RUMAH TRADISIONAL
NIAS
PERTEMUAN 6
MK.ARS. LOKAL - ISTP
Rumah di Nias Utara
ARSITEKTUR TRADISIONAL NIAS
Pulau Nias adalah sebuah pulau yang berada di sebelah barat Pulau Sumatera, terletak antara 0012′ - 1032′ Lintang Utara (LU) dan 970 - 980 Bujur Timur (BT).
Jaraknya dari kabupaten Tapanuli Tengah adalah ± 85 mil laut. Pulau ini mempunyai luas wilayah 5.625 Km2 atau 7,8 persen dari luas propinsi
Sumatera Utara, terdiri dari 132 buah gugusan pulau-pulau yang penjangnya ± 120 Km dan lebar 40 Km, memanjang sejajar dengan pulau Sumatera.
Kabupaten Nias (ibu kotanya Gunungsitoli) termasuk dalam wilayah propinsi Sumatera Utara. Sebelah utara pulau ini berbatasan dengan pulau Banyak (Daerah Istimewa Aceh), sebelah selatan dengan pulau Mentawai (Sumatera Barat), sebelah timur dengan pulau Mursala (kabupaten Tapanuli Tengah), dan sebelah barat dengan Samudera Hindia. Pulau yang terletak di sebelah barat Sumatera ini memiliki topografi yang berbukit-bukit, sempit dan terjal serta pegunungan. Karena itu, tingginya di atas permukaan laut bervariasi antara 0- 800 m. Curah hujannya cukup tinggi, mencapai rata-rata 3.145,1 mm per
tahun. Suhu udara berkisar antara 14,30-30,40 dengan kelembaban ± 80-90 dan kecepatan angin antara 5-6 knot/jam.
Rumah Tradisional Nias
Bila kita membicarakan arsitektur tradisional di pulau Nias
maka kita tidak bisa terlepas dari apa yang dinamakan rumah tradisional Nias. Rumah tradisional Nias dapat dibedakan atas 3 (tiga) tipe rumah adat sesuai dengan penelitian yang diadakan Oleh Alain M. Viaro Arlette Ziegler yang didasarkan pada bentuk atap dan denah lantai bangunan. Ketiga tipe tersebut adalah :
1. Tipe Nias Utara
Bentuk atap bulat ; bentuk denah oval 2. Tipe Nias Tengah
Bentuk atap bulat ; bentuk denah segi empat 3. Tipe Nias Selatan
Bentuk atap segi empat ; bentuk denah persegi
MACAM-MACAM RUMAH NIAS
1. Omo Nifolasara
Rumah jenis ini disebut Omo Nifolasara karena tiga buah ukiran kayu seperti kepala monster (Högö lasara) telah dipasang di bagian depannya.
Perbedaannya dari rumah lain adalah:
• pintu masuk berada di bawah kolong rumah. Artinya siapapun yang hendak memasuki rumah tersebut harus tunduk-hormat kepada pemilik rumah;
• ada ruangan khusus (pribadi) bangsawan di dalamnya (Malige). Terletak di bagian atas antara ruangan bagian depan (Tawolo) dan ruangan bagian belakang (Föröma). Kegunaan ruangan ini yaitu tempat bangsawan bersemadi dan sekaligus sebagai tempat untuk mengintip orang-orang yang hadir dalam musyawarah, sebelum sidang dimulai;
• dahulu kala, dalam setiap desa, rumah jenis ini hanya ada satu dan hanya dimiliki oleh bangsawan (Si’ulu) yang berkuasa. Sekarang ini, rumah besar seperti ini tinggal empat buah, yaitu: di desa Bawömataluo, Hilinawalö-Fau, Onohondrö dan Hilinawalö-Mazinö.
Masyarakat Nias dewasa ini tidak sanggup lagi mendirikan Omo Nifolasara, bahkan pemeliharaan ke- empat rumah yang masih ada, membutuhkan subsidi.
2. Omo Tuho
Rumah adat seperti ini disebut Omo Tuho. Bentuk dasarnya sama dengan Omo Nifolasara tetapi tidak diberikan ukiran kepala monster (Lasara) di depannya. Jalan masuk masih berada di bawah, tetapi tidak ada ruangan khusus (ruangan pribadi). Biasanya hanya dimiliki oleh penduduk asli (Sowanua).
3. Omo Sala
Rumah adat seperti ini disebut Omo Sala. Bentuk dasarnya sama dengan Omo Tuho tetapi tidak diberikan ukiran kepala monster (Lasara) di
depannya. Jalan masuknya disebelah samping. Ini meng-gambarkan bahwa pemilik rumah adalah masyarakat biasa (Si’ila dan Sato) yang tidak harus dihormati secara istimewa. Tidak ada ruangan pribadi
‘Malige’ di dalamnya. Rumah jenis ini masih banyak dijumpai di desa- desa tradisional di wilayah Telukdalam, Nias Selatan.
4. OMO LARAGA atau OMO HADA NIHA YOU
Rumah adat seperti ini disebut Omo Laraga atau Omo hada niha yöu. Bentuknya oval. Terdiri atas dua bagian, yaitu ruangan depan dan ruangan belakang. Rumah seperti ini masih
dijumpai di Nias Utara dan Nias Barat. Rumah ini bisa dimiliki oleh siapa saja tanpa membedakan kelas masyarakat, namun mutlak perlu modal besar.
5. OMO HADA
Rumah adat seperti ini tidak diberi nama khusus, hanya disebut Omo Hada. Rumah seperti ini, dulu terdapat di desa Tögizita, Nias Tengah. Didirikan oleh seorang bapak yang memiliki 4 putra sebelum perang dunia kedua. Mereka tinggal bersama di dalam rumah tersebut semasih ayah mereka hidup, karena itu rumah ini dibuat lebih lebar dan panjang. Namun, seperti biasa di dunia, kesatuan dan keharmonisan tidak terjamin kalau banyak orang atau keluarga tinggal dalam satu rumah. Selagi orang tua hidup masih bisa, tetapi sesudahnya muncul konflik di antara bersaudara. Karena itu rumah tidak dipelihara lagi dan akhirnya dibongkar sekitar tahun 1965.
6. Omo Hada atau Omo Sebua
Rumah adat seperti ini tidak diberi nama khusus, hanya disebut Omo Hada atau Omo Sebua. Bentuknya agak mirip dengan rumah adat di Nias Selatan. Keistimewaan rumah
adat di kecamatan Lahusa dan kecamatan Gomo, Nias Tengah yaitu: kokoh, rustikal dan di bagian depan banyak ukiran,
misalnya Hulu dan Balö Hulu.
7. Omo Hada atau Omo Sebua
Rumah adat seperti ini tidak diberi nama khusus, hanya disebut Omo Hada atau Omo Sebua. Inilah satu-satunya rumah adat besar yang masih tinggal di öri Ulu Gomo dan merupakan prototip yang kemudian dikembangkan di
Telukdalam.
RUMAH NIAS DI : Bawomataluo, Nias Selatan
CIRI KHAS
Masyarakat yang ada di bagian selatan Pulau Nias mengelompok antara 30-40 keluarga dalam satu bangunan tempat kediaman yang besar, dan kampungnya seperti benteng dengan pagar-pagar pengaman yang
tinggi. Sedangkan penduduk yang tinggal di bagian utara Pulau Nias lebih terpencar, dalam satu rumah terdapat satu atau beberapa
keluarga.
Bentuk dan denah rumahnya terdiri dari tipe Moro dan tipe Gomo.
Rumah dengan tipe Moro, bentuk denahnya bujur telur. Sedangkan rumah tipe Gomo, denahnya hampir berbentuk bujur sangkar, tetapi berisi garis lengkung. Konstruksi rumah penduduk Nias terbuat dari
kayu-kayu yang keras dan kokoh. Tiang-tiangnya tinggi, sehingga orang bisa masuk ke kolong rumah. Bentuk rumah kepala adat, atapnya
sangat dominan dibandingkan dengan rumah-rumah lainnya.
Ciri khas rumah Tradisional Nias Utara :
1. Bentuk dasar elips atau oval;
2. Lebar rumah 10 meter, panjang 15 meter, tinggi 9-13 meter;
3. Pintu masuk dari sebelah bawah. Sisi depan dan belakang agak lurus;
4. Jarak antara tiang-tiang rumah tidak selalu sama;
5. Jarak antara dua barisan tiang di depan lebih lebar ; orang bisa berjalan di tengah;
6. Jarak antara tiang-tiang di belakang lebih rapat; beban rumah di lebih besar;
7. 8 lembar papan Siloto (seloto) melintang di atas 62 tiang dari muka ke belakang;
8. 1 Siloto di ujung kiri dan 1 di ujung kanan @ 6 tiang : 2 x 6 = 12 tiang;
9. 2 Siloto berikut sebelah kiri dan kanan @ 8 tiang : 4 x 8 = 32 tiang ;
10. 2 Siloto di pertengahan rumah @ 9 tiang : 2 x 9 = 18 tiang;
11. Jumlah tiang (diluar tiang-tiang penunjang) 12 + 32 + 18 = 62 tiang
Oleh Alain M. Viaro Arlette Ziegler “Traditional Architecture of Nias Island”
RUMAH NIAS UTARA
Rumah-rumah tradisional di Nias Utara dengan ibukota Gunung Sitoli mempunyai bentuk denah oval, rumah panggung satu lantai dengan jendela terbuka yang mengelilingi salah satu sisi bangunan. Dinding terbuat dari kayu dengan atap daun nipah. Pada atap bangunan terdapat jendela (attic) yang dapat dibuka dari dalam dan ada tangga untuk naik. Satu rumah biasanya untuk satu keluarga dan ditandai oleh sebuah batu megalith dengan bentuk yang beragam antara satu rumah
dengan rumah lainnya. Pola permukimannya berbentuk linier dengan jarak yang agak berjauhan antar rumah, dengan ukuran rumah yang hampir sama. Untuk yang berstatus sosial lebih tinggi, rumahnya lebih besar dan lebih banyak memakai ornamen.
Denah rumah Nias tipe Moro berbentuk bujur telur, disangga 8 buah tiang utama. Sedangkan tiang-tiang untuk menyangga balok nok, ada 3 buah. Untuk
aktivitas mandi dan peturasan, ada di luar dinding bangunan. Karena rumah Nias dibangun seperti rumah panggung, maka interior bangunannya dihubungkan oleh pintu yang dilengkapi tangga
menuju ke kolong yang berhubungan dengan ruang luar. Di dalam rumah Nias tipe Moro dilengkapi
bangku panjang, tempat perapian dan tempat mengintip ke luar, berkaitan dengan fungsi
keamanan.
Di bagian kaki bangunan kolom-kolom terbagi menjadi dua jenis, yaitu kolom struktur utama yang berdiri dalam posisi tegak dan kolom penguat yang terletak dalam posisi silang- menyilang membentuk huruf X miring. Balok kayu ataupun batu besar sengaja diletakkan di sela- sela kolom penguat sebagai pemberat untuk menahan bangunan dari terpaan angin. Sedangkan ujung atas kolom tegak dihubungkan
dengan balok penyangga melalui sambungan sistem pasak
yang kemudian ditumpangi balok-balok lantai di atasnya.
Kolom-kolom diagonal, tanpa titik awal maupun akhir, jalin-menjalin untuk menopang bangunan berdenah oval dengan kantilever
mengelilingi seluruh sisi lantai denah. Bagaikan sabuk, rangkaian balok dipasang membujur sekeliling tubuh bangunan. Di atas sabuk bangunan, sirip-sirip tiang dinding berjarak 80 sentimeter dipasang berjajar dengan posisi miring ke arah luar. Di antara sirip-sirip
dipasang dinding pengisi dari lembaran papan. Penggunaan kolong memang bukan satu-satunya di Nias. Di beberapa wilayah Nusantara, kolong di samping mengemban fungsi struktur juga menciptakan
ruang yang cukup efektif untuk menyiasati masalah kelembapan yang ditimbulkan iklim tropis. Kolong juga dapat menghindari kontak
langsung penghuni dengan tanah yang cenderung becek saat hujan.
Berbeda dari daerah lain, di Nias kolong tidak menjadi ruang positif yang berfungsi sebagai tempat menenun, menyimpan barang, atau memelihara ternak, melainkan benar-benar mengemban fungsi
struktural.
Di bagian tengah bangunan, kolom-kolom dari kolong yang menjulang ke atas
menembus lantai hingga bubungan atap bertugas mendukung struktur atap.
Sedangkan di bagian pinggir bangunan, kolom berhenti di atas ruang hunian dan
membentuk jurai atap. Sebagaimana dinding, atap bangunan juga mengikuti bentuk lantai yang oval. Daun sagu yang dianyam pada
sebilah bambu menghasilkan lembaran yang
dirangkai sebagai penutup atap.
RUMAH NIAS SELATAN
Rumah-rumah berbentuk segi panjang,
dengan suatu hirarki sosial lebih terperinci, antara bangsawan, rakyat biasa, dan para budak. Pola permukiman berbentuk
cluster/berkelompok. Interior bangunan