan iklim mempengaruhi kehidupan sosial ekonomi mereka, modal utama komunitas nelayan untuk menutupi perbatasan adalah jaringan. Modal pinjaman dapat diperoleh dari perantara melalui jaringan nelayan dan juga toke bangku.

REFERENSI

Adiatma, I., Nur, A., & Purnaweni, H. (2013). Adaptasi Nelayan Terhadap Perubahan Iklim dalam Pemanfaatan Ruang Pesisir (Studi Kasus : Desa Batu Belubang , Bangka). Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan, 273–277.

Akbar, T., & Huda, M. (2017). ISSN 0853-4404 WAHANA Volume 68 , Nomer 1 , 1 Juni 2017. 68, 49–

(10)

52.

Archer, M. (2019). Morphogenesis, plasticity and fragranced actions. Journal for the Theory of Social Behaviour, 49(1), 5-23.

Béné, C., Barange, M., Subasinghe, R., Pinstrup-Andersen, P., Merino, G., Hemre, G. I., & Williams, M. (2015). Feeding 9 billion by 2050 – Putting fish back on the menu. Food Security, 7(2), 261–274. https://doi.org/10.1007/s12571-015-0427-z

Coleman. (2009). Social Capital in the Creation of Human Capital.pdf.

Coleman, James S., 2009. Social Capital In The Creation Of Human Capital. University Of Chicago Press

Daly, M., & Silver, H. (2008). Social exclusion and social capital: A comparison and critique. Theory and Society, 37(6), 537–566. https://doi.org/10.1007/s11186-008-9062-4

Denzin, Norman K. & Lincoln, Yvonna S., 2009. Handbook of Qualitatif Research.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Ferijal, T., Mustafril, M., & Jayanti, D. S. (2016). Dampak Perubahan Iklim Terhadap Debit Andalan Sungai Krueng Aceh. Rona Teknik Pertanian, 9(1), 50–61.

https://doi.org/10.17969/rtp.v9i1.4407

Giddens, A. (2018). The politics of climate change. John Wiley & Sons.

Gintis, H. (2017). Game theory moral philosophy. Journal of Economic Behavior & Organization, 135, 254-267

Helmi, A., & Satria, A. (2012). Fishermen Adaptation Strategy to Ecological Change. So Social Humanities Series, 16(1), 68–78.

Hoy, K. N., Solecka, K., & Szarata, A. (2019). The application of the multiple criteria decision aid to assess transport policy measures focusing on innovation. Sustainability (Switzerland), 11(5).

https://doi.org/10.3390/su11051472

Hukom, E., Limantara, L. M., & Andawayanti, U. (2012). Ketersediaan Air Di Irigasi Way Mital Propinsi Maluku. Jurnal Teknik Pengairan, 3(1)(Mei 2012), 24–32.

Imron, M. (2003). Kemiskinan dalam masyarakat nelayan. 5(1), 63–82.

Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). (2022). The Ocean and Cryosphere in a Changing Climate. The Ocean and Cryosphere in a Changing Climate.

https://doi.org/10.1017/9781009157964

Isdianto, A., & Luthfi, O. M. (2020). Persepsi Dan Pola Adaptasi Masyarakat Teluk Popoh Terhadap Perubahan Iklim. Jurnal Ilmu Kelautan SPERMONDE, 5(2), 77.

https://doi.org/10.20956/jiks.v5i2.8935

Komunitas, A., & Purwastuty, I. (2018). Jurnal Mimbar Kesejahteraan Sosial, Edisi I, November 2018 ISSN: 2655-0911. November, 1–16.

Lasabuda, R. (2013). Pembangunan Wilayah Pesisir Dan Lautan Dalam Perspektif Negara Kepulauan Republik Indonesia. Jurnal Ilmiah Platax, 1(2), 92. https://doi.org/10.35800/jip.1.2.2013.1251

(11)

Lestari, W. S., Suprayogo, D., Prijono, S., & Malang, J. V. (2018). Analisis Kerentanan Sistem Irigasi dengan Indeks Kelentingan di Daerah Irigasi Wilayah Daerah Aliran Sungai Brantas Analysis Vulnerability Irrigation System Using Resilience Index in Irrigation Areas of Brantas Watershed. 38(4), 413–423.

Maya, P., & Muhajirin. (2017). pendekatan praktis, metode penelitian kualitatif dan kuantitatif. In Perpustakaan Nasional: Katalog dalam Terbitan (KDT). 2017.

Nahapiet, J., & Goshal, S. (1998). Creating organizational capital through intellectual and social capital.

Academy of Management Review, 23(2), 242–266.

Ni Nengah Dea Ayu Ferina. (2021). Strategi adaptasi nelayan di kenjeran, kecamatan sukolilo larangan, kabupaten surabaya, provinsi jawa timur dalam menghadapi ekologinya.

2(February), 6.

Pauly, D., & Zeller, D. (2019). Agreeing with FAO: Comments on SOFIA 2018. Marine Policy, 100(December 2018), 332–333. https://doi.org/10.1016/j.marpol.2018.12.009

Ramdhan, M., & Taslim, A. (2013). Aplikasi Sistem Informasi Geografis Dalam Penilaian Proporsi Luas Laut Indonesia ( Application of Geographic Information System for Assessment of Indonesia Marine Proportion ). Jurnal Ilmiah Geomatika, 19(6), 141–146.

http://jurnal.big.go.id/index.php/GM/article/viewFile/208/205

Serang, R. (2012). Optimasi Ketersediaan Air Di Daerah Irigasi Golek Kecamatan Pakisaji Kabupaten Malang. Jurnal Teknik Pengairan, 3(1), 15–23.

Stewart, J., McBrien, J., Talent, B. E.-I. J. of, & 2017, U. (2017). Rebuilding, Healing and Transforming: Innovative Approaches and Promising Strategies for Children Affected by War.

International Journal for Talent Development and Creativity, 4(2), 121–131.

Tinambunan, H. S. rotua. (2017). Pemberdayaan Masyarakat Desa Pesisir Melalui Penguatan Budaya Maritim Dalam Menghadapi Pasar Bebas Masyarakat Ekonomi Asean. FIAT JUSTISIA:Jurnal Ilmu Hukum, 10(1), 15–34. https://doi.org/10.25041/fiatjustisia.v10no1.549

Wahyudi, W., Budijanto, B., & Ruja, I. N. (2020). Bentuk Coping dan Pemahaman Masyarakat Dalam Menanggulangi Risiko Bencana. Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, Dan Pengembangan, 5(3), 380. https://doi.org/10.17977/jptpp.v5i3.13282

Wijaya, M. (2010). Kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat desa. 1(1), 1–9.

https://kabarbireuen.com/perubahan-iklim-aceh-harus-waspadai-bencana-alam/. Akses 10 Januari 2021.

Referensi

Dokumen terkait

1 Hasil penelitian dampak anomali iklim terhadap petani lahan kering dan nelayan artisanal di kabupaten Kupang dan kota Kupang Nusa Tenggara Timur... Bagaimana respon negara

Kemiskinan adalah ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak (BPS dan Depsos, 2002:3).Dalam konteks politik, Friedman mendefinisikan

Sejumlah permasalahan perubahan iklim yang berdampak pada kegiatan melaut nelayan dan kondisi lingkungan tempat tinggal yang tidak sehat sebagaimana telah

Kemiskinan merupakan masalah yang sangat fatal karena berkaitan dengan ketidak mampuan masyarakat kota Medan yang berdampak pada meningkatnya kebutuhan hidup yang selama

Hasil dari penelitian menunjukkan: (1) Kondisi rumah tangga nelayan juragan dan pandhiga akibat perubahan iklim berdampak pada ekonomi dan sosial, (2) Terdapat perbedaan

Hasil dari penelitian menunjukkan: (1) Kondisi rumah tangga nelayan juragan dan pandhiga akibat perubahan iklim berdampak pada ekonomi dan sosial, (2) Terdapat

Berdasarkan hasil proyeksi model iklim oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup (1998) bahwa DAS Ciliwung merupakan salah satu DAS yang rentan terhadap perubahan iklim. Kondisi

Dengan asumsi bahwa untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga nelayan yang bersangkutan hanya berasal dari pendapatan yang diperoleh rumah tangga tersebut, tidak ada dari sumber