• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara persepsi dan bentuk adaptasi nelayan terhadap perubahan iklim

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara persepsi dan bentuk adaptasi nelayan terhadap perubahan iklim"

Copied!
170
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DAN BENTUK

ADAPTASI NELAYAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM

FINKA ERMAWAN

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Antara Persepsi dan Bentuk Adaptasi Nelayan Terhadap Perubahan Iklim adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

(4)
(5)

ABSTRAK

FINKA ERMAWAN. Hubungan Antara Persepsi dan Bentuk Adaptasi Nelayan Terhadap Perubahan Iklim. Dibimbing oleh NURMALA K. PANDJAITAN

Perubahan iklim merupakan sebuah fenomena alam yang hampir terjadi secara global. Dampak dari perubahan iklim itulah yang kini dirasakan di sektor perikanan. Dampak yang terjadi pada sektor perikanan adalah meningkatnya permukaan air laut, meningkatnya suhu permukaan air laut, dan bertambahnya intensitas terjadinya gelombang pasang. Keberadaan pesisir sangat penting bagi para nelayan, akan tetapi kini pesisir dan laut terkena dampak perubahan iklim, sehingga nelayan perlu melakukan adaptasi. Persepsi nelayan terhadap perubahan iklim dapat memengaruhi bentuk adaptasi yang mereka lakukan. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik nelayan di Pantai Lebih, menganalisis persepsi yang dimiliki oleh nelayan terhadap perubahan iklim, serta menganalisis hubungan antara persepsi dan adaptasi nelayan terhadap perubahan iklim. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif serta didukung dengan data kualitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik nelayan di Desa Lebih berumur tua dengan pendidikan minimal Sekolah Menegah Pertama, namun memiliki status ekonomi yang tinggi. Pengetahuan nelayan terhadap perubahan iklim ditandai dengan pengetahuan nelayan terhadap bentuk, dampak, dan penyebab perubahan iklim. Persepsi mereka didukung dengan adanya harapan nelayan dalam menghadapi perubahan iklim. Persepsi mereka membentuk sebuah adaptasi dalam menghadapi perubahan iklim. Adaptasi yang dilakukan oleh nelayan, yaitu diferensiasi pekerjaan dan penyesuaian pekerjaan.

Kata Kunci: perubahan iklim, persepsi, nelayan, adaptasi

ABSTRACT

FINKA ERMAWAN. The Correlation of Perception and Adaptation Form of Fishermen Against Climate Change. Guided by NURMALA K. PANDJAITAN

Climate change is a phenomenon that occurs almost globally. The impacts of the climate change are occuring at coastal sector. The impacts that occur at the coastal area are the increasing of sea level, the increasing of sea temperature, and the increasing of tidal wave’s intensity. The coastal is very important for the fishermen, nowadays, coastal area has effected by climate change, so the fishermen will adapt with the situation. The fishermen knowledge about climate change can form a perception of fishermen against climate change. The fishermen’s perception will affect their adaptation. The research goals are to analyze the fishermen characteristics, analyze the fishermen perception, and the correlation of perception and adaptation against climate change. This research is using quantitative methods and support with qualitative data. The goals from this research that the characteristics of Lebih Village’s fishermen are in the old age category with senior high school as they minimum education, but they have a high economics status. The fishermen knowledge about climate changes are they knowledge about the climate changes forms, effects, and causes. Beside the knowledge, they perception is supported with their hope in facing climate changes. They perception is supporting fishermen adaptation in facing the climate changes. The most adaptation that doing by the fishermen are finding another job and adapt the current job with climate changes.

(6)
(7)

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DAN BENTUK

ADAPTASI NELAYAN TERHADAP

PERUBAHAN IKLIM

FINKA ERMAWAN

Skripsi

Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Antara Persepsi dan Bentuk Adaptasi Nelayan Terhadap Perubahan Iklim” ini dengan baik. Skripsi ini ditujukan untuk untuk memenuhi syarat lulus di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada kepada Ibu Erma Resnawati dan Bapak Asep Wachyu yang selalu memberi doa, dukungan, semangat, dan materi demi kelancaran studi penulis. Selanjutnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Nurmala K. Pandjaitan selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya, memberikan perhatian dan tenaga, mencurahkan pikiran, dan menyampaikan saran serta kritik selama penulisan skripsi ini. Serta kepada Bapak Dr. Arif Satria SP, Msi atas masukan untuk perbaikan skripsi ini. Saya ucapkan terima kasih kepada teman-teman SKPM angkatan 47, FEMA angkatan 47, HIMASIERA, PR Community IPB, dan seluruh pihak yang telah memberikan semangat, informasi, dukungan, dan bantuan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Penulis mengetahui bahwa skripsi ini belum sempurna, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi banyak pihak.

Bogor,

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR LAMPIRAN xiv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Masalah Penelitian 3

Tujuan Penelitian 3

Kegunaan Penelitian 3

PENDEKATAN TEORITIS 5

Tinjauan Pustaka 5

Perubahan Iklim 5

Persepsi 6

Nelayan dan Adaptasi 7

Kerangka Pemikiran 11

Hipotesis Penelitian 12

Definisi Operasional 12

PENDEKATAN LAPANG 15

Metode Penelitian 15

Lokasi dan Waktu Penelitian 15

Teknik Pengambilan Informan dan Responden 15

Teknik Pengumpulan Data 15

Teknik Pengolahan dan Analisis Data 15

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 17

KARAKTERISTIK RESPONDEN 25

PERSEPSI NELAYAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM 27

HUBUNGAN PERSEPSI NELAYAN TERHADAP PERUBAHAN

IKLIM DENGAN KARAKTERISTIK NELAYAN 30

Hubungan Antara Persepsi dan Umur 30

Hubungan Antara Persepsi dan Tingkat Pendidikan 32

Hubungan Antara Persepsi dan Pengalaman Melaut 33

Hubungan Antara Persepsi dan Status Ekonomi 36

ADAPTASI NELAYAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM 39

HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK NELAYAN DAN

ADAPTASI NELAYAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM 40

Hubungan Antara Umur dan Bentuk Adaptasi 40

(14)

x

Hubungan Antara Pengalaman Melaut dan Bentuk Adaptasi 44

Hubungan Antara Status Ekonomi dan Bentuk Adaptasi 46

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DAN BENTUK ADAPTASI 51

Hubungan Antara Bentuk Perubahan Iklim dan Bentuk Adaptasi 51 Hubungan Antara Dampak Perubahan Iklim dan Bentuk Adaptasi 53 Hubungan Antara Penyebab Perubahan Iklim dan Bentuk Adaptasi 55

SIMPULAN DAN SARAN 59

Simpulan 59

Saran 59

DAFTAR PUSTAKA 61

LAMPIRAN 65

(15)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Batas wilayah Desa Lebih 17

Tabel 2 Jumlah fasilitas umum yang terdapat di Desa Lebih 18 Tabel 3 Jumlah dan persentase penduduk Desa Lebih berdasarkan jenis

kelamin 18

Tabel 4 Jumlah dan persentase penduduk Desa Lebih berdasarkan

kelompok umur 19

Tabel 5 Jumlah alat tangkap nelayan di Desa Lebih tahun 2013 20

Tabel 6 Jumlah perahu nelayan di Desa Lebih tahun 2013 20

Tabel 7 Komposisi responden berdasarkan karakteristik nelayan di Desa

Lebih pada tahun 2014 25

Tabel 8 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jumlah jawaban bentuk perubahan iklim yang dipersepsi oleh nelayan di Desa

Lebih 27

Tabel 9 Jumlah dan persentase responden berdasarkan bentuk perubahan

iklim yang dipersepsi oleh nelayan di Desa Lebih 27

Tabel 10 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jumlah jawaban dampak perubahan iklim yang dipersepsi oleh nelayan di Desa

Lebih 28

Tabel 11 Jumlah dan persentase responden berdasarkan dampak

perubahan iklim yang dipersepsi oleh nelayan di Desa Lebih 28 Tabel 12 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengetahuan

penyebab perubahan iklim yang dipersepsi oleh nelayan di Desa

Lebih 29

Tabel 13 Jumlah dan persentase responden berdasarkan penyebab

perubahan iklim yang dipersepsi oleh nelayan di Desa Lebih 29 Tabel 14 Jumlah dan persentase responden berdasarkan umur dan

persepsi tentang bentuk perubahan iklim 30

Tabel 15 Jumlah dan persentase responden berdasarkan umur dan

persepsi tentang dampak perubahan iklim 31

Tabel 16 Jumlah dan persentase responden berdasarkan umur dan

persepsi tentang penyebab perubahan iklim 31

Tabel 17 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat

pendidikan dan persepsi tentang bentuk perubahan iklim 32 Tabel 18 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat

pendidikan dan persepsi tentang dampak perubahan iklim 33 Tabel 19 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat

pendidikan dan persepsi tentang penyebab perubahan iklim 33 Tabel 20 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengalaman

melaut dan persepsi tentang bentuk perubahan iklim 34 Tabel 21 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengalaman

melaut dan persepsi tentang dampak perubahan iklim 34 Tabel 22 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengalaman

melaut dan persepsi tentang penyebab perubahan iklim 35 Tabel 23 Jumlah dan persentase responden berdasarkan status ekonomi

(16)

xii

Tabel 24 Jumlah dan persentase responden berdasarkan status ekonomi

dan persepsi tentang dampak perubahan iklim 36

Tabel 25 Jumlah dan persentase responden berdasarkan status ekonomi

dan persepsi tentang penyebab perubahan iklim 37

Tabel 26 Jumlah dan persentase responden berdasarkan bentuk adaptasi

terhadap perubahan iklim 39

Tabel 27 Jumlah dan persentase responden berdasarkan umur dan

diferensiasi pekerjaan 40

Tabel 28 Jumlah dan persentase responden berdasarkan umur dan

pembatasan bahan bakar 41

Tabel 29 Jumlah dan persentase responden berdasarkan umur dan

perubahan pola konsumsi 41

Tabel 30 Jumlah dan persentase responden berdasarkan umur dan

penyesuaian pekerjaan 42

Tabel 31 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat

pendidikan dan diferensiasi pekerjaan 42

Tabel 32 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat

pendidikan dan pembatasan bahan bakar 43

Tabel 33 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat

pendidikan dan perubahan pola konsumsi 43

Tabel 34 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat

pendidikan dan penyesuaian pekerjaan 44

Tabel 35 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengalaman

melaut dan diferensiasi pekerjaan 44

Tabel 36 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengalaman

melaut dan pembatasan bahan bakar 45

Tabel 37 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengalaman

melaut dan perubahan pola konsumsi 45

Tabel 38 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengalaman

melaut dan penyesuaian pekerjaan 46

Tabel 39 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengalaman

melaut dan penyesuaian pekerjaan 47

Tabel 40 Jumlah dan persentase responden berdasarkan status ekonomi

dan penyesuaian bahan bakar 47

Tabel 41 Jumlah dan persentase responden berdasarkan status ekonomi

dan perubahan pola konsumsi 47

Tabel 42 Jumlah dan persentase responden berdasarkan status ekonomi

dan penyesuaian pekerjaan 48

Tabel 43 Nilai probabilitas hubungan antara karakteristik nelayan dengan adaptasi nelayan terhadap perubahan iklim berdasarkan analisis

Rank Spearman 49

Tabel 44 Jumlah dan persentase responden berdasarkan persepsi tentang

bentuk perubahan iklim dan diferensiasi pekerjaan 51 Tabel 45 Jumlah dan persentase responden berdasarkan persepsi tentang

bentuk perubahan iklim dan pembatasan bahan bakar 51 Tabel 46 Jumlah dan persentase responden berdasarkan persepsi tentang

(17)

xiii

Tabel 47 Jumlah dan persentase responden berdasarkan persepsi tentang

bentuk perubahan iklim dan penyesuaian pekerjaan 52

Tabel 48 Jumlah dan persentase responden berdasarkan persepsi tentang

dampak perubahan iklim dan diferensiasi pekerjaan 53 Tabel 49 Jumlah dan persentase responden berdasarkan persepsi tentang

dampak perubahan iklim dan pembatasan bahan bakar 54 Tabel 50 Jumlah dan persentase responden berdasarkan persepsi tentang

dampak perubahan iklim dan perubahan pola konsumsi 54 Tabel 51 Jumlah dan persentase responden berdasarkan persepsi tentang

dampak perubahan iklim dan penyesuaian pekerjaan 55

Tabel 52 Jumlah dan persentase responden berdasarkan persepsi tentang

penyebab perubahan iklim dan diferensiasi pekerjaan 55 Tabel 53 Jumlah dan persentase responden berdasarkan persepsi tentang

penyebab perubahan iklim dan pembatasan bahan bakar 56 Tabel 54 Jumlah dan persentase responden berdasarkan persepsi tentang

penyebab perubahan iklim dan perubahan pola konsumsi 56 Tabel 55 Jumlah dan persentase responden berdasarkan persepsi tentang

penyebab perubahan iklim dan penyesuaian pekerjaan 57 Tabel 56 Nilai probabilitas hubungan antara persepsi dengan adaptasi

nelayan terhadap perubahan iklim berdasarkan analisis Rank

(18)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kerangka Pemikiran 10

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kerangka Sampling 65

Lampiran 2. Dokumentasi lapang 69

(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perubahan iklim merupakan sebuah fenomena alam yang terjadi secara global. Berbagai negara turut menaruh peduli pada perubahan iklim yang terjadi pada beberapa tahun kebelakang ini. Kepedulian berbagai negara tersebut terlihat dengan diselenggarakannya konferensi PBB mengenai perubahan iklim. Konferensi tersebut dilakukan guna membahas mengenai berbagai keadaan iklim di berbagai negara serta kebijakan dalam menanggulangi perubahan iklim. Perubahan iklim yang terjadi di berbagai negara memiliki berbagai dampak bagi penduduk negara tersebut.

Perubahan iklim memberikan dampak yang besar di berbagai negara. Adapun dampak dari terjadinya perubahan iklim adalah bertambahnya intensitas kejadian cuaca ekstrim di suatu wilayah, perubahan pola hujan, serta peningkatan suhu dan permukaan air laut (Surmaini et. al. 2010). Dampak perubahan iklim dapat memengaruhi keadaan di daratan maupun di pesisir atau laut. Perubahan iklim yang terjadi di daratan dapat memengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman pertanian. Hal serupa juga dapat terjadi di pesisir maupun laut. Perubahan iklim yang terjadi di pesisir atau laut dapat memengaruhi kehidupan organisme di wilayah tersebut.

Sektor pertanian dan perikanan menjadi sektor yang paling sensitif terkena dampak perubahan iklim di wilayah Asia (IPCC 2007). Wilayah Asia di dominasi oleh negara-negara agraris yang menggantungkan nasibnya pada sektor pertanian maupun perikanan. Terjadinya perubahan iklim di Asia, maka sektor pertanian dan perikanan dapat terkena berbagai dampak. Pada sektor pertanian, produktivitas tanaman-tanaman pertanian dapat berkurang. Hal tersebut disebabkan meningkatnya suhu di wilayah tertentu serta kondisi tanah yang semakin terdegradasi (IPCC 2007). Menurut Muhammad et.al. (2009), yang disampaikan pada seminar nasional tentang pemanasan global, dampak yang terjadi pada sektor perikanan adalah meningkatnya permukaan air laut, meningkatnya suhu permukaan air laut, dan bertambahnya intensitas terjadinya gelombang pasang. Hal itu dapat memberikan dampak lain berupa kerusakan ekologi pesisir, yaitu mangrove dan terumbu karang (IPCC 2007).

Salah satu sektor yang terkena dampak dari perubahan iklim adalah sektor perikanan. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa perubahan iklim dapat merusak ekologi pesisir dan laut. Menurut NOAA (2014), meningkatnya suhu laut dapat membuat terumbu karang mengalami bleaching (pemutihan terumbu karang). Keadaan tersebut terjadi karena zooxanthellae terlepas, sehingga membuat terumbu karang menjadi berwarna putih. Kondisi tersebut menandakan bahwa terumbu karang berada dalam kondisi kritis. Kerusakan terumbu karang diperparah dengan keberadaan manusia yang melakukan perusakan terumbu karang serta penangkapan ikan secara berlebihan. Kejadian tersebut menyebabkan organisme di sekitar terumbu karang juga akan rusak dan memengaruhi ketersediaan sumberdaya bagi masyarakat pesisir.

(20)

2

yang terkena dampak perubahan iklim adalah Indonesia. Sebagai negara yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari laut, wilayah laut Indonesia sangat rentan terkena dampak perubahan iklim. Salah satu dampak dari perubahan iklim yang terjadi di laut adalah permukaan laut yang semakin meningkat. Menurut Bakosuratnal (2011), keadaan pantai utara Jawa sudah sangat mengkhawatirkan. Hal tersebut disebabkan permukaan laut yang meningkat serta diperburuk dengan penurunan tanah di kota-kota besar seperti Jakarta, Semarang, dan Surabaya. Hal itu membuat daerah-daerah di utara Pulau Jawa rentan terkena banjir rob yang disebabkan oleh pasangnya air laut dan erosi pantai.

Berbagai macam cara dilakukan untuk mengurangi dampak dari perubahan iklim di daerah pesisir. Menurut artikel dari BBC Indonesia (2012), Kementrian Lingkungan Hidup menggunakan cara adaptasi dan mitigasi dalam menghadapi perubahan iklim di pesisir. Hal serupa ditanggapi oleh Civil Society Forum for Climate Justice (CSF), menurut CSF, masyarakat perlu diikutsertakan dengan cara membuat jaringan-jaringan kuat antar masyarakat, sehingga masyarakat dapat melakukan tindakan adaptasi dan mitigasi. Menurut Diposaptono (2011), terdapat upaya mitigasi serta adaptasi yang terkait dengan masyarakat. Masyarakat menjadi aktor penting dalam keberhasilan adaptasi dan mitigasi.

Pada penelitian Susandi et.al. (2008) yang dilakukan di Banjarmasin, dinyatakan bahwa dampak dari kenaikan muka laut dapat menghilangkan beberapa wilayah daratan di Banjarmasin. Hal tersebut memberikan dampak pada bidang sosial dan ekonomi masyarakat Banjarmasin, diantaranya munculnya genangan air di perkotaan, terganggunya lahan-lahan produktif, serta terganggunya infrastruktur penopang hidup masyarakat. Hal tersebut menunjukkan perlunya tindakan adaptasi yang dilakukan oleh berbagai aspek masyarakat di Banjarmasin. Adaptasi yang dapat dilakukan adalah pembuatan tanggul dan relokasi penduduk di sekitar Sungai Barito yang ikut terkena dampak kenaikan permukaan laut.

Selain di Provinsi Kalimantan Selatan khususnya Banjramasin, Provinsi Bali juga merupakan salah satu pulau yang sangat rentan terkena dampak perubahan iklim. Provinsi Bali merupakan sebuah provinsi yang dikelilingi oleh lautan. Berbagai dampak perubahan iklim dapat terjadi di pesisir dan lautan Provinsi Bali. Bukan tidak mungkin daerah lautan di Provinsi Bali menjadi krisis akibat perubahan iklim. Di lain pihak, pemerintah pusat justru lebih memperhatikan Provinsi Bali sebagai tempat pariwisata. Pemerintah mendapatkan pemasukan dari keberadaan Bali sebagai lokasi pariwisata tanpa memperhatikan dampak dari perubahan iklim yang terjadi di Provinsi Bali. Dampak perubahan iklim yang sering terjadi di Bali adalah abrasi air laut serta kenaikan permukaan laut. Seperti yang diungkapkan VoA Indonesia (2014) pada situs resminya, tercatat 88,3 kilometer garis pantai di Bali terkena dampak abrasi.

(21)

3

Lebih. Apabila sumberdaya di perairan pantai Desa Lebih terganggu, maka nelayan Desa Lebih akan semakin sulit untuk mencari ikan di perairan Desa Lebih.

Sebagai upaya untuk menghindari terjadinya dampak perubahan iklim yang berkelanjutan, maka pemerintah Bali memberikan inisiatif berupa pembuatan penahan ombak pasang serta penanaman pohon di Pantai Lebih. Upaya mitigasi tersebut diharapkan mampu mengurangi dampak yang diberikan oleh perubahan iklim di Pantai Lebih. Mitigasi tersebut tidak akan berjalan lancar tanpa adanya usaha adaptasi dari masyarakat sekitar Pantai Lebih, yaitu di Desa Lebih, Kecamatan Gianyar. Masyarakat di Desa Lebih merupakan masyarakat yang didominasi oleh para nelayan yang kehidupannya sangat bergantung pada keberadaan laut. Apabila terjadi perubahan iklim di laut, maka para nelayan dari Desa Lebih perlu beradaptasi terhadap perubahaan iklim tersebut.

Kehidupan keseharian nelayan dapat menentukan persepsi mereka terhadap berbagai fenomena yang terjadi di laut serta berbagai permasalahannya. Persepsi ini yang akan memengaruhi tindakan adaptasi yang akan diambil oleh para nelayan. Hal tersebut menarik untuk diteliti bagaimana hubungan antara persepsi nelayan memengaruhi perilaku adaptasi komunitas nelayan Desa Lebih terhadap perubahan iklim serta hubungan tindakan dengan persepsi yang dimiliki oleh nelayan.

Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa permasalahan yang dapat diangkat pada topik penelitian mengenai hubungan antara persepsi dan adaptasi nelayan terhadap perubahan iklim, yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimana karakteristik nelayan di Desa Lebih?

2. Bagaimana persepsi nelayan terhadap perubahan iklim?

3. Bagaimana hubungan antara persepsi dan bentuk adaptasi nelayan terhadap perubahan iklim?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah penelitian yang telah dituliskan sebelumnya, maka disusunlah beberapa tujuan penelitian guna menjawab rumusan masalah penelitian tersebut,yaitu :

1. Mengetahui karakteristik nelayan di Desa Lebih

2. Menganalisis persepsi nelayan terhadap perubahan iklim.

3. Menganalisis hubungan antara persepsi dan bentuk adaptasi nelayan terhadap perubahan iklim.

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi berbagai pihak, diantara lain, yaitu : 1. Akademisi

(22)

4

Penelitian ini dapat menjadi referensi selanjutnya dan diharapkan dapat menambah khasanah serta kajian ilmu pengetahuan psikologi sosial dan konsep nilai yang dilakukan oleh masyarakat.

2. Pemerintah

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menyusun berbagai kebijakan perihal penanggulangan perubahan iklim. Selain itu menjadi acuan untuk dapat menjaga kelestarian wilayah-wilayah yang rentan terkena dampak perubahan iklim.

3. Masyarakat Setempat

(23)

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka

Perubahan Iklim

Perubahan iklim dapat dikatakan sebagai sebuah perubahan pada sebuah keadaan iklim yang diidentifikasi menggunakan uji statistik dari rata-rata perubahan yang terjadi atau faktor-faktor yang memengaruhinya. Perubahan iklim dapat terjadi dalam sebuah dekade atau lebih (IPCC 2007). Adapun faktor-faktor yang memengaruhi iklim menurut IPCC (2007) terbagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal pada perubahan iklim adalah proses alami yang terjadi pada atmosfer hingga ke biosfer. Sementara faktor eksternal dari perubahan iklim adalah pengaruh dari aktivitas makhluk hidup, khususnya manusia terhadap iklim. Perubahan iklim dapat memberikan pengaruh langsung atau tidak langsung pada aktivitas manusia (UNFCCC 2000).

Menurut Diposaptono (2011), perubahan iklim dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya keadaan iklim yang ekstrim, sehingga memunculkan banyak peristiwa alam, seperti badai, kekeringan, banjir, dan lain-lain. Selain itu, perubahan iklim dapat meningkatkan suhu permukaan air laut. Sekitar 80% suhu udara diserap oleh laut. Peningkatan suhu permukaan air laut dapat memengaruhi pada keberadaan organisme laut. Perpindahan hewan karena ketidaksesuaian kondisi tempat hidupnya yang berubah, seperti halnya pada ikan. Pola migrasi ikan akan berubah seiring dengan terjadinya kenaikan suhu permukaan air laut (Patriana 2011).

Menurut IPCC (2007) perubahan iklim diperlihatkan dengan peningkatan suhu global yang disertai dengan kenaikan permukaan air laut antara 15-95 cm. Kejadian ini terjadi bersamaan dengan mengembangnya volume air dan mencairnya es di kedua kutub bumi. Meningkatnya permukaan air laut dapat menenggelamkan beberapa gugus pulau karang, selain itu dapat mengubah keberadaan lingkungan pantai (Muhammad et.al. 2009).

Perubahan iklim di Indonesia sangat terkait dengan fenomena seperti kemarau panjang, angin kencang, iklim ekstrim, dan gelombang besar yang semakin sering terjadi (Boer et.al. 2010 dalam Kementrian Kehutanan 2013). Hal lainnya yang menjadi bentuk perubahan iklim di Indonesia adalah perubahan pola musim hujan dan kemarau. Fenomena tersebut ditandai dengan pergeseran awal musim hujan dan perubahan pola hujan. Di wilayah selatan Jawa dan Bali intensitas curah hujan cenderung meningkat dengan periode yang lebih singkat (Kementrian Pertanian 2011).

(24)

6

terlihat dari awal musim hujan yang mundur ataupun maju di beberapa wilayah di Indonesia.

Perubahan iklim memberikan dampak yang serius bagi beberapa sektor. Salah satu sektor yang terkena dampak perubahan iklim paling parah adalah sektor pantai dan laut (UNFCCC 2007). Pertumbuhan dan perkembangan sektor pantai dan laut sangat bergantung pada keberadaan iklim. Keragaman suhu, kelembaban udara, dan curah hujan dapat memengaruhi produksi ikan (Aphunu dan Nwabeze 2012). Keragaman tersebut menentukan distribusi, migrasi, dan kelimpahan populasi ikan (Zhang et.al. 2012). Adapun dampak perubahan iklim yang dapat dirasakan oleh nelayan adalah berubahnya pola melaut, tingginya intensitas badai, dan ketidakpastian cuaca (Lekatompessy et al 2013)

Pemanasan global merupakan penyebab utama terjadinya perubahan iklim. Pemanasan global merupakan peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan. Radiasi matahari yang sampai di permukaan bumi diserap oleh permukaan bumi dan atmosfer. Dengan begitu, iklim di bumi semakin panas. IPCC (2007) dalam Aphunu dan Nwabeze (2012) menyatakan bahwa aktivitas manusia merupakan hal yang paling mungkin menjadi penyebab perubahan iklim. Beberapa aktivitas manusia yang menjadi penyebab perubahan iklim adalah pembakaran minyak, batu bara, dan gas alam. Hal tersebut yang membuat terjadinya efek rumah kaca, akhirnya menyebabkan pemanasan global.

Persepsi

Menurut Baron dan Byrne (2004) persepsi adalah suatu proses memilih, mengorganisir, dan menginterpretasi informasi dikumpulkan oleh pengertian seseorang dengan maksud untuk memahami dunia sekitar. Sementara menurut Mulyana (2010) dalam Purnamasari (2012) persepsi manusia terbagi menjadi dua, yaitu persepsi terhadap objek (lingkungan fisik) dan persepsi terhadap manusia. Persepsi dilakukan berdasarkan pengalaman masa lalu yang berkaitan dengan objek dan orang.

Myers (2012) mengatakan bahwa persepsi merupakan sebuah arahan seseorang untuk berperilaku. Persepsi dapat menjadi panduan atas tindakan berdasarkan makna yang diberikan pada stimulus yang dirasakan. Pengertian ini didasarkan pada saat terdapat suatu stimulus yang menarik perhatiannya, maka yang akan terjadi adalah suatu proses perceiving dan meaning. selain itu, terdapat pula interpretasi terhadap simbol-simbol yang ada pada stimulus tersebut. Proses persepsi tersebut dipengaruhi oleh konteks dimana individu tersebut berada.

Selain dari hal yang telah disebutkan, kemampuan persepsi seseorang dapat pula dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor internal (Myers 2012). Faktor lingkungan terdiri intensitas terjadinya sebuah stimulus, ukuran sebuah stimulus, pengulangan stimulus yang sama, kemudahan untuk dicermati, gerakan yang diberikan oleh stimulus, serta keberadaan objek pada sebuah situasi. Sementara itu, yang dimaksud dengan faktor internal terdiri atas faktor fisiologis dan faktor psikologis. Faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang didasari pada hasil penerimaan kelima indra manusia. Faktor psikologis dapat meliputi, motivasi, pengalaman, dan pengetahuan sebagai hasil pembelajaran di masa lalu.

(25)

7

makna pada lingkungan mereka Robbins (2001) dalam Purnamasari (2012). Dalam sumber yang sama terdapat faktor-faktor yang dapat memengaruhi persepsi seseorang, yaitu

1. Individu

Seorang individu dapat dipengaruhi oleh karakteristik individualnya dalam proses persepsi. Karakteristik individu tersebut meliputi sikap, motif, kepentingan, minat, pengalaman, pengetahuan, dan harapan. 2. Obyek persepsi

Obyek persepsi dalam hal ini dapat berupa manusia, benda, maupun peristiwa. Karakteristik obyek persepsi dapat memengaruhi persepsi. Obyek persepsi tidak dapat dipersepsikan sendiri, tetapi dilihat keterkaitannya antara obyek persepsi dengan lingkungan sekitarnya. 3. Situasi

Persepsi dapat dilihat secarah menyeluruh, maksudnya situasi yang terjadi pada saat proses persepsi terjadi juga perlu mendapatkan perhatian. Faktor-faktor situasi ini meliputi waktu, kondisi sebuah lokasi, dan keadaan sosial.

Persepsi yang selektif dapat merupakan salah satu kunci dalam menentukan sikap serta perilaku. Persepsi memahami objek dan kemudian menginterpretasikannya menjadi sebuah perilaku. Pemaknaan suatu objek dapat bergantung pada perseptornya. Proses memahami lingkungan juga menjadi penting dalam upaya menentukan perilaku yang akan dilakukan olehnya. (Ross dan Nisbett 1991).

Dalam Borberg (2009) terdapat faktor-faktor yang membuat seseorang mau melakukan sebuah tindakan untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim. Persepsi seseorang terhadap resiko yang diberikan perubahan iklim merupakan faktor yang berpengaruh terhadap tindakan yang dilakukan. Persepsi terhadap resiko yang dimiliki dapat terbentuk dari pengetahuan mereka sehari-hari dan pengalaman. Pengalaman dapat memengaruhi seorang nelayan untuk bertindak terhadap perubahan iklim.

Nelayan dan Adaptasi

Menurut Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang perikanan, nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Dalam penelitian lain disebutkan bahwa nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam penangkapan ikan atau binatang air (Ditjen Perikanan Tangkap Departemen Kelautan dan Perikanan 2007 dalam Patriana 2011). Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa pekerja yang membuat jaring, pengangkut alat penangkapan ke dalam perahu tidak diartikan sebagai nelayan.

(26)

8

Menurut penelitian Sumarti dan Saharudin (2003) dalam Helmi (2011), klasifikasi nelayan didasarkan pula pada kepemilikan perahu, alat tangkap, dan etnis. Lapisan atas memiliki kriteria perahu berkapasitas besar dan jenis alat tangkap yang bervariasi, lapisan kedua memiliki kriteria perahu yang dimiliki adalah jenis pompong dan rubin serta memiliki lahan secukupnya untuk digunakan sebagai pertanian sawah, lapisan ketiga adalah nelayan dengan kriteria perahu dan alat tangkap yang dimilikinya adalah hasil warisan generasi sebelumnya.

Penyesuaian diri terhadap perubahan iklim memerlukan penanganan yang tepat untuk dapat mengurangi dampak negatif dari perubahan iklim dengan melakukan tindakan yang tepat. Berbagai tindakan dapat dilakukan oleh masyarakat untuk menghadapi perubahaan iklim yang terjadi di setiap daerah. Terdapat dua tindakan yang dilakukan oleh masyarakat dalam menghadapi perubahan iklim, yaitu mitigasi dan adaptasi (Tauli-Corpuz et al 2008). Menurut Diposaptono (2011) mitigasi perubahan iklim adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dari sumbernya atau dengan meningkatkan kemampuan alam dalam menyerap emisi tersebut. Langkah mitigasi yang dinilai paling baik adalah perubahan gaya hidup individu maupun kolektif, serta mengubah arah pembangunan ke arah sistem yang berkelanjutan serta rendah karbon (Baldo-Soriano et al 2010).

Adaptasi perubahan iklim merupakan upaya untuk mengatasi dampak perubahan iklim baik yang bersifat reaktif maupun antisipatif (Diposaptono 2011). Dalam hal ini, upaya adaptasi yang dapat dilakukan dalam menanggulangi perubahan iklim di pesisir adalah membuat penahan gelombang, diversifikasi alat tangkap, mengadopsi teknologi dan metode tangkap baru, serta mencari alternatif lain dalam menambah penghasilan (Patriana 2011).

Lekatompessy (2013) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa adaptasi terhadap lingkungan dibentuk berdasarkan tindakan yang berulang-ulang dan merupakan bentuk penyesuaian terhadap lingkungan. Adapun bentuk adaptasi nelayan di Pulau Badi dapat melakukan lebih dari satu bentuk adaptasi. Adapun bentuk adaptasi yang dilakukan oleh nelayan Pulau Badi dan Pulau Pajenekang yaitu, melakukan penganekaragaman alat dan teknik penangkapan, memperluas daerah penangkapan, menganekaragamkan sumber pendapatan, memobilisasi anggota rumah tangga, dan memanfaatkan hubungan sosial dengan pihak lain.

Terdapat tiga hal penting yang perlu diperhatikan untuk mengetahui pola adaptasi yang tepat yang dapat dilakukan oleh seseorang, yaitu persepsi terhadap perubahan iklim, pengukuran adaptasi yang akan dilakukan, dan faktor-faktor terhadap adaptasi perubahan iklim (Benedicta et al 2010 dalam Ajibefun dan Fatuase 2012). Faktor-faktor tersebut dapat memengaruhi seseorang dalam melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim. Beberapa faktor yang dapat memengaruhi adaptasi perubahan iklim adalah umur, pendidikan, pengalaman sebelumnya terhadap perubahan iklim, dan ilmu pengetahuan (Nguyen et al 2012).

(27)

9

kepemilikan perahu dan alat tangkap dapat menjadi indikator dalam pelapisan nelayan (Helmi 2011).

(28)
(29)

Kerangka Pemikiran

Perubahan iklim merupakan sebuah fenomena yang memungkinkan terjadinya berbagai kejadian iklim yang ekstrim. Perubahan iklim dapat terjadi hampir secara global. Perubahan iklim dapat terjadi pada berbagai bidang kehidupan. Bidang perikanan dan kelautan merupakan salah satu bidang kehidupan yang terkena perubahan iklim. Masyarakat pada bidang kehidupan tersebut harus memiliki sebuah tindakan untuk dapat menghadapi perubahan iklim. Aktor utama yang menjadi sorotan adalah nelayan. Persepsi nelayan terhadap perubahan iklim dapat membantu nelayan melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim. Selain dari persepsi yang dimiliki oleh nelayan terhadap perubahan iklim, terdapat faktor yang dapat memengaruhi adaptasi perubahan iklim. Dalam hal ini, faktor yang memengaruhi nelayan dalam beradaptasi terhadap perubahan iklim adalah karakteristik nelayan.

Persepsi nelayan terhadap perubahan iklim merupakan proses untuk memahami dan menginterpretasikan perubahan iklim yang sedang terjadi di sekitar lingkungan tempat tinggalnya. Persepsi nelayan terhadap perubahan iklim dapat diketahui berdasarkan dua dimensi yaitu pengetahuan dan harapan. Pengetahuan dan harapan nelayan terhadap perubahan iklim diketahui berdasarkan empat hal, yaitu pengetahuan terhadap bentuk perubahan iklim, pengetahuan terhadap dampak perubahan iklim, dan pengetahuan terhadap penyebab perubahan iklim. Baik pengetahuan maupun harapan nelayan keduanya memiliki hubungan dengan adaptasi yang dilakukan oleh nelayan dalam menghadapi perubahan iklim.

Terdapat faktor-faktor yang dapat memengaruhi terbentuknya adaptasi. Salah satu faktor yang dapat memengaruhi terbentuknya adaptasi adalah karakteristik nelayan. Karakteristik nelayan yang akan dianalisis adalah umur, tingkat pendidikan, pengalaman melaut, serta status ekonomi yang dimiliki nelayan pada saat ini. Status ekonomi nelayan dapat diketahui berdasarkan kepemilikan alat tangkap serta sarana untuk melaut, yaitu perahu. Karakteristik nelayan tersebut merupakan kondisi nelayan pada saat penelitian dilakukan.

(30)

12

Hipotesis Penelitian

Kerangka pemikiran (Gambar 1) menyatakan beberapa hipotesis penelitian, yaitu: 1. Terdapat hubungan antara persepsi nelayan terhadap perubahan iklim dan

bentuk adaptasi yang dilakukan nelayan terhadap perubahan iklim.

2. Terdapat hubungan antara karakteristik dan persepsi nelayan terhadap perubahan iklim.

3. Terdapat hubungan antara karakteristik dan bentuk adaptasi yang dilakukan oleh nelayan dalam menghadapi perubahan iklim.

Definisi Operasional

Definisi operasional yang digunakan dari masing-masing variabel dalam penelitian ini, antara lain :

1. Faktor yang memengaruhi adaptasi adalah faktor-faktor yang dapat memengaruhi jenis adaptasi yang dilakukan oleh nelayan. Faktor-faktor tersebut adalah karakteristik nelayan yang terdiri dari:

a. Umur merupakan selisih antara tahun responden dilahirkan dengan tahun dilakukannya penelitian.

b. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan yang telah ditempuh oleh responden hingga penelitian ini dilakukan.

c. Pengalaman melaut adalah lama seorang responden melakukan kegiatan melaut sebagai pekerjaan utama.

Persepsi Nelayan Terhadap Perubahan Iklim

 Bentuk perubahan iklim  Dampak perubahan iklim  Penyebab perubahan

iklim

Bentuk Adaptasi Nelayan Terhadap Perubahan Iklim

 Diferensiasi pekerjaan  Pembatasan bahan bakar  Perubahan pola konsumsi  Penyesuaian pekerjaan

Karakteristik Nelayan

 Umur

 Tingkat pendidikan  Pengalaman melaut  Status Ekonomi

Keterangan :

: Memengaruhi

(31)

13

d. Status ekonomi merupakan keadaan ekonomi masyarakat yang dilihat berdasarkan kepemilikan alat-alat yang dapat mendukung kegiatan melaut dan produksi ikan.

2. Persepsi nelayan terhadap perubahan iklim adalah kemampuan nelayan mengetahui tanda-tanda alam (angin, suhu, astronomi, biota, dan arus laut) karena terjadi perubahan dari kebiasaan sehari-hari. Pengukuran persepsi nelayan dapat diukur dengan menggunakan hal-hal berikut ini :

a. Pengetahuan bentuk perubahan iklim adalah berbagai kejadian-kejadian alam yang diketahui oleh nelayan mengenai fenomena perubahan iklim. Responden diberikan beberapa pilihan jawaban, yaitu peningkatan suhu air laut, keadaan musim yang tidak menentu, peningkatan permukaan laut, dan lokasi ikan yang tidak jelas. Jawaban yang dipilih dapat lebih dari satu pilihan jawaban sehingga jumlah total bisa lebih dari jumlah responden. b. Pengetahuan dampak perubahan iklim adalah berbagai dampak yang

terjadi akibat terjadinya perubahan iklim yang diketahui serta dialami oleh nelayan. Adapun pilihan jawaban yang disediakan, yaitu terganggunya kegiatan melaut, jumlah tangkapan berkurang, mengurangi populasi ikan, dan meningkatkan potensi abrasi. Pilihan jawaban dapat dipilih sebanyak lebih dari satu sehingga jumlah total bisa lebih dari jumlah responden. c. Pengetahuan penyebab perubahan iklim adalah berbagai penyebab yang

diketahui oleh nelayan sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan iklim. Penyebab perubahan iklim meliputi dua hal yaitu, perilaku manusia yang meliputi penggunaan bahan bakar dan penggunaan listrik berlebihan. Penyebab lainnya berasal dari lingkungan, yang meliputi gempa, cuaca, dan angin. Nelayan dapat memilih keduanya atau tidak memilih penyebab perubahan iklim apabila tidak mengetahui penyebab perubahan iklim.

3. Bentuk adaptasi nelayan adalah penyesuaian yang dilakukan oleh nelayan terhadap berbagai peristiwa yang disebabkan oleh perubahan iklim. Pengukuran adaptasi nelayan dilakukan dengan memperhatikan beberapa dimensi, yaitu :

a. Diferensiasi pekerjaan adalah kepemilikan pekerjaan alternatif selain pekerjaan sebagai nelayan.

b. Pembatasan bahan bakar adalah membatasi jumlah bahan bakar yang digunakan pada setiap kegiatan melaut dilakukan.

c. Perubahan pola konsumsi adalah perubahan kegiatan konsumsi pangan yang dilakukan oleh nelayan sehari-hari.

(32)
(33)

PENDEKATAN LAPANG

Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode survey. Metode ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang disebarkan kepada nelayan. Kuesioner tersebut digunakan untuk mendapatkan data kuantitatif. Data tersebut dilengkapi oleh data kualitatif yang dapat memberi penjelasan tambahan.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Lebih, Kecamatan Gianyar, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan beberapa pertimbangan, diantaranya adalah:

1. Pantai Lebih merupakan salah satu pantai yang terkena dampak perubahan iklim paling tinggi.

2. Menurut artikel yang dimuat pada Kompas.com pada 25 Desember 2012, terdapat penahan ombak sebagai tindakan sementara yang dilakukan pemerintah untuk menanggulangi dampak perubahan iklim di Pantai Lebih. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan dalam jangka waktu lima bulan, dimulai pada bulan Februari 2014 sampai dengan bulan Juni 2014.

Teknik Pengambilan Informan dan Responden

Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu. Jumlah populasi nelayan adalah 170 orang. Responden dipilih secara purposive yaitu nelayan di Pantai Lebih yang mengetahui tentang perubahan iklim dengan jumlah 60 orang. Penelitian ini melibatkan informan yaitu pihak-pihak yang bukan nelayan, namun mengenal keadaan nelayan dan juga perubahan iklim yang terdiri dari Kepala Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Gianyar, Kepala Desa Lebih, dan ketua nelayan.

Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data Primer didapatkan dari pengambilan data langsung di lapangan melalui kuesioner yang diberikan kepada responden dan wawancara kepada informan. Data sekunder didapatkan dari data-data yang ada di Desa Lebih dan data-data lain yang berasal dari dinas terkait.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

(34)
(35)

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Letak Geografis

Desa Lebih terletak di Kecamatan Gianyar, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali dengan luas wilayah 205 Ha. Desa Lebih termasuk daerah dataran rendah dengan ketinggian 5 m sampai 25 m dari permukaan air laut. Desa tersebut memiliki batas-batas wilayah yang dapat dilihat pada tabel 1 :

Tabel 1 Batas wilayah Desa Lebih

Batas wilayah Keterangan geografi

Sebelah utara Desa Tegal Tugu

Sebelah timur Desa Temesi dan Desa Tulikup

Sebelah selatan Selat Badung

Sebelah barat Desa Serongga

Sumber: Profil Desa Lebih, Kecamatan Gianyar, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali, Tahun 2014

Jarak antara pusat Desa Lebih dengan pusat Kabupaten Gianyar adalah 4.5 Km dengan waktu tempuh 15 menit dengan menggunakan kendaraan bermotor. Kondisi jalan di Desa Lebih dapat dikatakan sudah baik karena telah dilakukan pengaspalan. Sementara itu, waktu tempuh dari Ibukota Provinsi Bali adalah 60 menit dengan menggunakan kendaraan bermotor melalui Jalan Bypass Ida Bagus Matra yang menghubungkan antara Denpasar dengan Karangasem. Selain melalui Jalan Bypass Ida Bagus Matra, untuk menuju Desa Lebih dapat menggunakan jalur dalam kota yang dapat membutuhkan waktu tempuh sekitar 120 menit.

Desa Lebih memiliki lokasi pemukiman penduduk yang tersebar pada banjar-banjar warga, akan tetapi jarak antara setiap rumah hanya dipisahkan oleh dinding tembok. Antara setiap banjar dihubungkan oleh jalan aspal. Selain itu, terdapat lahan pertanian yang ditanami oleh tanaman padi dan palawija di samping jalan tersebut. Terdapat 3 banjar di Desa Lebih yang terdiri dari:

a. Banjar Lebih Beten Kelod

Banjar Lebih Beten Kelod merupakan banjar yang letak geografisnya berada paling selatan. Kata beten sendiri memiliki arti bawah dan kelod berarti selatan. Banjar ini berbatasan langsung dengan Jalan Bypass Ida Bagus Matra dan Pantai Lebih. Para nelayan yang bekerja mencari ikan di Pantai Lebih sebagian besar merupakan warga Banjar Lebih Beten Kelod. Di pemukiman nelayan terdapat pula tempat pengolahan ikan. Ikan tersebut diolah dengan cara diasap atau dijadikan sate.

b. Banjar Lebih Duur Kaja

Banjar Lebih Duur Kaja merupakan banjar yang terletak sedikit lebih tinggi dari Banjar Lebih Beten Kelod. Pusat Desa Lebih berada di banjar ini. Di Banjar Lebih Duur Kaja terdapat kantor perbekel, kantor pamong praja, dan kantor kepolisian. Selain itu, terdapat pula beberapa tempat ibadah. c. Banjar Kesian

(36)

18

membuat sebagian penduduk di daerah ini memiliki mata pencaharian sebagai petani. Di banjar ini dapat terlihat beberapa petak sawah yang terhampar.

Berdasarkan aspek keagamaan dan adat, Desa Lebih terbagi menjadi 2 Desa Pakraman, yaitu Desa Pakraman Kesian dan Desa Pakraman Lebih. Desa Pakraman Kesian terdiri dari 1 Banjar Adat yang memiliki 1 Pura Khayangan Tiga dan 3 Pura Khayangan Desa. Sementara itu, Desa Pakraman Lebih terdiri dari 2 Banjar Adat yang memiliki 1 Khayangan Tiga dan 12 Pura Khayangan Desa. Untuk memelihara kebersamaan dan kekerabatan antara Desa Pakraman, setiap tahun diadakan gotong royong bersih-bersih pura-pura khayangan dan kuburan desa.

Di Desa Lebih, terdapat berbagai fasilitas umum yang meliputi fasilitas umum di bidang pendidikan, ekonomi, dan kesehatan. Berikut ini merupakan fasilitas- fasilitas umum yang terdapat di Desa Lebih:

Tabel 2 Jumlah fasilitas umum yang terdapat di Desa Lebih

Fasilitas n

Keagamaan 17

Pendidikan 4

Ekonomi 1

Kesehatan 5

Sumber: Profil Desa Lebih, Kecamatan Gianyar, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali, Tahun 2014

Fasilitas keagamaan berupa Pura Khayangan berada di setiap banjar. Fasilitas Pendidikan terdiri dari 3 Sekolah Dasar dan 1 Sekolah Taman Kanak-Kanak (TK). Untuk fasilitas umum di bidang ekonomi yang terdapat di Desa Lebih adalah pasar. Selanjutnya, fasilitas kesehatan yang dimiliki oleh Desa Lebih adalah 1 puskesmas, 1 puskesmas pembantu, dan 3 posyandu yang berada di setiap banjar.

Keadaan Penduduk

Menurut data demografi Desa Lebih tahun 2013, jumlah penduduk di Desa Lebih berjumlah 6909 jiwa. Jumlah penduduk yang ada, terbagi atas 1563 Kepala Keluarga dengan rata-rata terdiri dari 3-5 orang. Kepadatan penduduk di Desa Lebih mencapai 33,70 jiwa per km2 pada tahun 2013. Adapun jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin terdapat pada tabel 3 yang menunjukkan bahwa jumlah keduanya hampir sama, akan tetapi sedikit lebih banyak perempuan dibandingkan laki-laki.

Tabel 3 Jumlah dan persentase penduduk Desa Lebih berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin n %

Laki-Laki 3421 49.5

Perempuan 3488 50.5

Jumlah 6909 100.0

(37)

19

Penduduk dapat pula diklasifikasikan berdasarkan kelompok umur. Pengelompokan umur terbagi atas kelompok umur bayi (kurang dari 1 tahun), kelompok umur balita (1 tahun – kurang dari 5 tahun), kelompok umur Sekolah Taman Kanak-Kanak (5 tahun – 6 tahun), kelompok umur wajib sekolah (lebih dari 6 tahun – 15 tahun), kelompok umur produktif (lebih dari 15 tahun – 56 tahun), dan kelompok umur tua (lebih dari 56 tahun). Tabel 4 memperlihatkan jumlah penduduk di Desa Lebih berdasarkan kelompok umurnya.

Tabel 4 Jumlah dan persentase penduduk Desa Lebih berdasarkan kelompok umur

Kelompok umur n %

Bayi 78 0.1

Balita 347 5.0

Sekolah Taman Kanak-Kanak 231 3.4

Sekolah Wajib 1017 14.7

Produktif 4285 62.0

Tua 951 13.8

Jumlah 6909 100.0

Sumber: Profil Desa Lebih, Kecamatan Gianyar, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali, Tahun 2014

Dengan jumlah penduduk Desa Lebih yang berada pada kelompok umur produktif, maka sebagian besar penduduk Desa Lebih membutuhkan pekerjaan yang layak agar bisa memenuhi kebutuhan pribadi maupun keluarga. Terdapat beberapa sektor yang dapat menyediakan lapangan pekerjaan bagi mereka, yaitu sektor pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, perdagangan, jasa, pariwisata, dan industri rumah tangga. Menurut data berdasarkan profil Desa Lebih, total pendapatan penduduk Desa Lebih dari seluruh sektor tersebut dapat mencapai Rp 19.727.951.000,00. Adapun pendapatan bersih yang didapatkan oleh penduduk Desa Lebih pada tahun 2013 adalah Rp.14.700.000,00.

Nelayan di Desa Lebih

Seluruh nelayan memiliki tempat tinggal di Banjar Lebih Beten Kelod. Lokasi tersebut dipilih oleh nelayan sebagai tempat tinggalnya karena berada sangat dekat dengan Pantai Lebih. Jarak antara kantor banjar dengan pantai adalah 200 m. Jarak tempuh menggunakan kendaraan bermotor menuju Pantai Lebih dari Banjar Lebih Beten Kelod hanya membutuhkan waktu kurang dari 5 menit. Salah satu ciri khas yang menandakan bahwa banjar ini merupakan pemukiman nelayan adalah terdapat warung-warung yang menjual berbagai hasil olahan ikan, seperti baso ataupun sate lilit.

(38)

20

Untuk melakukan penangkapan ikan, nelayan menggunakan berbagai alat tangkap, yang terdiri dari:

Tabel 5 Jumlah alat tangkap nelayan di Desa Lebih tahun 2013

Jenis alat tangkap n

Jaring Insang 120

Pancing 109

Sumber: Data Dinas Perikanan dan Peternakan Kecamatan Gianyar tahun 2013

Nelayan menggunakan jaring insang maupun pancing dalam kegiatan mereka menangkap ikan. Jaring insang dapat menangkap ikan dalam jumlah besar untuk satu kali melakukan penebaran jaring. Berbeda dengan pancing, nelayan hanya menggunakannya untuk menangkap ikan dengan jumlah satuan. Penggunaan alat tangkap oleh nelayan dilakukan pada lokasi-lokasi yang berbeda. Pancing sering digunakan pada jarak yang cukup dekat dengan pantai, yaitu kurang lebih 1 km. Sementara jaring digunakan nelayan untuk menangkap ikan yang berada ditengah laut, kurang lebih berjarak 3-4 km. Selain dari penggunaan alat tangkap, nelayan juga menggunakan perahu untuk mencari ikan. Terdapat beberapa jenis perahu yang digunakan oleh nelayan di Desa Lebih yang dijelaskan pada tabel 6:

Tabel 6 Jumlah perahu nelayan di Desa Lebih tahun 2013

Jenis perahu n

Perahu papan 15

Jukung 94

Perahu Motor (5-15 Pk) 87

Sumber: Data Dinas Perikanan dan Peternakan Kecamatan Gianyar tahun 2013

Perahu papan yang biasa digunakan adalah perahu berukuran kecil yang menggunakan dayung. Nelayan Desa Lebih biasa menyebutnya dengan perahu kano. Perahu jukung adalah perahu yang berukuran lebih besar dan menggunakan layar serta dayung untuk menggerakannya. Sementara itu, nelayan yang menggunakan perahu motor memiliki ukuran yang sama dengan perahu jukung. Mesin yang digunakan oleh para nelayan berukuran 5-15 Pk dengan menggunakan bahan bakar solar.

Perbedaan ukuran perahu membuat jumlah ikan yang dapat ditampung berbeda-beda. Untuk perahu kano, nelayan hanya dapat menampung 3-5 kg untuk setiap kali melaut. Untuk perahu jukung dan perahu mesin, nelayan dapat menampung ikan sampai 30 Kg. Daya jelajah perahu juga berbeda-beda, perahu papan hanya dapat berlayar sejauh 1-3 Km dari pinggir pantai. Nelayan dengan perahu jukung dapat melaut sampai 5 Km dari pinggir pantai. Untuk perahu yang menggunakan mesin dapat membawa nelayan sampai ke perairan Nusa Penida yang berjarak lebih dari 5 km.

(39)

21

total sebesar Rp 2.880.000.000,00 pada tahun 2013. Pendapatan tersebut naik sebesar 2.04 % dari pendapatan nelayan yang dimiliki pada tahun sebelumnya.

Kondisi Pantai Lebih

Pantai lebih merupakan sebuah kawasan pantai yang berada di Pantai Lebih. Pemberian nama pantai dilakukan berdasarkan nama desa agar wisatawan lebih mudah untuk mengingat nama pantai tersebut. Pantai Lebih berjarak 7 km dari pusat Kota Gianyar dan berjarak 2.5 km dari kantor banjar Desa Lebih. Waktu tempuh dari pusat Kota Gianyar ke Pantai Lebih apabila menggunakan kendaraan bermotor adalah 20 menit, sementara dari pusat Desa Lebih menempuh waktu 10 menit. Sementara itu, waktu tempuh dari Ibukota Provinsi Bali mencapai 45 menit dengan menggunakan jalan bypass Ida Bagus Matra.

Kawasan Pantai Lebih merupakan salah satu daerah wisata yang berada di Kabupaten Gianyar. Setiap akhir pekan, Pantai Lebih akan dipadati oleh wisatawan, baik domestik maupun mancanegara. Para wisatawan menikmati keindahan pasir hitam yang berada di tepi Pantai Lebih. Wisatawan juga dapat menikmati sajian kuliner berupa hasil olahan ikan yang berada di warung-warung tepi Pantai Lebih. Warung-warung tersebut dimiliki oleh para nelayan yang sehari-harinya melaut di Pantai Lebih. Perahu-perahu yang digunakan oleh nelayan biasanya disandarkan oleh nelayan di tepi Pantai Lebih sehingga dapat ditemui banyak sekali berbagai jenis perahu. Mesin perahu yang biasa digunakan oleh nelayan untuk melaut dibawa ke rumah mereka masing-masing untuk menghindari kerusakan mesin atau pencurian mesin.

Di Pantai Lebih, terdapat beberapa bentuk perubahan iklim yang terjadi, yaitu kenaikan permukaan air laut, tidak jelasnya musim hujan, dan abrasi. Abrasi merupakan salah satu bentuk perubahan iklim yang sudah lama terjadi di kawasan Pantai Lebih. Bagi para nelayan, abrasi yang terjadi terlihat dari hilangnya daratan yang ada di pantai. Daratan-daratan yang biasanya tidak terkena ombak, pelan-pelan mulai terkena ombak. Pasir yang ada di daerah tersebut pun lambat laun terbawa oleh air sehingga daratan yang ada terus berkurang.

Abrasi yang terjadi di Pantai Lebih diperparah dengan kenaikan permukaan air laut. Walaupun tidak terlihat dengan jelas, nelayan dapat merasakan hal tersebut. Kejadian tersebut terlihat dari jarak pantai yang semakin dekat dengan warung-warung di tepi pantai. Beberapa tahun yang lalu, terdapat Tempat Penurunan Ikan (TPI) bagi nelayan yang baru selesai melaut. Akan tetapi, kini TPI tersebut sudah tidak ada karena telah hancur terkena ombak besar dan akhirnya terbawa ke laut.

Perubahan iklim juga terlihat dengan sering munculnya cuaca ekstrim di Pantai Lebih. Cuaca ekstrim yang dimaksudkan adalah keadaan cuaca yang berada di suatu wilayah dengan jangka waktu pendek. Beberapa peristiwa cuaca ekstrim yang terjadi di Pantai Lebih adalah intensitas curah hujan yang tinggi dan sering terjadi gelombang besar. Curah hujan tinggi di Desa Lebih biasanya terjadi pada bulan Oktober hingga April, tetapi tidak jarang curah hujan tinggi terjadi pada bulan-bulan di luar waktu tersebut. Dengan begitu, perhitungan sasih yang biasa memprediksikan hujan terjadi pada bulan-bulan tersebut menjadi tidak lagi efektif digunakan.

(40)

22

2 tahun terakhir adalah sebelumnya nelayan dapat melaut secara rutin, dimulai dari terbenamnya matahari hingga waktu menjelang terbitnya matahari pada setiap harinya. Sementara itu, kini nelayan hanya melakukan kegiatan melaut pada hari-hari tertentu dan dengan waktu kurang lebih 3-4 jam untuk satu kali melaut. Hal tersebut disebabkan oleh ombak tinggi yang dapat terjadi sewaktu-waktu tanpa dapat diprediksi sebelumnya.

Dampak lain yang dirasakan oleh nelayan adalah sulitnya mendapatkan ikan. Keberadaan ikan-ikan yang ada di Pantai Lebih tidak dapat diprediksi akan selalu ada pada lokasi yang sama, sehingga pada waktu mencari ikan, nelayan yang menggunakan perahu bermesin tidak segan untuk melakukan pencarian sampai ke perairan Nusa Penida. Sementara nelayan yang tidak menggunakan kapal bermesin hanya dapat menangkap ikan seadanya pada lokasi-lokasi yang tidak begitu jauh. Kesulitan untuk mendapatkan ikan tidak hanya terjadi pada nelayan di Pantai Lebih, tetapi juga terjadi pada nelayan yang berada di pantai-pantai lainnya di Kabupaten Gianyar. Menurut data dari Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Gianyar, ikan tongkol yang merupakan ikan yang paling banyak ditangkap oleh nelayan di Kabupaten Gianyar jumlahnya berkurang. Di tahun 2013, pada kuartal pertama nelayan bisa mendapatkan ikan tongkol dengan total 28 Ton. Sementara itu, pada kuartal kedua jumlah tangkapan Ikan Tongkol hanya berkisar 19 Ton. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi penurunan hasil tangkapan ikan oleh nelayan di Kabupaten Gianyar, salah satunya adalah nelayan di Pantai Lebih.

Selanjutnya, lokasi ikan yang tidak selalu sama setiap harinya, membuat nelayan tidak dapat memperoleh jumlah tangkapan yang besar hanya dari satu lokasi saja. Apabila para nelayan ingin memperoleh tangkapan ikan dengan jumlah yang besar, maka nelayan harus menjelajahi lokasi laut lainnya. Jika hal tersebut dilakukan, maka nelayan akan membutuhkan bahan bakar yang semakin banyak yang dapat berdampak pada kerugian. Menurut MA, keadaan sekarang berbeda dengan keadaan pada 4 tahun yang lalu. Sebelumnya, nelayan bisa menemukan ikan pada lokasi yang sama sehingga hasil tangkapan ikannya juga melimpah. Kesulitan mendapatkan ikan membuat tangkapan menjadi berkurang yang akhirnya berpengaruh pada pendapatan. Dengan pendapatan yang tidak pasti, salah satu cara yang digunakan oleh nelayan untuk dapat melanjutkan kegiatan melautnya adalah dengan mengalokasikan biaya yang telah didapatkan untuk membeli bahan bakar. Nelayan biasanya hanya membatasi pengeluaran untuk bahan bakar sebesar Rp 100.000,00. Dengan jumlah ini, nelayan dapat melaut kurang lebih 3-4 jam.

(41)

23

(42)
(43)

KARAKTERISTIK RESPONDEN

Responden dalam penelitian ini adalah nelayan di Pantai Lebih yang mengetahui tentang perubahan iklim. Responden yang diambil berjumlah 60 orang. Karakteristik yang diteliti yaitu umur, tingkat pendidikan, pengalaman melaut, dan status ekonomi.

Tabel 7 Komposisi responden berdasarkan karakteristik nelayan di Desa Lebih pada tahun 2014

Berdasarkan tabel 7 di atas tampak bahwa kebanyakan responden berumur lebih dari 50 tahun (41.7 %). Nelayan muda (berumur kurang dari 50 tahun) menganggap bahwa profesi sebagai nelayan sudah tidak menjanjikan. Mereka cenderung memilih untuk bekerja di sektor pariwisata sebagai petugas hotel, petugas restoran, maupun menjadi tukang kebun di Hotel. Dengan bekerja di sektor pariwisata, mereka menjadi memiliki kebanggaan serta gengsi dibandingkan menjadi seorang nelayan.

Untuk tingkat pendidikan pada tabel 7 tampak bahwa sebagian besar nelayan memiliki pendidikan SD-SMP (58.0 %). Desa Lebih hanya memiliki 3 buah bangunan sekolah SD sampai saat ini. Untuk pendidikan SMP dan SMA, mereka harus mencari sekolah yang ada di luar desa. Selain itu, beberapa tahun lalu banyak orang tua yang bekerja sebagai nelayan mengajak anak-anaknya yang baru lulus pendidikan dasar untuk melaut. Mereka tidak lagi melanjutkan pendidikannya dan memilih untuk membantu orang tuanya dalam menangkap ikan.

Nelayan di Desa Lebih merupakan nelayan berpengalaman. Mereka sebagian besar memiliki pengalaman melaut lebih dari 15 tahun (62.0 %). Pengalaman melaut nelayan yang sudah sangat tinggi membuat mereka memiliki pengetahuan yang cukup baik tentang kondisi laut dan berbagai perubahan-perubahan kondisi alam yang terjadi pada saat ini.

(44)

26

memiliki dua jenis perahu, yaitu tradisional dan perahu bermesin 15 Pk. Nelayan dengan status ekonomi rendah (20.0 %) adalah nelayan yang memiliki salah satu alat tangkap, baik jaring maupun pancing serta menggunakan kapal papan (kano) atau perahu jukung tradisional.

(45)

PERSEPSI NELAYAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM

Para nelayan memiliki persepsi yang berbeda-beda terhadap perubahan iklim yang terjadi di lingkungannya. Pada penelitian ini, persepsi nelayan diukur berdasarkan pengetahuan nelayan mengenai bentuk perubahan iklim, penyebab perubahan iklim, dan dampak perubahan iklim.

Tabel 8 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jumlah jawaban bentuk perubahan iklim yang dipersepsi oleh nelayan di Desa Lebih

Bentuk Perubahan Iklim Jumlah

n %

1 jawaban 11 18.3

Lebih dari 1 jawaban 49 81.7

Jumlah 60 100.0

Tabel 8 menunjukkan bahwa sebagian besar nelayan cenderung memilih lebih dari 1 jawaban mengenai bentuk perubahan iklim (81.7 %), yang artinya nelayan sudah mengetahui berbagai bentuk perubahan iklim yang terjadi di Pantai Lebih. Hal tersebut mungkin didasari pengalaman melaut nelayan yang sudah lebih dari 15 tahun sehingga mereka telah banyak mengetahui berbagai bentuk perubahan kondisi lingkungan yang terjadi di Pantai Lebih. Adapun bentuk-bentuk perubahan iklim yang diketahui oleh nelayan adalah sebagai berikut yang dapat dilihat pada tabel 9:

Tabel 9 Jumlah dan persentase responden berdasarkan bentuk perubahan iklim yang dipersepsi oleh nelayan di Desa Lebih

Bentuk Perubahan Iklim Jumlah

n %

Peningkatan suhu air laut 20 33.3

Keadaan musim yang tidak menentu 32 53.3

Peningkatan permukaan air laut 45 75.0

Lokasi ikan yang tidak jelas 41 68.3

Sebagian besar nelayan (75.0 %) mengetahui bahwa bentuk perubahan iklim yang terjadi di Pantai Lebih adalah peningkatan permukaan air laut. Menurut para nelayan, jika air laut semakin mendekat ke arah pemukiman nelayan, berarti telah terjadi peningkatan permukaan air laut di daerah tersebut. Di daerah pantai Lebih, sebelumnya jarak antara laut dengan pemukiman nelayan bisa mencapai 1 km. Namun, kini jarak laut dengan pemukiman nelayan hanya berkisar 300 m. Hal itu diperkuat dengan pernyataan seorang nelayan, yaitu:

“dulu, jarak rumah saya dengan pantai itu bisa sampai 500 meter, sekarang hanya jaraknya 100 meter. Untung saja dibuat pembatas, kalau tidak, mungkin jalan bypass itu sudah rusak.” -MA

(46)

28

migrasi ikan yang tidak teratur terjadi seiring dengan suhu air laut yang semakin memanas. Menurut Patriana (2011), lokasi ikan akan berubah seiring dengan meningkatnya suhu air laut. Ikan akan mencari suhu yang tepat untuk dapat bertahan hidup. Adanya salah satu perubahan iklim berupa lokasi ikan yang tidak menentu membuat nelayan menjadi kesulitan dalam menentukan lokasi penangkapan ikan. Hal tersebut berdampak pada jumlah tangkapan nelayan yang menjadi tidak menentu pula.

Tabel 10 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jumlah jawaban dampak perubahan iklim yang dipersepsi oleh nelayan di Desa Lebih

Dampak Perubahan Iklim Jumlah

n %

1 jawaban 8 13.3

Lebih dari 1 jawaban 52 86.7

Total 60 100.0

Selanjutnya, berdasarkan tabel 10 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar nelayan (86.7 %) mengetahui lebih dari 1 dampak perubahan iklim yang terjadi. Hal tersebut ditandai dengan adanya lebih dari 1 jawaban dari para nelayan saat ditanya mengenai dampak-dampak perubahan iklim yang terjadi. Berikut ini merupakan dampak-dampak perubahan iklim yang dirasakan oleh nelayan:

Tabel 11 Jumlah dan persentase responden berdasarkan dampak perubahan iklim yang dipersepsi oleh nelayan di Desa Lebih

Dampak Perubahan Iklim Jumlah

n %

Terganggunya kegiatan melaut 40 66.7

Jumlah tangkapan berkurang 56 93.3

Populasi ikan berkurang 25 41.7

Potensi abrasi bertambah 22 36.6

Pada tabel 11 di atas terlihat bahwa dampak perubahan iklim yang paling dirasakan oleh cukup banyak nelayan (93.3%) adalah jumlah tangkapan ikan yang diperoleh berkurang. Para nelayan kesulitan mencari lokasi penangkapan ikan sehingga jumlah tangkapan mereka berkurang. Mereka tidak dapat memprediksi bahwa jumlah ikan di satu lokasi akan sama setiap harinya. Hal tersebut membuat nelayan harus mencari berbagai alternatif lokasi melaut jika ingin mendapatkan ikan dalam jumlah yang banyak. Berikut ini adalah kutipan jawaban dari salah satu nelayan mengenai alternatif lokasi melaut:

(47)

29

Selain itu, menurut nelayan di Desa Lebih, keadaan cuaca akhir-akhir ini membuat nelayan sulit untuk menjaring ikan. Alasannya adalah sering terjadinya ombak tinggi dan besar. Hal tersebut merupakan keadaan yang berbahaya dan dapat mengancam keselamatan nelayan apabila nelayan tetap nekat untuk melaut di keadaan tersebut. Jika keadaan ombak sedang tinggi dan besar, hasil tangkapan nelayan akan berkurang dan pendapatan para nelayan pun menjadi berkurang.

Dampak lainnya yang juga dirasakan oleh sebagian besar nelayan (66.7 %) adalah terganggunya kegiatan melaut. Cuaca ekstrim yang semakin sering terjadi di Pantai Lebih membuat nelayan merasa kesulitan untuk melaut. Apabila terjadi ombak tinggi dan besar, perahu yang digunakan oleh nelayan dapat terhempas oleh ombak. Ombak tinggi dan besar dapat terlihat pada tepi pantai, Ombak terhempas pada bangunan pembatas yang membuat tangga-tangga yang digunakan oleh nelayan untuk menurunkan perahunya menjadi tertutup. Apabila sudah terjadi kondisi seperti itu, para nelayan dipimpin oleh pemuka adat mengadakan upacara kegamaan untuk berdoa agar ombak besar dapat segera reda dan nelayan dapat kembali melaut.

Tabel 12 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengetahuan penyebab perubahan iklim yang dipersepsi oleh nelayan di Desa Lebih

Penyebab perubahan iklim Jumlah

n %

Tidak tahu 21 35.0

Tahu 39 65.0

Total 60 100.0

Selanjutnya persepsi nelayan mengenai perubahan iklim dilihat berdasarkan pengetahuan nelayan tentang penyebab perubahan iklim. Berdasarkan informasi di Tabel 12 di atas, diketahui bahwa sebagian besar nelayan (65.0 %) sudah mengetahui penyebab perubahan iklim. Hal tersebut menunjukkan bahwa tindakan nelayan tidak didasari atas pengetahuan mereka terhadap penyebab perubahan iklim. Adapun penyebab perubahan iklim yang diketahui oleh nelayan adalah:

Tabel 13 Jumlah dan persentase responden berdasarkan penyebab perubahan iklim yang dipersepsi oleh nelayan di Desa Lebih

Penyebab Perubahan Iklim Jumlah

n %

Perilaku manusia 6 10.0

Lingkungan 38 68.3

Perilaku manusia dan lingkungan 5 8.3

Tidak tahu 21 35.0

(48)

30

perubahan. Para nelayan tersebut tidak menyadari bahwa salah satu penyebab dari adanya perubahan iklim adalah perilaku mereka sehari-hari. Para nelayan masih terbiasa melaut menggunakan mesin perahu, Padahal, hasil pembakaran bahan bakar minyak pada mesin perahu dapat mencemari udara dan akhirnya menyebabkan perubahan iklim.

HUBUNGAN PERSEPSI NELAYAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DENGAN KARAKTERISTIK NELAYAN

Terdapat 3 komponen persepsi yang dianalisis serta 4 variabel karakteristik nelayan yang dianalisis menggunakan tabulasi silang. Komponen persepsi nelayan meliputi pengetahuan nelayan tentang bentuk perubahan iklim, dampak perubahan iklim, dan penyebab perubahan iklim. Sementara itu, variabel karakteristik yang dianalisis adalah umur, tingkat pendidikan, pengalaman melaut, dan status ekonomi. Setiap responden dapat memilih lebih dari 1 jawaban, sehingga dapat dilihat tingkat pengetahuan nelayan tentang perubahan iklim

Hubungan Antara Persepsi dan Umur

Pada tabel 14 dapat terlihat bahwa sebagian besar nelayan dengan umur 18-30 tahun (76.9 %) cenderung memilih peningkatan permukaan air laut dan lokasi ikan yang tidak jelas sebagai bentuk perubahan iklim. Sementara itu, hampir seluruh nelayan yang berumur 31-50 tahun (90.0 %) cenderung menganggap peningkatan permukaan air laut sebagai bentuk perubahan iklim. Sebagian besar nelayan dengan umur lebih dari 50 tahun (80.0 %) merasa bahwa lokasi ikan yang tidak jelas merupakan bentuk perubahan iklim yang terjadi di Pantai Lebih.

Tabel 14 Jumlah dan persentase responden berdasarkan umur dan persepsi tentang bentuk perubahan iklim

Gambar

Tabel 47  Jumlah dan persentase responden berdasarkan persepsi tentang
Gambar 1 Kerangka Pemikiran
Tabel 3 Jumlah dan persentase penduduk Desa Lebih berdasarkan jenis kelamin
Tabel 4 Jumlah dan persentase penduduk Desa Lebih berdasarkan kelompok umur
+7

Referensi

Dokumen terkait

Stroke atau cedera serebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkkan oleh terhentinya suplai darah ke bagian otak. Stroke adalah suatu kondisi yang

Sebagaimana yang dinyatakan oleh (Hidayat, 2008) bahwa subprime mortgage ini terjadi karena dalam beberapa tahun terkahir cukup banyak kredit perumahan di Amerika

Uji persentase daya hambat dilakukan pada media agar dengan cara menginokulasikan isolat bakteri dan patogen yang ada secara berpasangan dalam cawan petri berdiameter 9 cm..

Terima Kasih Yang sebesar-besarnya saya ucapkan kepada Prof.. Fauzie Sahil, SpOG(K) dan

Pelayanan rohani yang dilakukan di UPT ini adalah bimbingan agama yang dilakukan sekali seminggu. Bimbingan agama Islam dan Kristen dilakukan setiap hari Rabu dan

bahwa, (1) Keputusan Bawaslu mengenai penyelesaian sengketa Pemilu merupakan keputusan terakhir dan mengikat, kecuali keputusan terhadap sengketa Pemilu yang

Dan kebanyakan orang akan lebih percaya apabila seseorang telah membuktikan kelezatannya, maka akan lebih banyak konsumen lainnya yang penasaran akan rasa Donut Kentang, dan

Dari pendapat Soelarko ( Teknik Fotografi Modern 25) tersebut, dapat diartikan bahwa, nilai foto human interest lebih ditekankan pada aspek yang berada di balik apa yang