Nama : Deya Permatasari NPM : 212151119 Kelas : 2021-D
Matkul : Proses Berpikir Matematika
REVIEW JURNAL 1. Pengertian Berpikir dan Berpikir Matematik
2. Proses Berpikir Induktif 3. Proses Berpikir Deduktif 4. Proses Berpikir Abduktif
5. Analisis - Sintesis : Berpikir Tingkat Tinggi 6. Kemampuan Komunikasi Matematik
1. Pengertian Berpikir dan Berpikir Matematik
Judul PROSES BERPIKIR MAHASISWA DALAM PEMECAHAN
MASALAH APLIKASI INTEGRAL DITINJAU DARI KECEMASAN BELAJAR MATEMATIKA(MATH ANXIETY)
Penerbit Jurnal dan link
Jurnal Kajian Ilmu Pendidikan, Institut Agama Islam Ma’arif Metro Lampung
https://journal.iaimnumetrolampung.ac.id/index.php/ji/article/view/73 Volume dan Halaman Vol 1 No 2. Hal 192-216
Tahun November 2016
Penulis Eka Fitria Ningsih, M.Pd Reviewer Deya Permatasari (21251119)
Tanggal 12 Maret 2022
Permasalahan Setiap mahasiswa memiliki karakteristik yang berbeda sehingga sekalipun menerima layanan pendidikan yang sama, pasti masih terdapat mahasiswa yang mengalami kesulitan belajar. Salah satu ciri orang yang mengalami kesulitan belajar adalah memiliki rasa cemas/gelisah ketika belajar (math anxiety). Math Anxiety didefinisikan
sebagai perasaan tegang, takut yang dapat mengganggu kinerja dalam belajar matematika. Seseorang yang memilki math-anxiety berakibat terhadap kurangnya penguasaan materi. Kecemasan belajar matematika memiliki dampak yang negatif terhadap prestasi belajar. Hal ini juga didukung oleh Ashcraft & Krause bahwa kecemasan belajar matematika merupakan hal yang mengkhawatirkan karena berdampak negative pada pengetahuan dan nilai yang diperoleh dalam pelajaran matematika.
Kecemasan belajar matematika dapat berimplikasi pada praktik guru mengajar. Guru dengan kecemasalan belajar tinggi cenderung mengajar menggunakan metode yang tradisional dan cenderung menghindari mengajar matematika. Sikap guru yang negatif seperti ini dapat berakibat terhadap penampilan siswa dalam belajar matematika.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:
1) Bagaimana proses berpikir mahasiswa program studi pendidikan matematika semester II dengan tingkat mathanxiety tinggi dan rendah dalam memahami masalah aplikasi integral?
2) Bagaimana proses berpikir mahasiswa program studi pendidikan matematika semester II dengan tingkat math-anxiety tinggi dan rendah dalam membuat rencana pemecahan masalah aplikasi integral?
3) Bagaimana proses berpikir mahasiswa program studi pendidikan matematika semester II dengan tingkat math-anxiety tinggi dan rendah dalam melaksanakan perencanaan pemecahan masalah aplikasi integral?
4) Bagaimana proses berpikir mahasiswa program studi pendidikan matematika semester II dengan tingkat math-anxiety tinggi dan rendah dalam memeriksa hasil pemecahan masalah aplikasi integral?
Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif . Subjek pada penelitian ini terdiri dari 4 mahasiswa program studi pendidikan matematika semester II yang terdiri dari 2 mahasiswa dengan math anxiety tinggi dan 2 dengan math anxiety rendah. Teknik Pengambilan sampel dengan proporsive sampling. Teknik analisis data menggunakan
triaangulasimetode dan sumber.
Subjek Penelitian Subjek pada penelitian ini terdiri dari 4 mahasiswa program studi pendidikan matematika semester II yang terdiri dari 2 mahasiswa dengan math anxiety tinggi dan 2 dengan math anxiety rendah.
Hasil Penelitian 1. Proses berfikir Mahasiswa yang memiliki Math Anxiety Tinggi Pada tahap memahami masalah mahasiwa dengan math anxiety tinggi menggunakan proses berfikir konvergen. Pada tahap merencanakan pemecahan masalah mahasiswa dengan math anxiety tinggi menggunakan proses konvergen.Pada tahap menjalankan rencana mahasiwa dengan math anxiety tinggi menggunakan proses berfikir konvergen. Pada tahap evaluasi mahasiwa dengan math anxiety tinggi menggunakan proses berfikir konvergen. Mahasiswa dalam memahami masalah, merencanakan pemecahan masalah, menjalankan rencana dan evaluasi menggunakan satu cara penyelesaian sehingga dapat disimpulkan mahasiswa dengan math anxiety tinggi dalam memecahkan masalah menggunakan proses berfikir konvergen.
2. Proses berfikir Mahasiswa yang memiliki Math Anxiety Rendah Pada tahap memahami masalah mahasiwa dengan math anxiety rendah menggunakan proses berfikir divergen. Pada tahap merencanakan pemecahan masalah mahasiswa dengan math anxiety rendah menggunakan proses berfikir divergen.Pada tahap menjalankan rencana mahasiwa dengan math anxiety rendah menggunakan proses berfikir divergen. Pada tahap evaluasi mahasiwa dengan math anxiety rendah menggunakan proses berfikir konvergen. Mahasiswa dalam memahami masalah, merencanakan pemecahan masalah, menjalankan rencana dapat menggunakan cara yang berbeda dalam penyelesaian, kecuali pada tahap evaluasi. Dapat disimpulkan mahasiswa dengan math anxiety rendah dalam memecahkan masalah cenderung menggunakan proses berfikir divergen.
Kekuatan Penelitian 1. Pembahasan metode yang digunakan sangat jelas.
2. Abstrak jelas, sehingga dengan membaca abstraknya saja pembaca dapat mengetahui hasil dari penelitian tersebut.
Kelemahan Penelitian Terdapat beberapa penulisan yang salah dan tidak sesuai EYD
Kesimpulan Kesimpulan penelitian ini adalah :
1) Pada tahap memahami masalah mahasiwa dengan math anxiety tinggi menggunakan proses berfikir konvergensedangkan mahasiwa dengan math anxiety rendah menggunakan proses berfikir divergen;
2) Pada tahap merencanakan pemecahan masalah mahasiswa dengan math anxiety tinggi menggunakan proses berfikir konvergen sedangkan mahasiswa dengan math anxiety rendah menggunakan proses berfikir divergen.
3) Pada tahap menjalankan rencana mahasiwa dengan math anxiety tinggi menggunakan proses berfikir konvergen sedangkan mahasiswa dengan math anxiety rendah menggunakan proses berfikir divergen;
4) Pada tahap evaluasi mahasiwa dengan math anxiety tinggi dan rendah menggunakan proses berfikir konvergen.
2. Proses Berfikir Induktif
Judul KEMAMPUAN ARGUMENTASI MAHASISWA MELALUI MODEL
BERFIKIR INDUKTIF DENGAN METODE PROBING- PROMPTING LEARNING
Penerbit Jurnal Jurnal Pendidikan Matematika, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Volume dan Halaman Vol 14 No 1. Hal 22-32
Tahun 2019
Penulis Lisanul Uswah Sadieda Reviewer Deya Permatasari (21251119) Tanggal 12 Maret 2022
Permasalahan Kemampuan argumentasi mahasiswa yang hendak diteliti dalam penelitian ini yaitu terkait dengan kemampuan argumentasi mahasiswa untuk memecahkan masalah pembuktian pada materi subgrup. Subgrup merupakan salah satu konsep yang termuat dalam kajian mata kuliah struktur aljabar atau aljabar abstrak, khususnya konsep teori grup.
Pemilihan konsep ini sebagai materi penelitian karena memang dalam menempuh matakuliah ini mahasiswa dituntut memiliki kompetensi untuk mampu menyusun bukti yang valid dan tepat untuk membuktikan pernyataan-pernyataan menggunakan aksioma, definisi dan teorema yang ada dalam teori grup.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa penguasaan mahasiswa terhadap materi ini masih rendah. Menurut data yang peneliti peroleh selama mengampu mata kuliah ini, mahasiswa yang memperoleh nilai antara A sampai dengan B hanya terdapat 22% pada tahun akademik 2013/2014, 34% pada tahun akademik 2014/2015, 21% tahun akademik 2015/2016, dan 32% pada tahun akademik 2016/2017 (Siakad UIN Sunan Ampel, 2017). Kondisi ini menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Islam Negeri Sunan Ampel masih kesulitan dalam melakukan pembuktian pernyataan-pernyataan matematis yang menjadi fokus utama perkuliahan ini. Secara tidak langsung hal ini juga mengindikasikan
kurangnya kemampuan mahasiswa dalam pengajuan argumentasi.
Tujuan Penelitian Penelitian bertujuan untuk menemukan model pembelajaran yang sesuai untuk mengatasi kesulitan mahasiswa dalam menyusun argumentasi dari suatu permasalahan salah.
Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan pendekatan kuantitatif. Instrumen yang digunakan adalah lembar tes kemampuan argumentasi. Kemampuan argumentasi mahasiswa diidentifikasi berdasarkan komponen argumentasi McNeill dan Krajcik yang terdiri dari claim, evidence,reasoning,danrebuttal.
Subjek Penelitian 38 mahasiswa angkatan 2016/2017 Prodi Pendidikan Matematika UIN Sunan Ampel Surabaya.
Hasil Penelitian Hasil penelitian yaitu kemampuan mahasiswa dalam menyusun rebuttal perlu untuk ditingkatkan disini. Masih ada 74,77% mahasiswa yang tidak dapat memberikan alternatif jawaban. Padahal pada materi subgrup ini sangat memungkinkan untuk menggunakan bervariasi teorema dalam penyelesaian masalahnya. Selama proses perkuliahan mahasiswa sudah diminta untuk memberikan alternatif jawaban lain dari permasalahan tentang subgrup ini terutama melalui LKM. Dalam kasus ini, penyebab rendahnya kemampuan siswa pada komponen tersebut setidaknya ada tiga. Pertama, telah dijelaskan sebelumnya bahwa mahasiswa tidak mampu mengatur waktu dengan baik. Penyebab yang kedua karena mahasiswa belum mampu mengaplikasikan berbagai teorema subgrup untuk menyelesaikan masalah. Sedangkan penyebab yang ketiga karena mahasiswa lupa bunyi teorema subgrup.
Kekuatan Penelitian Data-data penelitian yang dicantumkan begitu lengkap. Penulis menjelaskan secara berurut dan perhatian pembaca pun tidak lari dari tujuan yang ingin dicapai oleh penulis. Pembahasan metode sangat jelas.
Kelemahan Penelitian Terdapat beberapa penulisan yang salah dan tidak sesuai EYD
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh beberapa hal yang menjadi simpulan dalam penelitian ini. Pertama, kemampuan argumentasi mayoritas mahasiswa sebelum mengikuti perkuliahan yang menerapkan model berpikir induktif dengan metode probing-prompting learning termasuk dalam kategori cukup baik. Mayoritas mahasiswa mampu mengajukan claim dengan benar, namun tidak mampu menyusun bukti, memilih alasan dan menyusun rebuttal yang benar dan lengkap. Kedua, setelah mengikuti perkuliahan dengan diterapkannya model berpikir induktif dengan metode probing-prompting learning, kemampuan argumentasi mayoritas mahasiswa termasuk dalam kategori sangat baik dan baik. Mahasiswa mampu mengajukan claim dengan benar. Selain itu, persentase mahasiswa yang mampu menyusun bukti, memilih alasan dan menyusun rebuttal dengan benar dan lengkap mengalami peningkatan. Ketiga, kemampuan argumentasi mahasiswa setelah perlakuan lebih baik dibandingkan sebelumperlakuan dan terdapat perbedaan signifikan (Z =-7,3973,p= 0,000) kemampuan argumentasi mahasiswa sebelum dan setelah diterapkan model berpikir induktif dengan metode probing-prompting learning pada materi subgrup. Dengan demikian, penerapan model berpikir induktif dengan metode probing-prompting learning pada materi subgrup efektif untuk meningkatkan kemampuan argumentasi mahasiswa.
3. Proses Berfikir Deduktif Judul
ANALISIS KEMAMPUAN PENALARAN DEDUKTIF MATEMATIKA SISWA
Penerbit Jurnal Jurnal Teori dan Aplikasi Matematika (JTAM), Universitas Muhammadiyah Tangerang
Volume dan Halaman Vol 3 No 1. Hal 15-21 Tahun April 2019
Penulis Ahmad Fadillah
Reviewer Deya Permatasari (21251119) Tanggal 12 Maret 2022
Permasalahan Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Mata Pelajaran Matematika, tujuan pembelajaran matematika adalah agar siswa mampu: (1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah, (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, (4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, dan (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Tapi pada kenyataannya masih banyak siswa yang beranggapan bahwa matematika itu sulit karena selalu berhubungan dengan angka, rumus dan hitung-menghitung. Pemikiran awal seseorang yang seperti
itu jelas akan memengaruhi terhadap penguasaan matematika seseorang karena sebelumnya sudah ada rasa takut tidak bisa memahami pelajaran matematika dan malas. Mereka sudah terlebih dahulu tidak tertarik dengan matematika sebelum mencobanya.Salah satunya yaitu dalam menyelesaikan soal matematika bentuk cerita.Soal cerita disajikan dalam bentuk cerita dan masalah yang diungkapkan merupakan masalah kehidupan sehari-hari.
Kebanyakan siswa merasa kesulitan dalam memahami maksud dari soal yang diberikan, apa yang ditanyakan dalam soal tersebut, dan masih banyak pula terdapat kesalahan dalam perhitungan. Hal itu dikarenakan dalam menyelesaikan soal matematika dalam bentuk cerita diperlukan langkahlangkah pemahaman dan daya nalar yang tinggi.Masih banyak siswa yang kurang memahami bagaimana menterjemahkan kalimat sehari-hari soal ke dalam kalimat matematika atau model matematika.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan penalaran deduktif matematis siswa dalam menyelesaikan soal matematika bentuk cerita pokok bahasan aplikasi turunan dan untuk memperoleh gambaran secara empirik tentang kemampuan penalaran deduktif matematis siswa SMA Muhammadiyah Cipondoh Tangerang dalam menyelesaikan soal cerita pokok bahasan aplikasi turunan.
Metode Penelitian Jenis metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi, wawancara, tes dan studi dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan analisis data kualitatif yang meliputi reduksi data, penyajian data dan menarik kesimpulan/verifikasi.
Subjek Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMA Muhammadiyah 02 Cipondoh Tangerang.
Hasil Penelitian Berdasarkan analisis data dari hasil penelitian yang diperoleh dari pekerjaan siswa dan data wawancara maka siswa yang memiliki kemampuan penalaran deduktif matematis tinggi yaitu sisa yang memenuhi hampir seluruh indikator kemampuan penalaran deduktif matematis yakni:
1. melaksanakan perhitungan berdasarkan aturan atau rumus tertentu 2. menarik kesimpulan logis (penalaran logis)
3. menyusun pembuktian langsung.
Kekuatan Penelitian Abstrak jelas, sehingga dengan membaca abstraknya saja pembaca dapat mengetahui hasil dari penelitian tersebut. Data-data penelitian yang dicantumkan cukup lengkap.
Kelemahan Penelitian Terdapat beberapa penulisan yang salah dan tidak sesuai EYD
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang analisis kemampuan penalaran deduktis matematis siswa pada pokok bahasan aplikasi turunan diperoleh beberapa kesimpulan yakni;
1) Tingkat persentase berdasarkan tingkat kemampuan penalaran deduktif matematis untuk kemampuan penalaran deduktif tinggi sekitar 12,82% sedangkan kemampuan penalaran deduktif sedang mencapai 71,8% dan kemampuan penalaran deduktif rendah mencapai 15,38% ;
2) Faktor – faktor yang menyebabkan kurangnya kemampuan penalaran deduktif matematis pada materi aplikasi turunan yaitu
a. Siswa tidak menguasai atau memahami dengan benar konsep yang digunakan dalam menyelesaikan soal – soal yang dikerjakan;
b. Malu bertanya ketika siswa kurang memahami materi yang diberikan atau tidak fokus dalam belajar;
c. Siswa kurang percaya diri dalam menjawab soal yang diberikan;
dan
d. Siswa kurang melatih diri mengerjakan soal-soal latihan untuk memperdalam dan memperluas materi pembelajaran sekaligus mengulang kembali materi yang diajarkan.
4. Proses Berfikir Abduktif
Judul PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA
MELALUI STRATEGI ABDUKTIF-DEDUKTIF PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Penerbit Jurnal dan link
Jurnal Matematika Kreatif-Inovatif, Universitas Islam Darul Ulum Lamongan
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kreano
Volume dan Halaman Vol 6 No 2. Hal 101-110 Tahun Desember 2015
Penulis Ali Shodikin
Reviewer Deya Permatasari (21251119) Tanggal 12 Maret 2022
Permasalahan Kemampuan pemecahan masalah (problem solving) merupakan kemampuan yang sangat penting dikembangkan pada setiap topik dalam pembelajaran matematika di sekolah. Pentingnya kemampuan pemecahan masalah ini dapat dilihat dari tujuan pembelajaran matematika di sekolah yang termuat di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, diantaranya agar siswa memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
Fakta yang ada di Indonesia menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, baik di tingkat pendidikan menengah maupun pendidikan tinggi masih rendah. Hal ini didasarkan pada hasil penelitian Sumarmo, 1993, 1994 dan 1999; Hasbullah, 2000;
Soekisno, 2002; Sugandi, 2002; Sutrisno, 2002; Wardani, 2002;
Suwaningsih, 2004; Hafriani, 2004; Atun, 2006; Noer, 2007; Dwijanto, 2007 (dalam Ibrahim 2011) bahwa secara klasikal kemampuan pemecahan masalah matematis belum mencapai taraf minimal yang dianggap memuaskan atau kriteria ketuntasan belajar minimal yang ditentukan. Demikian pula berdasarkan hasil studi pendahuluan yang
dilakukan oleh Azhar (2013) di beberapa Madrasah Aliyah di DKI Jakarta menyatakan bahwa siswa-siswi MA hanya mampu menyelesaikan masalah yang hanya melibatkan suatu konsep matematika saja (kemampuan pemahaman matematis), namun kesulitan dalam menghadapi permasalahan yang melibatkan beberapa konsep matematika seperti pemecahan masalah.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah menggunakan strategi abduktif-deduktif.
Penelitian ini juga bertujuan untuk:
1) menelaah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan strategi abduktif- deduktif terhadap pembelajaran ekspositori ditinjau secara keseluruhan maupun berdasar kategori KAM (atas, tengah, bawah);
dan
2) menelaah pengaruh interaksi antara pembelajaran (dengan strategi abduktif-deduktif dan ekspositori) dan KAM terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.
Metode Penelitian Metode yang diterapkan dalam penelitian ini adalah eksperimental dengan desain pretes-postes dan kelompok kontrol tidak acak (nonrandomized control group, pretestposttest design).
Subjek Penelitian Penelitian dilakukan di salah satu SMA di Kabupaten Pati Tahun Pelajaran 2013/2014. Sampel dalam penelitian ini dipilih dua kelas yang memiliki kemampuan awal sama dari delapan kelas XI secara purposive sampling yang masing-masing berjumlah 34 siswa.
Hasil Penelitian Hasil penelitian in yaitu siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan strategi abduktif-deduktif telah mampu menunjukkan kemampuan pemecahan masalah matematis lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mendapat pembelajaran ekspositori. Uraian berikut tampaknya juga menyebabkan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan strategi abduktif-deduktif lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mendapat pembelajaran ekspositori.
Pembelajaran dengan strategi abduktif-deduktif efektif dalam
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa daripada dengan pembelajaran ekspositori. Namun dalam pencapaiannya menunjukkan bahwa untuk mencapai kemampuan pemecahan masalah yang diinginkan, pencapaiannya masih belum optimal. Hal ini menunjukkan bahwa untuk menumbuhkan proses berpikir matematik tingkat tinggi pada pembelajaran matematika, bukan suatu pekerjaan yang mudah.
Akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa siswa yang memperoleh pembelajaran dengan strategi abduktifdeduktif mampu menunjukkan peningkatan yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran ekspositori. Hal ini mengindikasikan bahwa jika pembelajaran dengan strategi abduktif-deduktif diterapkan secara konsisten tidak menutup kemungkinan kemampuan pemecahan masalah siswa dapat ditingkatkan secara optimal.
Kekuatan Penelitian Abstrak jelas, sehingga dengan membaca abstraknya saja pembaca dapat mengetahui hasil dari penelitian tersebut. Data-data penelitian yang dicantumkan cukup lengkap.
Kelemahan Penelitian Terdapat beberapa penulisan yang salah dan tidak sesuai EYD Kesimpulan
Keimpulan penelitian ini yaitu peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan strategi abduktif-deduktif lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran ekspositori secara keseluruhan. Dilihat lebih rinci berdasar kategori KAM, hanya pada kategori KAM tengah yang menunjukkan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang lebih baik. Sedangkan pada kategori KAM atas dan bawah, kedua jenis pembelajaran tidak menunjukkan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang berbeda secara signifikan.
Sedangkan interaksi antara pembelajaran (dengan strategi abduktif- deduktif dan ekspositori) dan KAM terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis tidak menunjukkan pengaruh signifikan.
5. Berfikir Tingkat Tinggi
Judul KEMAMPUAN BERFIKIR TINGKAT TINGGI DALAM
MENYELESAIKAN SOAL HOTS MATA PELAJARAN MATEMATIKA
Penerbit Jurnal dan link
Jurnal Ilmiah Sekolah Dasar, Universitas Pendidikan Ganesha https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JISD/article/view/25336
Volume dan Halaman Vol 4 No 2. Hal 257-269
Tahun 2020
Penulis Putu Manik Sugiari Saraswati, Gusti Ngurah Sastra Agustika Reviewer Deya Permatasari (21251119)
Tanggal 12 Maret 2022
Permasalahan Pesatnya perkembangan pengetahuan dan teknologi abad 21, menuntut manusia memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi. Pada dunia pendidikan, HOTS merupakan kemampuan berpikir siswa yang tidak hanya mengingat tetapi juga diharapkan untuk dapat mengembangkan ide.
Sesungguhnya pada dunia pendidikan HOTS mampu diterapkan, sebab kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa dapat dilatih dan ditingkatkan. Sehingga banyak negara yang mengunakan HOTS sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pembelajaran dikelas (Musrikah, 2018:341). Kemampuan siswa dalam menerima pembelajaran serta cara siswa menyelesaikan masalah pada soal matematika yang berbeda juga membuat mereka memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi yang berbeda pula. Mengingat hakikat manusia diciptakan unik satu sama lain, kemampuan yang dimiliki manusia juga pada dasarnya beragam.
Menanggapi hal tersebut Pratiwi (2019:128) menjelaskan untuk mengembangkan item berbasis HOTS yang baik untuk siswa, kualitas guru menjadi bagian yang sangat penting dalam kasus ini. Guru harus memiliki pemahaman yang baik tentang proses kognitif dalam Keterampilan Berpikir Tingkat Rendah (LOTS) dan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi (HOTS). Terlebih lagi menurut Widana (2017:32) guru memegang peran dalam mengoptimalkan penilaian
HOTS, baik dalam tes harian, penilaian akhir semester, dan ujian sekolah. Hal ini dimaksudkan untuk melatih dan mengetahui kategori kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.
Tujuan Penelitian Penelitian deksriptif ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan berpikir tingkat tinggi dan mengetahui kendala dalam menyelesaikan soal HOTS mata pelajaran matematika siswa kelas V.
Metode Penelitian Penelitian ini tergolong jenis penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif yang dilaksanakan tidak bertujuan mencari hubungan antar variabel atau menguji hipotesis. Penelitan ini hanya memiliki satu variabel mandiri yaitu kemampuan berpikir tingkat tinggi. Adapun teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik sampling jenuh yang merupakan teknik penentuan sampel dengan menggunakan seluruh populasi sebagai subjek penelitian. Pengambilan data pada seluruh populasi dilakukan melalui instrumen tes uraian dan wawancara.
Subjek Penelitian Maka sampel penelitian ini memiliki jumlah yang sama dengan populasi yaitu 85 siswa kelas V SDN 1 Padang Sambian Tahun Ajaran 2019/2020.
Hasil Penelitian Hasil analisis PAP pada skor akhir tes menunjukkan seabanyak 45 siswa (53%) memiliki Kemampuan Berpikir HOTS Cukup. Bagian selanjutnya melalui analisis isi, hasil wawancara menunjukkan terdapat 53 siswa (62%) siswa mengalami kendala pada proses membuat/membentuk kalimat matematika. Bersumber pada hal tersebut dapat disimpulkan siswa kelas V SDN 1 Padang Sambian cenderung memiliki kemampuan berpikir HOTS cukup serta masih rendah dalam menajawab soal dengan ranah kognitif C6, sedangkan kendala siswa terdapat pada proses membuat/membentuk kalimat matematika.
Simpulan yang diperoleh berimplikasi pada peningkatan kemampuan berpikir siswa tiap tingkat ranah kognitif melalui penilaian berbasis HOTS.
Dari hasil analisis PAP kemampuan berpikir kritis siwa pada gambar 2 menunjukan dari 85 siswa, diperoleh hasil sebanyak 16 siswa (19 %) memiliki Kemampuan Berpikir HOTS Tinggi, sebanyak 22
siswa (26%) memiliki Kemampuan Berpikir HOTS, sebanyak 45 siswa (53%) memiliki Kemampuan Berpikir HOTS Cukup, serta 2 siswa (2%) memiliki Kemampuan Berpikir HOTS Rendah. Sedangkan nilai pemusatan dan penyebaran data skor siswa dijabarkan pada tabel 6 di bawah.
Data kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa dalam mengerjakan soal HOTS pada mata pelajaran matematika di kelas V SDN 1 Padang Sambian diperoleh dari tes yang disusun berdasarkan tiga ranah kognitif HOTS yaitu menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Bersumber pada hasil analisis menunjukkan siswa cenderung memiliki Kemampuan Berpikir HOTS Cukup serta serta masih rendah dalam menyelesaikan soal ranah kognitif C6 (mencipta). Hasil kajian relevan oleh Alfiatin & Oktiningrum (2019) yang menemukan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa kelas V SD Imam Bonjol berada pada kategori cukup dengan rata-rata nilai yang diperoleh adalah 67,85. Hasil tersebut juga menunjukkan kemampuan siswa masih rendah pada ranah kognitif C6 (mencipta). Tak dapat dipungkiri hasil tersebut akibat dari, tidak terbiasanya siswa dalam mengerjakan soal tipe HOTS. Siswa cenderung terbiasa dengan pembelajaran dan pemberian soal betipe LOTS. Mengingat soal ulangan harian, ataupun soal penilaian kenaikan kelas masih pada ranah C1 sampai C3 saja (LOTS), terdapat C4 namun tidak banyak seperti pernyataan Kepala Sekolah saat kegiatan observasi.
Tidak hanya pemberian soal bertipe HOTS yang menjadi sorotan, namun juga cara siswa mengatur atau merancang cara menjawab soal yang dimulai dari membuat diketahui, ditanya hingga dijawab.
Kemampuan berpikir HOTS cukup serta rendahnya kemampuan menjawab soal ranah kognitif C6 juga akibat dari, kurangnya latihan untuk membuat rancangan langkah penyelesaian masalah pada soal.
Kendala pada membuat rancangan langkah penyelesaian soal tersebut juga diakui siswa pada sesi wawancara.
Kekuatan Penelitian Data-data penelitian yang dicantumkan begitu lengkap. Penulis menjelaskan secara berurut dan perhatian pembaca pun tidak lari dari tujuan yang ingin dicapai oleh penulis. Pembahasan metode sangat jelas.
Kelemahan Penelitian Terdapat beberapa penulisan yang salah dan tidak sesuai EYD Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat dibuat beberapa simpulan, pertama hasil analisis PAP menunjukkan siswa kelas V SDN 1 Padang Sambian cenderung memiliki Kemampuan Berpikir HOTS Cukup serta masih rendah dalam menyelesaikan soal ranah kognitif C6. Kedua, pada hasil wawancara menunjukkan siswa kelas V SDN 1 Padang Sambian cenderung mengalami kesulitan saat membuat/membentuk kalimat matematika. Simpulan yang diperoleh berimplikasi pada peningkatan kemampuan berpikir siswa tiap tingkat ranah kognitif melalui penilaian berbasis HOTS.
6. Kemampuan Komunikasi Matematik
Judul PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK
MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK Penerbit Jurnal dan
link
Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, FKIP Universitas Bengkulu
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JISD/article/view/25336
Volume dan Halaman Vol 5 No. 1, 42-49
Tahun Februari 2016
Penulis Saleh Haji, M. Ilham Abdullah Reviewer Deya Permatasari (21251119)
Tanggal 12 Maret 2022
Permasalahan Kemampuan berkomunikasi dalam pembelajaran matematika di sekolah menengah pertama kurang mendapat perhatian dari para guru.
Guru cenderung menekankan pada kemampuan berhitung, pemecahan masalah, dan penalaran. Sehingga kemampuan komunikasi matematika siswa lemah. Siswa kurang dapat mengkomunikasikan ide-ide matematiknya secara jelas dan benar, baik secara lisan maupun tulisan.
Hasil penelitian Rohaeti (2003), Wihatma (2004), Purniati (2004) menyimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematik siswa Sekolah Menengah Pertama rendah.
Kemampuan komunikasi matematik merupakan salah satu standar proses dalam pembelajaran matematika di sekolah. Van De Wall, Karp, Jennifer, and Williams (2000) mengemukakan 5 standar proses dalam pembelajaran matematika yakni: 1. Problem solving, 2. Penalaran dan bukti, 3. Komunikasi, 4. Koneksi, dan 5. Representasi. Standar proses kemampuan komunikasi tersebut memberikan batasan terhadap aspek- aspek komunikasi yang diajarkan pada sekolah. Kemampuan komunikasi matematik merupakan kemampuan siswa dalam mengkomunikasikan ide-ide matematik pada orang lain. Baroody (1993) menjelaskan bahwa pembelajaran matematik harus dapat membantu siswa mengkomunikasikan ide matematik melalui 5 aspek
yaitu: representing, listening, reading, discussing, dan writing.
Untuk mengatasi kelemahan komunikasi matematik siswa perlu dilakukan perubahan pembelajaran, dari pembelajaran konvensional ke pembelajaran non-konvensional. Firdaus (2006) menjelaskan bahwa pembelajaran non-konvensional meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa. Salah satu pembelajaran non-konvensional tersebut adalah pembelajaran matematika realistik (PMR). Pembelajaran matematika realistik memandang bahwa matematika sebagai suatu aktivitas manusia. Sebagai suatu aktivitas, matematika sebagai suatu sarana yang memungkinkan terjadinya interaksi antar manusia.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pencapaian dan peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa Sekolah Menengah Pertama Kota Bengkulu melalui Pembelajaran Matematika Realistik.
Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen dengan non-equivalent control group design.
Subjek Penelitian Sampel penelitian ini adalah siswa kelas VIIA SMPN 24 Kota Bengkulu yang terdiri atas 19 siswa. Sedangkan populasi penelitian ini adalah siswa kelas VII SMPN 24 Kota Bengkulu yang terdiri atas 85 siswa.
Hasil Penelitian Hasil penelitian sebagai berikut; pembelajaran Matematika Realistik lebih efektif dalam pencapaian dan peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa dibandingkan pembelajaran konvensional.
Besarnya pencapaian kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajar melalui pembelajaran matematika realistik adalah 63,96 dan pembelajaran konvensional adalah 47,46. Sementara itu, besarnya peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajar melalui pembelajaran matematika realistik adalah 0,51 dan pembelajaran konvensional 0,24.
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kemampun komunikasi matematik siswa yang diajar melalui pembelajaran matematika realistik. Peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajar melalui pembelajaran matematika realisti
sebesar 0,51. Sedangkan peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajar melalui pembelajaran konvensional sebesar 0,24.
Peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa lebih besar daripada peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajar melalui pembelajaran konvensional.
Hasil uji Mann Whitney menunjukkan bahwa menerima hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan pencapaian kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran matematika realistik dengan pembelajaran konvensional.
Pencapain kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajar melalui pembelajaran matematika realistik lebih besar daripada siswa yang diajar melalui pembelajaran konvensional. Kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajar melalui pembelajaran matematika realistik sebesar 63,96, sedangkan siswa yang diajar melalui pembelajaran konvensional sebesar 47,46.
Kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajar melalui pembelajaran matematika realistik lebih cepat daripada siswa yang diajar melalui pembelajaran konvensional. Karena pada pembelajaran matematika realistik, siswa melakukan kegiatan refleksi dan penemuan.
Melalui kegiatan refleksi, siswa memiliki kesempatan untuk memperbaiki kesalahan maupun kekurang tepatan dalam menyelesaikan suatu masalah. Kegiatan refleksi tersebut dilakukan siswa dengan meninjau ulang hal yang telah dilakukannya. Siswa berkomunikasi dengan dirinya sendiri.
Kekuatan Penelitian dan Kelemahan Penelitian
Kelebihan :
1. Pembahasan metode yang digunakan sangat jelas.
2. Abstrak jelas, sehingga dengan membaca abstraknya saja pembaca dapat mengetahui hasil dari penelitian tersebut.
Kelemahan : Terdapat beberapa penulisan yang salah dan tidak sesuai EYD
Kesimpulan Kesimpulan penelitian ini adalah :
1. Terdapat peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang
diajar melalui Pembelajaran Matematika Realistik sebesar 0,51.
2. Pencapaian kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajar melalui Pembelajaran Matematika Realistik sebesar 63,96, hal ini lebih besar daripada siswa yang diajar melalui pembelajaran konvensional yakni 47,46.